Zoia terkulai lemas di dalam pelukan Javas. Ia betul-betul tidak berdaya. Kepala pusing, pandangan berkunang-kunang serta beban berat yang ditanggungnya merupakan kombinasi yang membuat perempuan itu semakin lemah.Javas membaringkan Zoia di ranjang. Lalu dipanggilnya Reno dan meminta agar asistennya itu menghubungi dokter pribadi keluarga Mahanta.“Suruh dia datang sekarang. Cepat!” Entah mengapa melihat muka pucat Zoia membuat Javas menjadi khawatir. Hal yang sama sekali tidak direncanakannya.“Baik, Pak, saya akan telepon dokter Riki sekarang,” jawab Reno patuh, lalu mencari nomor dimaksud di dalam daftar kontak ponselnya. Ia memeng menyimpan nomor-nomor orang penting di sana, agar jika ada apa-apa bisa langsung dihubungi.Selagi Reno menelepon, Javas memandang Zoia dari jauh. Perempuan itu berbaring lemas dengan mata terpejam. Apa sekarang dia benar-benar pingsan?Javas kemudian mendekat dan duduk di pinggir ranjang. Ragu-ragu diulurkannya tangan untuk meraba dahi Zoia.Hangat.Te
Javas mengembuskan napas panjang setelah membaca pesan dari Prilly. Lalu bola matanya pindah pada sang Istri yang berbaring di ranjangnya. Zoia masih di posisi semula. Tidur tenang tanpa gangguan. Tapi tetap saja Javas tidak berani meninggalkannya."Iya, sebentar lagi aku ke sana. Sabar dulu ya!"Javas meletakkan ponselnya di meja setelah membalas pesan dari sang mantan. Ia bisa saja pergi sekarang dan meninggalkan istrinya sendiri. Sebelum sempat melaksanakan niat itu, sesuatu melintas di pikirannya. Bagaimana nanti kalau Zoia bangun? Bagaimana kalau perempuan itu pingsan lagi?Javas memutuskan untuk tetap menemani Zoia di rumah. Ia baru ingat tidak ada makanan apa pun untuk disantap. Padahal tadi kata dokter Zoia harus makan dulu sebelum minum obat.Meninggalkan kamar, Javas menuju ruang belakang. Barangkali ada sesuatu yang bisa dimakan tanpa perlu diolah.Javas berdecak pelan ketika mendapati semua bahan yang ada di sana hanyalah bahan-bahan mentah yang harus diolah lagi agar bisa
Javas masih belum muncul setelah membalas pesan dari Prilly tadi. Hingga waktu berlalu lebih dari satu jam kemudian. Ketika Prilly menghubunginya Javas tidak menjawab sama sekali. Tentu saja Prilly jengkel lantaran diabaikan begitu saja. Perempuan itu memutuskan untuk langsung datang ke kantor Javas.“Prilly?!” Kinar terkejut ketika melihat mantan kekasih sang atasannya berada tepat di hadapannya.Prilly tersenyum masam sambil memindai sekretaris Javas itu dengan tatapan menilai. Dulu saat kerja di kantor Javas, Prilly dan Kinar sangat berlawanan dan sering bertengkar.Prilly kemudian mendengkus dan melenggang manja menuju ruangan Javas.Membuka ruang kerja sang mantan, Prilly mendapatinya dalam keadaan kosong melompong. Tidak ada Javas atau siapa pun di sana.Ketika memutar tubuh hendak keluar dari sana, ternyata Kinar sudah berada di dekatnya dan langsung mengomeli Prilly.“Kebiasaan banget masuk ruangan orang nggak minta izin. Lancang ya kamu!”“Lho, kenapa jadi situ yang sewot?” b
Zoia menelan saliva yang tiba-tiba terasa pahit setelah mendengar ucapan Javas.“Kalau memang kita harus berpisah kenapa bukan dari sekarang saja?” Zoia pikir untuk apa terlalu lama mengulur waktu. Mumpung hubungan mereka masih terlalu baru. Dan mumpung perasaan mereka belum sama-sama tumbuh.“Dengar, Zoia, saya ini pengusaha ternama. Orang-orang mengenal saya memiliki reputasi yang baik. Lalu jika tiba-tiba sekarang kita bercerai sedangkan kita baru menikah seumur jagung, apa menurutmu itu baik?”Zoia diam saja, akan tetapi di relung hati memikirkan kata-kata Javas. Lelaki itu tidak salah. Jika mereka berpisah di saat-saat sekarang tentu akan menimbulkan efek negatif.Tapi … jika terlalu lama hidup bersama lelaki itu di bawah satu atap, justru hatinya yang tidak akan baik-baik saja.Zoia akui jika perasaannya yang halus mudah tersentuh oleh sikap manis sekecil apa pun, termasuk yang dilakukan Javas padanya tadi.“Kira-kira berapa lama lagi waktunya kita akan bercerai?” Zoia ingin kep
Javas masih dengan wajah dingin ketika Zico berjalan menghampirinya. Langkah lelaki itu setegap badannya.“Siang, saya mau ketemu Zoia, katanya dia sakit,” kata Zico dengan sopan.“Dia memang sedang sakit dan butuh banyak istirahat,” jawab Javas datar. Ia harap setelah mendengarnya Zico akan langsung angkat kaki.Zico mengernyit. Javas sama sekali tidak mempersilakannya masuk.“Bisa bertemu Zoia sebentar? Saya mau kasih ini.” Zico menunjukkan kantong makanannya pada Javas.“Apa itu?” Javas melirik kantong tersebut dengan tatapan tidak suka.“Ini soto. Tadi Zoia minta beliin ini sama saya.”“Bawa saja pulang. Istri saya sedang sakit dan kata dokter nggak boleh makan makanan sembarangan, apalagi yang nggak higienis kayak gitu.”To be honest, Zico agak tersinggung mendengarnya. Ia juga tidak mungkin membelikan Zoia makanan sembarangan. Dan tolong, jangan ajarkan dia mengenai kebersihan. Ia lebih dari tahu akan hal tersebut.“Maaf, ini bukan makanan sembarangan. Saya juga peduli pada kese
Prilly yang sedang leyeh-leyeh di tempat tidur sambil main ponsel melirik ke arah pintu saat mendengar ketukan di sana.‘Dasar pembantu rese!” Ia mengumpat di dalam hati. Prilly pikir yang saat ini sedang mengetuk pintu kamar tersebut adalah asisten rumah tangga di rumah itu.Tok … tok … tok …Ketukan itu terdengar lagi. Suaranya menggema memenuhi kamar yang sepi.Sekali lagi Prilly menoleh ke arah pintu. Suara itu terasa menganggu ketenangannya dan membuat Prilly hampir saja mengomel. Belum ia melakukannya, terdengar suara perempuan dari arah luar.“Prilly! Buka pintunya!”Prilly terkesiap dan terduduk saat itu juga. Itu suara Rosella. Ternyata mantan calon mertuanya sudah pulang.Prilly segera turun dari tempat tidur dan berjalan tergesa untuk membuka pintu. Begitu daun pintu terbuka Prilly langsung memasang wajah sedihnya.“Sedang apa di sini, Prilly?” tanya Rosella dengan suaranya yang tegas. Ia tidak suka atas tindakan yang dilakukan Prilly. Setelah pergi di hari pernikahan menin
Zoia masuk ke kamarnya dan melakukan yang dikatakan Javas padanya tadi. Bersiap-siap dan mengenakan pakaian terbaiknya. Di dalam hati ia berpikir sendiri ke mana kali ini Javas akan membawanya. Semoga saja lelaki itu tidak akan mengerjainya lagi seperti dulu. Zoia tidak menghitung entah sudah berapa kali lelaki itu melakukan 'kejahatan' padanya.Membuka lemari, Zoia menyapukan mata pada aneka tumpukan pakaiannya. Zoia berpikir sejenak baju mana yang akan digunakannya. Seperti yang dikatakan Javas tadi ia tidak boleh berpenampilan sembarangan yang akan membuat lelaki itu malu.Zoia mengambil beberapa helai lalu mencoba satu demi satu. Setelah terpasang di badannya, Zoia mematut diri di cermin. Mulai dari midi dress motif floral, jeans serta blouse, hingga Zoia menjatuhkan pilihannya pada maxy dress warna broken white yang tertutup. Zoia tidak tahu Javas akan membawanya ke mana dan menghadiri acara apa. Jadi Zoia memilih aman dengan memakai pakaian yang cukup sopan.Zoia keluar dari kam
Zoia sadar ini semua hanya drama. Seharusnya ia tidak perlu memasukkan ke hati. Nyatanya ia benar-benar merasa tersentuh.Zoia menggelengkan kepala. Mencoba membantah perasaan aneh itu. Tapi ternyata sulit. Zico juga pernah mengusap pundaknya, tapi Zoia tidak merasa apa-apa. Tidak ada vibrasi atau efek kejut. Sedangkan saat Javas yang melakukannya, efeknya begitu dramatis. Sentuhan itu begitu magical.Saat Zoia sedang mati-matian mengenyahkan perasaan gugup akibat sikap manis Javas, seorang lelaki berbadan tegap, tinggi, dan gagah muncul ke ruang makan. Lelaki itu melirik Javas sekilas sebelum kemudian tatapannya menetap di wajah Zoia.Zoia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum sopan. Senyumannya berbalas. Setelah menelaah wajah lelaki itu, Zoia mengira pasti dia adalah kakak Javas. Zoia tahu dari struktur dan garis wajahnya yang terkesan matang. Zoia tidak akan mengingkari jika lelaki itu berwajah gagah. Hanya saja di mata Zoia Javas jauh lebih kharismatik. Yaaa … meskipun Javas s