Share

59. Terkabulnya Doa Mega

last update Last Updated: 2024-03-06 22:51:44
"Dinda sakit?" Arya mengulang pertanyaannya karena Mita justru terkejut dengan jawabannya sendiri.

"Eng -itu. Hmm, tidak seperti yang Bapak pikirkan. Dinda baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Mita berusaha menganulir jawabannya. Ia harus bisa meralat semuanya, agar bisa selamat dari amukan Dinda.

"Dinda sakit tidak seperti yang saya pikirkan? Jelaskan pada saya maksud kalimat kamu itu!" Tatapan Arya sangat tajam, menembus langsung ke jantung Mita. Gadis itu sampai tidak berani bergerak sedikitpun.

Mita tidak juga berbicara. Dirinya justru memilih untuk diam seribu bahasa, takut jika akan salah ucap lagi. Takut jika mulutnya semakin lancang, mengatakan hal lainnya.

"Saya masih setia menunggu penjelasan kamu, dan tidak akan pergi sebelum kamu menjelaskan semua."

Mita benar-benar mati kutu. Ia melirik ke lantai atas, tempat kamar Dinda berada, dan berharap Dinda masih sibuk memilih pakaian yang ingin ia kenakan.

"Kamu sudah sehat?" Arya menatap ke arah Dinda ya
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   60. Perkara Sulit Dinda

    Mita bangun kesiangan hari ini. Ia terpaksa melewatkan sarapan pagi karena harus segera mengambil berkas pendaftaran S2. Gadis itu memang berencana untuk mengambil S2 setelah wisuda nanti. Mita cukup kencang melajukan mobilnya, hingga lupa jika ia sudah berjanji pada Dinda untuk menjemput sahabatnya itu. Saat melintas di depan gedung rektorat, ia tidak melihat seorang pun yang tengah mengantri di loket administrasi. Berarti pelayanan belum dibuka, mungkin beberapa menit ke depan. Waktu yang masih cukup panjang itu dimanfaatkan Mita untuk mengisi perutnya yang pagi itu tumben begitu cerewet. Kakinya melangkah keluar dari mobil saat panggilan terdengar dari ponselnya. "Astaga! Iya!!! Gua lupaaa! Sorry, Beb! Gua kelupaan. Bener-bener kelupaan. Gimana dong?" Mita merasa bersalah. "Oke. Gua tunggu aja lu di kantin kampus. Oh, nggak? Oke, kalau gitu gua ke kantin dulu. Kita ketemu di pintu masuk aja ya..." Perut yang keroncongan membuat Mita mengabaikan beberapa salam dari mereka yang

    Last Updated : 2024-03-07
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   61. Mega Vs Dinda

    Arya menatap tajam pergelangan tangannya yang dicekal dengan sangat erat oleh Mega. "Tolong jauhkan tangan itu dari pergelangan tangan saya!" Kali ini, suara Arya berbeda dari sebelumnya. Sangat berbeda malah, dan itu membuat nyali Mega menciut seketika. "Saya ada perlu, dan itu tidak ada sangkut pautnya dengan siapapun." Arya memutar badannya, dan melihat ke tempat Dinda dan Mita berdiri. Namun sayang, kedua gadis itu sudah tidak lagi berada di tempatnya. "Sial!!" umpat Arya dengan sangat kesal. Ia, dengan langkah lebar hingga nyaris terlihat seperti hendak berlari. menuju area parkir mobil. Hati kecilnya menuntun untuk segera naik ke mobil. Arya turun dari tangga dengan terburu-buru. Dalam benaknya, Dinda sedang merajuk, dan sengaja menjauh atau menghindari dirinya. Kedua sudutnya menangkap gerakan mobil yang tergesa meninggalkan parkiran. Ketika Arya sadar siapa yang berada di dalam mobil sedan itu, ia terlambat. Mobil itu melaju dengan cepat. Di saat dirinya sedang berpikir un

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   62. Terlalu Malu Untuk Mengakui

    Netra Mega melebar selebar-lebarnya. Pemandangan di depannya sangat menusuk jantung dan hatinya sekaligus. Entah apa yang dirasakan wanita itu. Geram, marah, jengkel, sebal, cemburu, kesal. Semua itu bergabung menjadi satu. Ia berdiri mematung melihat semuanya, menjadi saksi bisu cinta Arya kepada Dinda. Setelah Arya berbisik, Dinda tidak juga memahami ancaman sang dosen. Kepalanya memutar ke kiri, mencari keberadaan Mita, tapi sayang, gerakan itu justru membuatnya merasakan sensasi aneh yang baru pertama kali ini, ia dan Arya rasakan. Bedanya, Dinda tidak siap sedangkan Arya sudah siap sepenuhnya. Pria itu memang sudah merencanakan ini sejak Dinda dan Mita meninggalkannya sendiri bersama Mega. Yang semula hanya terjadi karena sapuan tak sengaja Dinda namun ditunggu Arya, kini berubah menjadi gerakan intens Arya. Sapuan ringan menjadi kecupan ringan. Kecupan ringan menjadi kecupan mendalam, sangat lama dan sedikit menuntut. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Dinda kala itu. Gadis

    Last Updated : 2024-03-11
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   63. Tidak Punya Cukup Waktu

    Mita tiba lebih dulu di rumah Dinda. Ia memarkirkan mobil Arya di tempat biasanya ia memarkir mobilnya bila ia main ke rumah Dinda. Dani yang sedang duduk santai di sofa tamu langsung berdiri dari tempatnya. Suara mesin yang asing di telinganya, membuatnya keluar dari rumah."Mobil baru?" Dani menghampiri Mita, yang baru saja turun dari mobil.Mita menggelengkan kepalanya. "Bukanlah. Duit darimana beli mobil mehong begini.""Trus punya siapa? Calon kamu?""Calon apaan?""Ya calon suami-lah. Masa calon istri.""Calon suami gua mah bukan. Calon suami Dinda, baru betul.""Calon Dinda? Kamu udah ketemu dengan calon Dinda?" Dani terheran-heran. 'Apakah calon suami Dinda seorang mahasiswa yang juga belum lulus kuliah?'Mita mengangguk. Gadis itu duduk di kursi teras seraya melirik ke arah Dani. "Bang. Bagi minuman dong. Haus nih.""Kamu haus? Tuh di kolam airnya banyak. Ambil aja di sana. Gratis. Banyak vitamin lagi." Dani paling sebal dipanggil dengan panggilan bang. Ia merasa menjadi tu

    Last Updated : 2024-03-12
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   64. Persiapkan Saja Dirimu

    Arya benar-benar menunggu kedatangan Broto dan Sari. Ia memilih untuk menunggu di ruang tamu, sedangkan Dinda masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian. Keberadaan Arya akhirnya memancing Dani untuk keluar dari kamarnya. Setelah ia melihat adegan Dinda dan Arya yang berdiri begitu dekat, Dani merasa perlu untuk menginterogasi Arya lebih lanjut. Seingatnya, ia pernah bertemu dengan pria yang sedang berbicara begitu dekat dengan adik semata wayangnya itu. Dani melihat Arya saat ia menuruni anak tangga satu per satu. Pria tampan itu sedang sibuk dengan ponselnya. "Kita pernah bertemu sebelumnya?" Dani memilih untuk bersikap hati-hati. Takut salah menegur orang. Arya tersenyum lebar. Ia langsung berdiri. Meski dilihat dari usia, jelas Dani lebih muda darinya. Arya memilih untuk tetap menjaga sikapnya. Setidaknya ia dapat memberi contoh untuk selalu menjaga sikap dan sopan santun kepada siapa pun, tanpa melihat batasan usia. "Apa kabar?" Arya menyambut uluran tangan Dani, mesk

    Last Updated : 2024-03-14
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   65. Meminta Dinda

    Arya melepas penatnya sejenak setelah keluar dari mobilnya. Angin sepoi-sepoi yang datang, membuat dirinya mengantuk. Melirik jam di tangan kanannya, Arya bergegas bangkit dari duduknya. Ia memutuskan untuk merebahkan sejenak dirinya di atas kasur. Beragam emosi dari Dinda yang ia lihat seharian ini, membuatnya berpikir untuk mempercepat niatnya. Ia tahu jika gadis itu menyimpan rasa yang sama dengannya, tapi mungkin karena Dinda tipikal gadis yang tidak bisa menunjukkan perasaannya secara bebas seperti Mega, membuat Dinda bersikap seolah ia tidak memiliki perasaan apapun padanya. 'Mengapa sulit sekali membuatnya mengatakan kata itu? Atau ia terlalu malu untuk menunjukkan semua? Apa perlu diajarkan dan dibimbing dulu?' "Kusut banget wajahnya. Ada masalah apa?" Tiba-tiba Fahri masuk ke kamar Arya. Pria yang baru saja tiba dari luar kota itu, ikut berbaring di atas kasur Arya. Keduanya melihat ke langit-langit kamar yang sama. Arya tidak menjawab. Ia tidak tahu harus dimulai darima

    Last Updated : 2024-03-14
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   66. Tergantung Dinda

    "Meminta Dinda?" Broto mengetukkan telunjuknya di ujung sofa yang ia duduki. " Mama mana?" Dinda sedikit terkejut mendengar pertanyaan Broto. Ia masih terpaku pada perkataan Arya barusan."Eh-Anu, Pa. Itu-Mama sedang keluar sebentar." "Hmmm." Menghadapi Broto yang seperti ini, membuat nyali Arya sempat menciut. Ia baru merasakan wibawa seorang bapak ketika putrinya dilamar seseorang. "Kita tunggu Mama Dinda dulu, meski sebenarnya yang paling berhak memberi jawaban di sini adalah Dinda sendiri." Kepala Dinda semakin menunduk. Rasa panas dan malu mulai merayapi wajahnya. Ia tidak tahu harus menjawab apa jika diminta menjawab permintaan Arya atas dirinya. "Apakah kamu sudah tahu semua sikap buruk Dinda?" Arya terus terang menggeleng. "Hanya tahu beberapa saja, Om. Karena saya belum begitu lama mengenal Dinda." Broto menatap heran Arya." Baru mengenal sebentar tapi sudah berani datang kemari untuk melamar? Apa yang membuatmu melakukan ini semua? Kalau bahasa orang tua, kamu termasu

    Last Updated : 2024-03-15
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   67. Honeymoon

    Dinda masih berdiri mematung di balkon kamarnya. Semilir angin malam membelai lembut rambutnya yang tadi sore baru saja ia cuci dengan shampo beraroma mawar. Berulang kali ia menghela napas. Hatinya kini galau tapi bukan lagi karena masalah sidang skripsi, melainkan karena pinangan Arya tadi. Pikirannya melanglang buana. Ia tahu jika nanti dirinya tidak akan dapat menikmati hidup enak setelah menikah jika ia mengikuti Arya ke luar negeri. Itu akan sangat berat baginya. Terlebih lagi, selama ini Dinda belum pernah sehari pun jauh dari Sari. Dinda dan keluarganya lebih sering berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama. Kalau pun Broto ingin berlibur, ia pasti mengajak keluarga kecilnya, dan itu sudah menjadi kebiasaan keluarga Broto yang akhirnya menular pada putra-putrinya. Dinda merasa tidak nyaman jika ia harus pergi tanpa keluarganya, terlebih lagi tanpa Sari dan Broto. Ia akan merasa sangat kehilangan. Alasan lain adalah, bahwa ia belum benar-benar mengenal Arya. Ia takut. Ba

    Last Updated : 2024-03-17

Latest chapter

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   144. Brilian dan Fahriza

    Suasana kediaman Dermawan begitu ramai. Bagaimana tidak, hari itu diadakan acara syukuran sekaligus akiqah kelahiran dua cucunya. Seluruh tetangga di komplek mereka undang, tanpa kecuali. Bahkan tukang martabak, es doger dan tukang sate yang sering mangkal di dekat rumah mereka juga ikut hadir.Malam itu menjadi malam bahagia semua orang. Broto dan Sari pun hadir, termasuk orang tua Mita, Candra dan Susan. Kedua bayi mungil itu tidur pulas di boks masing-masing. Mereka sama sekali tidak terganggu. Pun saat keduanya diajak keliling setelah acara potong rambut. Kedua bayi itu hanya bergerak sedikit lalu kembali tidur. Dermawan mengadakan acara itu secara besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukurnya karena Tuhan memberikan dua cucu sekaligus kepadanya dan Anggun, dan memiliki dua menantu yang sama-sama pintar dan cantik. Acara berlangsung meriah dan khidmat selama hampir dua jam. Menjelang sore, tamu mulai berkurang hingga tersisa keluarga besar beserta besan-besan Dermawan."Khusus

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   143. Jackpot Untuk Dermawan - Persalinan (4)

    "M-Mas....!" seru Mita lebih keras karena Fahri masih tertegun dengan suara tangisan bayi yang baru saja ia dengar."Eh? Gimana? Sakit?" Ia langsung mendekatkan dirinya.Mita memejamkan kedua netranya. Ia kembali mengatur napasnya. Gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi, tidak memberikan waktu sedikit pun untuk Mita beristirahat.Bulir keringat berdatangan memenuhi dahinya. Ia mulai merasa rasa mulas yang sangat hebat. "Nggak kuat. Sakit." Rintihan Mita membuat Fahri panik. "Kita operasi saja kalau begitu.""Hush! Nggak mau! Sakit.""Lah. Katanya tadi sakit. Nggak kuat. Ya udah kalau begitu operasi saja.""Nggak mau."Anggun yang tadi sudah berada di luar bilik Mita, kembali masuk. "Kenapa?" "Sakit, Ma." Wajah Mita sudah tidak seperti sebelumnya. Ia terlihat berusaha kuat untuk menahan rasa sakitnya akibat kontraksinya yang meningkat.Fahri panik dan menekan tombol berulang kali. Seorang perawat datang. "Bagaimana, Pak?""Sakit, Sus. Istri saya merasa sakit lagi.""Oh. Saya pe

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   142. Drama Bersalin Dinda- Persalinan (3)

    "Bayinya sehat. Semoga bayinya sehat dan kuat ya, Bu Dinda." Ucapan yang samar terdengar, mengejutkan Mita. "Hah?! Itu Dinda yang dimaksud istri Pak Arya, bukan? Dinda sudah lahiran? Beneran udah lahiran?" Kedua netra Mita membola sempurna. Rasa bahagia tiba-tiba datang menyelimuti dirinya. Namun, dirinya tidak seratus persen yakin. "Terus Pak Arya kemana? Masa iya nggak nemenin Dinda lahiran?"Fahri tertegun. Masa iya, adik iparnya sudah melahirkan? Cepat sekali. Ia baru saja bertemu dengan Arya, dan tidak mengatakan apapun, kecuali ia harus segera menemani Mita."Dinda yang lain mungkin. Tadi masih aman-aman aja kok. Dia duduk di dalam nggak ikut keluar. Cuma da-da-da doang.'"Benarkah?" Mita tidak mau percaya begitu saja. Tiba-tiba satu tonjolan muncul di perutnya. Seakan mengerti kode yang diberikan dari dalam perutnya, Mita mengangkat alis kanannya. "Kalian ... ?""Apa? Kami tidak menyembunyikan sesuatu." Ia merasa pertanyaan itu diajukan padanya. Arya tadi mengantarkan tas ini

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   141. Persalinan (2)

    Mita masih menunggu kedatangan dokter kandungannya. Kali ini, ia merasa perutnya mengejang sesaat. Ada mulas yang tiba-tiba datang. Mita mendesis. Sakit apa ini? Perut bagian belakangnya terasa tegang. Kandungannya terasa turun sedikit, membuat Mita takut. Rasanya seperti akan jatuh.Mita mencari sosok Fahri, tapi tak kunjung ia temukan. "Kemana, sih? Istri sedang seperti ini kok malah pelesiran kemana-mana.""Dokter Susan sedang dalam perjalanan kemari." Perawat yang usianya nyaris separuh baya itu kembali masuk dan mengganti alas tidur Mita yang sudah basah dengan yang baru. "Kenapa sekarang terasa mulas ya, Sus?""Mulas?"Mita hanya mengangguk. Perutnya terasa begitu melilit, mulas seperti ingin buang air besar. Pertama hanya terasa mulas sebentar, kemudian rasa itu hilang. Namun, tidak berapa lama, rasa yang sama datang kembali, membuat Mita tidak lagi meringis, tapi sekaligus mendesis."Sudah sejak tadi atau baru saja?""Baru aja nih, Sus, dan sekarang aduh..." Mita memejamkan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   140. Persalinan (1)

    "Jangan lupa bawakan tas hijau.""Tas?" Arya belum paham kemana arah perintah kakaknya."Tsk. Cari saja tas warna hijau di samping meja rias."Dengan masih memegang ponsel, Arya bergegas ke kamar Fahri. Ia mencari tas hijau yang dimaksud dan berhasil menemukannya."Ada?" Fahri berjalan hillir mudik di depan resepsionis. Ia sedang mengurus kamar untuk Mita. "Done. Harus diantar sekarang?" Pria ini masih belum menyadari kepanikan yang dialami sang kakak."Satu abad lagi, bolehlah.""Ya udah kalau begitu ...""Jelas sekaranglah! Berangkat segera! Dinda tidak perlu ikut. Jangan cerita apapun!""Bagaimana bisa, orang sejak tadi dia menguping," sahut Arya melirik Dinda yang mengikutinya kemana pun dirinya melangkah."Pokoknya, suruh dia diam di rumah saja. Takutnya istrimu ikut panik.""Dia sudah panik." Arya mengusir Dinda secara halus namun, Dinda bergeming. Sorot matanya memaksa Arya untuk menceritakan apa yang sedang dibicarakan."Terserahlah. Sekarang segeralah meluncur kemari. Mama su

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   139. Menjelang Persalinan

    Dinda berjalan mengitari kamarnya. Rasa sakit mulai sering dirasakan. Untuk mengurangi rasa sakit, ia memilih untuk berjalan-jalan. Melihat pemandangan kebun belakang kediaman mertuanya, Dinda tiba-tiba ingin melihat kolam ikan di sudut taman. Ia berjalan keluar kamar lalu mengarahkan kakinya ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan kebun belakang."Kamu mau kemana?" Arya tiba-tiba mencegat Dinda."Mau kesana," tunjuk Dinda ke sudut taman. "Nggak kesakitan lagi?" Akhirnya, Arya memutuskan untuk menemani istrinya. Ia menggandeng tangan kiri Dinda, karena tangan Dinda sibuk mengusap perut besarnya. "Masih. Lebih sering malah. Apa mungkin malam nanti lahirannya?" "Kamu takut?""Sedikit. Gimana kalau nanti nggak kuat ngeden?" Hal yang sangat dikhawatirkan selama ini. Ia tidak mau menjalani operasi caesar. Ia sebelas dua belas dengan Mita. Sama-sama takut dioperasi."Bisa. Pasti bisa. Dedek bayinya diajakin ngomong terus.""Udah. Sudah sejak umur 3 bulan, tapi keliatannya posisi

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status