‘Sayang dia bilang?’ batin Prims masih dengan menengadahkan wajahnya pada Arley dan seulas senyum tipisnya.
‘Kapan aku pernah memberitahunya soal itu?’ batinnya masih dipenuhi banyak tanya. Dia tak ingat pernah mengatakan pada Arley perihal pertemuannya dengan Richard.
Ah, atau … ini hanya cara pria itu untuk melindunginya?
Hal itu seperti menambahi benang kusut yang ada di dalam benaknya setelah kedatangannya yang tiba-tiba.
Mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Arley bahwa Prims sudah mengatakan soal pertemuannya di kelas masak yang dia ikuti membuat semua orang terhening.
Namun, seperti tidak ingin membiarkan Prims lolos begitu saja, Katie satu langkah mendekat pada Arley yang m
Tanya dari prims sepertinya telah membekukan seisi ruang ganti termasuk kedua bibir Arley yang kini terpasung bisu.Pria itu hanya bergeming, meski wajahnya terlihat datar, tetapi matanya menyimpan banyak kalimat. Prims tidak ingin terjebak dengannya di dalam kediaman dingin ini sehingga dia menyeret kakinya untuk mengayun pergi dari sana.Yang ada dalam benaknya adalah, menjelaskan seperti apapun akan sia-sia jika Arley lebih percaya dengan rumor yang digiring oleh Alice.Prims berbalik meninggalkannya, satu langkah beranjak, pergelangan tangannya diraih oleh Arley. Jemari besar pria itu menahannya untuk berdiri di sini, seolah tidak mengizinkannya pergi atau sekadar memalingkan wajahnya sebelum masalah mereka usai.“Primrose,” panggil Arley lirih. Dengan satu gerakan yang sedikit kuat dia membuat Prims menghadapnya kembali sehingga dua pasang iris mereka bertukar pandang seperti semula. Dia menghela napasnya dengan alis tegasnya yang berkeru
Deg!Deg!Keheningan merayap tetapi dada dibuncahkan oleh jantung yang detaknya sangat gaduh.Dengan cepat, Prims menarik tangannya dari genggaman Arley. Dia tidak ingin terbuai oleh denyut di balik dada bidangnya yang seperti sedang memengaruhinya untuk ikut berdenyut seirama dengan miliknya.Prims tidak ingin terjebak di dalam situasi yang membuatnya salah tingkah atau tiba-tiba setelah Arley mengatakan jika di dalam hatinya hanya ada namanya.Dengan gegas dia membawa langkahnya mengayun pergi, meninggalkan Arley yang berdiri terpaku di tempatnya tanpa beranjak bahkan untuk seinci.Pria itu menatap rambut panjang nan hitam Prims yang perlahan menjauhinya, dia memijit keningnya yang terasa nyeri saat desahnya dipenuhi dengan tanya, ‘Apakah dia tidak percaya dengan yang aku katakan kalau aku tidak melakukan apapun dengan adiknya?’Sementara itu di luar kamar, Prims berpikir ... tidak bertemu dengan Arley sementara waktu ini adalah keput
Kedua mata Arley seketika itu melebar mendengar Jodie mengatakan bahwa dirinya tengah cemburu pada Prims. Namun alih-alih membantah atau mengelaknya, dia malah membenarkannya, āIya, aku memang cemburu. Ada masalah dengan itu?ā tanyanya tanpa beban yang membuat Prims tercenung.Tangannya yang membawa amplop surat seperti sedang dibekukan, dia menatap Arley yang kepalanya berputar dari menjawab Jodie hingga wanita paruh baya itu tak bisa menahan senyumnya, kepada Prims, āAku ingin tahu surat dari siapa yang membuat isriku tersenyum dengan manis sepagi ini,ā dagunya mengedik pada wajah Prims yang seketika itu menghilangkan senyumnya.Prims mengedipkan matanya lebih dari satu kali mendengar Arley menyebutnya sebagai āistriā dan āsemanis ini.ā Dia tercenung selama beberapa lama sebelum mendengar Arley yang kembali bersuara, āSurat dari siapa itu, Primrose?ā tanya Arley dengan berusaha mengintip isi surat yang dibawa oleh Prims. Tapi Prims menarik amplop dan isi surat tersebut dengan cep
Prims sebenarnya ingin menolak ajakan Arley. Tetapi setelah dia pikirkan ulang ... sepertinya dia tak memiliki alasan untuk menolaknya karena mereka berdua sudah berbaikan dan mengakhiri kesalahpahaman tentang ‘skandal perselingkuhan’ yang digiring oleh Alice kemarin itu.Lagi pula ... sepertinya memang Prims tak bisa menolaknya sebab dia melihat Jodie yang ada di sudut lain di lantai dua. Wanita paruh baya itu sepertinya sedang mengganti vas bunga dengan yang baru dan jelas mendengar apa yang baru saja Arley katakan.Sebuah variabel yang membuatnya tidak mungkin menolak Arley sehingga dia mengekor langkahnya untuk meninggalkan kamar tempat di mana Prims berada sebelumnya menuju ke dalam kamar mereka sendiri.Punggung bidang Arley yang telah berbalut dengan pakaian tidur yang wangi membuat Prims tak henti mengamatinya hingga mereka sampai di dalam kamar dan pria itu menoleh kepadanya, “Istirahatlah ... aku yang akan matikan lampunya,” uja
Sepertinya semua orang sedang memperhatikan ke mana Profesor Mashe melangkah dan mengayunkan tangannya saat dia mengatakan bahwa seseorang sedang sangat ditunggu kehadirannya di tempat ini.Prims bisa melihatnya yang berhenti di hadapannya dan mengarahkan tangan kepadanya, senyumnya yang ramah membuat Prims segera menyambut ajakan tangan beliau, āUntuk apa semua orang menunggu saya, Prof?ā tanya Prims sedikit panik, Profesor Mashe hanya menunjukkan senyum kecilnya.āPokoknya begitu.ā Jawabannya yang abu-abu membuat Arley menoleh pada Prims dengan salah satu alisnya yang terangkat seolah bertanya, āApa maksudnya itu?ā Tetapi tanggapan yang diberikan oleh Prims kepada Arley juga sama abu-abunya karena dia hanya melemparkan seulas senyum tipis yang tak dia ketahui maknanya. Jika suara Profesor Mashe tak terdengar lagi, Arley mungkin bisa memandang Prims sepanjang sisa malam ini.āKita bertemu lagi,ā ucap Profesor Mashe kemudian juga mengajak Arley berjabatan tangan.āIya, Prof. Senang
Selama beberapa menit berjalan, keheningan telah mengambil alih ruangan dan menyergap mereka. Tak ada yang menyangka akan ada āsaksi hidupā dari pembuatan lukisan beraliran romantisme karya Rosefiore yang sedang dipamerkan di antara mereka itu.Kubu-kubu yang terbelah menjadi dua sepertinya kini beralih pendapat dengan merapatkan barisan mereka ke arah percaya pada apa yang disampaikan oleh Arley.Mata penuh selidik dan penghakiman yang membuat Alice bergerak tidak nyaman. Dia seperti tak tahu bagaimana harus bersikap atau membawa dirinya.Dia berdiri kaku di sisi Katie. Kedua tangannya kebas di samping kanan dan kiri tubuhnya, meremas gaun malam warna hitam yang dia kenakan lengkap dengan senyum yang dia paksakan.Dia menghela napasnya sebanyak beberapa kali dengan gusar sebelum memandang Arley dan menjelaskan, āIni adalah lukisan yang terinspirasi dari pasangan yang aku lihat diāā kalimatnya terhenti di tengah jalan.Hal itu bukan tanpa alasan karena lawan bicaranya terlihat tak sud
āAstaga ... dia juga menyuap professor Mashe untuk mengatakan bahwa dia adalah Rosefiore?ā bisik salah seorang perempuan yang berdiri sedikit di belakang Prims. Suara lain menyebut jika Alice, adik tirinya itu adalah wanita yang membentuk dirinya memiliki citra yang manis dan anggun padahal berhati jahat, āLuar biasa ... dia mengakui hasil karya orang lain dengan cara yang sangat menjijikkan.ā āUntuk apa cantik kalau hatinya jahat begitu?ā sambung sebuah suara yang lain dan itu dibenarkan oleh beberapa pria yang ada di antara mereka juga, āAku tidak akan menjadikan wanita sepertinya sebagai istri.ā āBenar, dia sangat manipulatif.ā āHarusnya dia pintar sedikit kalau bohong. Bagaimana bisa wanita tak berbakat sepertinya mengklaim dan mengaku dirinya adalah Rosefiore?ā tanya suara pria yang disambut oleh suara tawa yang penuh dengan ejekan. Mendengar segala cacian itu singgah di indera pendengarnya membuat Alice tak bisa bergerak. Tangannya terasa kaku menggenggam paper bag berisi ua
Mereka menunggu Prims, apa yang akan dia lakukan saat dia dihadapkan pada seorang gadis belia yang memelas dan meminta maaf atas kelancangannya untuk sudah mengakui hasil karya miliknya.āKau dengar tadi dia memanggil nona Rosefiore sebagai ākakakā?ā tanya sebuah suara yang muncul setelah Alice berbicara.āIya, jadi mereka berdua bersaudara?ā suara yang lain menimpalinya dengan segera. Bisikan kembali terdengar, memperbincangkan hubungan antara Prims dan Alice yang bersaudara. Dari yang lirih perlahan menjadi bising.āKak Prims,ā panggil Alice dengan suaranya yang gemetar. Entah apakah itu sungguh-sungguh karena sebuah sesal, ataukah dia sedang membangun citra seolah dirinya adalah gadis yang lemah sehinga mau tak mau Prims harus memaafkannya.Prims memandang Alice yang bibirnya bergerak tanpa suara, kemudian memandang Arley yang kedua alisnya terangkat. Jika terlahir dalam bentuk kalimat, pria itu pasti sedang mengatakan, ākamu yang memutuskan, Primrose!āPrims menghela napasnya. Dia
|| 29 Mei, tahun 2XXX Tahun berganti, tetapi aku merasa langkah kakiku berhenti pada masa di mana aku bisa melihatmu mengatakan bahwa kau akan ada di sisiku, dalam keadaan suka maupun duka, dalam sedih ataupun sengsara. Hari yang menjadi sebuah titik awal, bahwa aku akan mendapatkan hidupku yang baru, dan itu bersama denganmu. Arley Miller, untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih. Tidak ada kata yang lebih baik daripada itu untuk aku sampaikan padamu. Kedatanganmu adalah sebuah hadiah, untukku yang berpikir bahwa aku tidak akan lagi menemukan kata ābahagiaā dalam perjalananku menghabiskan sisa usia. Dalam hidupku yang hampir dipenuhi dengan jalan sendu, aku mendapatkanmu. Seorang pria yang menganggapku ada. Kamu yang merengkuhku saat dunia lepas dari genggamanku. Pria yang bersumpah dengan apapun yang dimilikinya untuk membuatku percaya bahwa masih ada dunia yang baik yang tidak menganggapku hanya sebagai bayangan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, waktu menggerakkan ak
*** Ada undangan dari Jayden dan juga Lucia. Sebuah undangan makan malam yang digelar di rumahnya secara sederhana. Tidak akan menolak, mengingat mereka adalah sahabat baik, Arley dan Prims datang. Tetapi sebelum sampai di sana, mereka lebih dulu ingin membawakan hadiah. Prims bilang itu adalah buket bunga yang besar atau jika bisa bunga hidup yang bisa diletakkan di dalam rumah dan tidak perlu memrlukan banyak perawatan. Kaktus misalnya. Arley menyarankan kue yang manis, karena Jayden itu tipe gigi manis, ia bilang. Yah ... sebelas dua belas dengan Prims lah kira-kira ... gemar makanan yang manis. Mereka keluar dari Acacia Florist, toko bunga yang mereka lewati selama perjalanan. Bunga yang mereka bicarakan itu telah ada di tangan mereka sekarang. Dengan hati yang gembira Prims dan Arley menuju tempat selanjutnya, di toko kue sembari menggendong si kembar yang tadinya duduk anteng di baby car seat di bagian belakang mobil. Memasuki toko kue, Rhys dan Rose terlihat sangat sena
*** Seperti janji yang pernah ia katakan selepas Prims meninggalkan ruang kunjung tahanan beberapa saat yang lalu saat ia menjenguk ayahnya, Prims bilang ia akan datang ke tempat ini untuk mengabarkan perihal keadilan yang pada akhirnya telah ia terima. Sebuah pemakaman. Lokasi di mana Jasmine Harrick disemayamkan. Nisan salibnya menyambut kedatangan Prims yang menyaunkan kakinya lengkap dengan kedua tangannya yang mendekap buket bunga berukuran besar. Ia sendirian, ia sudah meminta izin pada Arley yang mengiyakannya untuk pergi di hari Minggu pagi ini. Saat anak-anaknya masih tertidur, Prims bergegas dengan diantar oleh Will. Ia tersenyum saat menjumpai foto Jasmine yang juga sama tersenyumnya. āApa kabar, Mama?ā ucapnya sembari meletakkan buket bunga itu di dekat fotonya. āAku datang sendirian hari ini, Mama.ā Prims duduk bersimpuh di sampingnya, mengusap nisan Jasmine yang bersih dan terawat karena memang selain ini di area yang bersih dan bagus, Arley meminta orangnya un
*** Langkah kaki Prims terdengar berirama mengetuk, ia berjalan keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Will, sopir milik Arley untuk tiba di tempat ini. Sebuah tempat yang barangkali Prims sama sekali tidak ingin menginjakkan kakinya meski hanya sebentar, pun tidak ingin ia datangi karena luka menganga masih terasa perih. Menyayat, menusuknya. Tak ada terbesit pikiran untuknya datang ke sini, sama sekali. Tetapi sepertinya takdir selalu memiliki rencana lain sehingga mau tak mau ia harus menguatkan diri untuk menghadapinya. Sebuah pesan dari kepolisian Seattle mengatakan bahwa ayahnya Prims, Aston Harvey sedang sakit dan ingin bertemu dengan anak perempuannya. Prims berpikir kenapa ayahnya itu tidak meminta Alice yang mendatangi atau menjenguknya? Kenapa malah dirinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ini ia sia-siakan? Dalam kebencian yang masih kental itu, Prims menolak untuk datang. Namun, Arley mengatakan padanya dengan lembut, 'Datanglah, Sayangku ... siapa tahu sekarang
*** āCepat turun ya panasnya, sayangku ....ā Prims mengusap rambut hitam Rose setelah mengatakan demikian. Malam terasa dingin di luar tetapi di dalam sini sedikit chaos sebab si kembar sedang demam. Mereka baru saja imunisasi tadi siang di klinik khusus anak dan malam ini terasa efeknya. Rhys demam, begitu juga dengan Rose. Meski mereka tidak rewel, tetapi mereka tidak mau tidur di box bayi milik mereka sendiri melainkan minta digendong oleh ibunya. Prims yang menggendong Rose pertama. Mungkin sudah lebih dari satu jam dan setiap kali ia ajak duduk atau ingin ia baringkan, anak gadisnya itu akan menangis. Ia memandang Arley, tetapi tidak tega membangunkannya sebab tadi ia juga pulang bekerja cukup larut. Tetapi, Arley adalah Arley yang rasanya selalu bisa mengerti dan merasakan apa yang terjadi pada Prims. Sebab tak lama kemudian ia bangun. Saat Prims memeriksa anak lelakinya dengan meletakkan telapak tanganya di kening Rhys yang ternyata juga sama demamnya. āAnak-anak tidak
Prims hampir saja menggoda Arley lebih banyak sebelum ia menyadari ia telah kehilangan keseimbangan sebab Arley merengkuh pinggangnya dan membuatnya jatuh dengan nyaman di bawahnya. "Aku tidak menginginkanmu?" ulang Arley dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ibu jarinya yang besar mengusap lembut bibir Prims sebelum berbisik di depannnya dengan, "Mana mungkin, Nona?" Arley menunduk, memberi kecupan pada bibir Prims sebelum kedua tangan kecil istrinya itu menahannya agar ia tidak melakukan apapun. "Tapi aku tidak mau," ucap Prims, memalingkan sedikit wajahnya. Satu kalimat yang membuat Arley mengangkat kedua alisnya penuh dengan rasa heran. "Kamu tidak mau?" Prims mengangguk, mengarahkan tangannya ke depan, jemarinya menyusuri garis dagunya yang tegas dan disukai oleh Prims. "Aku tidak mau kalau kamu melakukannya dengan masih marah," lanjutnya. "Kenapa aku marah?" "Soal Jeno Lee, aku tahu kamu sangat kesal barusan. Mata Tuan Arley Miller ini mengatakannya le
.... Setelah Jayden dan Lucia pulang, Prims kembali ke dalam kamar terlebih dahulu. Tak sesuai yang ia duga bahwa si kembar akan terbangun, ternyata Rhys dan Rose malah terlelap. Sama-sama miring di dalam box bayi milik mereka dengan lucunya. Ia meninggalkan Arley selama setengah jam lamanya hingga tak sadar prianya itu telah berada di dalam kamar dan melihatnya dari dekat box bayi si kembar. Prims tidak menoleh padanya sama sekali. Matanya tertuju pada layar ponselnya yang menyala dengan senyum yang tak bisa ia tahan. Kedua pipinya memerah, sama seperti jika Prims sedang malu karena digoda oleh Arley dengan mengatakan ia cantik atau saat Arley menyebut jika ia mencintainya. Seperti itulah keadaan wajahnya sekarang itu. Dan tentu saja itu menimbulkan tanya. āApa yang dia lihat sampai dia tersenyum seperti itu?ā gumamnya dalam hati lalu melangkah mendekat ke arah ranjang seraya mengancingkan atasan piyama tidur yang ia kenakan. Bahkan sampai Arley naik ke atas ran
āAku benar, ākan?ā desak Jayden masih tak ingin diam. Arley nyaris saja menjawabnya tetapi hal itu ia urungkan karena mereka mendengar dari belakang, suara Lucia yang bertanya, āApa yang kalian bicarakan? Ayo masuk dan kita makan!ā Mereka berhenti bertengkar dan memasuki rumah. Di ruang makan, Arley tidak menjumpai Prims yang tadi ia lihat sibuk bersama dengan Lucia. āDi mana Primrose, Lucia?ā tanya Arley, mengedarkan pandangannya. Urung duduk karena Prims belum tampak. Sama halnya dengan Jayden dan Lucia yang juga urung menarik kursi mereka. āNona Primrose sedang ke kamar sebentar, Pak Arley. Mau melihat si kembar katanya,ā jawab Lucia yang lalu diiyakan oleh Arley. Baru selesai mereka bicarakan, Prims muncul dengan sedikit bergegas. āKenapa?ā tanya Arley begitu melihatnya. āAh, aku pikir kalian sudah mulai dan aku terlambat makanya aku cepat-cepat ke sini,ā jawabnya. āBelum, Sayang. Rhys dan Rose masih tidur?ā Prims mengangguk membenarkannya. āIya, Arley. Masih tidur.ā āA
.... āSayang-sayangnya Mama ....ā Prims tidak bisa menahan diri saat melihat si kembar yang digendong oleh opa dan omanya sore ini. Prims sedang berada di halaman depan, melihat bunga bersama dengan Lucia yang datang ke rumahnya, memetiknya beberapa karena Lucia mengatakan ia suka dengan Sweet Juliet yang ada di halaman depan. Sementara Arley dan Jayden sedang bermain bulu tangkis sebelum mereka sama-sama melempar raket mereka saat melihat mobil milik Tom memasuki halaman rumah. Prims dan Lucia mendekat pada si kembar yang telah berpindah tangan pada Arleys serta Jayden. Prims rasa ... Jayden itu sangat suka dengan anak-anak. Dan belakangan ini ... ia tampak lebih gembira daripada hari biasanya. Sangat jauh dari bagaimana Prims melihatnya dulu saat mereka pertama kali bertemu. Alisnya yang tegas dan bibirnya yang lurus sebelas dua belas dengan Arley itu kini selalu tampak menunjukkan senyuman. Ia terlihat seperti sepasang adik dan kakak saat berdiri berdampingan dengan Arley.