"Berhenti bercanda denganku dan pergi saja sana!"Nona marah. Dia mengusir Segara pergi tapi ujung-ujungnya pria itu tetap mengekor dan masuk ke lift yang sama dengannya. Untuk yang satu ini Nona jelas tidak bisa marah, karena lift itu memang akses tercepat menuju ruang kerja Segara."Nona, bukankah kita sepasang kekasih?""Aku tidak dengar kamu ngomong apa," jawab Nona ketus.Setelah bicara seperti ini entah kenapa di hatinya ada sedikit rasa penyesalan, Nona takut kalau Segara menganggap serius dan menjauh darinya.Ia pun mengendurkan urat wajah dan menoleh Segara, mencoba menahan emosi agar tak meledak-ledak setelah itu bertanya-"Apa kamu benar sudah sehat? Apa kamu sudah sarapan?""Apa kamu mau mengajakku makan siang?"Segara menyeringai, dia mengangguk-angguk dan berkata tidak akan menolak jika Nona mengajaknya makan bersama. Ini sudah jam sebelas, sudah terlambat juga untuk sarap
Segara mengedikkan bahu mengingat saran Emir tadi. Sekretarisnya itu menyusun rencana ala sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.Rencana pertama Emir memberitahu Nona tempatnya bertemu dengan Karin, dengan tujuan membuat wanita yang disukainya itu menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Rencana kedua mengirimkan foto mesra Karin dan dirinya ke Rafa agar duo laknat itu bertengkar.Segara membuka tutup botol air mineral dingin yang baru saja diantar pelayan. Untuk pertama kalinya pria itu tidak menenggak minuman beralkohol di club malam._“Di mana? Garald club?”Nona sudah duduk tenang dan hampir melanjutkan pekerjaan. Namun, tak disangka Emir datang dengan sebuah informasi yang dia nantikan sejak tadi.“Iya, pak Ega tadi meminta nomor wanita itu, dia bilang akan bertemu dengan Ka … “Emir tak melanjutkan ucapan karena Nona sudah mengacungkan jari telunjuk memintanya tutup mulut. Nona
***Sementara Nona dan Emir baru saja keluar dari area restoran cepat saji itu, Karin tampak sudah memarkirkan mobilnya di Garald club. Wanita itu tak langsung turun, tapi memilih untuk memastikan make up yang menempel di wajah, dia ingin terlihat tanpa cela di depan Segara, mengabaikan fakta bahwa pria itu dekat dengan wanita yang suaminya pernah dia rebut."Sempurna! Aku tidak boleh melewatkan kesempatan untuk merayu pria itu. Dia menabrak mobilku jelas itu bukan kebetulan, tapi takdir."Karin tersenyum genit. Ia berpikir Tuhan sedang berpihak padanya. Apapun yang dia ingin dan rencanakan selama ini selalu berjalan dengan mulus, sehingga membuatnya jemawa. Wanita itu turun dari mobil, tapi bukannya masuk, Karin malah menuju bagasi mobil. Ternyata dia mengganti sepatu berhak tinggi miliknya dengan yang lebih tinggi, tak lupa juga dia semprotkan parfum ke leher dan pergelangan tangannya."Sempurna! Dia pasti tidak akan bisa menolak pesonaku."
Karin menuangkan minuman ke botol Segara, dia menyodorkannya dengan mesra bahkan sambil melempar senyuman termanisnya. Segara menerima gelas itu, dia bahkan membenturkan gelasnya ke Karin agar terkesan akrab.Namun, tak diduga saat wanita itu menenggak minumannya, Segara memilih berpura-pura minum. Ia jelas tidak ingin mabuk di siang bolong, apalagi di depan wanita yang sangat dibenci oleh Nona. Segara sendiri tidak bisa mengecek ponselnya, karena khawatir Karin akan curiga. Di dalam hati, Segara harap-harap cemas, akankah rencana Emir sukses membuat Nona mengakui perasaannya."Sekarang katakan! Berapa nominal yang harus aku berikan sebagai ganti rugi karena sudah menabrak mobilmu." Segara mulai membuka pembicaraan itu. Berusaha membuat Karin nyaman dan berakhir menunjukkan belangnya.Karin meletakkan gelas ke meja, dia menyilangkan kaki sengaja menunjukkan bagian pahanya agar Segara tergoda."Sebelum itu, aku ingin bertanya, kenap
Selesai mengungkapkan apa yang ada dirasa, Nona menyambar tasnya yang ada di sofa. Dia tak peduli dengan perubahan ekspresi Segara setelah mendengar isi hatinya.Nona bergegas keluar dari sana, tapi baru saja tangannya menyentuh gagang pintu, Segara melingkarkan tangan ke pinggang dan memeluknya dari belakang."Aku memang tidak pernah merasakan itu semua, yang aku tahu hanya rasa marah kerena tidak bisa memiliki orang yang aku cintai."Nona menganggap ungkapan Segara itu ditujukan untuk Senja, sehingga dia memberontak agar Segara mau melepaskan pelukannya."Dia belum sah menjadi istri orang, kamu masih punya kesempatan mengejarnya, lepaskan! Aku mau kembali ke kantor," ujar Nona."Bodoh! Yang aku maksud bukan Senja, tapi dirimu." Segara mengeratkan pelukan. Dia kini bahkan menyandarkan dagu ke pundak Nona. "Kenapa kita tidak bertemu lebih cepat? kenapa kamu harus menikah dengan Rafa dan kenapa aku juga harus merasa patah hat
_Di ruangannya, Biru ternyata tidak sendiri. Ia bersama Senja yang datang karena mendapat kabar dari Mina, kalau Segara langsung ke kantor setelah diizinkan pulang. Gadis itu membawa tas bekal berisi bubur untuk sang kakak angkat, tapi ternyata saat ke sana tadi ruangan Segara kosong dan Emir pun tak nampak batang hidungnya.Entah kenapa Senja merasa kecewa saat mendengar Biru bicara dengan Segara dan mengetahui pria itu bersama Nona. Tatapannya menerawang penuh kebingungan, sampai Biru harus menyadarkandengan cara memanggil namanya berulang.“Senja! Sayang, hei!”“Ah … Kak Biru!” Senja berpura-pura kesal karena keget, dia tak ingin Biru sampai menyadari sikapnya yang berubah menjelang pernikahan mereka.“Segara sudah makan bersama Nona, jadi sini biar aku saja yang makan buburnya,”pinta Biru.Senja mengangguk dan bergegas membuka tas bekal yang dibawa, dia menyodorkan sendok ke tanga
Hari pernikahan Biru dan Senja akhirnya tiba, semua keluarga nampak sibuk bahkan mempelai wanita dan pria tidak bisa tidur sejak semalam.Nona pagi itu bersiap dari panti, dia menjadi pusat perhatian anak-anak karena baju yang dikenakannya sungguh sangat pas di badan. Dua baju yang lain dia titip ke Segara yang menginap di hotel tempat berlangsungnya acara.Jika tidak terlambat sepuluh menit lagi pria itu seharusnya sudah sampai. Nona sendiri memilih untuk memakai make up dibantu bu Dewi, kebetulan wanita pemilik panti asuhan tempatnya tinggal itu berprofesi sebagai MUA.“Mereka pasti memakai riasan MUA yang lebih jago, Non. Aku tidak enak jika sampai kamu nanti kalah cantik dari mereka,”ujar Dewi.“Tidak, Bu. Ini juga sangat cantik, bu Dewi benar-benar hebat,”puji Nona. Tatanan wajahnya sangat flawless, Nona bahkan sampai takjub dengan apa yang bu Dewi lakukan ke mukanya.Sambil menunggu Segara datang, Nona pergi ke r
“Kak!” Senja menoleh Biru. Ia menggeleng karena menurutnya apa yang diucap dan sangkakan pria itu tidak sepenuhnya benar.“Apa? Bukankah itu benar? Kamu tidak akan mungkin melakukan ini jika mencintaiku, atau sebenarnya kamu mencintai Segara?”Pertanyaan Biru menampar kesadaran semua orang, mereka menatap Senja dengan rasa kecewa yang tergambar jelas di sorot mata masing-masing.“Apa kamu ingin menikah dengannya? Itu dia datang, katakan saja kalau kamu sebenarnya tidak mencintaiku dan mencintai Segara.” Biru tersenyum ironi, sesakit apapun hatinya saat ini, dia tidak ingin sampai meneteskan air mata di depan Senja dan keluarganya.Segara yang baru tiba pun dibuat heran dengan tingkah Senja, begitu juga dengan Nona yang saat ini berdiri tepat di sampingnya. Nona cemas dengan apa yang dikatakan oleh Biru, bagaimana kalau Segara dipaksa menikahi Senja untuk menyelamatkan muka keluarga.Tangan Nona gemetar, dan
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat