Dani terkejut mendengar pertanyaan Carine, dia merasa salah tingkah ketika matanya bertemu langsung dengan tatapan mata Carine.
"Sial, pasti mulut bocor Wawan yang memceritakan masalah pribadinya kepada Carine " umpat Dani dalam hati.
"Tebakanku tidak salah,kan" lanjut Carine.
Dani hanya menggeleng tanpa gairah, "bukan sesuatu yang bagus untuk di bahas,lagi pula darimana kau tau tentang Novi ? Apakah Wawan yang mengatakan padamu ?"
Carine tersenyum
"Aku tak perlu memberitahu dari mana aku tahu, karna kau sudah jawabannya."
"Tapi benar, kan. fikiranmu sedang kalut karna masalah Novi ?"
Dani menarik nafas dengan berat, "kau ini terlalu ingin tau urusanku" Dani berusaha tak ingin membahas masalah pribadinya, namun faktanya dia berkata,
"Dia pindah Universitas yang berada jauh dari kota ini, mungkin aku akan sulit menemuinya, tapi justru itu bukan menjadi masalah bagiku, setidaknya dia tinggal bersama keluarga yang akan menjaganya"
Selama menunggu pesanan makanan diantarkan hingga selesai makan, hampir tak ada kata yang mereka bicarakan. Mereka masih sama-sama canggung untuk memulai percakapan.Sambil mengelap tangannya, Dani lalu berkata, "setelah ini kau mau langsung pulang atau mau kemana ?"Carine melihat ke arah jam yang ada ditangannya, " sekarang baru jam 3, aku rasa aku masih punya waktu beberapa jam untuk menikmati tempat ini""Kau tidak ada acara lain,kan "tanya Carine kemudian.Dani menggelengPada dasarnya resto tempat mereka makan adalah obyek wisata yang biasa dipakai para pengunjung untuk menikmati langit senja dari bukit Ungaran ini. Jadi tak heran jika banyak pengunjung yang betah berlama-lama hanya untuk menikmati keindahan alam di lokasi tersebut."Oh ya,kenapa kamu tidak merokok, biasanya laki-laki kalau habis makan pasti melakukan ritual merokok" tanya Carine kemudian"Aku sedang tidak ingin ribut denganmu" jawab Dani dengan santai.C
Carine menarik nafas dalam, "mungkin ini terdengar konyol, meskipun aku pacaran dengan Yudha,namun sejujurnya aku tak punya perasaan yang istimewa terhadapnya."Dani mendengarkan dengan rasa heran"Sebenarnya aku menganggap yudha hanya sebagai sahabat, saat dia menyatakan cintanya,aku tak pernah menjawab iya,namun tak pernah juga menjawab tidak.""tapi Yudha tak pernah menyerah, ditambah Papaku yang sebagai atasannya memberi dukungan penuh terhadapnya, dan selalu memberi tugas menjagaku kepadanya"Carine kembali menarik nafas"Aku bisa berbuat apa, selama dia patuh dan tidak merugikanku, apa salahnya. Selain itu aku bisa memanfaatkannya untuk melindungiku jika ada laki-laki iseng yang mengejarku""Aku jahat ya ?" Tanya Carine penuh penyesalan."Sangat jahat" jawab Dani tanpa ekspresi.Dalam fikiran Dani, posisi Yudha hampir sama dengannya terhadap Novi, dia menyayangi Novi dengan tulus, tapi sesungguhnya dia tak pernah tau,apak
Dani bangkit dari duduknya dan berniat menuju kasir, namun tangan Carine segera memegang lengannya."Aku ikut denganmu, dan biarkan aku yang membayar tagihannya" kata Carine mencegah langkah Dani."Bagaimana aku membiarkan seorang perempuan membayar makanan yang telah aku makan ?" Tolak Dani"Kau tak perlu sungkan, anggap saja ini sebagai permintaan maafku sebagai seorang teman"Dani mencibirkan bibirnya, "jadi sekarang kita sudah berteman ?" Kata Dani dengan mimik mengejek.Carine kebingungan dengan pertanyaan Dani."Enggak, kita belum berteman, aku hanya memberimu hutang, dan suatu saat kau harus membayarku dengan mentraktirku makan"Dani mengernyitkan keningnya, namun dia tidak mau terus berdebat dengan Carine, akhirnya dia harus membiarkan Carine mengikutinya ke arah kasir dan membayar semua tagihan.Setelah selesai pembayaran, mereka berjalan ke tempat titik penjembutan dari aplikasi pemesanan taksi online.Tanpa me
Dani mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang, setelah hampir melewati Bunderan Kali banteng, dia sedikit mengurangi kecepatan.Rumah kostnya sudah tidak terlalu jauh, hanya beberapa kilometer setelah melewati tikungan di Bunderan itu.Dani mengambil jalan sisi kiri untuk berbelok ke jalan yang menuju rumah kostnya, terlihat dari jarak pandang sekitar 100 meter di depan ada sedikit antrian para pengguna jalan. Disisi lain terlihat beberapa orang polisi sedang memeriksa satu-persatu para pengguna jalan yang diberhentikan terlebih dulu."Sepertinya ada Razia kelengkapan surat-surat kendaraan" pikir Dani. Karena bukan hal yang baru jika kawasan itu sering dilakukan Razia penertiban pengguna kendaraan. Seperti pajak kendaraan, surat nomer kendaraan ataupun SIM.Selain itu, tidak jauh dari tempat itu juga ada sebuah lokalisasi terbesar di kota Semarang yang namanya sudah terkenal di seluruh Indonesia.Dani lebih melambatkan lagi laju sepeda m
"Coba perlihatkan isi tasmu" kata petugas itu yang tak lain adalah Yudha."Pak polisi, ...bukankah ini hanya pemeriksaan perlengkapan surat-surat kendaraan, kenapa harus memeriksa isi tas segala, lagi pula tidak ada masalah kan dengan SIM dan STNK yang aku miliki ?" Protes Dani."Apakah anda keberatan ?" Yudha menunjuk pada papan info rahasia " pada surat tugas kami juga tertera surat perintah melakukan razia kelengkapan surat-surat kendaraan beserta pemeriksaan peredaran Narkoba" terang Yudha.Dani membaca papan info yang di pajang dipinggir jalan oleh petugas polisi.Dalam standar kerja kepolisian, memang mewajibkan harus memajang info razia dan tujuannya. Bahkan pada waktu tertentu, seorang anggota polisi harus kenunjukan surat tugas jika ingin menilang pengendara yang melakukan kelalaian."Aku tau kau seorang perokok berat, siapa tau kau menyimpan ganja di dalam tasmu"Mendengar ucapan Yudha, Dani mengambil kesimpulan kalau Yudha juga in
Pagi ini suasasana hati Carine sedang bersemangat, dia bangun lebih awal dan segera mandi, setelah berpakaian rapi dia segera pergi ke ruang makan. Disana kedua adiknya dan orangtuanya sudah menunggu untuk sarapan."Tumben jam segini sudah rapi, kak ?" Kata Anna adiknya sambil mengoles keju keatas roti yang dipegangnya."Ada kuliah pagi di kampus" jawab Carine sambil duduk disebelah Anna."Sekalian aku dong" lanjut carine sambil menyodorkan sepasang roti tawar ke arah Anna."Enak aja, bikin sendiri" tolak Anna.Carine memasang muka cemberut."Sini biar Mama siapin, kau mau pake keju atau selai" mendengar perdebatan kedua putrinya, ibu Carine menawarkan diri untuk menyiapkan sarapan Carine."Biarin saja si Ma, biar kak Carine menyiapkan sarapannya sendiri." Jacky yang dari tadi asik dengan sarapannya,tiba-tiba ikut menyela."Kalian tidak senang ya kalau kakak kalian yang cantik ini dimanja sama mama." Kata Carine sambil menjulur
Berbeda dengan kedua adik dan mamanya, papa Carine lebih cenderung tidak banyak bicara. Mungkin karna didikan militernya dan sebagai kepala keluarga, Suradinata ingin selalu terlihat tegas dan berwibawa."Apakah kau ingin Papa menyuruh Yudha mengantarmu" kata Suradinata dengan berkharisma.Carine melambaikan tangannya, "aku bisa menelponnya sendiri jika membutuhkannya, ini masih terlalu pagi, aku bisa memesan taksi online untuk mengantarkanku ke kampus".Carine mengambil roti yang sudah diolesi keju oleh mamanya, mendengar pembicaraan Carine dan suaminya, ibunya ikut berbicara."Kenapa kau tak mau pakai sopir keluarga saja, Carine""Aku sudah besar,Ma. Seharusnya aku sudah diijinkan mengendarai mobil sendiri" tolak Carine memberi alasan."Aku rasa tidak, aku tak akan mengijinkanmu membawa mobil sendiri. Kalau kau memilih taksi online itu tidak apa,atau kau bisa memakai sopir. Menurutku itu lebih baik" Suradinata memotong pembicaraan mereka d
Anna dan Carine memang memiliki karakter yang berlainan, meski mereka sama-sama perempuan yang hanya selisih umur 2 tahun, namun Anna lebih pemberani dibanding Carine."Satu saja tidak aku ijinkan, apalagi aku harus melepas kedua anak perempuanku pergi ke hutan, aku tidak akan mengijinkannya." Suradinata menegaskan."Tapi ini kegiatan kampus,Pa. Aku sebagai ketua senat mahasiswa bagaimana bisa lari dari kegiatan seperti ini. Lagi pula, Idha juga ikut""Idha yang teman SMA mu juga ikut ?" Tanya Mama Carine ikut berbicara.Sebagai seorang ibu, tentu saja ibu Carine mengenali teman-teman Carine, apalagi semasa SMA, Idha sering main ke rumah mereka dan sesekali menginap."Iya, Ma. Apakah aku terlihat seperti sedang berbohong.?"Ibu Sabrina beralih pandang ke arah suaminya, sementara Suradinata pura-pura tak mengacuhkannya dengan mengangkat gelas kopi untuk meminumnya."Tidak ada salahnya sesekali kau membiarkan putri kita pergi bersama-sa
Selang tak berapa lama, sebuah mobil box yang dikendarai Mat Codet kembali masuk ke halaman mini market.“Dhani!” teriak Mat Codet dari atas mobil box yang di kemudikannya. Dhani memasukan kembali ponselnya dan bergegas naik ke atas mobil box dan duduk di sebelah Mat Codet.“Gimana, gimana?” tanya Mat Codet sambil mengemudikan kembali mobilnya menjauh dari mini market itu.“Gimana apanya?” tanya Dhani yang tidak tahu maksud pertanyaan Mat Codet. Separoh pikirannya masih tertuju pada sosok Carine yang masih tertinggal dalam benaknya.“Masih pura-pura saja kau ini, kau pikir aku tak lihat kau pelukan sama si .... ” Mat Codet tak meneruskan ucapannya. Ia berusaha mengingat-ingat sebuah nama yang lupa ia menyebutnya.“Siapa itu namanya, lupa abang.” Tangan Mat Codet memukul kemudi. Ia terlihat geram dengan ingatannya yang minim.“Carine, maksud abang?”“Iya, itu
Carine hanya memejamkan matanya ketika Dhani kembali membalurkan tisu yang sudah dibasahi cairan rivanol.“Gimana?” tanya Dhani, “enak, kan? Enggak sakit?”Carine hanya tersenyum sambil mambuka matanya. “Iya, adem,” ucap Carine tersipu.“Ademlah, kan aku yang melakukan,” gumam Dhani nyaris tak terdengar oleh Carine.“Apa ...? apa ...?“ tanya Carine penasaran, namun Carine sebenarnya mendengar apa yang dikatakan Dhani.“Enggak,” elak Dhani, namun siku Carine sudah mendarat lembut di tubuhnya.“Labay,” ucap Carine diselingi senyuman.Mendapat reaksi Carine, Dhani menghindar dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Carine seraya berkata, “Oh ... jadi enggak enak nih?” ucap Dhani yang juga tersenyum, “kalau begitu biar Ulfa saja yang mengobati lukamu,” ucap Dhani kemudian sambil berpura-pura akan menaruh tisu di tangannya di atas meja.
Galih, nama penjual kopi keliling yang sempat kepergok Wiryo mengayuh sepedanya dengan cepat di jalanan sepanjang komplek pergudangan yang gelap. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, Galih mengendap ke bangunan ruko kecil yang hanya di sinari lampu 5 watt di depannya. Galih mengetek perlahan rolling door yang tekunci dari dalam.“Kopi item, kopi item,” ucap Galih setengah berbisik“Bisa dibungkus?” tanya seseorang dari dalam.“Satu boleh,” ujar Galih lagi. Lalu pintu kecil di sisi rolling door pun terbuka, ternyata teriakan ‘kopi item’ Galih adalah sandi yang di ucapkan untuk berkomunikai dengan orang yang berada di dalam untuk memastikan bahwa mereka adalah rekan. Galih masuk ke dalam ruko bersama sepeda goes dagangannya, sementara di dalam seseorang telah menunggu. “Tebakanmu memang benar, Yudha,” kata Galih kepada orang itu yang tak lain adalah Yudha. Galih mengambil kursi dan duduk di sebelah Yudha. “Sepertinya mereka a
“Apa yang kau lakukan, Carine? Bangunlah!”Carine membuka matanya dengan perlahan sambil mengangkat wajahnya. “Dhani?” Carine kembali bergumam. Matanya hampir tak percaya melihat lelaki yang berdiri di depannya. Sekonyong-konyong Carine langsung bangkit dan memeluk Dhani.“Dhani ... jangan tinggalkan aku! Kau boleh membenciku, kau boleh memakiku, tapi jangan pernah kau pergi dariku!”Tangis Carine pecah dalam pelukan Dhani, dia menumpahkan semua perasaannya ke dalam dekapan seakan tak ingin terpisahkan lagi oleh Dhani.Dhani mengangkat kepala Carine dari pelukannya, ditatapnya wajah Carine lekat-lekat, sementara Carine tak berani membalas tatapan Dhani.“Apa yang kau tangisi, Carine?”Carine tak mampu menjawab, dia kembali meneggelamkan kepalanya dalam pelukan Dhani, Dhani hanya membiarkan dan menunggu tangis Carine mereda.“Jangan tinggalkan aku, Dhani,” ucap Carine mengulan
Setelah beberapa saat tidak ada yang bicara, sambil membereskan berkas-berkas dan memasukan kembali ke dalam tasnya, Dhani berkata, “Pengiriman hari ini sudah selesai semua, dan untuk kiriman kopra abang, kalau nggak besok pagi, mungkin besok sore sudah tiba.”“Bagus lah, kalau begitu abang tinggal pulang dulu. Udah bau bangkai ini abang punya ketiak,” ucap Matt Codet sambil mendekatkan hidungnya ke dalam ketiaknya sendiri.“Kapan kau mampir ke rumah Abang?”“Nanti lah, Bang, pasti nanti aku mampir, tapi tidak bisa sekarang. Aku masih harus input semua pengiriman hari ini.”“Terserah kau saja lah, tapi ingat, kalau ada apa-apa cepat kau hubungi abang,” ucap Mat Codet yang sudah berdiri dan bersiap pergi.”“Kalau begitu abang pulang dulu, jangan lupa jaga baek-baek gadis-gadis cantik kau.”Mat Codet pun pergi meninggal mereka. Suasana kembali hening.“A
Dhani seperti menafikan keberadaan Carine, bahkan ketika Mat Codet menghampiri Carine dan Ulfa, dirinya menyibukan diri dengan lembaran kertas faktur yang diambil dari dalam tasnya.“Kalian tidak apa-apa?” tanya Mat Codet ke arah Ulfa dan Carine.Ulfa yang masih syok karena ketakutan hanya mengangguk, sementara Carine seperti tak mendengar ucapan Mat Codet, matanya masih menatap kosong ke arah Dhani.Ulfa yang menyadari tatapan kosong Carine, menarik-narik baju Carine untuk menyadarkannya.“Eh ... Iya Om, kenapa?” ucap Carine tergagap.Matt Codet hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,“Mantap kali kau, Dhani! Bisa bikin perempuan cantik ini terpana,” seloroh Mat Codet dengan logat khasnya.Dhani hanya tersenyum kecil sambil berjalan menuju ke dalam mini market.“Aku selesaikan dulu dokumen pengirimannya, Bang! Abang mau minum apa?” ucap Dhani yang sudah berada di ambang pintu
Pernah kita lalui semua, jerit tangis, canda tawa Kini hanya untaian kata, hanya itulah yang aku punya Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku Mimpilah dalam tidurmu bersama bintang -Drive, “Bersama bintang” Matahari hampir tenggelam ketika Carine dan Ulfa keluar dari taman Maerakaca, “Setelah dari sini, kau mau kemana, Fa?” “Tentu saja pulang, lah” “Bagaimana kalau menginap di rumahku,” ucap Carine mengusulkan. Ulfa berpikir sejenak, “Ayolah, sekali-kali kau menginap di rumahku, kita bisa bercerita sepanjang malam,” bujuk Carine. “Lagi pula, aku rasa kita akan kesulitan mendapatkan taksi dari tempat ini, aku akan menghubungi Pak Min untuk menjemput kita di sini.” “Baik lah,” ucap Ulfa akhirnya setuju. Carine mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, sesasat kemudian dia melakukan panggilan kepada pak Min, Sopir
“Kamu udah sering kesini, Dha?” tanya Carine ketika mereka sudah turun dari taksi dan berjalan menuju pintu masuk. “Enggak juga,” ucap Ulfa seraya menunjukan kartu langganan kepada petugas tiket masuk. Keduanya kembali berjalan ke arah wahana. “Tapi ada satu tempat yang paling sering aku kunjungi,” ucap Ulfa melanjutkan. Carine memperhatikan ucapan Ulfa dengan seksama, “Apa itu, Dha?” “Hutan Mangrove, tempatnya asri banget, setelah seharian kita disuguhkan hiruk pikuk kota Semarang, belum lagi cuaca yang begitu panas mirip di dalem Oven, hutan Mangrove ini cocok banget, Carine!” “Sekarang aku akan membawamu ke sana.” “Oh ya... untuk sampai ke hutan Mangrove, ada dua pilihan untuk menuju kesana, kita bisa berjalan kaki diatas jembatan kayu yang membentang di atas danau” “Danau?” tanya Carine yang merasa heran. Melihat sikap Carine yang benar-benar seperti orang bodoh, Ulfa berkata, “Wah... ternyat
Carine berjalan dengan gontai meninggalkan kampus, lalu dia duduk termenung sendiri di halte menunggu taksi online yang dari tadi susah di dapatkan melalui aplikasi pemesanan.“Apakah kau sedang kurang sehat, Carine?” tanya Ulfa yang tanpa di sadari Carine sudah berdiri di hadapannya.Carine menatap ke arah Ulfa,“Enggak, Cuma dari tadi kesel aja, pesen taksi online belum dapat-dapat” jawab Carine.Ulfa tersenyum lalu duduk di sebelah Carine.“Ini masih siang, kenapa kau buru-buru pulang?”“Aku tidak ada kegiatan, jadi aku rasa aku akan pulang lebih cepat”“ow ...” ucap Ulfa singkat,“Kenapa?” tanya Carine yang melihat reaksi Ulfa.Ulfa menghela nafas,“Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan ke taman Maerakaca, di sana asik tempatnya”“Oh ya?” tanya Carine bersemangat“Seperti apa tempatnya?&rdq