“Aku harus pindah dari tempat ini!”
“Harus…!”
“Sudah tak nyaman lagi berada di tempat busuk ini. Busuk dengan wajah orang-orang dan manusia bertopeng seperti mereka.
“Munafik…!
"Mereka seakan menganggap manusia paling suci dari kami yang menjadi pekerja malam di jalanan sana..”
Aku bergumam hari itu, tak tahan lagi berada di tempat yang serasa membuatku tak nyaman lagi dengan semua suasananya. Tak nyaman dengan mulut-mulut pedas mereka yang selalu menggunjing dan mengatakan kalau aku adalah seorang pengangguran dari desa yang tak mengenyam pendidikan sama sekali. Mengatakan kalau aku adalah orang yang tak memiliki pendidikan tinggi dan memang tak pantas berada di kota besar ini. Seharusnya, mereka tak mengatakan hal yang memang harus mereka jaga. Menjaga lisan mereka sendiri, bukankah mereka orang berpendidikan tinggi? Mereka seharusnya lebih berpikiran jernih serta matang, sebelum mengatakan dan mengeluarkan perkataan yang s
Aku pun hari itu bersiap-siap pergi ke kontrakan Cantika yang jauh dari Kontrakanku. Ya, berjarak cukup jauh memang. Seketika setelah menelpon Cantika, aku pun segera ambil langkah seribu untuk pergi dari sana, hanya untuk melihat kondisi Kontrakan miliknya yang memang segera akan aku huni nantinya. Sudah berniat sekali aku untuk pindah dari tempat ini, tak ada gunanya aku berpikir dua kali untuk bertahan lagi di tempat ini. Memang harus aku lakukan, untuk apa aku memilih masih tetap tinggal di sini, jika hatiku merasa sudah tak nyaman lagi. Untuk apa aku bertahan di sini, sementara selalu merasa tak tenang. Begitulah hari itu, segera aku pergi dan tak lupa mengunci terlebih dahulu pintu kamar Kontrakan, kemudian melangkahkan kaki. Aku telah sampai di Kontrakan Cantika saat itu, kulihat pintu kamar Kontrakann Cantika terbuka. Ku lihat dia masih mengenakan pakaian celana pendek dengan kaos minim. Aku sedikit tersenyum dan lega bisa sampai tiba di sini. Segera
“Oh jadi kamu yang mau pindah ya dek? Bapak pemilik kontrakan itu ramah padaku, bapak yang berdiri dan menyapaku itu adalah pemilik Kontrakan tempat Cantika tinggal. Begitu ramah dan begitu bersahabat. Terlihat juga saat itu beberapa anak Kontrakan lainnya sudah datang dan tersenyum padaku, tentu saja dengan begitu ramah. Semua aku rasa begitu berbeda dengan suasana semula di tempatku. “Hai Cantika? “Banyak dapat pelanggan semalam….? Beberapa anak laki-laki itu mencoba menggoda Cantika temanku dengan senyum ramah, bercanda dan melemparkan senyum padaku dan Cantika. Aku seketika mengernyitkan kening, mengalihkan pandangan pada Cantika yang saat itu menjawab pertanyaan beberapa anak laki-laki itu, tentunya menggoda Cantika dengan kata-kata pelanggan. “Pelanggan..? Timbul pertanyaan dalam hatiku saat itu. Apakah memang para anak laki-laki di tempat Cantika mengontrak dan tinggal itu tahu pekerjaan Cantika saat ini?
Ya… begitulah aku hari itu. Tak perlu menunggu kebimbangan dengan sikap dan keputusanku. Tak nyaman berada di tempat lama itu yang aku rasa semua kaku. Orang-orang yang selalu mencibirku dengan tingkat pendidikan mereka yang begitu tinggi, pemilik kosan lama yang begitu sangat menyakitkan hati, semua seolah membuat aku ingin cepat pergi. Padahal dulu, aku mengenal mereka semua selalu bersikap ramah, berkata manis.“Apakah semua orang di kota ini munafik?“Apakah semua orang di kota ini memang begitu cara mereka kepada semua pendatang?“Aku rasa tidak juga. Mereka hanya ramah pada setiap orang yang memang selevel dengan mereka. Sedangkan aku…?“Aaa… sudahlah buat apa aku terlalu memikirkannya,” begitu pikiranku saat itu. Tak mau banyak berpikir tentang hal-hal yang menurutku memang membuat kepalaku rasanya mau meledak. Tak ada untungnya juga aku memikirkan mereka yang tak ada sangkut pautnya dengan diriku.
“Aku akan pindah bu.”Aku berbicara sembari menunjukkan raut muka datar hari itu, seolah memang sudah bosan memandang pemilik kosan lama yang aku anggap memang budak uang. Aku sadar mereka juga butuh uang, tetapi bisakah dia menahan kata-kata kasarnya selama ini, ketika menagih uang padaku yang telat bayar kontrakan. Tetap tak bisa, hanya menambah sakit hati saja mengenangnya.“Apa kau sudah berpikir matang-matang?”Ucap pemilik kontrakan lama itu bertanya balik ke padaku, tentang rencana diriku yang memang ingin pergi dari tempat kontrakan miliknya. Aku memang tak ada hati lagi untuk tinggal di sini, berbagai alasan yang memang sengaja tak aku ungkapkan hari itu dan ingin cepat pergi, muak dengan wajah bertopengnya yang seolah ramah.Ya, biarlah ini menjadi pelajaran dari pengalaman serta perjalanan hidupku. Tentunya lebih berhati-hati memilih tempat tinggal di ibu kota ini, kenyamanan yang memang terkadang susah
Malam hari adalah malam yang kami tunggu. Sudah tak sabar lagi rasanya aku menunggu matahari tenggelam dari aktifitas menyinari bumi hari itu. Biasanya, aku sebelum jam lima sore terlebih dahulu mandi dan kembali tidur. Hal itu aku lakukan agar kembali segar ketika akan melakukan profesi malamku itu. Ya profesi di gelapnya malam sebagai gadis kupu-kupu malam yang berdiri tepat di pinggir jalan. Menantikan hidung belang dengan membawa rupiah yang berguna untuk meneruskan kehidupan dan perjuangan berat di kota Kejam ini.Setelah bangun tidur pada saat tepat pukul Sembilan malam, aku biasanya berdandan dan mempoles seluruh bagian wajah dan juga mengenakan pakaian seksi milikku, cantik bak perempuan liar jalanan. Ya, hampir setiap malam aku melakukan hal itu begitu saja terus.Jika malam hari atau saat azan berkumandang biasa digunakan untuk beribadah orang-orang, aku tak melakukannya. Bukan tak mau beribadah, tetapi aku berpikir memang belum pantas untuk menye
Aku saat itu memakai pakaian seksi yang aku kenakan untuk mencari rupiah di jalanan. Tentu saja setelah hari itu mendapat telepon dari salah satu tamu atau yang biasa aku sebut pelanggan. Pelanggan yang malam itu menelponku dengan memakai nomor pribadi, menelpon diriku di saat keadaan sudah malam hari. Tepat pada jam sembilan malam. “Dimana kau? “Aku ingin mencicipi tubuh seksimu? Ucap tamu atau pelanggan yang berkata demikian, seolah menggairahkan sehingga membuat aku semakin penasaran. “Punya uang berapa? Ucapku seolah meremehkan salah satu pelanggan yang menelpon itu, seolah tak percaya dia memberikan uang banyak atas pelayanan yang akan aku berikan. Maklum, aku memang tak bernafsu pada pelanggan atau tamu yang memang pelit terhadap uang. Tak sebanding dengan aku yang harus bermandikan keringat malam. “Kau meremehkanku?” “Berapa kau minta?” Ucap laki-laki itu dari ujung telepon genggamnya, menantangku unt
“Cantika?“Cantika?Teriakku dari depan pintu sebuah kamar kontrakan, tepat di depan kamar Cantika yang memang hari itu tak kudengar suaranya. Sudah seharian ini dia memang tak terlihat atau memanggilku yang memang biasa dia lakukan setiap hari, tapi kali ini tak terlihat. Sebelum pergi ke hotel untuk berkencan, aku pun ingin memastikan keadaan sahabatku satu-satunya itu apakah dia baik-baik saja atau tidak.Terlihat saat itu aku sudah keluar dan berdiri dengan pakaian yang sudah aku siapkan sebelumnya. Sudah siap menuju kamar hotel tempat pelangganku menunggu. Tapi dengan rasa penasaranku saat itu ingin tahu apakah sahabatku itu baik-baik saja atau tidak. Aku sedikit mengintip dari balik tirai kamarnya yang saat itu sedikit terbuka. Terlihat dari luar sebuah tubuh telentang dengan Headset yang masih terpasang di telinga. Wajar saja dia tak mendengar sahutanku yang dari tadi memanggilnya.“Oalahh…. pantas saja
Aku begitu takjub dengan laki-laki yang berdiri di hadapanku saat ini. Begitu tampan dengan muka yang layaknya seorang keturunan bak pangeran berkuda yang seakan membangkitkan gairah malamku yang begitu menggebu-gebu. Aku tak perduli lagi, walaupun dia telah memiliki pasangan ataupun tidak. Aku tak mempersoalkan hal itu. Saat itu Aku lihat dia memandangku dengan penuh nafsu. Terlihat tubuh kekarnya denagn dada bidang berbulu,lalu laki-laki itu tersenyum padaku. Setelah aku masuk ke dalam kamar hotel aku masih berdiri di hadapannya saat itu. Laki-laki yang Memakai piama atau baju tidur panjang saat itu seolah menatap diriku di atas kursi santai yang didudukinya di dalam sebuah kamar hotel nomor tiga puluh enam itu. “Kau bisa menari? Ucapnya padaku sembari dia duduk di atas kursi santai itu, ditemani dengan segelas minuman berwarna merah yang aku tahu itu sejenis minuman memabukkan dengan minuman yang mengandung kadar alkohol, tercium dari
“Aku sagat berterimah kasih padamu atas pembelaan yang kau lakukan, aku tak tahu jika kau tak membelaku, mungkin saja aku telah dihakimi para warga waktu itu.” Aku mengucapkan hal itu lagi yang seharusnya telah melupakan hal buruk itu yang telah berlalu beberapa tahun. Sekarang, Ya sekarang aku telah menikah dengan Herman dan telah dikarunian seorang anak perempuan. Herman yang mendengar kata-kataku lalu hanya bisa tersenyum sembari bicara padaku. “Kau tak perlu menyesali semua perbuatan dan masa lalumu mawar,” “Sudahlah! “Yang telah terjadi biarkan saja terjadi, kau tak hidup di dunia itu lagi bukan? “Toh, aku juga menerima semua kekuranganmu dan masa lalumu yang kelam itu.” Herman tak lupa untuk selalu saja membela dan membenarkan masa laluku yang salah. Sungguh berhati mulia laki-laki ini yang mau menerimaku apa adanya dengan masa lalu yang mungkin laki-laki lain tak mau mengerti dengan keadaan dan masa laluku yang buruk. Tetapi Herman, laki-laki ini memang begitu tulus menci
“kemari kau!“Berikan penjelasan jika kau benar-benar bersungguh-sungguh mengakhiri kisah buruk ini!“Aku tak mau lagi mendengar banyak alasan darimu.”“Baron! kau benar-benar keterlaluan padaku!“Menduakan aku dengan wanita tak baik ini.”Kata-kata itu memang keluar dari mulut wanita itu yang memang berstatus resmi sebagai istri Om Baron yang kini datang lagi ke rumah ini. benar memang dugaan dan rasa takutku benar-benar terjadi. Kini, wanita itu dan Om Baron duduk di hadapan aku dan juga Herman yang terus saja menenangkan wanita itu agar tak menghakimiku dengan suaranya yang lantang dan begitu keras.Seolah memang apa yang dia katakan semuanya benar.“Ini bukan sepenuhnya salah mawar!“Baron!“Tolong bantu Mawar.Setidaknya kalian pernah bersama.”Herman yang memang ikut bicara kini terlihat ambil andil dalam rumitnya masalah yang kami hadapi ini. Sementar
Dui tengah kegundahan yang memang sedang melanda hatiku, aku mencoba untuk selalu tegar dan menghadapi cobaan yang sudah terjadi.“ Ya, apapun yang terjadi akan aku hadapi!“Langkahku tak akan berhenti untuk bisa merubah semua penyesalan yang terjadi.”Hanya itu kata-kata yang kini terbesit di pikiranku sembari melamun di depan laki-laki bernama Herman itu. Usianya memang belum terlalu tua, sekitar tiga puluh tahunan. Aku memang baru kali ini melihat laki-laki itu, tetapi ada rasa yang memang aku lihat dari ketulusan hatinya.“Jangan melamun, sudahlah tak baik memikirkan kejadian dan peristiwa yang telah terjadi,”“Toh masih ada kesempatan untuk dirimu merubah semua hidup ini.”laki-laki yang baru aku kenal dan lihat itu berbicara sembari terus memandangiku.Memandangiku denga penuh tatapan Iba dengan penampilanku yang telah kusut marut lantaran peristiwa hari ini yang begitu mengenaskan. Sudah diperm
“Sudahlah aku tahu posisimu saat ini.Kau tak perlu menyesali semua yang terjadi,”“Jika kau ingin hidupmu lebih baik, semua akan aku bantu sebisaku.”Herman yang memang berprofesi sebagai rukun warga itu pun menanyakan keadaanku yang memang telah tahu semua tentang diriku. Aku hanya bisa tertunduk malu di hadapan pria yang memang umurnya belum terlalu tua itu. Aku memang belum begitu dekatk mengenalnya, aku tak tahu siapa dia dan darimana dia berasal. Tetapi, entahlah aku pun berpikir heran kenapa laki-laki itu menaruh perhatian yang memang jika dipikirkan aku bukanlah siapa-siapa di sana, hanya pendatang yang hanya bisa buat kenyamanan warga dan tugasnya sebagai rukun warga seolah memang tak berguna.“Kenapa kau tak melapor padaku sebagai warga yang baik, kalau memang kau tinggal di sini?“Apakah kau malu?Tanya laki-laki itu yang menatapku dengan tatapan serius di saat kami sedang berada di ruang tamu rumah ini
“Kenapa kau menyalahkan aku?“Salahkan suamimu yang dengan sendirinya datang padaku?“Aku tak pernah merayunya atau membujuknya untuk menduakan kau!Aku yang memang tak tahan lagi dengan penyiksaan yang dilakukan wanita yang berstatus sebagai istri Baron itu seketika melakukan perlawanan dengan segera menangkis serangannya menjambak rambutku dengan begitu kasarnya. Tak bisa lagi aku tahan, memang harus aku melakukan perlawanan jika tak ingin mati perlahan di tangan wanita ini yang terus saja memukuliku tanpa ampun.“Kau bilang apa?“Kau bilang kau tak pernah merayu suamiku katamu!“Dengan mata kepalaku saja kalian itu sudah kepergok berduaan di dalam rumah ini?“Aku tahu itu!“Kau mau mengelak bagaimana lagi, Ha!“Dasar wanita kotor tak tahu diri, berani sekali kau mengelak dari tuduhanku!Wanita itu kembali marah-marah di dalam rumah yang memang telah berhasil
Belum lama aku bertengkar dengan laki-laki beristri ini, ternyata memang benar dugaan burukku seseorang datang mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya. Om Baron yang memang saat itu sedang naik darah langsung panik dan khawatir sekali dengan suara khas itu. Ya, siapa lagi kalau bukan yang datang istri Om Baron.“Buka Pintunya!“Aku tahu kalian di dalam!“Buka!Teriakan perempuan yang memang benar dugaan burukku akan datang itu sudah berada di depan pintu dan sekarang berteriak dengan begitu keras. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, sementara saat itu aku lihat Om Baron panik sekali dengan teriakan yang memang dia kenal itu.“Gawat!“Sialan!“Dari mana istriku tahu alamat rumah ini, semua gara-gara kau….!Laki-laki itu marah dan panik sembari memakiku yang saat itu ku lihat dia sedang melangkahkan kaki ingin pergi terburu-buru mencari jalan keluar. Om Baron sepertinya memang tipe la
“OK ini jakarta!“Aku paham aku harus bertahan walau dalam keadaan apapun serta bagaimana pun!Aku kembali tertegun mencoba untuk bertahan walau dalam keadaan yang begitu merasa tertekan dan tak tahu memang harus apa yang aku lakukan. Disatu sisi aku merasa bahwa hidup ini memang tak adil seperti apa yang aku jalani, disatu sisi juga aku harus menerima tentang semua resiko merebut suami orang yang sudah aku lakukan dengan jalan yang memang tak seharusnya aku lakukan itu.“Aaaaa…begitu peliknya masalah ini?“Kenapa semua terjadi ketika aku berada di atas puncak kejayaan?“Aku memang hanya seorang perempuan malam , aku juga berhak untuk dapat kebahagian?“Tapi mengapa? Mengapa semua harus berakhir seperti ini…!Aku memang mengutuk keadaan yang memang tak beruntung ini, terus menyalakan waktu dan takdir yang memang telah berjalan dengan seiring waktu yang memang tak bisa aku hentikan.
“Barooonnn!“Baroon!”“keluar kau!“Aku tahu kau bersembunyi di dalam.”Sang perempuan istri dari Om Baron begitu kencang berteriak di depan pintu rumahku, sehingga bena-benar menimbulkan suara gaduh. Berbagai macam cacian serta makian keluar dari mulut perempuan itu yang memang terlihat marah sekali dengan Om Baron serta diriku.“Gawat itu suara istriku!“Aduh bagaimana ini?“Mau kemana aku lari dari perempuan itu!”Om Baron yang panik sekali dengan kedatangan istri yang memang tak disangka-sangkanya akan datang ke rumah itu dan juga mengetahui alamat rumah yang memang tidak aku ketahui dari mana dia mendapatkan alamat rumah ini.“Om berikan alamat rumah ini padanya?Aku seketika berbiara pada laki-laki itu untuk mencari tahu dari mana perempuan itu berhasil menemukan alamat rumah ini. Aku pun ikut merasakan kepanikan yang teramat sangat, mengetahu
“Jadi aku harus menghadapi masalah ini sendiri Om?“Andai saja Om Menceraikan Istri sah Om, Mungkin tidak akan begini ceritanya!”Aku yang memang tak sempat lagi berpikir jernih dengan masalah yang terjadi mencoba untuk berbicara pada laki-laki yang kini berdiri tepat di hadapanku.“Jadi kau mau aku menceraikan Istriku?“Lantas aku menikah denganmu Begitu!Laki-laki itu sedikit berbicara keras di depanku. Aku memang sebenarnya tak punya hak untuk mengatur hidupnya, memang semua keinginanku yang semula hanya ingin menggerogoti Harta dan Uang Om Baron sejenak berpikir tentang solusi yang aku anggap akan selesai dengan melakukan hal ini. Tetapi apakah semua akan selesai dengan melakukan hal itu?“Aaaa entahlah, aku memang berasa belum siap untuk melakukan hal ini!“Ini terlalu rumit bagiku.”Aku hanya masih ingin hidup bebas, sementara rasa trauma ku pada setiap laki-laki masih