Sudah satu minggu lamanya, Erik tidak pernah mengunjungi Starla ke rumah. Pesan chat maupun panggilan telepon Starla semua ia abaikan. Pria beriris mata abu-abu tersebut seolah ingin menghindari Starla sejauh mungkin. Dan ini bukan hanya pendapat Starla semata. Pernah 3 hari yang lalu, ia berjumpa dengan Erik di istal Galeo. Ketika itu Starla mampir ke sana karena ia merasa kesepian di rumah seorang diri. Ia pikir berkuda akan mengurangi kejenuhannya berada di rumah. Maklum saja, Erik sama sekali tidak mengijinkan dia untuk bekerja. Ketika sampai di sana, ia melihat Erik. Entah membicarakan apa dengan Galeo. Dan ketika Starla ingin bergabung, Erik menatapnya datar lalu segera pergi dari sana. Membuat tidak hanya Starla yang kebingungan tapi juga Galeo sendiri karena pembicaraan mereka belum selesai. Setelah itu, dua hari yang lalu. Saat ia jogging bersama Mike dan berhenti di bawah pohon untuk beristirahat sejenak. Starla menatap jauh ke arah
Seumur-umur, Starla tidak pernah mandi di tengah malam. Baik waktu dulu di Indonesia maupun sampai saat ini ia tinggal di Belanda. Akan tetapi hari ini, pikiran dan hati yang bergejolak membuat ia mengisi bath-up penuh dengan air hangat. Kemudian melepas seluruh pakaian dan masuk ke dalam sana.Starla memposisikan tubuh senyaman mungkin, membiarkan seluruh badannya terendam air hangat kemudian memejamkan mata. Ingin mendapatkan ketenangan dalam hati.Namun itu hanya berhasil tidak lebih dari 5 menit lamanya.Bayangan tentang bagaimana interaksi antara Amy dan Erik di dalam mobil tadi terus mengganggu pikiran, menghantui Starla dan terus berputar seperti kaset rusak.Starla ingat betapa nyeri ulu hatinya melihat Amy terus merangkul lengan Erik yang tidak memegang setir, menyandarkan kepala di bahu pria itu dan mengoceh tentang banyak hal. Sesekali Erik menganggapinya dengan kekehan kecil dan elusan tangan ringan di rambut Amy.Kedua kelopak mata Sta
Starla baru setengah jalan menuju rumah sakit katika Erik menghubungi Groot. Dengan nada tegas dan datar, Groot menjawab sambil menganggukkan kepala kaku.“Baik. Baik, Tuan.”Melirik ke spion tengah, Groot memutus panggilannya. Kemudian menyampaikan pesan dari Erik kepada Starla.“Dokter Clara mengalami kecelakaan. Untuk itu, janji pertemuan hari ini dibatalkan,” ujar Groot yang membuat Starla terkejut.“Kecelakaan? Apakah dia baik-baik saja?” tanya Starla khawatir. Clara adalah salah satu orang yang ia kenal baik di negara Belanda. Jadi wajar jika Starla merasa cemas akan keadaan wanita yang berprofesi sebagai seorang dokter tersebut.Groot tidak menjawab, yang itu berarti dia juga tidak tahu menahu.Starla menghela napas, lalu membuang muka ke jendela. Berharap dalam hati Clara baik-baik saja.Tak lama kemudian, Groot menepikan mobilnya di depan sebuah apotek. Dahi Starla mengernyit, melirik
Selama bertahun-tahun Erik memendam amarah dan dendam pada Amy. Masa lalu yang menyakitkan dan sempat membuat ia terpuruk itu membuat Erik sampai pada titik ini.Amy tidak pernah tau jika Erik pernah mengalami yang rasanya tersesat dan kehilangan identitas diri. Amy tidak pernah tau jika karena perselingkuhannya dengan Isaac pernah membuat Erik berpikir untuk mengakhiri hidup.Beruntung, Erik memiliki keluarga yang selalu mendukung. Kedua orang tua Erik tidak pernah meninggalkan Erik sendirian di rumah. Mereka mengawasi Erik dari jarak jauh dengan ketat. Ikut menangis saat Erik meluapkan amarahnya dengan membanting seluruh benda di kamar sambil mengutuk dan menangisi Amy. Tapi, mereka tidak pernah protes atau keberatan, sebab esoknya, Erik akan menemukan kamarnya telah dibersihkan dan diganti dengan barang-barang baru hanya untuk ia rusakkan dan banting setiap malam.Kemudian Ara, ia datang setiap hari. Menceritakan kekonyolan-kekonyolan suaminya karena me
Erik menghentikan mobil tepat saat mereka sampai di depan gedung rumah sakit. Melepas sabuk pengaman yang ia pakai, Erik mengajak Starla untuk turun.“Ayo,” tukasnya yang langsung dituruti oleh Starla.“Kita akan mengunjungi Clara?” tanya Starla, teringat tentang kabar dokter perempuan yang tadi pagi kata Groot mengalami kecelakaan sehingga janji temunya lagi-lagi harus diundur.Starla setengah berlari mengejar langkah kaki Erik yang panjang-panjang dan lebar. Astaga, tidak taukah pria itu bahwa kaki milik Starla lebih pendek?“Tidak,” jawab Erik.Tepat saat ia memasuki lobi rumah sakit, Starla terkejut karena beberapa orang berseragam hitam langsung berbaris dan membungkukkan badan serempak. Termasuk para dokter berjas putih yang sedang berada di sana.“Ayo, Starla!” seru Erik, menoleh ke belakang karena Starla tidak lagi mengikuti. Wanita itu justru diam berdiri di tengah pintu masuk lobi rum
Berlutut, Starla memposisikan dirinya untuk merangkak. Dengan kepala menghadap depan, iris mata hotam kecokelatannya menatap iris mata abu-abu milik Erik yang tengah menunggu di atas sofa.“Sekarang, Starla. Kemari dan duduklah di pangkuanku!” perintah Erik, menepuk paha bagian kanan. Sebuah seringaian kecil terbentuk di bibirnya yang tipis.Starla menurut. Tanpa keraguan sedikit pun, tubuh wanita itu bergerak sesuai kemauan Erik.“Good girl!” puji Erik setelah Starla sampai tepat di depan kedua kakinya. Erik mengelus rambut hitam Starla, memperlakukan Starla sebagai peliharaan yang amat ia sayangi.“Berdiri dan duduklah di sini.” Sekali lagi Erik memerintah Starla, menepuk paha sebelah kanan.Starla pun berdiri, kemudian duduk di pangkuan Erik. Membuat Erik tersenyum puas.“Apa kau merindukanku, my little Slave?” gumam Erik, sementara ia meraih dagu Starla, mengelusnya dengan jari jem
Note :Maaf karena pagi tadi sempat error, jadi aku menggunakan set time biar ke upload otomatis, eh... malah nggak bisa wkwkwk waktunya ke-set tanggal 20. Kan lama ya tanggal 20 baru ke up ini cerita ... Huhu ...Lalu,Tolong pas baca ini, sedia suami sebelum hujan ya! Karena aku nggak mau disalahkan oleh kalian yang mungkin tiba-tiba mengembat suami orang buat di seret ke atas ranjang wkwkwkwk***Starla membasahi bibir, sebelum ia memberanikan diri menyentuh milik Erik. Napasnya yang hangat membuat Erik menahan napas. Bibir pria itu setengah terbuka ketika Starla mulai mencium miliknya.Membuka mulut, Starla mengeluarkan lidah, memainkan kepala kejantanan Erik. Perempuan itu sengaja berlama-lama, memutar-mutar lidahnya hingga meninggalkan jejak basah pada milik Erik. Terutama di lubang pria it
Posisi Starla diubah Erik dengan cepat. Pria berambut cokelat tersebut membawa Starla ke atas meja lain yang berukuran lebih kecil.Erik mengikat tubuh Starla dengan tali temali. Bagian perut, melingkar ke area payu-dara dan sampai ke leher Starla. Kedua kaki Starla pun tak luput dari ikatan-ikatan tali Erik, mulai dari paha dan tepat di selakangan gadis itu. Melingkar secara sempurna. Tujuan Erik adalah agar ia lebih mudah mengikatkan tali-tali lain, untuk menahan bobot tubuh Starla ketika ia harus membuat wanita itu menggantung di udara.Kini Starla dalam posisi berlutut. Dan Erik memaksa Starla membungkuk 90 derajat ke depan. Kedua tangan Starla diikat ke belakang, menyatu dengan tali-tali yang saling terkait ke tubuh dan ia gantung di langit-langit. Rambutnya pun telah diikat menjadi satu ke belakang oleh Erik agar tidak mengganggu.“So perfect!” puji Erik, menampar bo-kong Starla yang nampak bulat secara penuh dalam posisi ini. Warna me
Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.
5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.
Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den
DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan