Share

63

Penulis: Syarlina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 Sedikit lega mendengar kalimat itu diucapkan oleh Arik di hadapan orang tuanya.

"Apa hebatnya dia dibanding Alisa? Memangnya sekarang dia sudah bisa memberikanmu anak? Walaupun sudah, Ibu tidak tertarik dengan cucu dari rahimnya!" cecar Ibu mertua tidak terima.

 Kutatap wanita paruh baya di depanku dengan sorot mata sendu. Hatiku hancur tercabik mendengar penolakan calon nenek dari anak yang kukandung sekarang.

"Jadi Ibu tidak akan mengakui anak dari rahim yang kukandung?" Aku bertanya menantang. 

"Cih, tidak akan!" Ibu mertua memalingkan mukanya dariku.

"Baik kalau begitu jangan menyesal kalau--"

Eh, Alisa, kamu kenapa? Alisa, Rik!" Pekik Bu Rosa mengagetkan kami yang ada di ruangan ini dan serempak menoleh ke arahnya. Tampak Alisa tersandar di bahu Ibu mertua

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Anitha Yunitha
semua gara gara alisya.. sebnrnya dia baik ato gk masih tanda tanya
goodnovel comment avatar
Mom Mai_DzAm
kasian Luna...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dibayar Satu Miliar   64

    Dering telepon membuyarkan lamunan akan rencana jahat yang sedang kupikirkan. Segera kuambil ponsel yang tersimpan di dalam tas yang kuletakkan di atas nakas. Ponselku tersebut sudah dikembalikan Pak Arik, tepat setelah Alisa mengambil ponsel Pak Arik dariku.Varel? Kenapa dia menghubungi malam begini? Video call lagi? Mana penampilanku kacau seperti ini. Apa terjadi sesuatu sama Ibu?Bergegas aku merapikan penampilan. Menghapus jejak air mata yang masih membekas di pipi dan mencari cara untuk menutupi mata yang sembab.Panggilan video berakhir. Nada dering terakhirnya tidak sempat kuangkat. Belum sempat jemariku memanggil ulang nomor Varel, ponsel yang masih kupegang berdering kembali. Ternyata masih dari Varel. Aku jadi khawatir. Jantungku berdegup tak beraturan."Halo, assalamualaikum. Iya Varel ada apa? Ibu baik

  • Dibayar Satu Miliar   65

    Terdengar suara deru mobil di depan rumah. Ada yang datang. Jam di ponsel menunjukkan pukul 11.02. siapa yang datang pada jam segini?Pintu kamar segera kukunci. Aku hanya tidak ingin kamarku dimasuki sembarang orang meski itu suamiku sendiri. Entah kenapa aku merasa dia yang datang kemari. Namun apa mungkin dia pergi ke sini dan meninggalkan Alisa?Badan bergetar mendengar ketukan di pintu kamarku. Aku yang bersandar di dinding pintu tersebut, menjauh perlahan dan berjalan mendekati tempat tidur. Kubiarkan ketukan itu terus berbunyi sampai hilang dengan sendirinya.Lalu karena pintunya tidak dibuka juga, suara langkah kaki seseorang yang tadi berdiri di depan pintu kamar terdengar menjauh.Syukurlah. Dia pergi. Aku yang sudah berbaring di tempat tidur, terjaga kembali saat suara anak kunci terdengar b

  • Dibayar Satu Miliar   66

    Benar, kami memang pergi ke Bali. Aku masih tidak percaya. Setelah melewati perjalanan pesawat hampir dua jam, akhirnya kami sampai juga ke Bali, diantarkan ke sebuah villa besar nan mewah. Aku tersenyum melihat pemandangan yang kutemui selama perjalanan menuju ke villa, karena jujur ini untuk pertama kalinya aku pergi ke pulau ini. Indah, seperti yang sering dikatakan orang. Pantas banyak yang mengunjungi tempat dengan banyak pantai ini dan menjadi tujuan utama turis asing saat berkunjung ke negara berkode telepon 62. Kata Pak Arik selama di Bali, kami akan tinggal di villa pribadinya. Tidak masalah, aku setuju saja. Ada kebahagiaan tersendiri saat aku berada di sini. Mungkin suasana baru yang begitu jauh berbeda dengan kota yang kutinggali sebelumnya."Luna!" Alisa menyambutku dengan senyum lebar saat melihatku baru saja keluar dari mobil yang telah mengantarkanku ke sini. Sepertinya dia sudah tahu kapan waktu kedatanganku ke villa yang sangat me

  • Dibayar Satu Miliar   67

    "Sudah, ini agak mendingan," ucapku menepis tangan Pak Arik menghentikan kegiatannya memijit keningku. Sebenarnya masih terasa berdenyut nyeri, tapi tidak separah sebelumnya.Aku menegakkan badan dan duduk menghadapnya."Mas, jelaskan padaku. Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa juga kalian bersikap baik seperti ini. Kenapa Kak Alisa juga baik padaku, dan kenapa sekarang tanggal lima, seingatku waktu kejadian di rumah besar itu masih tanggal 30, lalu kenapa sekarang bisa tanggal lima?"Pak Arik mendekat dan merengkuhku ke dalam pelukannya. Kami minta maaf.""Kami siapa?" tanyaku menyela dan mengurai Pelukannya."Aku, Alisa, dan keluargaku. Maaf sudah membuatmu sampai seperti ini." Pak Arik kembali mengelus rambutku."Seperti ini apanya Mas?

  • Dibayar Satu Miliar   68

    "Alhamdulillah. Anak kita cowok Rik!" Alisa memeluk Arik yang berada di sampingnya. Sempat kulihat kening Dokter Mila mengernyit. Mungkin dia heran melihat polah Alisa yang mengakui anak yang kukandung sebagai anaknya. Dia lupa kalau yang sedang diperiksa ini adalah aku, bukan dia. Apalagi di awal dokter mengenal Pak Arik sebagai Suamiku. Lalu kenapa Alisa bisa keceplosan mengatakan hal tersebut. Pasti dia berpikir kalau kami adalah keluarga poligami. Memang kenyataannya begitu. Namun tidak dalam arti yang sebenarnya. Nyatanya aku dinikahi hanya sebagai formalitas saja, agar legal dalam berhubungan badan di mata agama dan negara, dan menghasilkan anak untuk keluarga mereka.Bagaimana denganku? Tentu saja perasaanku lebih senang daripada Alisa karena aku yang mengandungnya. Meskipun tadi sempat gugup di awal karena ada rasa ketakutan kalau jenis kelaminnya perempuan. Bukan tidak mengharapkan atau tidak suka, hanya saja aku kepikiran dengan nas

  • Dibayar Satu Miliar   69

    "Rik, kita ke jalan Kartika plaza dulu sebentar buat belanja," ucap Alisa yang duduk di sebelah Pak Arik yang sudah siap di depan kemudi."Ke sana? Bukankah perlengkapan rumah sudah kamu persiapkan beberapa hari sebelumnya? Kamu bilang sudah belanja bulanan? Kenapa sekarang belanja lagi? Lagipula kenapa harus ke Kartika plaza, dekat villa juga ada.""Oh itu. Iya, sudah. Yang ini beda lagi. Aku mau membeli pakaian dan semua yang dibutuhkan Luna selama di sini. Pasti Luna nantinya bakal membutuhkan baju yang lebih longgar karena perutnya akan semakin membesar." Alisa memberikan penjelasan dengan menatap ke arah belakang, dimana aku duduk sekarang dengan tersenyum tipis.Sekejap sikapnya berubah. Pura-pura atau tulus? Mungkin aku harus menjaga jarak dengan tipe orang sepertinya."Kamu ngajak Luna?" Pak Arik melirikku dari kaca spionnya.

  • Dibayar Satu Miliar   70

    "Kalau nanti terjadi apa-apa denganku, tolong jaga Arik dan anak kita." Kulihat mata Alisa berkaca-kaca saat mengatakannya. Ia menatap ke depan seperti menerawang."Kakak ngomong apaan sih? Jangan bercanda." Aku mendengkus tidak suka. Paling benci ucapan seperti itu karena dulu pernah mendengar seseorang mengucapkan hal tersebut, dan akhirnya orang itu pergi selamanya."Bercanda? Andai bisa Lun. Apa sekarang wajahku menunjukkan hal tersebut?" Alisa melirikku dengan tatapan mata sendunya."Kak …." Hatiku mencelos seketika. Aku sudah menganggapnya seperti saudara. Ada sesak menyergap saat Kalimat tersebut diucapkannya. Memikirkan separah apa sakitnya, sampai wanita yang duduk di sampingku ini masih bergeming dengan raut wajah yang sama. Serius, tapi tampak sekali kesedihan di matanya."Apa menurutmu Tuhan itu adil?" 

  • Dibayar Satu Miliar   71

    Alisa mengangguk. Ia menggenggam tanganku. "Kamu benar, Luna. Terima kasih sudah menganggapku saudara. Aku harus optimis, harus semangat. Aku memang sudah tidak sabar menunggu kedatangannya. Dialah alasanku tetap bertahan. Aku ingin mendengarnya memanggilku mama, sekali saja dalam hidupku. Walaupun dia bukan anak yang kukandung, tapi aku ingin sekali mendengarnya memanggilku begitu. Aku juga ingin mendengarnya memanggilmu, Bunda. Kita nanti bakal sama-sama merawatnya. Aku akan menjalani pengobatan lagi. Apapun hasilnya, sesakit apapun rasanya, paling tidak, aku sudah berusaha. Biar Tuhan yang menentukan nasibku." Alisa merangsek memelukku tiba-tiba. Aku tersenyum getir hanya mampu mengusap lembut punggungnya.Hubunganku dengan Alisa semakin dekat. Sebenarnya sejak di Bali, Alisa sudah bersikap baik padaku. Ia sangat telaten memastikan aku dan bayi yang kukandung sehat tanpa ada masalah apapun. Seperti ibu yang menjaga anaknya, sangat pr

Bab terbaru

  • Dibayar Satu Miliar   94

    Kuajak Luna bicara. Dengan berderai air mata ia menceritakan kisah tragisnya hingga terdampar ke kota ini lagi. Kaget. Itu respon pertamaku saat mendengarnya. Ternyata anak yang diakui Kak Alisa sebagai anaknya adalah anaknya Luna. Wanita di depanku inilah ibu kandung dari Adnan. Aku mencoba mempercayainya meskipun sedikit ragu. Heran, perjanjian seperti apa yang ia jalani yang hasilnya hanyalah merugikan diri sendiri. Ia menceritakan semuanya tanpa ditutupi. Aku syok mendengarnya. Kenapa ia harus memilih jalan hidup seperti ini? Hal yang kusesali sejak awal adalah kenapa dia tidak datang dan minta tolong padaku saja, pasti hal ini tidak akan pernah terjadi.Akhirnya aku memilih mempercayai semua ceritanya. Jangan tanya kenapa, hatiku lah yang mengarahkannya ke sana. Aku tahu kalau Luna bicara jujur dari caranya bicara. Kujanjikan akan membantunya menyelesaikan masalahnya dengan keluargaku terutama dengan Tante Maya--ibunya Alisa. Setah

  • Dibayar Satu Miliar   93

    POV Axel."Mas Arik? Bukankah di kamar itu …?" Dengan langkah lebar dan terburu-buru kuhampiri Mas Arik dengan tangan mengepal kuat siap memuntahkan bogem mentah meluncur ke wajahnya."Axel! Kamu?!" Nampak keterkejutan di wajah kakak kandungku ini. Ia meringis sembari mengusap bekas hantaman keras buku tanganku yang berhasil mendarat di pipinya. Tampak kemerahan dan sudut bibirnya berdarah. Tidak cukup sekali, rasa panas terbakar dalam hatiku menyulut amarah yang semakin besar hingga ingin mengulangi kembali hantaman tersebut ke wajahnya lagi. Namun sayang dapat ditepisnya dan …."Aaargh!" Mas Arik berhasil menonjok pipiku. Perih rasanya, tapi tak seberapa dengan perih yang bersemi di dalam hatiku saat ini. Rasanya sakit sekali. Dengan brutal kucoba membalas hantaman tangannya, dan kami terlibat baku hantam. Beberapa kali berhasil memukulnya, begitupun d

  • Dibayar Satu Miliar   91

    POV Luna."Hentikan perang dinginmu dengan Arik, Lun. Kasihan dia tersiksa." Alisa yang masuk ke kamar kami--aku dan Adnan, langsung melontarkan ucapan tersebut secara tiba-tiba. Aku yang baru memandikan Adnan hanya melihatnya sekilas lalu fokus kembali ke bayi mungil berkulit putih kemerahan."Siapa yang sedang perang dingin, Kak. Kami baik-baik saja," sanggahku tanpa menoleh ke arahnya. Aku kembali memanggilnya Kakak. Hubungan kami membaik. Aku berusaha tidak membencinya karena aku paham yang dilakukan padaku itu atas dasar cemburu. Melihat kondisinya yang sering sekali sakit, membuatku tidak tega mendendam padanya.Apa aku terlalu baik jadi manusia? Aku juga ingin membalas perlakuannya, tapi tertahan karena rasa empati. Setiap melihatnya kesakitan, aku tahu rasa itu pasti sangat menyiksa. Di satu sisi, dia pasti ingin normal sehat seperti orang lainnya, bisa berint

  • Dibayar Satu Miliar   90

    "Pikirkanlah. Setelah ini, kamu akan berterima kasih padaku.""Apa syaratnya?" Bisa kutebak dari ucapannya, tersirat sesuatu yang akan dimintanya.Alisa tersenyum kecut. "Kamu mengenal baik aku, Rik. Sudah tahu, pasti ada syarat yang akan kuajukan. Baik, jadi gini, dimulai dari hubungan kita dulu, akhiri perang dingin ini, Rik. Aku lelah. Bersikaplah layaknya suamiku seperti dulu. Waktuku tidak banyak Rik. Bisa jadi besok aku pergi.""Hubungan kita seburuk apa jadi kau menganggap aku berubah?""Sangat buruk Rik. Kita tidak pernah bicara lama seperti dulu. Kamu juga tidak sehangat dulu, apalagi kalau kita cuma berduaan saja seperti ini. Malah terbalik. Saat di hadapan orang banyak, kamu sok perhatian, apalagi kalau ada Luna. Seolah kamu mesra denganku hanya untuk memanas-manasinya. Namun saat kita cuma berduaan begini,

  • Dibayar Satu Miliar   89

    POV ArikAku hanya mampu tertunduk saat sorot mata itu menatapku intens. Aku tahu tatapan yang ditunjukkannya adalah tatapan kebencian dan kemarahan. Aku malu untuk membalas tatapannya. Suami yang harusnya membelanya terpaksa diam ketika ada lelaki lain yang membersamainya datang ke rumah ini.Aku benci pada diriku sendiri tak mampu sebagai pelindungnya, dan malah membiarkannya memilih berlindung di balik punggung lelaki lain, meski lelaki itu adikku sendiri.***"Maaf, Rik. Maaf. Aku terpaksa melakukan itu semua. Aku takut kehilanganmu." Alisa tergugu menangis saat kumintai penjelasannya soal kebenaran tentang Luna yang diculik ibunya. Aku seperti lelaki bodoh yang gampang sekali terhasut oleh cerita palsu mereka."Apa aku meninggalkanmu, Lis? Tidak, bukan? Apa Aku memilih bersama Luna? Tidak juga kan? Semuanya tetap ka

  • Dibayar Satu Miliar   88

    Arik menatapku tajam. Aku tahu dia tak suka ucapanku barusan."Hussstttt! Aku nggak suka ucapanmu ini. Jangan pernah mengatakan hal tersebut." Arik mendekapku ke dada bidangnya. Aku tersenyum samar sambil melekatkan pelukannya. Usahaku sepertinya berhasil.Aku tak sanggup lagi mendengar ucapan keluarga dari pihak ibunya Arik. Mereka hanya di depanku saja baik, di belakang, suka menjelekkanku dengan kelemahan yang kupunya. Aku juga tidak ingin mereka mengalami masalah karena mengejekku. Ibu sering 'membereskan' mereka, orang yang dengan sengaja melukai hati anaknya. Mereka akan berakhir menyedihkan, dan aku tidak ingin Ibu menumpuk dosanya karena-ku.Akhirnya Arik bersedia menikahi Luna. Aku jujur padanya akan membayar Luna satu Miliar kalau dia berhasil hamil. Namun aku tidak menunjukkan isi poin perjanjian yang kami lakukan. Aku juga tidak cerita soal ancamanku pada Luna. Ar

  • Dibayar Satu Miliar   87

    POV AlisaAku memperhatikan seorang perempuan yang sedang bersusah payah mengambilkan balon karakter yang tersangkut di dahan pohon besar tidak jauh dari tempatku duduk, di taman kota.Perempuan muda itu tampak kepayahan dengan berani memanjat pohon tersebut untuk mengambilkannya. Ia berusaha sekali mengambilkan balon untuk anak kecil yang menunggunya di bawah dengan harap cemas. Mataku memicing heran melihatnya. Kenapa dia bersusah payah kalau tidak jauh darinya, masih ada penjual balon tersebut. Kalau aku jadi dia, tinggal belikan yang baru. Harganya pun tidak mahal, masih terjangkau."Mang, tolong belikan satu balon dan kasih ke anak itu," tunjukku ke arah anak kecil yang sedang menantikan balonnya diambilkan perempuan muda tersebut. Aku meminta Mang Diman--supirku yang datang menghampiri membawakan pesananku, dengan memberikannya selembar uang rupiah berwarna biru. 

  • Dibayar Satu Miliar   86

    Axel menemuiku dan mengatakan aku harus tinggal di rumah besar ini. Pertanyaan yang sama kutanyakan padanya. Aku diizinkan tinggal atas dasar apa? Sebagai pengasuh Adnan atau tetap sebagai istri kedua kakaknya.Axel tersenyum tipis. Ia bilang aku sendiri yang harus memilih mau sebagai apa, karena apapun yang kuminta akan mereka turuti. Kata Axel keputusan di rumah ini ada di tangan ayahnya, dan itulah kuputusan ayahnya. Ketidakadilan yang kudapat sebab perjanjian yang tidak manusiawi tersebut dibalas dengan menuruti inginku. Asal apa yang kuminta masih bisa ditolerir dan di batas kewajaran.***Sepanjang hari aku mengurung diri di kamar Adnan. Memandangi wajah imut nan menggemaskan yang masih tertidur di dalam box tidurnya. Memandangnya membuatku enggan untuk pergi kemanapun, rasa lapar pun berganti kenyang. Saat ia terbangun, aku dengan sigap menggendongnya dan memberinya ASI. Ata

  • Dibayar Satu Miliar   85

    Seorang ibu akan berjuang membahagiakan anaknya, meskipun harus melepaskan kebahagiaannya.Aku bukannya lemah lalu menerimanya dengan pasrah. Namun, saat sosok mungil itu datang di hadapan, disitu hatiku luluh dan bertekuk lutut padanya."Maaf Nyonya, Bapak, permisi. Ini Nyonya Alisa, Adnan tidak berhenti menangis, saya sudah memberinya susu, tapi dia tidak mau. Dia tetap kejer menangis. Saya sudah periksa keadaannya, dia tidak lagi pup atau kencing karena baru saja saya ganti popoknya. Suhu badannya juga normal." Seorang perempuan muda dengan seragam putih datang ke ruangan ini dengan membawa seorang bayi yang sedang menangis. Saat ia menyebut nama Adnan, aku tahu itu adalah Adnan anakku. Perempuan itu tampak panik. Aku yakin dia pengasuhnya.Ibu mana yang tega membiarkan anaknya menangis? Tanpa izin dari mereka kurebut Adnan dari tangan pengasuhnya.

DMCA.com Protection Status