Beranda / Romansa / Dia Ibumu Bukan Pembantumu / Part 13. Bukti Dari Jo Membuat Rania Terpojok

Share

Part 13. Bukti Dari Jo Membuat Rania Terpojok

Penulis: Feay Hullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tunggu!" 

Sekali lagi suara itu terdengar olehku dan bahkan oleh semua orang, berharap si pemilik suara itu bisa membuktikan kalau aku tidak bersalah. Aku sama sekali tak menyentuh Rania sedikit pun, apalagi menyakitinya pun tak pernah terbesit dalam benakku. 

Selama ini, Rania dan Diana lah yang selalu menyakiti perasaanku dan juga ibu. Kami berdua tak pernah membalas perbuatannya, kami juga selalu diam. Lalu, bagaimana mungkin sekarang ini polisi menuduhku seperti itu? 

Fitnah yang diutarakan kepadaku, sungguh lebih menyakitkan dibanding dengan mendapatkan tusukan benda tajam oleh Rania untukku. Mungkin benar apa yang orang katakan, di mana luka di hati sulit  disembuhkan dan tidak ada penawarnya kecuali ketika kita mendapatkan satu goresan kecil. 

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 14. Malam yang Menyedihkan

    Setelah memastikan semua warga dan beberapa polisi itu pergi dan tak lagi terlihat dari pandanganku. Kuputuskan untuk mengajak Jo masuk rumah, meninggalkan Rania dan ibu yang masih di luar. Sedangkan, keluarga besan ibu sudah menghilang entah ke mana.Aku mempersilakan Jo duduk terlebih dahulu, karena aku ingin membersihkan badanku yang mulai lengket ini. Sungguh, seharian aku tidak minum atau makan rasanya tubuhku terasa lemas. Cacing-cacing di perut sudah berdemo sejak pagi, tapi ku lupakan hal itu.Huft, karena Rania semuanya jadi kacau. Huh, tapi untung Jo datang tepat waktu. Kalau enggak, bisa-bisa aku mendekam di penjara karena ulahnya. Sampai kapan, Tuhan! Sampai kapan derita ini akan berakhir, kumohon kepada-Mu. Bukakanlah pintu hati ibu dan juga Rania, bisikku penuh

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 15. Ternyata Jo Pasang CCTV

    Anu itu-anu itu apaan sih, Mang? Jangan buat Via cemas deh!" Tanpa sadar aku telah meninggikan suaraku di depannnya, seharusnya meski dalam kondisi se-panik apa pun tetap tidak boleh bersikap seperti itu.Ah, dasar Via!"Sayang, sabar napa. Biarin Mamang kamu ini bilang dulu, baru setelah itu kamu ngomong. Kalau begini caranya, gimana dia jawab pertanyaan kamu.""Iya maaf, Yang. Aku salah," ucapku mengusap kepalaku sendiri.Diriku harus menelang dalam-dalam pil pahit, lantaran harapanku menikamti malam indah ini harus sirna seiring dengan kedatangan Mang Badrun. Kepalaku rasanya tak mampu berpikir lagi untuk menghadapi kelakuan adikku—Rania. Baru saja masalah dengan kepolisian berakhir, Diana

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 16. Jebloskan Saja Dia

    "Ibu!" teriakku yang langsung menghambur mendekati Ibu.Perasaanku hancur melihat Mama Aa tergeletak tak sadarkan diri di depan pintu kamar Ibu. Di sisi lain aku masih bersyukur pada Tuhan yang telah menyelamatkan Ibu dari Rania, namun di sisi lain lambat laun aku semakin geram dengan tingkah anak bandel itu. Mau bagaimana lagi, hampir setiap hari gadis itu melakukan hal di luar nalar.Saat ini korbannya adalah orang tua Marcel. Bagaimana jika dia tahu Ibunya terkena tusukan benda tajam? Dia mungkin tidak akan mengampuninya. Istrinya sendiri dikejar sampai sekarang belum tahu di mana keberadaannya. Apalagi nanti Rania?Tidak! Sekarang aku tidak boleh lemah, mau dengan cara apapun aku harus menyadarkan gadis itu. Aku tidak peduli walau nyawa sebagai taruhann

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 17. Jangan Dengarkan Tetangga

    Hingga pagi menjelang, kami berdua baru selesai mendengarkan kisah dari Ibu. Aku sungguh tak menyangka dengan semua yang terjadi. Ku pikir selama ini Ibu tidak pernah menyayangiku, makanya beliau menaruhku di Panti Asuhan. Akan tetapi, setelah mendengar ceritanya. Begitu banyak penderitaan yang telah dirasakan oleh Ibu juga adikku.Karena bapak dan keluarganya yang membawa pengaruh buruk pada Rania, gadis malang itu kini berakhir di penjara.Lalu, di mana keluarganya sekarang? Di mana keluarga Bapak sekarang? Semenjak kecil sampai usiaku 20 tahun ini, tak pernah kulihat batang hidungnya sama sekali."Yang. Kamu ngantuk, ya?" tanya Jo seraya membuka ponselnya."Huum. Kejadian semalam membuatku bener

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Bab 18. Bapakku Penganut Ilmu Hitam

    "Kesana yuk!" seruku mengajak sang kekasih ke sana.Terlihat seorang pria kurus dengan bentuk wajah bulat sedang menyiapkan sesuatu ke atas nampan. Namun, ketika aku melihat lebih dekat lagi. Barang-barang yang di letakkan olehnya adalah seperti benda untuk sesajen.Benarkah semua benda-benda di atas nampan itu merupakan benda yang digunakan orang untuk sesajen?"Ssstt … sini," kataku mencoba tidak terlalu mengeraskan suara.Lantaran khawatir jika pria kurus itu mengetahuiku lebih dulu sebelum aku mengetahui apa yang dia lakukan. Jo berlari kecil ke arahku, kemudian mendekatkanku mengarahkan pandangannya ke pria di depan kuburan.

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 19. Tak Pernah Berubah

    Setiba di rumah."Yang. Mending kamu makan dulu deh, takut sakit. Biar aku yang cari adek kamu," katanya.Sudah tiga hari Jo berada di kampungku, tetapi dia memginap di rumah pamannya di Tasik kota. Dia selalu membantuku dalam hal kesulitan apapun. Dia rela melakukan hal berat dwmi membantuku. Ya. Seperti sekarang ini. Mencari Rania yang entah di mana sekarang keberadaannya.Meski aku tahu, terkadang aku hampir melupakan kesehatanku sendiri hanya demi Rania. Akan tetapi, kehilangannya jauh lebih menyakitkan dibanding luka yang kuterima selama ini. Diana dan Marcel saja belum ditemukan. Sekarang, Rania kabur dari penjara.Mungkin, orang akan beranggapan bahwa aku adalah gadis bodoh yang selalu

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 20. Suntikan Pengaruh Buruk

    Mentari bersinar sangat terang, pagi ini terasa ada yang berbeda dari sebelumnya. Suara ayam berkokok sangat nyaring dan terdengar lembut bagiku meski semakin lama semakin banyak ayam yang berkokok. Ya. Di rumahku Ibu memelihara begitu banyak ayam, tapi satu pun aku enggan untuk mengurusnya.Alhasil Ibu lagi yang terus mengurusnya.Ketika aku dan Jo sedangenikmati suasana pagi di pinggir sawah sambil menikmati pemandangan yang indah. Mataku tertuju pada sebuah kemdaraan beroda dua yang memasuki pekarangan rumahku. Siapa dia? Dari bentuk pakaiannya, dia bukan seperti manusia pada umumnya."Yang. Liat itu deh!" Aku meminta Jo dan menunjukkan tanganku ke arah depan rumah."Bukannya itu bapak kam

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 21. Pertengkaran Antara Ibu dan Bapak

    "Buat apa maneh mempertahankan wanita yang jelas-jelas cacat seperti dia? Mending jadiin tumbal, mati-mati sekalian!" sungut si Pemuda itu.Perkataannya mepebihi petir yang menggelegar di siang bolong. Aku mencari akan supaya terlepas dari cengkraman tangannya. Tak tahu mengapa, antara tanganku dengan tangan si pemuda bertubuh sama-sama agak kurus seperti Bapak ini terasa seperti sudah terkena lem. Sulit untuk dilepaskan."Tante Mama," gumam Jo.Tante Mama adalah sebutan Jo untuk Ibu. Semenjak kami berpacaran dia selalu memanggil Ibu dengan sebutan seperti tadi. Aku menoleh padanya, lantaran penasaran dengan tingkahnya yang tiba-tiba menyebut Tante Mama. Mungkinkah Ibu su

Bab terbaru

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Pertama Kerja Usai Menikah

    "Kamu gak mau nemenin suami bekerja, Yang? Kalau gitu ya udah mending aku sama yang lain aja gimana?"Kepalaku rasanya mendidih mendengar dia mengatakan kalimat itu di dekat telingaku. Andai aku bisa dan berani, ingin rasanya menutup mulut dia agar tidak bisa berkata seperti tadi lagi. Aku benar-benar tidak bisa bila dia mengatakan 'mending aku sama yang lain' , perasaanku bak terbakar oleh api cemburu."Kalau gitu silakan aja! Tapi, jangan pernah berharap nanti pulang aku ada di rumah, bay!" seruku, kemudian meninggalkan dia di samping meja rias.Sebenarnya aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Jika perlu aku ingin setiap detik, setiap menit bahkan setiap jam berada di dekat Jo. Tidak ada sehari atau dua hari terpisahkan. Selamanya dekat di sisi Jo sampai mau

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Waktu Terasa Cepat

    Seminggu kemudian …Hari sekaligus bulan yang telah kami tunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Aku dan Jo telah resmi menjadi sepasang suami istri tepat pukul sepuluh pagi. Kebahagiaan yang seharusnya menyelimuti hariku ini justru berganti menjadi sebuah kesedihan. you know yourself , ibuku tak ada disampingku. Dia sudah tenang di alam sana bersama Dinda. Sementara itu, Bapak dan Rania entah di mana dan bagaimana kabarnya sekarang. Aku tidak tahu.'Aku harus bisa menyembunyikan kesedihan ini, pokoknya harus bisa!!' tekadku dalam hati.Kala penyematan cincin pernikahan oleh Jo, sebisa mungkin aku menatapnya dengan senyum menyer

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Hal Buruk 2

    "Ish, jahil kamu.""Suka, kan?" tanyanya.Aku hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Tiga puluh menit waktu yang cukup lama bagiku mengabulkan permintaannya.Cinta … hadir tanpa kita duga. Datang tanpa memberi salam, kemudian singgah tanpa permisi. Kata orang cinta unik. Cinta itu nyata sehingga kedatangannya mengubah kepedihan menjadi kebahagiaan. Menghapus tangis air mata, menjadi senyuman."Unik, kan?"Awalnya aku tak percaya akan cinta, aku pun tidak berharap lebih dari kata tersebut. Hanya saja setiap orang ingin bahagia bersama pasangan masing-masing begitupun yang dirasakan olehku. Aku ingin bahagia bersama Joo

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Hal Buruk

    Aku serba salah dengan keadaan sekarang. Antara bahagia dan tidak. Itulah dua rasa yang tidak bisa disatukan. Bahagia karena bisa lebih dekat dengan keluarga besar Joo dan tidak lantaran adanya wanita itu menjadikan hidupku mungkin akan lebih buruk lagi ketimbang saat bersama Rania dulu."Sayang-sayang! Ayang! Millen udah, Millen dia udah gak ada kok. Sayang!" panggilnya begitu lembut.Kurasakan tangannya menyentuh punggungku, mengusapnya kemudian dia mengangkatku agar wajahku bisa sejajar dengannya."Yang! Ayang gak enak sama bibikku?" tanyanya.Aku menggeleng, mengusap air mata kepalsuan ini sambil tersenyum memandangnya."Mi

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Si Bibik Ketus

    "Dia kenapa sih, kok aneh banget sama aku?" tanyaku dengan memelankan suara sehingga hanya aku sendiri yang mendengarnya.Semenjak Joo menurunkanku dari pangkuannya. Sekilas aku melirik ke arah wanita tua yang usianya sekitar dibawah bunda. Aku sendiri tidak tahu pasti berapa usianya. Hanya saja tatapan dialah yang membuatku tak nyaman saat ini."Joo!" panggil si Kakek.Kekasihku ini menoleh dan menjawab panggilannya dengan sangat santun. "Ada apa, Mbah?""Bawa pacarmu nih istirahat! Kasian pasti capek lama di jalan," katanya menyuruh Joo membawaku beristirahat.Kupikir setelah si Kakek memintaku m

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Dasar Pacar Stress

    "Aduuhh!"Aku menjerit histeris merasakan kepalaku membentur sesuatu. Aku tidak tahu bagaimana awalnya, mengapa kepalaku sampai mengenai bagian depan mobil. Jujur, sakit sekali dan tepat saat Joo menangkap tubuhku. Aku muntah.'Astaga, aku kok sampe muntah segala?' tanyaku dalam hati.Kupandangi wajah tampannya itu dan sekilas aku bisa melihat bagaimana reaksinya melihatku menumpahkan isi perutku di mobil mahalnya ini. Akan tetapi, tiba-tiba dia membenarkan posisi dudukku, lalu membantu membersihkan muntahan tadi. Tidak banyak yang dia ungkapkan selain dari mengambil pembersih mobil seperti; lap, air secukupnya dan keresek hitam.Aku pun tidak tahu bagaimana isi hatinya. Entah memang dia tida

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Isi Surat

    Teruntuk kamu …Dari aku, si pengagum dari dunia nyata …'Halo, Joo. Joo, aku merasa akhir-akhir ini kamu menghindar dari aku. Kamu lebih sering datang ke luar kota entah aku tidak tahu kamu nemuin siapa. Aku harap bukan bertemu perempuan, melainkan untuk bekerja saja.Joo … kamu harus tahu, kalau aku sebenarnya suka sama kamu. Dari kita SD sampai kita sebesar ini. Aku benar-benar sangat menyukai kamu. Perasaan ini masih rapi tersimpan dalam lubuk hati aku yang paling dalam. Kuakui … aku memang bukan siapa-siapa, tidak pantas bersanding dengan dirimu.Joo … untuk kali ini, ijinkan aku menyentuhmu. Maaf, aku membuat malam ini menjadi mal

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Ragu

    Kulangkahkan kaki perlahan meninggalkan pekarangan rumah. Dengan air mata yang tak henti-hentinya menetes. Perih rasanya harus meninggalkan rumah dan kampung halaman ini demi sebuah lembaran baru yang akan aku mulai bersama Joo di sana. Jujur aku ragu, baru kali pertama pergi jauh dan tanpa di dampingi ibu atau bapak."Sayang! Kakak tau, kamu tuh sedih dan pastinya berat banget buat lalui semua ini. Tapi, coba liat Joo. Bertahun-tahun dia menantikan momen ini, ingin menjagamu lebih dekat, masihkah kamu ragu?" tanya Jelita yang kemudian menghentikan langkahku, lalu memelukku."Aku bingung, Kak. Aku ragu untuk pergi. Di tampat ini begitu banyak kenangan sama ibu, Rania dan semuanya. Aku takut di sana malah akan ngecewain Joo," jawaku berterus terang.Kuharap dia mengerti denga

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Pelajaran Hidup

    Di tempat favoritku ini, Asia Plaza. Tempat yang ketika dulu bersama teman-temanku sering ke sini sebelum Rania dan Diana berbuat ulah. Teringat akan sesuatu hal yang sangat indah. Ada cerita di setiap sudut Mall tersebut. Setiap langkah kami bercerita panjang lebar, sampai-sampai kami pernah menabrak seseorang karena kami terus menunduk.Selain kenangan bersama sahabat dan teman-teman yang lainnya. Ada hal lain yang seketika ingatanku kembali pada sosok ibu. Dulu aku sempat berjanji ketika memiliki upah dari hasil menulisku aku berharap akan mengajaknya ke sini. Ke tempat yang orang-orang pun ingin sekali mengunjunginya."Kamu ngapain sih ngelamun mulu, Brinz?" tanyanya kepadaku sambil menjentikkan jarinya.Mataku mengerjap dan langsung menoleh, "Kamu apaan sih

DMCA.com Protection Status