"Jono, bawain tas ku dong" kata Carine mencoba merayu Joshua.
Joshua hanya memalingkan mukanya.
"Eh...Joshua maksudnya" ralat Carine sambil tersenyum genit.
"Ayolah Joshuaku yang imut, bawain tas ku, dong"
"Kamu tidak kasihan apa melihat perempuan sepertiku harus membawa tas seberat"
Joshua tidak bisa untuk tak perduli dengan Carine, dia akhirnya berkata.
"Kalau minta tolong itu yang sopan ya, bilang 'Tolong' gitu"
"Oh iya maaf lupa, tolong mas Joshua yang ganteng dan imut, bawain tasku ya" kata Carine yang langsung mengalungkan tasnya ke leher Joshua.
"Ebuseeeet, Cariiiine !!!"
"Berat sekali barang bawaanmu" protes Joshua yang menahan berat yang berlebih karna menggendong tasnya sendiri dan menjinjing kompor, apalagi sekarang di tambah dengan tas bawaan Carine.
Idha menyikukan lengannya ke tubuh Dani.
"Kau lihat kelakuan Carine" kata Idha yang masih memperhatikan tingkah Carine.
"Kadang dia bersikap
Matahari sudah tergelincir ke barat ketika rombongan Dani menemukan tanah datar yang sedikit lapang tak jauh dari lokasi Curug Lawe."Teman-teman, berhubung sudah sore kita akan membuat perkemahan disini"Kata Wawan yang berada di barisan paling depan."Lokasi Curug Lawe sudah tidak jauh dari sini, karena medan yang terjal, mungkin butuh waktu sekitar satu jam lagi, jika kita memaksa untuk melanjutkan perjalanan, aku kuatir sampai disana keburu gelap, dan disana tidak ada tanah datar untuk bisa memderikan perkemahan.""Aku rasa disini satu-satunya tempat yang paling strategis untuk mendirikan perkemahan"Para peserta rombongan setuju dalam diam, mereka sudah kelelahan setelah hampir seharian berjalan mendaki dengan medan yang sangat sulit."Baiklah, sesuai rencana awal kita, masing kelompok berbagi tugas, sebagian mendirikan tenda, sebagian lagi mencari kayu bakar untuk membuat perapian, sisanya menyiapkan makan dan air panas" kata Dani memb
Tanpa menunggu mendapatkan persetujuan, Carine langsung duduk berhadapan dengan Dani."Kamu belum tidur, Nona manis ?" Tanya Idha kemudian.Carine meletakan cangkir kopi di tangannya dan menjawab "hawanya dingin sekali, aku lupa untuk membawa jaket""Aku rasa duduk dekat api unggun dan menyeduh kopi bisa sedikit menghangtkan tubuhku"Carine memang tak terbiasa dengan suasana di luar, dari wajahnya memang terlihat benar-benar kedinginan."Aku ingin membantumu, tapi aku hanya membawa satu jaket" kata Idha."Aku juga sama" sahut Ulfa.Carine melambaikan tangannya, "aku bisa mengatasinya""Bukankah saat briefing kemarin aku sudah mengingatkan, agar membawa baju hangat karna suhu di tempat ini sangatlah extrim" Kata Dani dengan nada lebih dingin, setidaknya itu yang dirasakan Carine dari intonasi nada yang diucapkan Dani.Carine hanya terdiam."Baiklah, sepertinya aku harus segera beristirahat, aku akan masuk ke tenda
Carine tidak mengacuhkan yang diucapkan Dhani seolah tidak ada yang terjadi.Sementara Dhani masih tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Carine sampai-sampai melakukan hal seperti itu."Aku cuma ingin menunjukan, bahwa aku tidak menaruh sesuatu dalam minuman itu" kata Carine kemudian."Maksudmu ?"Dhani masih belum mengerti."Siapa tau kau punya pikiran aku akan meracunimu"Dhani mulai bisa tersenyum, "aku tak pernah punya pikiran buruk terhadapmu"Melihat Dhani tersenyum, Carine pun ikut tersenyum dan berkata, "baguslah kalau kau seperti itu"Suasana hati keduanya pun mulai mencair."Kadang manusia hanya bisa menerka-nerka, mereka menyimpulkan hanya berdasar apa yang mereka rasakan" ucap Dhani.Mendengar kata-kata Dhani, Carine tidak bisa untuk bertanya."Kalau menurutmu, aku orangnya seperti apa?.""Kamu...?" Dani balik bertanya, dia sama sekali tidak menyangka jika Carine akan bertanya tentang
Acara pendakian di Curug Lawe berjalan dengan sukses, para peserta pulang dengan membawa kesan dan pengalaman masing-masing. Namun kesan terbesar yang seolah menjadi trending topik seantero kampus adalah kedekatan Carine dan Dhani.Sebagian mahasiswa yang mengagumi Carine merasa putus asa, sementara sebagian lainnya merasa iri terhadap Dhani."Cie...yang baru jadian" goda Idha yang tiba-tiba sudah berada di ruang tamu rumah kost Dhani, sementara Dhani yang sedang duduk santai sambil memperhatikan foto-foto saat Camping tak menyadari ke datangan Idha.Dhani menoleh ke arah datangnya suara Idha,"ngomong apaan sih" kata Dhani tak acuh sambil merapika foto-foto di tangannya.Idha berjalan mendekati Dhani yang duduk di sofa dan ikut duduk si sebelahnya."Oh...ini foto-foto camping kemarin ya"?"Coba aku lihat".Dhani memberikan foto-foto di tangannya kepada Idha, sejenak Idha mengamati foto-foto itu satu persatu."Ini foto w
Dhani dan Wawan mendatangi pos penjagaan yang terletak persisis di belakang pintu pagar gedung Polda Kota Semarang.Dua orang penjaga yang sedang piket segera menyapa meraka."Selamat sore, ada yang bisa saya bantu" kata salah seorang petugas dengan pertanyaan formal.Dani menjawab dengan sopan, "selamat sore, pak. Saya mau mengembalikan tenda yang kami pinjam dari sini"Petugas itu mengernyitkan keningnya,"Sebelumnya kalian berurusan dengan siapa ?""Saya kurang paham, hanya saja waktu itu Brigadir Yudha yang mengantarkan sendiri ke kampus kami""Ow...jadi kalian teman kuliah Nona Carine?" kata petugas yang berpangkat Bripda itu.Dhani mengangguk, "iya, pak"Petugas itu mengambil 2 kartu visitor dan memberikan ke pada Dhani."Pergilah ke gedung di sebelah sana" kata petugas itu sambil menunjuk ke arah gedung besar yang berada paling depan."Dibagian informasi katakan saja tujuanmu, jangan lupa pakai kartu
"Kamu tak pelu sungkan, seharusnya kami yang berterima kasih kepadamu telah memberikan pinjaman" kata Wawan. "Baiklah, karna urusan sudah beres,kami tak akan berlama-lama lagi di tempat ini" "Baiklah, hati-hati di jalan, sebentar lagi aku juga akan pulang" Setelah mengucapkan terima kasih kepada petugas informasi, Dhani dan Wawan segera keluar dan kembali ke pos jaga untuk mengambil KTP dan mengembalikan kartu visitor. Setelah itu mereka langsung pulang menuju rumah kost. Hari sudah mulai gelap ketika mereka tiba di rumah kost. Kondisi jalan yang padat membuat waktu mereka tersita selama di perjalanan. Wawan tidak langsung masuk ke dalam kamarnya, dia duduk terlentang di kursi ruang tengah. Sementara Dhani baru saja masuk setelah sebelumnya memakirkan motornya terlebih dahulu dan duduk di sebelah Wawan. Suasana rumah kost masih sepi karena sebagian penghuni pulang ke rumah masing-masing untuk menikmati libur semeter. "Apa yang
Dhani tersedak, dia tidak menyangka Wawan akan bertanya hubungannya dengan Carine."Kenapa tiba-tiba kau bertanya hubunganku dengan Carine?"Wawan bersenandung,"Kau hanya perlu menjawabnya"Dani berfikir sejenak,"Lepas dari masalah keluargamu, menurutmu Carine itu bagaimana?"Wawan memalingkan mukanya, "aku yang bertanya kepadamu terlebih dulu,kenapa harus aku yang menjawab pertanyaanmu?"Dhani tersenyum, "jadi sekarang aku sedang di introgasi nih?""Kira-kira seperti itu"jawab Wawan santai."Baiklah,karna kau sangat ingin tau, dan aku harus menjawabnya,sejujurnya aku dan Carine tidak ada hubungan apa-apa.Kamu sudah puas ?""Belum !!!" Jawab Wawan dengan cepat dan tegas."Aku ingin tau perasaanmu terhadapnya"Dhani kembali berpikir,"Aku boleh tak menjawab?""Tentu saja harus jawab"Dhani mengeluarkan sebatang rokok kemudian membakarnya.Dia mengh
Dhani memasuki sebuah cafe sesuai petunjuk Yudha, matanya berkeliling mencari sosok Yudha,karena masih sore, cafe belum terlalu rame sehingga tak beberapa lama, Dhani berhasil melihat Yudha yang duduk sendiri di meja pojok ruangan.Dhani langsung menghampiri Yudha dan mengambil kursi berhadapan dengan Yudha."Duduklah !" Kata Yudha yang melihat kedatangan Dhani."Kamu mau minum apa?""Kau bisa memesankan aku espresso" kata Dhani tanpa sungkan""Ternyata kau menyukai yang pahit-pahit" gurau Yudha yang terdengar tak lucu di telinga Dhani."Bukankah hidup memang tak selalu manis, kan?" Kata Dhani santai.Yudha lalu melambaikan tangannya memanggil seorang waiter."Mau pesan apa, pak?" Tanya waiter ketika tiba di meja mereka."Espresso 2" jawab Yudha."Oh..ya, kau mau makan apa, Dhan?""Aku tak akan lama, aku rasa kopi saja sudah cukup" ucap Dhani."Ada lagi, pak" tanya waiter lagi."Sementara itu,
Selang tak berapa lama, sebuah mobil box yang dikendarai Mat Codet kembali masuk ke halaman mini market.“Dhani!” teriak Mat Codet dari atas mobil box yang di kemudikannya. Dhani memasukan kembali ponselnya dan bergegas naik ke atas mobil box dan duduk di sebelah Mat Codet.“Gimana, gimana?” tanya Mat Codet sambil mengemudikan kembali mobilnya menjauh dari mini market itu.“Gimana apanya?” tanya Dhani yang tidak tahu maksud pertanyaan Mat Codet. Separoh pikirannya masih tertuju pada sosok Carine yang masih tertinggal dalam benaknya.“Masih pura-pura saja kau ini, kau pikir aku tak lihat kau pelukan sama si .... ” Mat Codet tak meneruskan ucapannya. Ia berusaha mengingat-ingat sebuah nama yang lupa ia menyebutnya.“Siapa itu namanya, lupa abang.” Tangan Mat Codet memukul kemudi. Ia terlihat geram dengan ingatannya yang minim.“Carine, maksud abang?”“Iya, itu
Carine hanya memejamkan matanya ketika Dhani kembali membalurkan tisu yang sudah dibasahi cairan rivanol.“Gimana?” tanya Dhani, “enak, kan? Enggak sakit?”Carine hanya tersenyum sambil mambuka matanya. “Iya, adem,” ucap Carine tersipu.“Ademlah, kan aku yang melakukan,” gumam Dhani nyaris tak terdengar oleh Carine.“Apa ...? apa ...?“ tanya Carine penasaran, namun Carine sebenarnya mendengar apa yang dikatakan Dhani.“Enggak,” elak Dhani, namun siku Carine sudah mendarat lembut di tubuhnya.“Labay,” ucap Carine diselingi senyuman.Mendapat reaksi Carine, Dhani menghindar dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Carine seraya berkata, “Oh ... jadi enggak enak nih?” ucap Dhani yang juga tersenyum, “kalau begitu biar Ulfa saja yang mengobati lukamu,” ucap Dhani kemudian sambil berpura-pura akan menaruh tisu di tangannya di atas meja.
Galih, nama penjual kopi keliling yang sempat kepergok Wiryo mengayuh sepedanya dengan cepat di jalanan sepanjang komplek pergudangan yang gelap. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, Galih mengendap ke bangunan ruko kecil yang hanya di sinari lampu 5 watt di depannya. Galih mengetek perlahan rolling door yang tekunci dari dalam.“Kopi item, kopi item,” ucap Galih setengah berbisik“Bisa dibungkus?” tanya seseorang dari dalam.“Satu boleh,” ujar Galih lagi. Lalu pintu kecil di sisi rolling door pun terbuka, ternyata teriakan ‘kopi item’ Galih adalah sandi yang di ucapkan untuk berkomunikai dengan orang yang berada di dalam untuk memastikan bahwa mereka adalah rekan. Galih masuk ke dalam ruko bersama sepeda goes dagangannya, sementara di dalam seseorang telah menunggu. “Tebakanmu memang benar, Yudha,” kata Galih kepada orang itu yang tak lain adalah Yudha. Galih mengambil kursi dan duduk di sebelah Yudha. “Sepertinya mereka a
“Apa yang kau lakukan, Carine? Bangunlah!”Carine membuka matanya dengan perlahan sambil mengangkat wajahnya. “Dhani?” Carine kembali bergumam. Matanya hampir tak percaya melihat lelaki yang berdiri di depannya. Sekonyong-konyong Carine langsung bangkit dan memeluk Dhani.“Dhani ... jangan tinggalkan aku! Kau boleh membenciku, kau boleh memakiku, tapi jangan pernah kau pergi dariku!”Tangis Carine pecah dalam pelukan Dhani, dia menumpahkan semua perasaannya ke dalam dekapan seakan tak ingin terpisahkan lagi oleh Dhani.Dhani mengangkat kepala Carine dari pelukannya, ditatapnya wajah Carine lekat-lekat, sementara Carine tak berani membalas tatapan Dhani.“Apa yang kau tangisi, Carine?”Carine tak mampu menjawab, dia kembali meneggelamkan kepalanya dalam pelukan Dhani, Dhani hanya membiarkan dan menunggu tangis Carine mereda.“Jangan tinggalkan aku, Dhani,” ucap Carine mengulan
Setelah beberapa saat tidak ada yang bicara, sambil membereskan berkas-berkas dan memasukan kembali ke dalam tasnya, Dhani berkata, “Pengiriman hari ini sudah selesai semua, dan untuk kiriman kopra abang, kalau nggak besok pagi, mungkin besok sore sudah tiba.”“Bagus lah, kalau begitu abang tinggal pulang dulu. Udah bau bangkai ini abang punya ketiak,” ucap Matt Codet sambil mendekatkan hidungnya ke dalam ketiaknya sendiri.“Kapan kau mampir ke rumah Abang?”“Nanti lah, Bang, pasti nanti aku mampir, tapi tidak bisa sekarang. Aku masih harus input semua pengiriman hari ini.”“Terserah kau saja lah, tapi ingat, kalau ada apa-apa cepat kau hubungi abang,” ucap Mat Codet yang sudah berdiri dan bersiap pergi.”“Kalau begitu abang pulang dulu, jangan lupa jaga baek-baek gadis-gadis cantik kau.”Mat Codet pun pergi meninggal mereka. Suasana kembali hening.“A
Dhani seperti menafikan keberadaan Carine, bahkan ketika Mat Codet menghampiri Carine dan Ulfa, dirinya menyibukan diri dengan lembaran kertas faktur yang diambil dari dalam tasnya.“Kalian tidak apa-apa?” tanya Mat Codet ke arah Ulfa dan Carine.Ulfa yang masih syok karena ketakutan hanya mengangguk, sementara Carine seperti tak mendengar ucapan Mat Codet, matanya masih menatap kosong ke arah Dhani.Ulfa yang menyadari tatapan kosong Carine, menarik-narik baju Carine untuk menyadarkannya.“Eh ... Iya Om, kenapa?” ucap Carine tergagap.Matt Codet hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,“Mantap kali kau, Dhani! Bisa bikin perempuan cantik ini terpana,” seloroh Mat Codet dengan logat khasnya.Dhani hanya tersenyum kecil sambil berjalan menuju ke dalam mini market.“Aku selesaikan dulu dokumen pengirimannya, Bang! Abang mau minum apa?” ucap Dhani yang sudah berada di ambang pintu
Pernah kita lalui semua, jerit tangis, canda tawa Kini hanya untaian kata, hanya itulah yang aku punya Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku Mimpilah dalam tidurmu bersama bintang -Drive, “Bersama bintang” Matahari hampir tenggelam ketika Carine dan Ulfa keluar dari taman Maerakaca, “Setelah dari sini, kau mau kemana, Fa?” “Tentu saja pulang, lah” “Bagaimana kalau menginap di rumahku,” ucap Carine mengusulkan. Ulfa berpikir sejenak, “Ayolah, sekali-kali kau menginap di rumahku, kita bisa bercerita sepanjang malam,” bujuk Carine. “Lagi pula, aku rasa kita akan kesulitan mendapatkan taksi dari tempat ini, aku akan menghubungi Pak Min untuk menjemput kita di sini.” “Baik lah,” ucap Ulfa akhirnya setuju. Carine mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, sesasat kemudian dia melakukan panggilan kepada pak Min, Sopir
“Kamu udah sering kesini, Dha?” tanya Carine ketika mereka sudah turun dari taksi dan berjalan menuju pintu masuk. “Enggak juga,” ucap Ulfa seraya menunjukan kartu langganan kepada petugas tiket masuk. Keduanya kembali berjalan ke arah wahana. “Tapi ada satu tempat yang paling sering aku kunjungi,” ucap Ulfa melanjutkan. Carine memperhatikan ucapan Ulfa dengan seksama, “Apa itu, Dha?” “Hutan Mangrove, tempatnya asri banget, setelah seharian kita disuguhkan hiruk pikuk kota Semarang, belum lagi cuaca yang begitu panas mirip di dalem Oven, hutan Mangrove ini cocok banget, Carine!” “Sekarang aku akan membawamu ke sana.” “Oh ya... untuk sampai ke hutan Mangrove, ada dua pilihan untuk menuju kesana, kita bisa berjalan kaki diatas jembatan kayu yang membentang di atas danau” “Danau?” tanya Carine yang merasa heran. Melihat sikap Carine yang benar-benar seperti orang bodoh, Ulfa berkata, “Wah... ternyat
Carine berjalan dengan gontai meninggalkan kampus, lalu dia duduk termenung sendiri di halte menunggu taksi online yang dari tadi susah di dapatkan melalui aplikasi pemesanan.“Apakah kau sedang kurang sehat, Carine?” tanya Ulfa yang tanpa di sadari Carine sudah berdiri di hadapannya.Carine menatap ke arah Ulfa,“Enggak, Cuma dari tadi kesel aja, pesen taksi online belum dapat-dapat” jawab Carine.Ulfa tersenyum lalu duduk di sebelah Carine.“Ini masih siang, kenapa kau buru-buru pulang?”“Aku tidak ada kegiatan, jadi aku rasa aku akan pulang lebih cepat”“ow ...” ucap Ulfa singkat,“Kenapa?” tanya Carine yang melihat reaksi Ulfa.Ulfa menghela nafas,“Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan ke taman Maerakaca, di sana asik tempatnya”“Oh ya?” tanya Carine bersemangat“Seperti apa tempatnya?&rdq