"Kamu tak pelu sungkan, seharusnya kami yang berterima kasih kepadamu telah memberikan pinjaman" kata Wawan.
"Baiklah, karna urusan sudah beres,kami tak akan berlama-lama lagi di tempat ini"
"Baiklah, hati-hati di jalan, sebentar lagi aku juga akan pulang"
Setelah mengucapkan terima kasih kepada petugas informasi, Dhani dan Wawan segera keluar dan kembali ke pos jaga untuk mengambil KTP dan mengembalikan kartu visitor. Setelah itu mereka langsung pulang menuju rumah kost.
Hari sudah mulai gelap ketika mereka tiba di rumah kost. Kondisi jalan yang padat membuat waktu mereka tersita selama di perjalanan.
Wawan tidak langsung masuk ke dalam kamarnya, dia duduk terlentang di kursi ruang tengah.
Sementara Dhani baru saja masuk setelah sebelumnya memakirkan motornya terlebih dahulu dan duduk di sebelah Wawan. Suasana rumah kost masih sepi karena sebagian penghuni pulang ke rumah masing-masing untuk menikmati libur semeter.
"Apa yang
Dhani tersedak, dia tidak menyangka Wawan akan bertanya hubungannya dengan Carine."Kenapa tiba-tiba kau bertanya hubunganku dengan Carine?"Wawan bersenandung,"Kau hanya perlu menjawabnya"Dani berfikir sejenak,"Lepas dari masalah keluargamu, menurutmu Carine itu bagaimana?"Wawan memalingkan mukanya, "aku yang bertanya kepadamu terlebih dulu,kenapa harus aku yang menjawab pertanyaanmu?"Dhani tersenyum, "jadi sekarang aku sedang di introgasi nih?""Kira-kira seperti itu"jawab Wawan santai."Baiklah,karna kau sangat ingin tau, dan aku harus menjawabnya,sejujurnya aku dan Carine tidak ada hubungan apa-apa.Kamu sudah puas ?""Belum !!!" Jawab Wawan dengan cepat dan tegas."Aku ingin tau perasaanmu terhadapnya"Dhani kembali berpikir,"Aku boleh tak menjawab?""Tentu saja harus jawab"Dhani mengeluarkan sebatang rokok kemudian membakarnya.Dia mengh
Dhani memasuki sebuah cafe sesuai petunjuk Yudha, matanya berkeliling mencari sosok Yudha,karena masih sore, cafe belum terlalu rame sehingga tak beberapa lama, Dhani berhasil melihat Yudha yang duduk sendiri di meja pojok ruangan.Dhani langsung menghampiri Yudha dan mengambil kursi berhadapan dengan Yudha."Duduklah !" Kata Yudha yang melihat kedatangan Dhani."Kamu mau minum apa?""Kau bisa memesankan aku espresso" kata Dhani tanpa sungkan""Ternyata kau menyukai yang pahit-pahit" gurau Yudha yang terdengar tak lucu di telinga Dhani."Bukankah hidup memang tak selalu manis, kan?" Kata Dhani santai.Yudha lalu melambaikan tangannya memanggil seorang waiter."Mau pesan apa, pak?" Tanya waiter ketika tiba di meja mereka."Espresso 2" jawab Yudha."Oh..ya, kau mau makan apa, Dhan?""Aku tak akan lama, aku rasa kopi saja sudah cukup" ucap Dhani."Ada lagi, pak" tanya waiter lagi."Sementara itu,
"tentu saja" jawab Yudha santai."Tapi tidak sepenuhnya".Dhani menangkap maksud lain dari ucapan Yudha. Meskipun mereka mulai akrab, sepertinya Dhani harus berhati-hati menghadapi Yudha."Apakah kau mencintai Carine?" Kata Yudha mengulang pertanyaannya.Dhani menaruh rokok yang dihisapnya ke dalam asbak, sambil mematikan apinya."Carine itu orangnya pintar dan menarik, lelaki mana yang tak menyukainya?" Jawab Dhani berdiplomasi.Mendengar jawaban Dhani, Yudha sama sekali tidak terkejut, "Sepertinya kita akan bersaing untuk mendapatkan hatinya" .Dhani tertawa, "tentu saja aku tak berani bersaing demganmu, mana mungkin aku bisa mengalahkanmu, aku tak punya kemampuan jika harus bertarung denganmu"Yudha ikut tertawa, "kenapa tidak mungkin?"Dhani tak menanggapi pertanyaan Yudha, dia kembali mengangkat cangkirnya dan sedikit meminumnya.Setelah meletakkan kembali cangkirnya dia lalu berkata."Aku rasa sudah s
Sepeninggal Dhani, Yudha masih duduk dengan muka sedikit kusut di sudut kafe.Otaknya masih mencerna kata demi kata yang di ucapkan Dhani,"Jika aku mati, siapa yang akan peduli ?"Kalimat itu yang selalu terngiang di fikirannya.Yudha tersadar ketika merasakan getaran di kantong celananya, ponselnya berbunyi. Dia lalu mengambil ponsel dan melihat ke layar."Carine ?" Tanya dia dalam hati."Tumben dia malam-malam menelponku"Yudha lalu menekan tombol jawab dan menempelkan ponsel di telinganya."Lama sekali angkat telpinnya, apakah kau sedang sibuk?" Terdengar suara Carine dari sebrang."Enggak, aku hanya sedang makan di luar" jawab Yudha."Bagaimana kondisimu, Carine ? Apakah kau baik-baik saja" kata Yudha balik bertanya."Aku hanya seikit lelah, setelah istirahat seharian, besok aku juga sudah bisa masuk kuliah""Sukurlah kalau begitu" kata Yudha lega."Oh ya, Yudha. Apakah Dhani sudah
Matahari belum terlalu terik ketika Dhani memasuki kampusnya, namun kerumunan mahasiswa begitu riuh di depan papan pengumunan kampus."Ada apa, Dha?" Tanya Dhani kepada Idha yang berdiri agak jauh dari kerumunan mahasiswa."Nggak ada apa-apa, mereka cuma lagi heboh liat foto-foto acara kita kemarin" jawab Idha merasa puas."Ow..." Reaksi Dhani dengan memonyongkan bibirnya."Kok cuma, ow...?" Protes Idha"Bilang terimakasih gitu, kalau bukan aku yang pajang foto-foto itu, mana bisa seheboh ini""Oh ya, terimakasih, Idha" ledek Dhani sambil bersiap meninggalkan tempat itu."Kamu tidak ingin lihat foto-foto itu apa?" Kata Idha berusaha mencegah Dhani."Aku kan sudah lihat, yang memberi tugas memajang foto-foto itu juga aku. Foto-foto itu juga dari aku, jadi sudah pasti aku sudah lihat semua foto-foto itu, trus mau apa lagi ?"Mendengar ucapan Dhani, Idha tak bisa menahan senyum dan berkata,"Jangan salah, ada foto ed
"bagiku, kau hanyalah SAMPAH !!!"Kata terakhir Carine membuat Dhani tak sedikitpun bergeming.Semua mata masih tertuju kepada mereka, tak ada satupun yang bersuara, seakan menunggu penjelasan dari Dhani.Dhani menarik nafas,"Aku sama sekali tak perduli apapun perasaanmu padaku, dan satu hal yang harus kau ingat, aku tak penah melakukan apa yang kau katakan" kata Dhani datar."Kau masih mengelak? Aku sudah melihat banyak bukti yang menunjukan kau adalah pelakunya""Bukti apa?" Tanya Dhani ketus"Semalam aku memang bertemu Yudha, tapi aku meninggalkannya dalam keadaan baik-baik saja""Kau tak perlu menjelaskan padaku, sebentar lagi polisi pasti akan menangkapmu"."Aku bersumpah, kau harus membayar semua perbuatanku dan aku pastikan kau tak kan bisa menghindarinya"Ucap Carine dengan penuh kebencian.Dhani mencoba meredakan emosinya, bukan masalah tuduhan Carine, bukan pula masalah foto-foto yang dirobek Car
Dhani mengendarai sepeda motor milik Wawan menjauh dari kampus.Satu-satunya tempat yang terlintas dalam fikirannya saat itu adalah Ibu Siti, pemilik rumah kost yang sebelumnya di tempati Novi.Dhani langsung masuk ke dalam ketika Bu Siti membukakan pintu rumahnya. Dia duduk bersandar dengan menengadahkan mukanya,sementara kedua matanya tertutup rapat."Ada apa, Dhani ?, Sepertinya kau sedang ada masalah besar" tanya bu Siti.Setelah membetulkan posisi duduknya, Dhani menceritakan dengan rinci semua kejadian yang baru saja dialaminya"Bu Siti menarik nafas,"Tak perlu melawan, tapi bukan berarti kau harus lari, kau harus menghadapinya, Dhani.""Tapi posisi saya sekarang sangat tidak menguntungkan, Saya satu-satunya tersangka dalam kasus ini.""Apakah sudah ada bukti?"Dhani menggeleng,"Mungkin satu-satunya petunjuk mereka adalah rekaman CCTV, dan aku adalah orang terakhir yang bersamanya""Kondisi Yudha sa
Pada saat yang bersamaan, pintu ruang IGD terbuka dari dalam, lalu seorang dokter keluar diikuti dua orang perawat yan berjalan di belakangnya. Carine mengurungkan niatnya untuk menguhungi papanya, dia segera berlari menghampiri dokter yang baru keluar. "Bagaimana kondisi teman saya, Dok ?" Tanya Carine dengan tergesa-gesa. "Anda kerabatnya?" Tanya dokter itu. Carine hanya mengangguk. "Dia sudah melewati masa kritisnya, namun untuk saat ini dia belum sadar, mungkin perlu beberapa waktu sebelum dia siuman". Carine bisa bernafas lega mendengar keterangan dari dokter. "Apakah aku sudah bisa melihatnya dokter?" Kata Carine agresif. "Tentu saja, namun hanya dibatasi satu orang, tapi sebaiknya kau jangan mengganggunya dulu, biarkan dia beristirahat sampai benar-benar stabil. Sementara menunggu, kau bisa mengurus untuk memindahkannya ke ruang inap" "Aku mengerti" kata Carine dengan sedikit kekecewaan, namun bagaimanpun
Selang tak berapa lama, sebuah mobil box yang dikendarai Mat Codet kembali masuk ke halaman mini market.“Dhani!” teriak Mat Codet dari atas mobil box yang di kemudikannya. Dhani memasukan kembali ponselnya dan bergegas naik ke atas mobil box dan duduk di sebelah Mat Codet.“Gimana, gimana?” tanya Mat Codet sambil mengemudikan kembali mobilnya menjauh dari mini market itu.“Gimana apanya?” tanya Dhani yang tidak tahu maksud pertanyaan Mat Codet. Separoh pikirannya masih tertuju pada sosok Carine yang masih tertinggal dalam benaknya.“Masih pura-pura saja kau ini, kau pikir aku tak lihat kau pelukan sama si .... ” Mat Codet tak meneruskan ucapannya. Ia berusaha mengingat-ingat sebuah nama yang lupa ia menyebutnya.“Siapa itu namanya, lupa abang.” Tangan Mat Codet memukul kemudi. Ia terlihat geram dengan ingatannya yang minim.“Carine, maksud abang?”“Iya, itu
Carine hanya memejamkan matanya ketika Dhani kembali membalurkan tisu yang sudah dibasahi cairan rivanol.“Gimana?” tanya Dhani, “enak, kan? Enggak sakit?”Carine hanya tersenyum sambil mambuka matanya. “Iya, adem,” ucap Carine tersipu.“Ademlah, kan aku yang melakukan,” gumam Dhani nyaris tak terdengar oleh Carine.“Apa ...? apa ...?“ tanya Carine penasaran, namun Carine sebenarnya mendengar apa yang dikatakan Dhani.“Enggak,” elak Dhani, namun siku Carine sudah mendarat lembut di tubuhnya.“Labay,” ucap Carine diselingi senyuman.Mendapat reaksi Carine, Dhani menghindar dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Carine seraya berkata, “Oh ... jadi enggak enak nih?” ucap Dhani yang juga tersenyum, “kalau begitu biar Ulfa saja yang mengobati lukamu,” ucap Dhani kemudian sambil berpura-pura akan menaruh tisu di tangannya di atas meja.
Galih, nama penjual kopi keliling yang sempat kepergok Wiryo mengayuh sepedanya dengan cepat di jalanan sepanjang komplek pergudangan yang gelap. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, Galih mengendap ke bangunan ruko kecil yang hanya di sinari lampu 5 watt di depannya. Galih mengetek perlahan rolling door yang tekunci dari dalam.“Kopi item, kopi item,” ucap Galih setengah berbisik“Bisa dibungkus?” tanya seseorang dari dalam.“Satu boleh,” ujar Galih lagi. Lalu pintu kecil di sisi rolling door pun terbuka, ternyata teriakan ‘kopi item’ Galih adalah sandi yang di ucapkan untuk berkomunikai dengan orang yang berada di dalam untuk memastikan bahwa mereka adalah rekan. Galih masuk ke dalam ruko bersama sepeda goes dagangannya, sementara di dalam seseorang telah menunggu. “Tebakanmu memang benar, Yudha,” kata Galih kepada orang itu yang tak lain adalah Yudha. Galih mengambil kursi dan duduk di sebelah Yudha. “Sepertinya mereka a
“Apa yang kau lakukan, Carine? Bangunlah!”Carine membuka matanya dengan perlahan sambil mengangkat wajahnya. “Dhani?” Carine kembali bergumam. Matanya hampir tak percaya melihat lelaki yang berdiri di depannya. Sekonyong-konyong Carine langsung bangkit dan memeluk Dhani.“Dhani ... jangan tinggalkan aku! Kau boleh membenciku, kau boleh memakiku, tapi jangan pernah kau pergi dariku!”Tangis Carine pecah dalam pelukan Dhani, dia menumpahkan semua perasaannya ke dalam dekapan seakan tak ingin terpisahkan lagi oleh Dhani.Dhani mengangkat kepala Carine dari pelukannya, ditatapnya wajah Carine lekat-lekat, sementara Carine tak berani membalas tatapan Dhani.“Apa yang kau tangisi, Carine?”Carine tak mampu menjawab, dia kembali meneggelamkan kepalanya dalam pelukan Dhani, Dhani hanya membiarkan dan menunggu tangis Carine mereda.“Jangan tinggalkan aku, Dhani,” ucap Carine mengulan
Setelah beberapa saat tidak ada yang bicara, sambil membereskan berkas-berkas dan memasukan kembali ke dalam tasnya, Dhani berkata, “Pengiriman hari ini sudah selesai semua, dan untuk kiriman kopra abang, kalau nggak besok pagi, mungkin besok sore sudah tiba.”“Bagus lah, kalau begitu abang tinggal pulang dulu. Udah bau bangkai ini abang punya ketiak,” ucap Matt Codet sambil mendekatkan hidungnya ke dalam ketiaknya sendiri.“Kapan kau mampir ke rumah Abang?”“Nanti lah, Bang, pasti nanti aku mampir, tapi tidak bisa sekarang. Aku masih harus input semua pengiriman hari ini.”“Terserah kau saja lah, tapi ingat, kalau ada apa-apa cepat kau hubungi abang,” ucap Mat Codet yang sudah berdiri dan bersiap pergi.”“Kalau begitu abang pulang dulu, jangan lupa jaga baek-baek gadis-gadis cantik kau.”Mat Codet pun pergi meninggal mereka. Suasana kembali hening.“A
Dhani seperti menafikan keberadaan Carine, bahkan ketika Mat Codet menghampiri Carine dan Ulfa, dirinya menyibukan diri dengan lembaran kertas faktur yang diambil dari dalam tasnya.“Kalian tidak apa-apa?” tanya Mat Codet ke arah Ulfa dan Carine.Ulfa yang masih syok karena ketakutan hanya mengangguk, sementara Carine seperti tak mendengar ucapan Mat Codet, matanya masih menatap kosong ke arah Dhani.Ulfa yang menyadari tatapan kosong Carine, menarik-narik baju Carine untuk menyadarkannya.“Eh ... Iya Om, kenapa?” ucap Carine tergagap.Matt Codet hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,“Mantap kali kau, Dhani! Bisa bikin perempuan cantik ini terpana,” seloroh Mat Codet dengan logat khasnya.Dhani hanya tersenyum kecil sambil berjalan menuju ke dalam mini market.“Aku selesaikan dulu dokumen pengirimannya, Bang! Abang mau minum apa?” ucap Dhani yang sudah berada di ambang pintu
Pernah kita lalui semua, jerit tangis, canda tawa Kini hanya untaian kata, hanya itulah yang aku punya Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku Mimpilah dalam tidurmu bersama bintang -Drive, “Bersama bintang” Matahari hampir tenggelam ketika Carine dan Ulfa keluar dari taman Maerakaca, “Setelah dari sini, kau mau kemana, Fa?” “Tentu saja pulang, lah” “Bagaimana kalau menginap di rumahku,” ucap Carine mengusulkan. Ulfa berpikir sejenak, “Ayolah, sekali-kali kau menginap di rumahku, kita bisa bercerita sepanjang malam,” bujuk Carine. “Lagi pula, aku rasa kita akan kesulitan mendapatkan taksi dari tempat ini, aku akan menghubungi Pak Min untuk menjemput kita di sini.” “Baik lah,” ucap Ulfa akhirnya setuju. Carine mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, sesasat kemudian dia melakukan panggilan kepada pak Min, Sopir
“Kamu udah sering kesini, Dha?” tanya Carine ketika mereka sudah turun dari taksi dan berjalan menuju pintu masuk. “Enggak juga,” ucap Ulfa seraya menunjukan kartu langganan kepada petugas tiket masuk. Keduanya kembali berjalan ke arah wahana. “Tapi ada satu tempat yang paling sering aku kunjungi,” ucap Ulfa melanjutkan. Carine memperhatikan ucapan Ulfa dengan seksama, “Apa itu, Dha?” “Hutan Mangrove, tempatnya asri banget, setelah seharian kita disuguhkan hiruk pikuk kota Semarang, belum lagi cuaca yang begitu panas mirip di dalem Oven, hutan Mangrove ini cocok banget, Carine!” “Sekarang aku akan membawamu ke sana.” “Oh ya... untuk sampai ke hutan Mangrove, ada dua pilihan untuk menuju kesana, kita bisa berjalan kaki diatas jembatan kayu yang membentang di atas danau” “Danau?” tanya Carine yang merasa heran. Melihat sikap Carine yang benar-benar seperti orang bodoh, Ulfa berkata, “Wah... ternyat
Carine berjalan dengan gontai meninggalkan kampus, lalu dia duduk termenung sendiri di halte menunggu taksi online yang dari tadi susah di dapatkan melalui aplikasi pemesanan.“Apakah kau sedang kurang sehat, Carine?” tanya Ulfa yang tanpa di sadari Carine sudah berdiri di hadapannya.Carine menatap ke arah Ulfa,“Enggak, Cuma dari tadi kesel aja, pesen taksi online belum dapat-dapat” jawab Carine.Ulfa tersenyum lalu duduk di sebelah Carine.“Ini masih siang, kenapa kau buru-buru pulang?”“Aku tidak ada kegiatan, jadi aku rasa aku akan pulang lebih cepat”“ow ...” ucap Ulfa singkat,“Kenapa?” tanya Carine yang melihat reaksi Ulfa.Ulfa menghela nafas,“Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan ke taman Maerakaca, di sana asik tempatnya”“Oh ya?” tanya Carine bersemangat“Seperti apa tempatnya?&rdq