Jam tujuh malam, aku baru sampai di rumah. Bergegas mandi dan berpakaian rapi. Sekarang, aku tengah berada di meja makan. Bapak, ibu, dan Maha turut serta berada di sini. Berbeda dengan dulu. Keluargaku jauh lebih hangat. Maksudku, jika dulu jarang sekali kami berkumpul di meja makan. Sekarang seluruh anggota keluarga sudah lengkap. Mereka bukannya belum makan. Tetapi, menemaniku untuk menghabiskan makan malam. Sekalian memastikan kalau aku meminum obat rutin yang diresepkan oleh dokter.Rasanya malas sekali kalau setiap hari harus meminum tiga tablet obat berbeda. Semua ini kulakukan demi melihat keluargaku yang harmonis. Tanpa adanya jarak yang memisahkan kami. Dulu, bapak dan ibu jarang bersama untuk makan malam. Namun, sekarang rasanya kembali pada masa aku masih berumur delapan tahun. Aku merindukan gurauan kecil pada meja makan atau nasi dengan porsi lebih yang selalu disiapkan oleh ibu. Katanya, aku harus makan banyak supaya tumbuh sehat.“Bagaimana pekerjaanmu hari ini,
Aku berdiri di balkon gedung kantor, merasakan hembusan angin menerpa wajah dan menerbangkan helaian rambutku. Berada di lantai empat membuatku merasakan ketinggian yang menyadarkanku akan satu hal penting. Kalau berada di atas tidak selalu menyenangkan. Sewaktu-waktu kita bisa terjatuh jika tidak berhati-hati. Mungkin aku memang bisa menikmati pemandangan jalan raya padat kendaraan dan rumah-rumah yang bagaikan sebuah kubik kecil. Atau, toko-toko yang terlihat jauh berbeda dari sini. Seperti mainan miniatur rumah yang dibelikan oleh ibuku dulu. Sejujurnya, aku mempunyai trauma pada ketinggian. Tapi, Kak Panggih bilang segala sesuatu yang kita takutkan bisa diatasi. Asalkan kita mencoba dan berusaha sekeras mungkin.“Masih takut, Dik?” suara Kak Panggih yang berdiri persis di belakangku menggelitik telinga.Aku merasa bertambah deg-degan karena ia menjagaku dari belakang. Memposisikan tubuhnya berada dekat denganku dan menaruh kedua tangannya persis di sebelahku. Namun, kami tidak
Aku baru saja pulang kantor dan bergegas menuju apotek kimia farma yang berada di perempatan Jalan WR. Supratman menuju arah daerah Batubulan. Kemarin, aku menelepon Dokter tempat konseling setiap satu bulan sekali. Memang keluhan yang dirasakan olehku tidak banyak. Hanya merasa sedikit malas untuk makan. Padahal dulu aku sering sekali makan malam dan menyukai berbagai macam cemilan. Apalagi cemilan manis. Sekarang saja berat badanku kembali turun.Jam delapan malam, aku akhirnya sampai di parkiran motor. Membuka helm dan hoodie berwarna abu-abu yang cukup untuk membuatku merasa hangat. Dari tadi pagi hujan terus turun. Aku awalnya mengira kalau janji dengan dokter psikiaterku akan dibatalkan. Untunglah menjelang sore hujan sudah berhenti dan menyisakan seberkas warna-warni di langit yang dikenal dengan sebutan pelangi. Aku memandangi melalui balkon kantor sebelum akhirnya pergi karena Kak Panggih tiba-tiba ada di sebelahku. Sampai sekarang pun aku terus saja menghindar. Tidak be
Aku menghentikan laju motor di depan warung kecil, di dekat jembatan di Pasar Katrangan. Ada sebuah warung makan langganan tempatku membeli makan. Di sini menjual berbagai makanan. Seperti nasi kuning dan nasi campur. Tapi, favoritku adalah nasi kuning. Selain karena nasinya yang gurih. Aku menyukai lauk-lauknya. Ayam sisit, mi goreng, saur, dan juga tahu dengan bumbu balado. Aku tersenyum saat pedagang itu menyapaku. Seorang ibu berumur di awal empat puluhan yang mempunyai dua orang anak yang masih kecil. Hal ini kuketahui setelah beberapa kali menyapa anaknya yang ikut membantu di warung. Aku menyukai semangat mereka dalam membantu orangtua. Tapi, kedua anak itu sudah tidak ada di sini sekarang. Kurasa karena sudah jam sembilan malam. Dan, biasanya mereka akan bersekolah keesokan harinya.“Bu, pesan nasi kuning pedas dua ya,” ucapku menyebutkan pesanananku. Kemudian, mataku memandangi deretan jajanan lain. Selain menjual nasi di sini, terdapat banyak sekali cemilan maupun bua
Aku berpura-pura sibuk dengan banyaknya laporan di meja kerja. Anggreni tadi permisi pulang lebih dahulu untuk mengantarkan kakaknya ke rumah sakit. Sedangkan, atasanku Pak Johny juga sudah pulang. Jam pulang kantor adalah jam lima sore. Harusnya sekarang aku juga pulang karena hari sudah malam. Sudah pukul tujuh malam. Dulu, mungkin aku akan takut. Apalagi saat melihat di sekitar sudah gelap. Dari tangga menuju lantai tiga sampai jendela di depan pintu yang mengarah langsung ke jalan sebelah kantor.Untuk hari ini, ada baiknya aku tidak berkuliah. Apa pun yang dikatakan dosen pasti tidak dapat kupelajari dengan serius. Kemarin hari terberat untukku. Dwiyan mengatakan perpisahan, hingga kurasa membuat jarak kami semakin jauh. Tidak ada lagi kita. Hanya ada aku dan dia yang berbeda. Tanpa ada canda tawa seperti dulu. Aku kadang-kadang merindukan masa-masa itu. Bagaimana hidup kami dipenuhi oleh canda tawa dan mimpi-mimpi yang nantinya akan diwujudkan bersama. Sama seperti sebuah mim
Hujan mengguyur dengan derasnya pada sore hari. Aku sudah tidak bisa kembali ke rumah, karena sudah terlanjur basah kuyup. Tas selempang kutaruh di dalam jok motor. Namun, dalam posisi ponselku dimatikan. Aku tidak ingin suatu hal buruk terjadi jika sampai ponselku dalam posisi menyala kuletakkan di dalam. Kalau berbelok ke kanan dari lampu merah ini, sudah sampai ke tempat kerjaku. Karena hari sabtu aku selalu libur. Aku tidak akan pergi bekerja hari ini. Namun, berniat mengunjungi kekasihku. Kosnya berada tidak jauh dari kantor. Sudah dua bulan kami berpacaran. Semenjak terakhir kali aku menangis di hadapannya. Ibu dan bapakku belum tahu. Menurutku, jika masih baru-baru pacaran akan lebih sulit mendapatkan restu. Jadi, aku memilih diam sampai hubungan kami berjalan lebih lama. Tentu saja aku sudah berpamitan tadi pada orangtuaku sebelum berangkat. Alasannya berkunjung ke rumah teman.Tubuhku menggigil kedinginan. Aku mengusap mataku untuk menyingkirkan air hujan yang terus mene
Pagi hari senin, aku harus segera bergegas ke kantor karena sudah terlambat lima menit. Kurasa aku akan mendapat ceramah di pagi hari. Tidak biasanya aku terlambat kerja kecuali disebabkan insiden kemarin lusa. Semalaman aku tidak bisa memejamkan mata kecuali setelah pagi menjelang. Aku bahkan melewatkan sarapan. Sesampainya di kantor, aku mengabaikan semua teman yang menyapaku dan menaiki tangga secara terburu-buru. Sewaktu bertemu Kak Panggih, aku pun sengaja mengabaikan. Rasanya masih seperti mimpi. Aku bahkan belum benar-benar bisa membedakan kenyataan dan mimpi. Dan hal terpenting aku masih malu. Kemarin lusa, setelah insiden ciuman itu. Aku buru-buru pamit pulang. Kebetulan hujan juga sudah berhenti.Aku melangkahkan kaki perlahan ketika hendak memasuki ruangan. Seluruh pegawai sudah berada di meja masing-masing. Baik itu atasan langsungku Pak Denny yang memiliki kulit hitam terbakar sinar matahari. Dan juga Pak Johny duduk tepat berada di depan meja Dian –sebelumnya pimpin
Akhir-akhir ini karena sibuk dengan pekerjaan di kantor, aku bahkan lupa untuk mengabari sahabatku, Yanti. Untung saja ia mengerti dan memaklumi kesibukanku. Hari ini Yanti menyempatkan diri untuk datang ke rumahku. Karena hari minggu adalah hari liburku. Sedangkan Yanti sedikit santai karena tidak mempunyai tugas kuliah.Yanti merupakan keturunan Cina asli dari bapaknya. Meskipun ibunya berasal dari Klungkung, Bali. Itulah alasan Yanti memiliki mata sipit kecil yang dimiliki oleh orang-orang Cina. Warna kulitnya pun kuning langsat. Ketika berjalan-jalan denganku, banyak yang menyangka kalau kami saudara kembar. Karena wajah yang dikatakan mirip. Kalau menurut Yanti, karena sudah bersahabat sejak tujuh tahun lalu, membuat kami terlihat mirip. Jauh berbeda dengan teman-teman semasa SMP. Seringkali kami akan diledek karena kemana saja selalu berdua. Bisa dibilang sangat kompak. Di galeri fotoku dan Yanti tidak berbeda jauh. Banyak sekali foto pada waktu masih di bangku sekolah.Bi
Sore harinya setelah pulang kerja, aku dan Kak Panggih menghadiri pertunangan Yanti yang dirayakan hanya mengundang keluarga dan teman dekat. Sebelum berangkat ke sini aku sudah meminta ijin kepada Yanti untuk mengajak kekasihku. Karena sebelum mengenalkan kepada keluargaku, aku ingin supaya Yanti terlebih dahulu bertemu Kak Panggih. Supaya mereka bisa menjadi dekat. Kurasa momen ini adalah saat yang tepat.Aku datang tanpa memakai riasan wajah yang mencolok. Hanya memakai foundation cream yang tipis dan bedak tabur. Sentuhan akhir adalah lipstik berwarna merah muda. Untuk pakaian aku memakai dress sebatas lutut berwarna krem yang senada dengan heels. Sedangkan, Kak Panggih memakai kemeja berwarna biru langit dan celana jeans hitam. Rumah Yanti hanya dipenuhi oleh sanak keluarganya. Beberapa saudara dari ibunya yang mengenalku. Atau, teman SMP kami yang sama-sama telah beranjak dewasa. Ada raut wajah keheranan dari mereka. Mungkin enggan menanyakan perihal pria yang aku ajak kali i
Setelah bertemu dengan Yanti, aku pulang cukup malam. Aku baru saja memarkirkan sepeda motorku. Membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam rumah. Pada saat melewati dapur, kulihat Maha sedang makan. Kemudian, mendekatinya yang melambaikan tangan. “Kenapa Maha?” tanyaku saat berada di sampingnya. “Duduk dulu, Kak Citra..” pinta Maha. Kali ini ia berhenti makan, dan mengusap bibirnya dengan tisu. Untuk beberapa detik, ia pun memandang penuh tanya kepadaku. “Ada apa? Tumben wajahmu sampai serius begitu,” tanyaku lagi. Karena Maha sama sekali tidak menjawabku. Entahlah. Sepertinya ada yang membuat pandangan mata Maha terlihat begitu berbeda. Aku memahami pribadinya dengan baik. Kalau sudah seperti ini, pasti ada hal yang ingin dibicarakan. Dibandingkan kedua orangtuaku, Maha lebih memilihku untuk menceritakan segala permasalahan yang dimilikinya. Sama seperti dulu. “Maha ingin menanyakan pendapat Kak Citra..” ucapnya menggantung kalimatnya. Terlihat beberapa kali berpikir, “Kaya
Sudah enam hari berlalu sejak terakhir kali berbicara dengan Yanti melalui sambungan telepon, sahabatku menyampaikan berita membahagiakan. Kalau ia akan segera bertunangan dengan Rangga. Karena acara besok begitu penting baginya, tadi pagi ia buru-buru menghubungiku dan mengajak untuk bertemu saat pulang kerja. Takutnya akan sulit bertemu karena mempersiapkan segala hal yang diperlukan setelah pertunangan. Biasanya kedua keluarga akan membicarakan pernikahan yang diadakan dalam beberapa bulan ke depan.Untungnya hari ini aku bisa pulang pada jam kerja normal. Dalam satu minggu, aku bisa dua atau tiga kali lembur kerja. Karena mengerjakan beberapa laporan harian yang jumlahnya cukup banyak. Apalagi kalau pengisian mesin ATM di hari jumat. Orang-orang terbiasa mengambil uang di mesin ATM sebelum weekend. Kali ini kami bertemu di salah satu Mal terkenal di Denpasar Timur, Ramayana Mal. Barang-barang yang dijual di sini bisa dibilang tidak terlalu mahal. Baik itu makanan yang dijual pa
Hari-hari berlalu dengan cepat. Sama seperti hal yang telah kulewati. Bisa dibilang setiap hari aku bertemu dengan Kak Panggih dan membicarakan banyak hal. Mengenai pekerjaan di kantor, atau perihal hubungan kami. Kak Panggih menjelaskan kalau orangtuanya ingin berbicara denganku minggu depan. Tentu saja mendengar hal itu membuatku merasa bahagia sekaligus khawatir. Aku tidak tahu tanggapan orangtuanya mengenai diriku. Apakah akan menyukaiku atau tidak? Yang pasti Kak Panggih sudah berusaha untuk memperjuangkan hubungan kami. Tiba-tiba aku kembali teringat dengan Dwiyan. Sejak pertemuan terakhir, ia memblokir semua media sosial milikku. Begitu juga nomor ponselku. Sejujurnya aku merasa sedikit bersalah. Karena aku yang memutuskan secara sepihak sebelumnya. Namun, kalau dipikirkan lagi, Dwiyan sama sekali tidak mencoba untuk mempertahankan hubungan yang terjalin. Sehingga aku pun pada akhirnya menyerah. Walaupun hubungan yang kujalani dengan Kak Panggih belum diketahui oleh orangtu
Aku baru saja selesai mandi dan sedang berpakaian. Tindakan nekat tadi masih terbayang olehku. Untungnya saja Kak Panggih menyelesaikannya dengan cepat. Kalau tidak, mungkin akan diketahui oleh pegawai lainnya. Aku memegangi pipiku yang terasa panas. Baru kali ini aku melakukan hal yang bisa dibilang cukup berani. Jam sepuluh malam aku baru sampai di rumah, lalu bergegas mandi. Untung saja orangtuaku sudah tidur. Karena sejak awal kedatanganku, pintu kamar tertutup rapat. Kecuali kamar Maha yang setengah terbuka. Biasanya jam segini adikku masih disibukkan dengan tugas sekolahnya. Tadi aku sempat mendengar suaranya samar-samar. Namun, aku buru-buru memasuki kamarku untuk bergegas mandi. Aku terpaku memandang pantulan tubuhku pada cermin. Masih terbayang jelas pengalaman pertama yang kurasakan. Bagaimana Kak Panggih menyusuri tiap lekuk tubuhku. Memberikan sentuhan yang membuatku terlena dan terasa sedikit menyakitkan. Bahkan, jantungku berdebar kencang hanya dengan membayangkan ke
Karena menghabiskan waktu sampai satu jam lebih untuk beristirahat, aku pun terpaksa harus lembur kerja hari ini. Seperti biasa, aku baru saja selesai mengirimkan pesan kepada ibuku kalau akan pulang sedikit malam. Untung saja Kak Sugeng membantu sebagian pekerjaanku, sehingga aku hanya perlu menyelesaikan laporan harian dan bulanan. Hari ini atasanku tidak masuk kerja. Kalau tidak, aku pasti sudah mendapatkan masalah. Aku jadi merasa tidak enak. Mungkin lain kali aku harus menolak ajakan Kak Panggih ke kosnya dalam waktu dekat. Bekas percintaan tadi siang masih jelas terasa. Kewanitaanku terasa perih. Baru kali ini aku merasa benar-benar berdebar hanya dengan memikirkan hal yang telah terjadi. Di saat aku sedang sibuk menginput data pada komputer, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Lalu, aku pun menoleh dan mendapati Kak Panggih berdiri di hadapanku dengan senyuman lebar.“Kerjaan Kak Panggih sudah selesai?” tanyaku sambil tersenyum malu-malu. Mengingat kejadian t
Aku masih memejamkan mata dan meremas sprei gemas. Napasku masih memburu. Karena jilatan dan hisapan dari bibir Kak Panggih. Melihatku yang semakin melebarkan kedua kakiku, membuat Kak Panggih tersenyum genit.“Mmhh.. Geli Kak..” desahku pelan. Mencoba untuk mengontrol suaraku. Takutnya akan ada yang mendengar. “Tapi, enak kan?” tanya Kak Panggih terdengar menggodaku.“Iya..” jawabku malu-malu.“Sini, cobain yang lebih enak, Dik..”Kak Panggih pun bangkit berdiri. Kemudian, menarik tanganku untuk ikutan berdiri. Kali ini ia menanggalkan seluruh pakaian yang masih menempel di tubuhku. Setelah itu, Kak Panggih melepaskan kaos miliknya. Sehingga kami benar-benar telanjang bulat.Melihatku yang malu-malu, Kak Panggih justru merangkul pinggangku. Mendekatkan wajahnya dan kembali menciumi bibirku. Tangan kanannya pun meremas dadaku. Aku bisa merasakan kebanggaan miliknya yang tegang berulang kali menyentuh kewanitaanku yang basah. Aku membalas ciuman panas itu, bahkan karena terbaw
Siang ini, tidak biasanya Kak Panggih mengajakku untuk makan siang bersama. Awalnya aku berpikir kalau Kak Panggih akan mengajak makan di luar. Justru sebaliknya. Kami sekarang duduk berhadapan sambil menikmati nasi rendang. Tadi, sebelum ke kos Kak Panggih, kami mampir ke rumah makan padang dan memesan dua porsi nasi rendang.Selain sayur nangka yang gurih, rendangnya pun empuk dan sedikit pedas. Sedangkan untuk nasinya benar-benar pulen. Aku suka rasa unik dari sambal hijaunya. Terkesan cukup pedas dan gurih. Kombinasi yang benar-benar pas.Biasanya kalau sedang makan, Kak Panggih suka membicarakan banyak hal. Tumben hari ini tidak banyak bicara. Padahal tadi bilang ingin mengatakan sesuatu. Sekitar tiga puluh menit berlalu. Aku dan Kak Panggih pun telah menyelesaikan makan. Setelah itu merapikan sampahnya. Kak Panggih terlihat mengambil piring kotor, gelas, dan sendok yang tadi kami gunakan. Aku pun kembali duduk bersandar pada tembok. Sambil memperhatikan punggung bidang Kak
Hari rabu, jam delapan malam, setelah pulang kerja, aku pun seperti biasa harus kontrol ke Dokter Psikiater. Karena obatku hanya tinggal beberapa tablet untuk seminggu. Sudah lima belas menit aku menunggu di lantai tiga. Ada beberapa pasien dari ruangan dokter yang lain terlihat menunggu di bangku kayu sebelahku. Di hadapanku adalah ruang praktik Dokter Gigi. Dan, ruangan di pojok sebelah kanan di dekat tangga adalah praktik Dokter Spesialis Anak.Aku menumpukan kedua telapak tangan di pangkuanku. Tanpa sadar, aku tersenyum tipis. Akhir-akhir ini banyak hal-hal terjadi di luar dugaan. Salah satunya adalah kebahagiaan yang kurasakan karena suasana hangat di keluargaku.Selain itu hubunganku dengan Kak Panggih pun membaik. Meskipun aku belum mengenal orangtuanya. Mungkin kalau ada kesempatan, aku berniat untuk mengenal orangtua Kak Pak Panggih.Hanya saja, aku belum sempat menceritakan perihal penyakitku kepada kekasihku. Ada perasaan takut kalau Kak Panggih tidak dapat menerima kead