"BRAKK ... BRAKK ... BRAKK!" Gedoran di pintu kamar mandi itu membuat Emily kesal, tetapi dia memilih mengabaikannya. Pria berotak mesum itu boleh merajuk sepuasnya. Dia tidak suka bila disergap dari belakang saat sedang mandi. "Emily Sayang, buka pintunya ... aku juga ingin mandi sebelum berangkat ke kantor!" seru Rayden dari depan pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam itu.Namun, tak satu pun jawaban dari dalam kamar mandi. Hanya suara gemericik air shower yang terdengar. Namun, pria itu menunggu dengan sabar di depan pintu yang tak kunjung membuka itu.Saat keran shower diputar hingga air berhenti mengalir, Rayden bersiap-siap. Emily masih mengeringkan rambut dan tubuhnya dengan handuk besar warna putih yang terasa lembut di kulitnya. Dia menghirup aromanya khas Rayden dan Emily tersenyum tipis teringat semalam. Bayangannya di cermin wastafel lebar membuat wanita itu mengerutkan keningnya dan mencebik kesal. Merah-merah bertebaran di kulitnya seperti strawberry di atas kue
Pintu unit apartment milik Emily terbuka setelah kode aksesnya dimasukkan. Namun, Emily lebih memilih untuk melihat siapa yang menepuk bahunya pagi itu dari belakangnya. Dan ternyata itu adalah ..."Selamat pagi, Nona Emily. Saya membawakan tas Anda yang tertinggal di United Center," ujar Murat mengulurkan sling bag bermerk Guess itu kepada Emily.Kemudian Emily menerimanya sembari tersenyum ramah. "Terima kasih. Masuklah dulu, Murat. Kita berangkat bersama nanti, kurasa aku ingin berganti baju sebentar," jawab Emily tanpa menjelaskan kemana ia menghilang semalaman. Dia masuk ke unitnya diikuti oleh asistennya dari belakang."Well, semalam badainya sangat buruk dan aku sudah menonton berita pagi. Kita kehilangan seorang saksi lagi untuk kasus Henry Crawford," tutur Emily seraya memilih pakaian kerjanya di lemari. Pilihannya jatuh kepada setelan blouse chiffon merah dan rok sepan hitam setengah paha yang dipadu padankan dengan blazer warna hitam.Tanpa membuang waktu Emily mengenakan p
Usai menggertak Henry Crawford di kantornya sendiri, kedua petugas polisi itu melakukan toss kepalan tangan di lift yang membawa mereka turun ke lantai parkiran mobil under ground Crawford Corporation."Sepertinya perusahaan ini memakan banyak anggaran dewan, Letnan," ucap Sersan Rodney ketika duduk di dalam mobil dinas mereka.Sementara Letnan Benjamin terkekeh menoleh ke arah Rodney. "Kalau tidak begitu tak akan ada yang bertarung habis-habisan demi jabatan senator, Rod! Itu jabatan yang sangat strategis di negeri ini, bahkan Tuan Gordon tega membunuh orang hanya demi mengamankan posisi puteranya untuk meneruskan legacy itu."Sersan Rodney yang sedang menyetir mobil mendengkus kesal lalu membalas, "Oya, Letnan ... kabar menariknya warna dan panjang rambut yang ditemukan di ranjang kusut unit TKP pembunuhan Nona Erina sama dengan rambut di kepala Tuan Henry. Aku akan dengan senang hari meminta sampel rambutnya besok. Hahaha!""Kau benar, pria busuk itu sepertinya memang sang pembunuh
"Saluuut!""DOORRR! DOORRR! DOORR!" Suara aba-aba penghormatan terakhir untuk perwira militer yang meninggal dunia terdengar. Kemudian diikuti tembakan senapan beruntun ke arah langit dilakukan oleh para prajurit yang bertugas di acara pemakaman Ronald Banning dan Thomas Simpson, dua ajudan Jaksa Emily Rosalyn Carter.Kedua janda perwira yang gugur dalam tugas itu menangis sambil saling berangkulan satu sama lain untuk memberi kekuatan dan ketabahan karena ditinggalkan oleh suami mereka. Pemandangan itu mengiris hati Emily begitu rupa, nyawa orang-orang yang tak bersalah dikorbankan seperti hewan ternak sembelihan. Rasanya ia ingin mengamuk kepada keluarga Crawford yang juga menghadiri pemakaman ala militer itu. Henry dan ayahnya, Senator Gordon Crawford berdiri di seberang Emily.Wanita itu menatap tajam ayah dan anak itu dari balik kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancung mungilnya. "Bangsat!" rutuknya pelan.Salinan rekaman wawancara saksi kasus pelecehan wanita magang o
Sebuah hal biasa bagi seorang marinir melayani pria yang mencari ribut biasanya di bar, tetapi di cafe pun tak masalah. Maka Russel Banning pun berdiri berhadapan dalam jarak dekat dengan pria Perancis itu. "Apa maksudmu dengan menggebrak meja tanpa alasan?" tanya Russel menunjuk dada Rayden dengan jarinya, "apa ingin menantangku berkelahi?""Kau mencium wanitaku tadi, aku berhak marah. Dan aku juga tak takut diajak berkelahi oleh siapa pun!" jawab Rayden dengan jelas, dia ingin membuat pria berseragam angkatan laut itu mengerti posisinya dengan Emily.Mendengar jawaban pria di hadapannya Russel menoleh ke Emily. "Dia pacar barumu, Em?""Bukan. Dia saja yang kegeeran. Mungkin sebaiknya kita pindah tempat untuk bicara saja, Russ. Aku malas melihat pria ini, mengganggu saja—" Emily pun meraih tas tangannya dan berinisiatif untuk beranjak pergi dari mejanya. Namun, tangan Rayden mencekalnya. "Aku akan ikut kemana kau pergi dengan tuan marinir. Tak ada bedanya kau di sini atau pindah te
Sebuah panggilan telepon masuk ke ponsel Emily ketika dia asik mengobrol dengan Russel Banning mengenai situs konten dewasa yang diduga dikelola oleh Henry Crawford. Ternyata Letnan Benjamin Roosevelt yang meneleponnya, maka Emily pun segera mengangkat panggilan itu."Halo—" Jawaban Emily langsung terpotong oleh ucapan lawan bicaranya. "Halo, Em. Kurasa kau akan syok bila mendengar hal ini. Aku sedang berada di rumah saksi ketiga kasus putera senator Crawford. Cassandra Olivia Barnes, dia mengalami depresi dan kondisinya sangat mengenaskan. Aku dan Rodney berbicara dengan ayah dan ibunya di rumah. Kau bisa memutar hasil rekaman kesaksian mereka mengenai pelecehan seksual yang dialami Sandra," cerocos Letnan Benjamin tanpa jeda. Entah karena kegugupannya atau tekanan mental saat mengambil kesaksian dari saksi kunci sebuah kasus besar.Sebelum Emily sempat menjawab sepatah kata pun, panggilan itu terputus. Dia pun mendesah lelah seraya mengendikkan bahunya. Sebuah kiriman rekaman suara
Sebuah lenguhan pelan yang panjang terlepas dari bibir mungil Emily, sejenak ia memejamkan matanya meresapi kelembutan sentuhan pria Perancis itu di sepanjang tulang belakangnya. Wanita itu terbaring tertelungkup tanpa selembar pakaian pun di atas ranjang yang seprainya berantakan.Detak jantungnya berpacu begitu kencang dengan napas terengah di dalam ruangan yang temaram. Sore itu awan gelap mulai berarak di angkasa menandai kedatangan badai topan bercampur petir susulan yang terjadi beberapa hari yang lalu di kota Chicago. "Badai sepertinya datang lagi, Ray—"Bibir pria itu seolah tak pernah puas menelusuri, mencecap, dan menikmati rasa seorang Emily. "Hmm ... itulah kenapa orang menyebut Chicago sebagai the windy city. Terlalu sering diterjang badai angin kencang bukan? Namun, tak perlu kuatir ... tempat tinggalku aman, Sayang," jawab Rayden tanpa menghentikan jemarinya berkelana di tubuh Emily yang meringkuk di bawah tubuh kekarnya.Ketika ia mendengar suara perut Emily yang kela
Wiper kaca depan mobil dinas kepolisian itu menepis air hujan yang deras membasahi kaca dan membuat pandangan Sersan Rodney Bradford buram. Dia tak berani mengemudi dengan kecepatan tinggi di tengah cuaca buruk kota Chicago. Angin menerbangkan daun-daun pepohonan yang ditanam di ruang hijau trotoar kanan kiri jalan raya the windy city itu. "Rod, menginaplah di apartmentku kalau kau mau daripada berkendara jauh untuk pulang di tengah cuaca buruk. Aku juga ingin mempelajari semua bukti dan kesaksian kasus Crawford bersamamu," saran Letnan Benjamin.Sersan Rodney pun mengiyakan saran atasannya itu. Dia menyetir ke arah Arlington Heights. Dalam waktu setengah jam, mereka pun akhirnya sampai di Buffalo Tall Tower, apartment tempat tinggal Letnan Benjamin. Kemudian mereka naik ke lantai 8 sambil membawa kotak berisi berkas barang bukti untuk dikerjakan malam ini."Aku akan membuat seteko kopi, lakukan apa yang kau inginkan, anggap saja rumah sendiri, Rod!" Letnan Benjamin melepas sepatu b
Langkah-langkah kaki yang cepat itu terdengar di telinga Emily yang sedang membantu putera bungsunya mengenakan pakaian di kamar pangeran cilik tersebut."Darling, aku mencari-carimu sedari tadi!" ujar Sultan Murat berdiri di ambang pintu kamar putera kedua mereka."Ini kebiasaan rutinku di sore hari, memandikan putera-putera kita. Ada apa, Yang Mulia?" sahut Emily yang baru saja usai menyisir rambut Pangeran Fazil yang berusia 3 tahun di pangkuannya.Murat pun tersenyum memandangi putera-puteranya yang terawat dengan baik oleh istri tercintanya. Akan tetapi, dia membutuhkan Emily saja saat ini. Maka dia pun berkata, "Baiklah, aku yang kurang mengerti kebiasaanmu, Emily Sayang. Hmm ... ikutlah pergi berkereta bersamaku. Ini hari yang spesial untuk kita berdua. Titipkan anak-anak kepada pengasuh mereka!"Tawa geli meluncur dari bibir ranum berbelah milik Emily. Dia merasa curiga, suaminya akan mengajaknya bernostalgia penuh kemesraan bersamanya. "Siap, Yang Mulia. Keinginan Anda adalah
Seusai menanda tangani akte pernikahan bersama pria yang telah sah menjadi suaminya baru saja di balai kota, Emily berbicara empat mata dengan papanya."Pa, bagaimana dengan pekerjaanku sebagai jaksa wilayah di Illinois?" tanya Emily merasa bingung dengan segala perubahan statusnya yang mendadak serta rencana Murat yang akan membawanya ke Istanbul secepatnya. Lincoln Carter pun menjawab segala kegundahan hati puterinya, "Emily, papa akan memberimu nasihat. Terkait pekerjaanmu, ajukan pengunduran diri sesuai alasan terfaktual. Lembaga Kehakiman United States akan memaklumi alasan pengunduran dirimu yang terkesan mendadak ini.""Tapi, Pa—""Tidak ada kata tapi. Dengarkan papa, seorang pejuang yang baik saat dia mencapai puncak dari perjalanan panjang perjuangannya akan tahu kapan harus berhenti. Maka dari itu ada istilah gantung sarung tinju, hal itu pun sama untukmu, Emily. Biarlah kenangan baik tentangmu dan segala reputasi tak bercela sepanjang karir hukum yang kau torehkan akan dii
"Dokter, izinkan saya melihat Rayden untuk terakhir kalinya!" Emily meraih tangan Dokter Wilbur Anderson."Maaf, pesan beliau tadi seandainya tidak dapat bertahan hidup, Anda tidak diizinkan untuk melihat beliau lagi. Jenazah akan dikirim segera dengan pesawat ke Paris untuk dikebumikan. Mungkin Anda lebih baik pulang saja ke rumah, permisi!" jawab dokter poli IGD tersebut lalu membalikkan badan kembali ke tempat praktiknya.Lincoln Carter memeluk puterinya yang terisak-isak karena merasa sangat bersalah untuk segala keputusan tanpa hati yang dilakukannya semenjak awal undangan makan malam dari Rayden tiba di kantornya. "Emily Darling, lepaskan apa yang telah berlalu. Ingatlah kau harus tetap tenang demi janin yang hidup di rahimmu. Ibu yang stres dapat mengalami keguguran!" hibur mantan jaksa itu sembari membelai rambut panjang Emily."Kita pulang sekarang, Pa. Bolehkah aku mengambil cuti besok pagi?" ujar Emily seraya membersit hidungnya yang buntu oleh ingus."Tentu saja boleh. Kam
"Miss Emily Carter, tolong datang ke poli IGD Rumah Sakit Umum Chicago. Pasien kecelakaan lalu lintas bernama Tuan Rayden Zinedine Dabusche membutuhkan kehadiran Anda segera. Kami menunggu kehadiran Anda!" tutur seorang wanita yang mengaku sebagai perawat jaga rumah sakit yang menerima korban tabrakan mobil mengenaskan malam ini.Mendengar permintaan wanita tak dikenal di telepon itu, Emily ragu untuk datang ke rumah sakit yang disebutkan. Namun, bila memang benar Rayden membutuhkan kehadirannya maka dia akan terbeban oleh perasaan bersalah bila menolak datang. "Baiklah, aku akan datang segera!" putus Emily mengikuti dorongan hati nuraninya. Dia berganti pakaian untuk pergi keluar rumah lalu membangunkan papanya untuk menemani dirinya ke rumah sakit.Lincoln Carter yang dibangunkan tengah malam buta oleh puterinya tidak banyak bertanya. Dia memilih untuk melihat situasi gawat apa yang tengah terjadi? Sementara naik taksi yang selalu stand by di depan apartment, Emily menjelaskan tent
Ketika Murat selesai membaca email dari Emily yang mengabarkan bahwa wanita tersebut tengah hamil 6 bulan, dia merasa gelisah. Sang sultan baru negeri Ottoman ingin memboyong kekasihnya ke istana. Namun, pemerintahannya masih dilanda rendahnya tingkat kepercayaan kepada pimpinan dirinya. Kudeta demi kudeta harus dihadapi olehnya. Ancaman pembunuhan terhadap Murat dari kubu oposisi mengintai di setiap sudut istana. Beruntungnya karena Jendral Hersek dan para petinggi militer mendukung penuh pemerintahan Murat. Jaring pengaman diperketat demi menjaga keselamatan nyawa sang sultan baru.Di ujung fajar yang merekah, Murat berdiri di balkon kamar istana yang ada di lantai 3. Pemandangan laut lepas dengan ratusan kapal terapung di semenanjung terbentang di hadapannya. Kekuasaan atas seluruh Turki ada di genggaman tangannya. Sultan muda itu menghela napas panjang sembari mencengkeram besi susuran balkon, dia berteriak kencang melampiaskan rasa tertekannya. "Emily, aku merindukanmu. Aku jug
Emily menjalani kehamilannya ditemani oleh ayah tercintanya, mantan jaksa Lincoln Carter di Chicago. Pria berumur itu yang menemani puteri tunggalnya ke mana-mana, beliau juga membantu Emily memeriksa berkas kasus yang akan disidangkan agar tidak kelelahan bekerja. Alasannya adalah dia masih bisa melakukan pekerjaan jaksa dan menganggur saat ini."Jadi kapan persidangan kasus Harvey Robinson disidangkan perdana, Emily?" tanya Lincoln Carter yang duduk bersebelahan di mobil dinas bersama puterinya. Mereka akan berangkat kerja ke balai kota Chicago pagi ini.Emily yang tadinya duduk melamunkan Murat sambil menatap sisi jalan yang dilalui mobil dinasnya lalu menoleh ke arah ayahnya, dia menjawab, "Lusa persidangan perdana kasus pembunuhan wanita prostitusi itu akan digelar. Hakim Louis Bernard Miller yang akan memimpin sidang, Pa.""Ohh, hakim muda itu. Dia pernah ingin melamarmu dulu sekitar lima tahun silam, tetapi Papa menolaknya karena tahu kamu sedang fokus mengejar kariermu sebagai
"Ismael Pasha akan tetap menjalankan fungsi sebagai koordinator pemerintahan sesuai yuridiksi kesultanan. Saya sebagai calon pewaris tahta kesultanan Turki akan menjadi kepala negara sebagai sultan," terang Murat saat berada di ruang rapat istana sultan. Di tengah ruangan, kursi singgasana dibiarkan tetap kosong karena tak ada yang dilantik sebagai pengganti sultan sebelumnya. Semua petinggi kesultanan berdiskusi dengan posisi duduk saling berhadapan. Dan Murat duduk di kursi seberang Ismael Pasha.Pria berjanggut kelabu keperakan dengan kepala botak itu menjawab Murat, "Saya hanya bawahan Anda juga, Pangeran. Jangan menjadikan saya sebagai penghalang untuk naik tahta. Anda mendapatkan kesetiaan penuh dari saya!"Sekalipun jawaban Ismael Pasha menyiratkan persetujuan dan dukungan untuk Murat. Namun, sang pangeran tetap waspada. Kedatangannya di hari pertama langsung mendapat sambutan hujan anak panah tajam. Itu artinya ada pihak yang merasa terancam dengan kehadirannya kembali di ist
Ketika taksi yang ditumpangi oleh Emily berhenti di tepi trotoar, dia pun membayar tarif sesuai argo dan membiarkan sisa kembaliannya sebagai tip untuk sopir taksi. Dengan segera Emily turun dan menutup kembali pintu taksi. Namun, dia tak menduga bahwa pria Perancis yang terobsesi kepadanya itu menguntitnya sedari tadi.Kedua lengan Rayden menangkap perut Emily dari belakang. Dan wanita itu berteriak sembari meronta, "LEPASKAN AKU, RAYDEN!" Namun, telapak tangan Rayden segera membekap mulut Emily."Melepaskanmu? Ohh ... jangan harap, aku sangat mencintaimu hingga nyaris gila, Emily. Cinta ini selalu kau pandang sebelah mata dan kau abaikan begitu saja! Kini setelah pria Turki brengsek itu pergi menjauh, waktunya kita rujuk kembali sebagai sepasang kekasih yang mesra seperti dulu!" tolak Rayden sambil mengangkat tubuh Emily hingga menggantung tak menapak ke tanah."Tolong ... tolong ... lepaskan aku!" jerit Emily sekuat tenaganya sebelum Rayden memasukkannya ke mobil. Sersan Rodney ya
Sementara Murat merunduk di sekelilingnya para prajurit serta petinggi militer melindunginya dari hujan anak panah. Dia beruntung karena serangan mendadak itu gagal. Dia menduga para teroris itu yang kemungkinan besar adalah suruhan pihak yang tak menghendaki kepulangannya ke Turki."Situasinya sudah aman, Pangeran Murat. Mari kita masuk ke paviliun untuk menemui kakek Anda," ajak Jenderal Hersek dengan wajah dicekam rasa panik.Maka Murat pun segera bergegas masuk ke kediaman kakeknya Zaganos. Namun, yang pertama dia temui justru sang nenek di ruang tamu bagian depan Paviliun Taman Narwastu. "Cucuku, selamat datang kembali ke rumahmu!" seru Freya Bey. Dengan penuh kerinduan dia memeluk erat Murat yang bertubuh jangkung dan lebih tinggi darinya."Nenek, maafkan aku yang begitu lama meninggalkan istana. Apa kabar Nenek dan kakek baik-baik saja?" ujar Murat memeriksa keadaan neneknya dari ujung kepala hingga kaki. "Segalanya baik, hanya saja usia kami makin senja. Beruntung sebelum me