5 Tahun kemudian ...
Desah napas dua insan terdengar bersahutan memenuhi ruang red room. Erik mempercepat gerakan pinggul sementara Starla yang berada di bawahnya hanya mampu mengerang. Matanya tertutup kain sementara bibirnya tersumpal ball gag.
Beberapa menit kemudian desahan itu menjadi erangan senada, saling menjeritkan nama satu sama lain demi menimati keindahan ledakan yang mereka rasakan.
“Apakah aku menyakitimu?” tanya Erik setelah kegiatan mereka usai. Dengan tubuh yang masih sama-sama telanjang, Erik menarik Starla dalam pelukan.
“Tidak,” jawab Starla dengan senyum tipis. Balas memeluk Erik. Starla menyandarkan kepala di da-da bidang Erik, merasakan detak jantung yang semula kencang menjadi mulai teratur seiring berjalannya waktu.
Lama mereka salin
“Kau boleh pulang sekarang.”Sebuah note kecil di kertas berwarna kuning yang baru saja Samantha terima membuat pikiran wanita itu kalut. Ia memejamkan mata, menghela napas, kemudian meremas note tersebut dan melemparnya ke tong sampah.Samantha menjatuhkan tubuh di atas kasur.Ini sudah hampir 5 tahun setelah ia meninggalkan Malaysia. Dan selama 5 tahun itu ia tinggal di Belanda, melupakan sebuah fakta yang sangat benci Samantha akui.Bahwa ia adalah anak istri siri dari salah satu Raja Malaysia.Ibu Samantha merupakan seorang yang berasal dari Amerika. Dan entah bagaimana ia tak sengaja bertemu dengan Raja Mahmood, salah satu dari 9 Raja di Malaysia. Sebab Raja Mahmood sudah memiliki istri sah, ia pun menikahi Ibu Samantha secara sembunyi-sembunyi. Hingga kemudian lahirlah Samantha.
Sebelumnya, Isaac tidak pernah tau ataupun menyangka jika selama ini Samantha terus menjaga jarak dan menolak segala macam sentuhan fisik karena suatu alasan. Dan alasan itu baru saja Isaac ketahui sekarang. Tepat ketika ia merasa telah merobek sesuatu dari dalam diri Samantha.Isaac terperanjat, kedua iris mata biru miliknya melebar karena rasa tidak percaya.“What the hell, Samantha! Kau tidak pernah mengatakan padaku jika kau masih virgin!” seru Isaac, menatap sosok wanita di bawahnya yang tengah memejamkan mata erat sambil menggigit bibir.Tuduhan Isaac membuat kedua kelopak mata Samantha terbuka, lantas ia mengernyit pada Isaac. “Kenapa orang-orang menyukai melakukan ini padahal rasanya sakit?” Samantha lantas mendorong tubuh Isaac agar mengeluarkan miliknya yang baru masuk separuh. “S
Setelah bertemu klien, Isaac tidak langsung pulang ke mansion. Ia telah mengadakan janji temu dengan tiga temannya di klub malam langganan mereka.“Aku menerima pesan dari Raja Mahmood untuk membawa Samantha kembali ke Malaysia.” Rueben memulai percakapan. Axel dan Danique mendengarkan meski sesekali mereka mengerling pada tiap wanita seksi yang lewat di kursi mereka.“Ya,” jawab Isaac. Ia menuangkan alkohol ke dalam gelas lalu meminumnya hingga tandas.“Lalu, apa rencananya?” tanya Rueben lagi.Danique tiba-tiba menggebrak meja, menatap tiga temannya bergantian. “Sudah jelas bukan? Beri saja dia tiket pulang ke Malaysia. Jangan lupa juga, kau harus menyertakan kertas bon pada Raja itu. Sudah 3 tahun lamanya ia menghentikan bayaran untuk menjaga putrinya di negara ini.”
Samantha sedang membaca buku di sebuah gazebo belakang mansion ketika ia mendengar kasak-kusuk dari para maid. Seperti kebiasaan para wanita, mereka selalu bergosip tentang banyak hal pada teman-temannya, bahkan seperti saat ini ketika mereka sedang sibuk membersihkan taman.“Kira-kira kapan Tuan Isaac akan membawa teman-temannya ke sini lagi? Sudah lama sekali. Aku merindukan asupan pria-pria tampan,” tukas salah satu maid yang ditanggapi cekikikan dari maid yang lain.“Kau benar. Aku rindu Tuan Axel! Kyaaa ... dia sangat tampan dan ... hot!“Menurutku Tuan Danique lebih tampan. Kau tau, setiap kalimat yang terucap dari bibirnya aih... aku bisa betah seharian mendengarkan dia bercerita.”“Tidak, tidak, tidak. Tuan Ruebenlah yang paling tampan! Dia dewasa, tenang dan—“
“Hai, selamat pagi,” sapa Isaac ketika Samantha masuk ke dalam dapur.Seperti kebiasaannya akhir-akhir ini, Isaac sendiri yang menyiapkan sarapan. Dengan celemek berwarna putih, Isaac nampak seperti seorang cheff dengan ketampanan yang luar biasa. Jika saja dia membuka restoran miliknya sendiri, Samantha yakin restoran itu akan laris dipenuhi pelang-gan wanita. Selain dari segi wajah yang sangat mendukung, hasil masakan Isaac juga tidak terlalu buruk.“Selamat pagi,” balas Samantha. Langsung mengambil tempat duduk di kursi tinggi dan mengamati Isaac di seberang meja pantries.“Ada menu sarapan khusus yang kau inginkan?” tawar Isaac sambil tersenyum hangat.“Tidak ada.”“Kau yakin?”Samantha mengangguk.Beberapa menit kemudian Isaac tel
Menyeret sebuah koper, Samantha mengikuti Isaac dari belakang. Mereka sudah berada di Bandara dan sedang menuju pintu penerbangan.“Silakan masuk,” ujar seorang petugas setelah memeriksa Isaac dan dinyatakan aman dari benda-benda berbahaya. Samantha menyusul tak lama kemudian.Saat mereka masuk ke dalam pesawat kelas bisnis, Isaac sama sekali tidak berbicara pada Samantha. Bukan, bukan hanya saat ini melainkan memang sejak kejadian di kamar Isaac, pria itu tidak pernah lagi mau berbicara pada Samantha. Isaac terus bungkam bahkan selama perjalanan ke bandara di mobil tadi.Alih-alih berbicara dan menggoda Sam seperti biasa, Isaac memilih mengobrol dengan supirnya, membahas segala sesuatu yang sama sekali tidak Sam mengerti.Selama menunggu pesaw
“ ... Kek? ... Kakek?”Darma membuka kedua matanya saat suara lembut menyapa indera pendengaran. Awalnya, pandangannya samar, dan sempat jauuuh, jauh dalam hati Darma ia berharap siluet samar seorang gadis yang ia lihat adalah Starla, tapi ketika pandangannya mulai jelas, kenyataan pun menghantam Darma. Bahwa perempuan yang membangunkannya dari tidur bukanlah putrinya, melainkan seorang suster di rumah sakit.“Selamat pagi,” sapa si suster dengan ramah. Ia membantu Darma beringsut duduk lalu mengatur meja dan meletakkan beberapa piring dan mangkuk berisi makanan.“Sarapan dulu ya, Kek. Nanti kalau sudah, ada perawat lain yang akan antar obat,” lanjut suster. Ia membuka tirai kamar Darma sehingga sinar matahari pagi bisa menembus kaca jendela.“Terima kasih, Suster.”Su
Obat paling mujarab memanglah sebuah dekapan lembut sebuah keluarga.Begitu pun bagi Darma.Kedatangan Starla setelah bertahun lamanya nyatanya mampu membuat ia lebih cepat sehat. Ia menjadi makan dan tidur lebih banyak dari biasanya. Mata yang sudah redup tersebut kembali bersinar, nampak berseri karena rasa bahagia yang tidak bisa ia tutupi.“Rasanya ... ucapan terima kasihku untukmu tidak akan pernah cukup.” Darma mulai perbincangan di suatu sore dengan Erik. Mereka berdua tengah duduk di teras, mengawasi Luna dan Ken yang tengah bermain semprot air. Sementara Starla sibuk menyiapkan makan malam di dapur.“Tidak. Aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa akulah yang berterima kasih. Kau memiliki putri yang sangat hebat, cantik dan luar biasa. Dia juga cepat dalam mempelajari sesuatu.”Pikir
Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.
5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.
Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den
DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan