Setelah menginap semalam di rumah keluarga Miller, akhirnya mereka kembali ke rumah. Keluar dari mobil, Jodie si Kepala Pelayan menyambut kedatangan Prims serta Arley yang terlihat cerah, didukung dengan mereka yang saling bergandengan tangan.“Selamat datang kembali,” sambutnya dengan menundukkan kepala. “Saya pikir Tuan dan Nona sekalian pergi berbulan madu karena tidak pulang selama beberapa hari.”Prims menunggu jawaban Arley karena mata Jodie lebih tertuju kepada Prianya itu.“Bulan madunya belum, Bu Jodie,” jawab Arley dengan seulas senyum yang terlihat sangat manis. “Kami hanya pergi ke rumah yang ada di Bagley Lakes dan menginap semalam di rumah mama.”Mendengar ‘menginap di rumah mama’ sepertinya telah membuat Jodie terperanjat. Kedua alisnya terangkat, ia memandang Arley dan Prims bergantian, seolah memastikan bahwa apa yang dia sampaikan adalah sebuah kebenaran.“Benarkah begitu, Nona?” tanya Jodie pada Prims yang mengangguk membenarkannya, “Benar, Bu Jodie.”“Apakah sesuatu
Prims memejamkan matanya dengan tidak berdaya, ia berpikir, ‘Kenapa tidak sekalian cemburu pada bulu hidungku yang terus menempel selama dua puluh empat jam, tujuh hari seminggu?’“Akh!”Prims menjerit beriring tawa karena Arley jatuh ke atas ranjang sekaligus merengkuh pinggangnya sehingga mereka berakhir dengan saling berpelukan.Lengkap dengan Arley yang mencium pipi dan juga lehernya tanpa henti, “Arley hentikan! Kamu tahu kalau setiap kamu begini itu akan terasa geli?”“Akan aku lakukan, mencium dan memelukmu sebelum nanti saat aku tinggal pergi kamu akan memeluk si beruang itu, ck!” Ia berdecak kesal, membuat Prims sekali lagi tertawa.Mata mereka bertemu pandang, Prims meraih wajah Arley dengan menggunakan kedua tangaannya, mengusapnya dengan lembut sebelum menyentuh rambut yang jatuh di atas alis lebatnya.“Kamu tahu ... cemburumu sangat luar biasa!”“Benarkah begitu?”“Iya, segala baju yang aku pakai kamu cemburui itu kenapa?”“Pokoknya ini salah beruang itu!” dagunya mengedik
Arley hampir saja beranjak meninggalkan pintu utama rumah sebelum Prims mencegahnya dengan memanggilnya, “Arley, tunggu sebentar!”Arley berhenti, memilih untuk menoleh terlebih dahulu pada Prims, membiarkannya berbicara, “Ada apa, Sayang?”Prims terlihat memiringkan kepalanya sekilas ke kiri, mempertimbangkan apakah harus mengatakannya secara jujur ataukah menyebutnya dengan kiasan.“Apa, Primrose?” tanya Arley sekali lagi karena Prims hanya memberikan keheningan yang tumbuh membesar di sekitar mereka.“Biar aku saja yang menemuinya,” jawab Prims pada akhirnya. Memilih untuk mengatakan sebuah kejujuran tanpa basa-basi. Daripada kalimat berputar yang membuat Arley berpikir dua kali.“Kamu ingin menemuinya sendiri?”“Iya,” tanggap Prims dengan mengangguk samar.“Bagaimana jika dia melakukan sesuatu yang buruk padamu?”“Maka biarkan aku yang menanggungnya. Yang menjadi permasalahan di sini adalah antara aku dan dia. Kamu tidak sepatutnya terlibat.”“Tapi karena yang dia lakukan itu aku
Prims menyaksikan ibu tirinya itu pergi pada akhirnya. Prims tidak peduli akan disebut sebagai apa olehnya karena gumamannya saat ia mengenyahkan diri itu Prims mendengar ia melontarkan sebuah cacian seputar 'anak kurang ajar' serta 'sombongnya mengerikan.'Baik, terserah!Masa bodoh!Ia tak akan peduli!Iris tak ingin mengganggu hatinya yang sudah penuh dengan retakan ini semakin sakit dibuat ibu tirinya.Ia menyaksikan Erren berjalan meninggalkan halaman rumah Arley, lalu menghilang saat pintu gerbang ditutup oleh Wil yang berjaga di sana dengan mengenakan jas hujan yang ia kenakan.Dari mana Erren tahu ini adalah rumah Arley?Bagaimana caranya ia menebalkan mukanya itu sehingga sama sekali tidak ada rasa malu saat menuntut hal hanya demi melindungi anak perempuannya yang jelas-jelas juga menanggung kesalahan?Benar cinta ibu memang tiada batasnya. Tapi, apakah cinta ibu yang justru membuat anaknya merasa benar sepanjang waktu padahal ia salah dan mengubahnya menjadi monster itu adal
“Kalau kamu berbohong soal itu, aku akan mengatakan kalau kamu berhasil,” ucap Prims. Langkah kakinya yang terhenti itu kini berdiri di atas rasa gamang.Sepasang netranya menatap Arley yang hanya tersenyum memandang rasa ketidak percayaan yang timbul. Arley tidak menyalahkannya soal itu. Karena bagaimanapun ... cerita yang ia berikan sepertinya terlalu khayal untuk bisa diterima oleh akal sehat seseorang.“Kamu sungguh melakukan itu?”Arley mengangguk, mengguncang lembut tangan mereka yang saling menggenggam, “Tidak masalah kalau kamu tidak percaya. Aku tidak memaksamu untuk itu,” kata Arley akhirnya. “Tapi nanti jika kita memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Mama Jasmine di rumah Bapa yang ada di surga, kamu bisa menanyakan sendiri pada beliau, bahwa yang aku katakan adalah sebuah kebenaran.”Prims menggigit bibirnya.Entah harus bagaimana ia mengekspresikan dirinya sekarang ini. Pria di hadapannya ini, namanya Arley Miller. Pria yang bahkan bisa menunjuk wanita manapun sesuka
Tapi biar bagaimanapun itu, mereka masuk ke dalam mobil. Prims sudah bersiap menggunakan pertahanannya yang paling tangguh seandainya Arley memaksa untuk menciumnya.Tetapi hal itu ia urungkan karena Arley hanya menggodanya saja.Yang dilakukan oleh prianya itu ialah menyalakan mesin mobil setelah memastikan Prims mengenakan seat belt-nya dengan benar kemudian membawa mobilnya melaju meninggalkan parkiran gereja yang masih lumayan ramai di hari minggu pagi ini.Ah ... leganya ....Artinya, Prims tidak perlu merasakan debaran menyakitkan nan menyiksa jantungnya tanpa peri kemanusiaan itu.“Primrose,” panggil Arley saat mereka telah kelar dari gerbang tingginya.“Iya?”“Aku belum mengatakan ini,” ucap Arley mula-mula.“Soal apa?”“Kamu cantik hari ini.”Baru saja reda, sudah akan mulai lagi?“Aku benar-benar bisa diabetes jika kamu memujiku berlebihan seperti itu, Tuan Arley. Jadi bisakah kamu menghentikannya sebentar? Kamu masih menyetir loh sekarang ini.”“Fine ....”Prims menyalakan m
Beberapa orang percaya tentang mitos kupu-kupu putih yang terlihat di pemakaman. Sebagian orang menyebut jika kehadiran kupu-kupu putih itu sedang menandakan bahwa seseorang yang dikunjungi itu sedang berada di sana, bersama mereka dan menyambut kedatangan mereka.Sebagian orang lainnya mengatakan jika si pemilik jiwa telah terbebas dari segala hal yang berkaitan dengan dunia fana dan menjadi kupu-kupu yang terbang bebas di manapun mereka suka.Maka dari itulah tadi Prims mendegar Arley mengatakan, ‘Jaga air matamu, mama melihat kita.’Yang jelas merujuk pada ‘kedatangan’ Jasmine, ibunya. Arley menjadi salah seorang yang meyakini bahwa mitos itu benar adanya.Untuk ukuran pria dewasa yang terlihat tidak tertarik dengan dongeng, Arley membuat Prims sadar bahwa dia benar-benar pria yang mengetahui perasaan orang lain dan menilainya dengan cepat.Ah ... bukankah Prims harusnya tahu, bahwa pengetahuan seperti itu jelas saja didapatkan Arley sejak dia adalah seorang kutu buku?Kemudian, Pr
“Sayang?” panggil Arley karena Prims sepertinya tidak mendengarkan kalimatnya sama sekali.“I-iya?” tanggap Prims seraya menoleh pada Arley dengan sedikit gugup.“Ada apa?” tanya Arley saat melihat Prims yang sedang memaksakan senyum saat manik mata mereka bertemu.“T-tidak ada, Arley.”“Jangan berbohong!”Prims menggigit bibirnya, ragu apakah ia harus mengatakan ini ataukah menyimpannya untuk dirinya sendiri.Tetapi mempertimbangkan bahwa keselamatan nyawanya bisa saja terancam, ia akhirnya memilih untuk mengatakan yang sebenarnya.“Ada yang baru saja mengirim pesan padaku,” katanya mula-mula. “Dan dia bilang dia akan membunuhku.”“Apa?”Ada nada terkejut dari caranya mengatakan ‘apa.’“Aku pikir ... kita tidak perlu mencari tahu siapa orangnya, ‘kan? Itu pasti Alice.”“Atau ibu tirimu,” sambung Arley memberikan opsi jawaban yang lain.“Iya. Bisa juga dia.”Prims menghela napasnya dengan sedikit dalam. Arley memelankan laju mobilnya saat mereka berhenti di tepi jalan dengan Arley yan