"Omong kosong macam apa ini" Dani mengutuk dalam hatinya.
Bu Siti bisa merasakan kegundahan di hati Dani, "kau tak perlu mengkhawatirkannya,Mas Dhani. Aku yakin dia akan baik-baik saja di sana. Lagi pula ada pamannya yang akan selalu memperhatikannya di sana"
Dani agak sedikit tenang. Sebenarnya Novi pernah membicarakan rencananya untuk tinggal di Purwokerto bersama Pamannya, namun karna saat itu dia belum tau mau kuliah dimana, Dani mengajak Novi untuk mengambil kuliah bersamanya di Semarang.
Jika sekarang Novi memilih untuk tinggal bersama pamannya, Dani rasa itu pilihan terbaik.
Novi tumbuh dari keluarga broken home, kedua orangtuanya telah bercerai, masing-masing telah menikah lagi. Hal itu pulalah yang membuat Novi terseret ke dunia obat-obatan.
Dia melarikan kededihannya dengan meminum ektasi. Awalnya hanya untuk melupakan kesedihannya, namun hari demi hari dia semakin ketergantungan.
Dani mengenal Novi sejak masih di SMA, namun kedekatannya justru di masa-masa akhir SMA, meski satu sekolah, mereka tak pernah satu kelas.Dani pertama bertemu dengan Novi ketika menemukannya sedang terisak di kelas sendirian. Jam sekolah sudah lama bubar, hanya beberapa siswa yang mengikuti kegiatan ektrakurikuler yang masih tinggal. Termasuk Dani yang saat itu rajin mengikuti latihan Karate di sekolahnya.Dari awal pertemuan itu, Dani tau segala permasalahan yang sedang di hadapi Novi. Dari situlah hati Dani merasa terpanggil untuk membantu Novi. Dia banyak menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar menghibur Novi ataupun membuatnya tak merasa hidup sendirian.Namun yang membuat dia tak habis pikir, kenapa Novi pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan menjelaskan apapun kepadanya.Seandainya dia mengatakan keinginannya pun, Dani pasti bisa mengerti. Tapi kenapa dia pergi begitu saja? Apakah baginya aku tak berarti apa-apa ?Pertanyaan-pertanyaan
Dani membuka selembar tisu yang ada di tangannya. Sebuah tulisan yang sangat dia kenal tertulis di atasnya,"Someday...I will come to you with another face."Sesaat Dani terdiam,Dia melipat kembali lembaran tisu itu dengan sangat hati-hati, lalu kemudian memasukannya ke dalam kantong saku kemejanya."Apakah ada lagi yang dia sampaikan, bu Siti ?" Tanya Dani kemudian kepada bu Siti yang masih duduk di sebelahnya."Terakhir dia hanya berpesan, agar kau tak perlu mencarinya, kau harus tetap fokus pada kuliahmu, jika waktunya tiba, dia sendiri yang akan mencarimu"Dani menarik nafas dengan berat, dia tidak menyesalkan perpisahan. Tapi seharusnya tidak dengan cara seperti ini.Dani tak ingin berlama-lama lagi di tempat itu, setelah pikirannya sedikit tenang, dia segera berdiri untuk berpamitan."Terimakasih, Bu Siti. Maaf juga sudah merepotkanmu"Bu Siti ikut berdiri dan mengantar Dani berjalan sampai pagar."
Sementara di rumah kost yang lain, Wawan, Icha, Idha dan Carine masih duduk-duduk dan ngobrol santai di ruang tamu.Sebenarnya Carine sudah selesai mengisi formulir keikut sertaan dalam acara mendaki program Pecinta Alam. Namun nampaknya dia masih betah berlama-lama di tempat itu.Sesekali Carine menoleh ke arah pintu pagar ketika ada penghuni rumah kost lain yang masuk, tampaknya gelagat Carine sudah lama di perhatikan oleh Idha. Wawan dan Icha kurang memperhatikan karna lebih fokus dengan obrolan mereka karena mereka memang sambil pacaran." Sepertinya ada yang gelisah menunggu seseorang." Sindir Idha.Sontak saja ucapan Idha membuat Wawan dan Icha memandang ke arah Carine.Carine yang menyadari dirinya sedang diperhatikan, langsung mengelak." Kamu bicara apa sih, Dha? Aku cuma memperhatikan suasana rumah ini, ternyata tempat ini asik juga ya.?"
" tak perlu mengelak, aku sudah memperhatikan gelagatmu dari tadi" Idha terus memojokan sahabat yang sudah dia kenal sejak SMA dulu.Muka Carine langsung merah, dia tak mengira kalau Idha akan memperhatikannya." Kau tentu sudah mengenal seperti apa aku ini kan, Dha. Jadi gak usah berpikir yang aneh-aneh. "" Hai...sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan ?" Tanya Wawan dengan penasaran.Carine dan Idha saling pandang memberi kode." Bukan hal yang penting, tapi ngomong-ngomong kemana Dani pergi ya ?, Apakah dia akan pulang cepat atau sampai malam, sepertinya ada yang sedang gelisah menantinya " pura-pura ingin mengalihkan pembicaraan, namun Idha justru menegaskan apa yang ada dalam benak Carine.Wawan bisa membaca maksud yang Idha ucapkan."Kalau pergi menemui Novi, biasanya Dani akan pulang agak lama, mungkin malam baru pulang"."Siapa Novi ?" Carine tak bisa menahan rasa penasarannya.Wawan melirik Carine den
" Sebenarnya hubungan mereka sangat rumit, yang aku tau mereka pacaran dari masa SMA. Novi mempunyai masalah dalam keluarga dan kehidupannya, sialnya Dani orangnya terlalu baik dan memberikan semua waktu dan hatinya untuk wanita yang benama Novi itu. " Kata Wawan mengisahkan." Gak nyangka, dibalik tampangnya yang dingin, ternyata Dani bucin juga " tiba-tiba Icha ikut menimbrung pembicaraan mereka." Enggak seperti itu juga, sayang " sanggah Wawan." Yang jelas dia bukan tipe orang yang suka memainkan perasaan orang lain" kata Idha sambil melirik ke arah Carine kemudian bergantian ke arah Wawan." Maksudmu aku ?, enak aja " protes Carine. Wawan pun ikut terkekeh."Awas kalau kau mempermainkanku" ancam Icha kepada Wawan."Enggak, Sayang, aku orangnya tidak seperti itu, mau aja kau dikomporin sama Idha." Kata Wawan sambil memeluk Icha.Idha dan Carine tertawa geli melihat tingkah mereka.
Tanpa mereka sadari, tiba-tiba Dani yang sudah datang dan memakirkan motornya, masuk dan langsung bergabung dengan mereka."Wah...sepertinya lagi seru nih" kata dani dengan datar.Wawan yang masih dalam posisi memeluk Icha, secara perlahan melepaskannya dan berkata," Kok kamu udah pulang, Dan ?"Dani terduduk lesu di kursi paling ujung. Dia mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam tasnya kemudian mengambil satu batang dan siap membakarnya." Hai...disini banyak anak cewek, apakah kau akan membunuh kami dengan menghisapnya disini" protes Icha mengingatkan.Dani menyeringai, " sejak kapan kau anti asap rokok, bukankah mulut Wawan tidak lebih wangi dari asbak ini" jawab Dani tidak terlalu serius."Seenggaknya kamu menghargai tamu yang baru sekali berkunjung kesini, dong" lanjut Icha seraya melirik Carine."Oke, aku akan mencari tempat lain untuk merokok" kata Dani seraya akan berdiri. Namun tiba-tiba Carine mencegahnya."Ga
Dani memasukan kembali sebatang rokok ke dalam bungkusnya, dia mengurungkan niatnya untuk merokok."Kok gak jadi ?" Protes Idha.Wawan cuma bisa tersenyum getir, "aku lupa kalau disini ada tuan putri yang anti rokok" kilahnya." Jangan mulai ya, aku cukup memberimu toleransi untuk bisa merokok disini, kenapa kau masih saja mengibarkan bendera perang kepadaku" Carine kembali berbicara dengan lantang seperti biasanya."Hai...!!! Siapa yang mengibarkan bendera perang ?, Bukankah aku tidak jadi merokok disini ?""Lalu kenapa kau masih menggunakan kata 'Tuan Putri' untuk menyebutku, bukankah itu sangat mengejekku""Lalu aku mesti memanggil kamu apa? Istriku ? Atau sayangku ? "" Dasar sinting kamu ya " maki Carine kepada Dani. Lain halnya dengan semua yang ada disitu, mereka menahan tawa mendengar pembicaraan mereka."Bisa gak sih kalian tidak ribut kalau bertemu" Idha menyela perdebatan mereka.Dalam hati Carine sebene
Sesaat semua mematung, lalu Dani tiba-tiba berdiri dan mendekati Carine, dia menyodorkan tangannya seraya berkata,"Kenalkan, Namaku Dani Prasetya"Carine belum sepenuhnya pulih dari perasaan aneh yang menggerogoti hatinya, namun Idha yang duduk disebelahnya dengan sengaja menendang kakinya dan menyadarkannya.Tanpa berdiri, Carine menyambut uluran tangan Dani seraya berkata,"Namaku Carine Pramusawari, kau cukup memanggilku Carine saja"Mereka saling tatap tanpa buru-buru melepaskan tangan mereka yang masih saling genggam.Wawan yang melihat adegan itu segera pura-pura terbatuk."Uhuk...uhuk !!!""Ada pertunjukan sinetron gratis, nih"Menyadari akan hal itu, dengan tersipu Carine menarik tangannya, begitupun Dani. Dia segera menarik tangannya dan mundur kembali ke tempat duduknya semula.Idha bersenandung kecil, " sepertinya cuma aku yang tak punya pasangan untuk membuat drama, kalau begitu sebaiknya aku pu
Selang tak berapa lama, sebuah mobil box yang dikendarai Mat Codet kembali masuk ke halaman mini market.“Dhani!” teriak Mat Codet dari atas mobil box yang di kemudikannya. Dhani memasukan kembali ponselnya dan bergegas naik ke atas mobil box dan duduk di sebelah Mat Codet.“Gimana, gimana?” tanya Mat Codet sambil mengemudikan kembali mobilnya menjauh dari mini market itu.“Gimana apanya?” tanya Dhani yang tidak tahu maksud pertanyaan Mat Codet. Separoh pikirannya masih tertuju pada sosok Carine yang masih tertinggal dalam benaknya.“Masih pura-pura saja kau ini, kau pikir aku tak lihat kau pelukan sama si .... ” Mat Codet tak meneruskan ucapannya. Ia berusaha mengingat-ingat sebuah nama yang lupa ia menyebutnya.“Siapa itu namanya, lupa abang.” Tangan Mat Codet memukul kemudi. Ia terlihat geram dengan ingatannya yang minim.“Carine, maksud abang?”“Iya, itu
Carine hanya memejamkan matanya ketika Dhani kembali membalurkan tisu yang sudah dibasahi cairan rivanol.“Gimana?” tanya Dhani, “enak, kan? Enggak sakit?”Carine hanya tersenyum sambil mambuka matanya. “Iya, adem,” ucap Carine tersipu.“Ademlah, kan aku yang melakukan,” gumam Dhani nyaris tak terdengar oleh Carine.“Apa ...? apa ...?“ tanya Carine penasaran, namun Carine sebenarnya mendengar apa yang dikatakan Dhani.“Enggak,” elak Dhani, namun siku Carine sudah mendarat lembut di tubuhnya.“Labay,” ucap Carine diselingi senyuman.Mendapat reaksi Carine, Dhani menghindar dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Carine seraya berkata, “Oh ... jadi enggak enak nih?” ucap Dhani yang juga tersenyum, “kalau begitu biar Ulfa saja yang mengobati lukamu,” ucap Dhani kemudian sambil berpura-pura akan menaruh tisu di tangannya di atas meja.
Galih, nama penjual kopi keliling yang sempat kepergok Wiryo mengayuh sepedanya dengan cepat di jalanan sepanjang komplek pergudangan yang gelap. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, Galih mengendap ke bangunan ruko kecil yang hanya di sinari lampu 5 watt di depannya. Galih mengetek perlahan rolling door yang tekunci dari dalam.“Kopi item, kopi item,” ucap Galih setengah berbisik“Bisa dibungkus?” tanya seseorang dari dalam.“Satu boleh,” ujar Galih lagi. Lalu pintu kecil di sisi rolling door pun terbuka, ternyata teriakan ‘kopi item’ Galih adalah sandi yang di ucapkan untuk berkomunikai dengan orang yang berada di dalam untuk memastikan bahwa mereka adalah rekan. Galih masuk ke dalam ruko bersama sepeda goes dagangannya, sementara di dalam seseorang telah menunggu. “Tebakanmu memang benar, Yudha,” kata Galih kepada orang itu yang tak lain adalah Yudha. Galih mengambil kursi dan duduk di sebelah Yudha. “Sepertinya mereka a
“Apa yang kau lakukan, Carine? Bangunlah!”Carine membuka matanya dengan perlahan sambil mengangkat wajahnya. “Dhani?” Carine kembali bergumam. Matanya hampir tak percaya melihat lelaki yang berdiri di depannya. Sekonyong-konyong Carine langsung bangkit dan memeluk Dhani.“Dhani ... jangan tinggalkan aku! Kau boleh membenciku, kau boleh memakiku, tapi jangan pernah kau pergi dariku!”Tangis Carine pecah dalam pelukan Dhani, dia menumpahkan semua perasaannya ke dalam dekapan seakan tak ingin terpisahkan lagi oleh Dhani.Dhani mengangkat kepala Carine dari pelukannya, ditatapnya wajah Carine lekat-lekat, sementara Carine tak berani membalas tatapan Dhani.“Apa yang kau tangisi, Carine?”Carine tak mampu menjawab, dia kembali meneggelamkan kepalanya dalam pelukan Dhani, Dhani hanya membiarkan dan menunggu tangis Carine mereda.“Jangan tinggalkan aku, Dhani,” ucap Carine mengulan
Setelah beberapa saat tidak ada yang bicara, sambil membereskan berkas-berkas dan memasukan kembali ke dalam tasnya, Dhani berkata, “Pengiriman hari ini sudah selesai semua, dan untuk kiriman kopra abang, kalau nggak besok pagi, mungkin besok sore sudah tiba.”“Bagus lah, kalau begitu abang tinggal pulang dulu. Udah bau bangkai ini abang punya ketiak,” ucap Matt Codet sambil mendekatkan hidungnya ke dalam ketiaknya sendiri.“Kapan kau mampir ke rumah Abang?”“Nanti lah, Bang, pasti nanti aku mampir, tapi tidak bisa sekarang. Aku masih harus input semua pengiriman hari ini.”“Terserah kau saja lah, tapi ingat, kalau ada apa-apa cepat kau hubungi abang,” ucap Mat Codet yang sudah berdiri dan bersiap pergi.”“Kalau begitu abang pulang dulu, jangan lupa jaga baek-baek gadis-gadis cantik kau.”Mat Codet pun pergi meninggal mereka. Suasana kembali hening.“A
Dhani seperti menafikan keberadaan Carine, bahkan ketika Mat Codet menghampiri Carine dan Ulfa, dirinya menyibukan diri dengan lembaran kertas faktur yang diambil dari dalam tasnya.“Kalian tidak apa-apa?” tanya Mat Codet ke arah Ulfa dan Carine.Ulfa yang masih syok karena ketakutan hanya mengangguk, sementara Carine seperti tak mendengar ucapan Mat Codet, matanya masih menatap kosong ke arah Dhani.Ulfa yang menyadari tatapan kosong Carine, menarik-narik baju Carine untuk menyadarkannya.“Eh ... Iya Om, kenapa?” ucap Carine tergagap.Matt Codet hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,“Mantap kali kau, Dhani! Bisa bikin perempuan cantik ini terpana,” seloroh Mat Codet dengan logat khasnya.Dhani hanya tersenyum kecil sambil berjalan menuju ke dalam mini market.“Aku selesaikan dulu dokumen pengirimannya, Bang! Abang mau minum apa?” ucap Dhani yang sudah berada di ambang pintu
Pernah kita lalui semua, jerit tangis, canda tawa Kini hanya untaian kata, hanya itulah yang aku punya Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku Mimpilah dalam tidurmu bersama bintang -Drive, “Bersama bintang” Matahari hampir tenggelam ketika Carine dan Ulfa keluar dari taman Maerakaca, “Setelah dari sini, kau mau kemana, Fa?” “Tentu saja pulang, lah” “Bagaimana kalau menginap di rumahku,” ucap Carine mengusulkan. Ulfa berpikir sejenak, “Ayolah, sekali-kali kau menginap di rumahku, kita bisa bercerita sepanjang malam,” bujuk Carine. “Lagi pula, aku rasa kita akan kesulitan mendapatkan taksi dari tempat ini, aku akan menghubungi Pak Min untuk menjemput kita di sini.” “Baik lah,” ucap Ulfa akhirnya setuju. Carine mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, sesasat kemudian dia melakukan panggilan kepada pak Min, Sopir
“Kamu udah sering kesini, Dha?” tanya Carine ketika mereka sudah turun dari taksi dan berjalan menuju pintu masuk. “Enggak juga,” ucap Ulfa seraya menunjukan kartu langganan kepada petugas tiket masuk. Keduanya kembali berjalan ke arah wahana. “Tapi ada satu tempat yang paling sering aku kunjungi,” ucap Ulfa melanjutkan. Carine memperhatikan ucapan Ulfa dengan seksama, “Apa itu, Dha?” “Hutan Mangrove, tempatnya asri banget, setelah seharian kita disuguhkan hiruk pikuk kota Semarang, belum lagi cuaca yang begitu panas mirip di dalem Oven, hutan Mangrove ini cocok banget, Carine!” “Sekarang aku akan membawamu ke sana.” “Oh ya... untuk sampai ke hutan Mangrove, ada dua pilihan untuk menuju kesana, kita bisa berjalan kaki diatas jembatan kayu yang membentang di atas danau” “Danau?” tanya Carine yang merasa heran. Melihat sikap Carine yang benar-benar seperti orang bodoh, Ulfa berkata, “Wah... ternyat
Carine berjalan dengan gontai meninggalkan kampus, lalu dia duduk termenung sendiri di halte menunggu taksi online yang dari tadi susah di dapatkan melalui aplikasi pemesanan.“Apakah kau sedang kurang sehat, Carine?” tanya Ulfa yang tanpa di sadari Carine sudah berdiri di hadapannya.Carine menatap ke arah Ulfa,“Enggak, Cuma dari tadi kesel aja, pesen taksi online belum dapat-dapat” jawab Carine.Ulfa tersenyum lalu duduk di sebelah Carine.“Ini masih siang, kenapa kau buru-buru pulang?”“Aku tidak ada kegiatan, jadi aku rasa aku akan pulang lebih cepat”“ow ...” ucap Ulfa singkat,“Kenapa?” tanya Carine yang melihat reaksi Ulfa.Ulfa menghela nafas,“Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan ke taman Maerakaca, di sana asik tempatnya”“Oh ya?” tanya Carine bersemangat“Seperti apa tempatnya?&rdq