Aku memasuki kantor polisi dengan jantung berdebar. Dalam hati kecilku, Aku mengakui jika Aku ketakutan. Bukan, bukan karena Aku takut tidak mampu meluruskan kesalahpahaman jika ini adalah fitnah. Melainkan Aku takut jika ini benar.
“Selamat siang Pak Rangga,” seorang petugas polisi bernama Jefri menyalamiku dan tersenyum dengan ramah. Dia adalah salah satu polisi yang bertanggung jawab terhadap kasus Almara.
“Saya ke sini untuk mengkonfirmasi temuan baru polisi yang disampaikan oleh asisten Saya.”
“Oh, ya benar. Pak Fariz sudah menjelaskan berarti ya?”
“Bisakah Saya tahu lebih detail?” tanyaku pada Jefri.
“Awalnya kami menemukan chat antara istri Anda dan Ardan di sini,” ujarnya sambil menyodorkan ponsel Almara kepadaku. Aku tahu jika polisi memang mengambil ponsel Almara untuk penyelidikan. Jefri mengatakan dia menemuk
“Pak Rangga tidak pernah meninggalkan rumah sakit sama sekali sejak pertama kali Beliau mendapat berita mengenai penikaman tersebut. Sama sekali tidak pernah pulang selama lebih dari tiga bulan. Saya yang selalu membawakan Pak Rangga makanan, baju ganti, keperluan mandi dan lain – lain,” terang Fariz kepada Almara.“Suatu hari Kami mendapat info bahwa ternyata pelaku penikaman hanyalah orang bayaran. Dan yang membayarnya adalah Istri Pak Ardan. Motifnya karena cemburu akan hubungan Anda dan Pak Ardan,”Almara memejamkan matanya, mengapa jadi seperti ini?“Pak Rangga ke kantor polisi untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Dan dari sana Pak Rangga mendapatkan hape Bu Almara yang sempat disita polisi. Di Hape itu, Pak Rangga membaca semua pesan antara Anda dan Pak Ardan. Bahkan...” Fariz sempat ragu namun akhirnya tetap melanjutkan.“Seseorang mengirim a
Keesokan paginya, Ardan memarkir mobilnya di sebuah kantor Firma Hukum. Setelah mengatakan tujuannya kepada reseptionist yang sedang bertugas, dia terpaksa harus menunggu untuk waktu yang cukup lama dengan alasan karena dia belum memiliki janji sebelumnya.Saat hari sudah mulai sore, dia disilakan untuk menemui Julio Aksara di ruangannya. Awalnya, Ardan mengira Julio Aksara adalah seorang pengacara senior yang sudah tua yang berusia sekitar 40 atau 50 tahun. Namun saat dia memasuki ruangan, ternyata Julio masih sangat muda dan tampan. Mungkin dia berusia awal 30-an.“Selamat Sore Pak Ardan, maaf jika Anda terpaksa menunggu untuk waktu yang sangat lama,” ucap Julio sambil mempersilakan Ardan untuk duduk.“Tidak masalah, akhir – akhir ini menunggu sudah jadi pekerjaan rutin saya.”Julio tertawa ringan, “Jadi apa tujuan Anda ingin menemui Saya sejak pagi – pagi
Ardan termenung menatap langit – langit kamarnya seorang diri. Sudah dini hari, namun sekuat apapun dia mencoba untuk tidur, seluruh sel – sel tubuhnya seakan menolak untuk terlelap. Otaknya tak pernah berpikir sekeras ini, setiap kejadian yang dia alami beberapa waktu ke belakang benar – benar seperti benang kusut yang menyesatkannya.Dia memikirkan Almara yang mengajak dirinya untuk bertemu pagi nanti. Entah apa yang akan wanita itu katakan, Ardan terlalu takut untuk sekedar berandai – andai. Dia takut, dia takut jika Almara benar – benar sudah memilih Rangga sebagai penghuni hatinya. Dia tidak siap.Dia juga memikirkan Sharon. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, mengapa bisa – bisanya dia menerima permintaan Si Julio Pengacara Brengsek itu.Ardan masih ingat apa yang Sharon katakan saat dia membujuk wanita itu untuk membatalkan perjanjiannya dengan Julio,&
‘Hah! Si Pengacara Brengsek itu,’ ucap Ardan dalam hatinya.Dia menatap sosok Almara yang duduk tepat di hadapannya. Almara terlihat serius membalas pesan dari Julio. Tadinya, Ardan mengalihkan topik pembicaraan ke masalah Sharon karena hatinya sudah tidak sanggup. Dia tidak sanggup bicara lebih lama mengenai kisahnya dan Almara yang sudah berakhir.Namun, Si Julio Pengacara Brengsek itu mengirim pesan kepada Almara, membuat Almara semakin serius dengan pembicaraan mengenai kasus Sharon.“Dia ajak Aku ketemu secepat mungkin. Kalau bisa sekarang. Kalau gitu apa Aku undang dia untuk datang ke sini aja kali ya?”“Ha?” Ardan tidak bisa berkata – kata. Julio hadir di antara dia dan Sharon, haruskah dia juga merusak momennya bersama Almara?“Hmm... maaf ini harusnya jadi pertemuan kita berdua. Tapi, Aku rasa pembicaraan kita suda
“Bukti kedua yang polisi temukan adalah transaksi pemindahan dana sebesar 20 juta dari rekening Sharon ke rekening pelaku. Tentu saja Sharon tidak merasa melakukannya. Saat Saya tanya, Sharon tidak menyadari saldo pada rekeningnya berkurang 20 juta. Karena dia jarang mengecek saldo secara berkala. Dan total dana dalam rekeningnya ada milyaran sehingga berkurang 20 juta tidak terlalu kentara.”Julio mengerutkan keningnya. Ekspresinya tak seyakin saat dia memaparkan pendapatnya mengenai bukti pertama.“Yang satu ini agak pelik. Karena dalam laporannya, ada bukti bahwa transfer dana tersebut dilakukan melalui mobile banking dengan cara yang sah. Sekalipun kita berasumsi bahwa itu karena ada seseorang yang menggunakan hape Sharon tanpa sepengetahuannya, tapi darimana dia bisa tahu kata sandi dan pin mobile bankingnya?”“Bagian ini akan Saya selidiki lebih lanjut. Tolong kalian berdua jika ada in
“Fiolina? Apa Kamu menyimpan kontaknya?” Almara tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya saat nama Fiolina disebut.Saat pertama kali Ardan mengatakan padanya bahwa Rangga memang mengenal Fiolina, dia mulai berpikir bahwa mimpi panjangnya selama dia koma bukanlah mimpi biasa. Terlebih saat Ardan mengatakan bahwa mungkin saja Tuhan benar – benar membawanya ke masa lalu untuk melihat kejadian alternatif yang mungkin terjadi jika dia memilih untuk tidak putus dengan Ardan.“Hm... sayangnya gak sih. Dia sepertinya juga gak ingin Aku tahu banyak. Dia hanya datang ke sini dan memperingatkan Aku untuk hati – hati karena orang yang jadi dalang di balik semua kejadian ini adalah orang yang sangat licik.”“Apa Kamu punya dugaan siapa yang menfitnah Kamu?” tanya Almara lagi.“Gak ada. Selama ini aku merasa tidak punya musuh. Aku benar – benar jarang r
Rangga mengangkat sebelah alisnya, tatapannya tertuju ke paras Almara yang menampakkan ekspresi manja namun tidak tertebak. Almara mendirikan sebuah perusahaan dengan nama gabungan mereka berdua. Rangga tidak bisa berhenti merasa heran dengan tindakan tersebut, dalam hati dia bertanya – tanya apa arti dari sikap Almara. Namun, sedikit kepekaan dalam dirinya mengatakan Almara sedang mendekatinya.“Apa menurut kamu mendirikan sebuah perusahaan itu adalah main – main? Kenapa kamu pakai gabungan nama kita berdua?” tanyanya sambil tetap memberi Almara tatapannya yang tajam.“Justru karena aku gak main – main, maka aku menamainya seperti itu. Saat aku bingung memilih nama perusahaan, aku mencari rekomendasi di beberapa artikel dan video dari pengusaha yang sudah senior. Dikatakan bahwa lebih baik nama perusahaan mencerminkan harapan dan visi dari bisnis kita. Jadi nama itulah yang aku pilih,” jawab Almara
Hanya berselang 10 menit setelah kepergian Almara, Fariz memasuki ruangan Rangga lagi dengan tergesa- gesa. Nafasnya tersengal dan wajahnya memerah.“Pak Rangga, salah satu lift mengalami malfungsi. Awalnya lift hanya macet saja, namun mendadak lift terjatuh hingga ke lantai dasar.”“Apa? Trus sekarang gimana? Berapa orang yang ada di dalam saat kejadian?”“Saat ini tim teknis sedang berusaha membuka pintu lift. Ada dua orang yang berada di dalam, Bu Almara dan asistennya, Kevin.”Informasi yang keluar dari mulut Fariz bagai air es yang mendadak disiram ke kepala Rangga. Untuk sesaat, Rangga merasa jantungnya berhenti selama satu detik, keringat dingin mulai membasahi tangan dan kakinya. Hanya dalam hitungan detik, Rangga sudah berlari meninggalkan ruangannya menuju lokasi kejadian.“Pak, Pak, salah lewat sini,” teriak Fariz saat