Share

Membela Rachel

Penulis: Danea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah Rachel pulang, aku meregangkan otot-ototku yang terasa kaku. Berada di ruangan yang sama dengan wanita itu saja cukup membuatku gerah, apalagi sampai harus berlibur bersama. Tidak akan pernah terjadi, mana mungkin aku mau pergi dengan wanita yang sudah merusak rumah tanggaku.

Jam menunjukkan pukul 11.15 WIB, aku meletakkan paperbag pemberian Rachel, setelahnya bersiap sebentar kemudian bergegas menjemput Lintang, aku sengaja membawakan baju ganti untuknya agar bisa langsung berangkat tanpa kembali ke rumah lebih dulu.

Aku pergi dengan taksi online karena sedang malas menyetir. Jalanan tidak terlalu padat, tak butuh waktu lama untuk sampai ke sekolah Lintang. Segera kuhampiri Lintang yang tampak sedang menungguku.

“Sayang…” Kupeluk tubuhnya dengan perasaan cinta, dia balas memelukku. Kuamati wajahnya yang terlihat lesu. “Lintang kenapa, Nak?” tanyaku yang menangkap ada sesuatu tidak beres terjadi dengannya.

“Gak apa-apa, Bun,” jawabnya sambil tersenyum.

Aku tahu betul Lintang sedang menutupi sesuatu, senyumnya pun terlihat sangat terpaksa. “Yaudah kalau Lintang belum mau cerita, gak apa-apa. Tapi, Lintang harus tahu Bunda selalu siap dengerin semua cerita Lintang, semuanya.” Aku menatap lekat wajahnya, kukecup keningnya sekilas, dan kugandeng tangannya. “Kita ke mall yuk,” ajakku.

Barulah kulihat Lintang tersenyum. Matanya berbinar mendengar ajakanku. Kami berjalan beriringan, menuju mall ibukota untuk menghabiskan uang Mas Heru.

Tiga puluh menit kemudian, kami tiba di mall terbesar ibukota. Seragam Lintang sudah berganti menjadi pakaian biasa yang tadi aku siapkan. Mataku menatap ke segala penjuru, mencari keberadaan dua sahabatku.

Dua wanita yang amat kukenal melambaikan tangan seraya berjalan ke arahku. Kami berpelukan sejenak, setelahnya memutuskan makan siang lebih dulu, karena Lintang sudah merengek kelaparan.

Siang ini, aku menghabiskan waktu dengan anak dan dua sahabat wanitaku—Mega, dan Sherina.

“Bantuin gue pilih emas yuk,” ajakku pada keduanya.

“Hayu,” jawab mereka bersamaan.

Selepas makan siang kami berkeliling ke beberapa toko emas, mereka bergantian memberiku saran. Akhirnya, pilihanku jatuh pada sebuah kalung berikut liontinnya, serta gelang dan cincin, aku juga membeli satu set perhiasan untuk Lintang. Setelah itu, beralih ke showroom mobil, aku melihat-lihat beberapa mobil keluaran terbaru. Pilihanku jatuh pada mobil listrik jenis hyundai loniq lima.

Senyum puas terbit dari bibirku. Setelah rumah yang dijanjikan Mas Heru kudapat, aku akan segera membawa Lintang pergi. Rasanya sudah tak tahan tinggal satu atap dengannya.

“Lan, tumben lo belanja banyak banget,” ujar Sherina

“Sengaja, daripada uang suamiku dikasih ke perempuan lain,” kekehku.

“Heru selingkuh?”

Aku memberi isyarat pada Mega dan Sherina agar tak bicara apa pun. Aku tidak ingin Lintang mendengar hal-hal yang tak patut di dengar. Mereka mengangguk patuh.

Sebelum pulang, Lintang ingin beli boneka, aku pun membelikan boneka super besar untuknya. Tepat pukul 16.30 WIB, kami berpisah. Aku dan Lintang pulang lebih awal. Lintang terlihat sangat bahagia. Momen itu kugunakan untuk menanyai anakku perihal kejadian yang tadi sempat membuatnya sedih.

“Sayang, tadi kenapa sedih?”

“Delia, Bun.”

Delia, aku ingat tadi Rachel sempat menyebut nama itu. Apa mungkin Lintang dan anak Rachel satu sekolah?

“Delia siapa?” tanyaku.

“Temen Lintang di sekolah. Tadi Delia bilang, katanya sebentar lagi dia bakal punya papa, tapi nama papanya sama dengan ayah.”

Aku diam beberapa saat, mencerna ucapan Lintang. Kalau benar yang mengatakan itu Delia anak Rachel, bukan tidak mungkin jika Mas Heru dan Rachel berencana menikah. Kalau tidak, mengapa bocah kelas tiga SD bisa bicara begitu? Kepalaku sedikit berdenyut, memikirkan setiap kemungkinan yang bisa terjadi. Namun, sebisa mungkin terlihat tenang di hadapan Lintang.

“Mungkin, cuma namanya yang sama sayang, Lintang jangan sedih lagi ya.” Aku berusaha menghiburnya.

“Lintang gak mau punya ayah yang sama dengan Delia, Bun,” ucap Lintang.

“Kenapa?” tanyaku mencari tahu.

“Delia jahat, Lintang gak suka,” adunya.

Mendengar pengaduan Lintang, tekadku untuk berpisah dengan Mas Heru semakin bulat. Aku tak lagi punya alasan mempertahankan rumah tangga dengannya.

***

Malam harinya, aku mendekati Mas Heru yang sedang bersandar di kepala ranjang seraya menatap ponsel. Dia melirik sebentar, dan meletakkan ponselnya kemudian memelukku. Kami berpelukan cukup lama. Hingga Mas Heru melepas dekapannya dan menatapku. “Gimana shoppingnya?”

“Asyik.” Antusias sekali aku mengatakannya, lebih tepatnya pura-pura antusias. “Makasih ya, Mas, udah izinin Lana beli semua yang Lana mau,” imbuhku.

“Sama-sama, sayang.” Mas Heru mengecup keningku. “Paperbag di atas tempat tidur punya siapa?” tanyanya.

Netraku beralih menatap paperbag yang tadi kuletakkan di sisi ranjang.  “Rachel. Tadi Rachel ke sini ngasih oleh-oleh, katanya habis dari Paris,” jawabku.

“Jadi, itu bingkisan dari Rachel?”

“Iya.”

Aku dapat melihat Mas Heru tersenyum tipis saat mengetahui bingkisan tersebut dari Rachel. Aku menatap sinis ke arahnya. “Lana ko natapnya gitu?” Mas Heru menjauhkan wajahnya, sepertinya ia risih ditatap demikian.

“Gak papa sih, penasaran aja kenapa Mas senyum-senyum.”

 “Rachel baik ya,” ujarnya tiba-tiba.

“Baik sih, tapi Lana kurang suka, dia nyebelin,” ungkapku.

“Kok nyebelin?”

Aku menceritakan apa yang Rachel katakan saat datang ke rumah siang tadi. Sekalian melihat bagaimana respon Mas Heru menanggapi kelakuan selingkuhannya yang sangat menyebalkan.

“Gak usah didengerin. Lagian emang bener kan, Lana di rumah aja dan gak kerja.”

Sudah kuduga, dia kan membela Rachel dan memaklumi semua hal yang wanita itu katakan. Karena sudah terlanjur, aku melanjutkan penyelidikan terselubung.

            “Iya, tapikan gak seharusnya Rachel ngomong gitu, Mas, Lana sama dia bukan temen deket. Lagian Lana baik ke Rachel juga karena dia teman Mas Heru,” pungkasku.

“Lana, di dunia ini gak semua hal harus terjadi sesuai keinginan kita. Menurut Mas, Rachel gak salah. Dia gak bermaksud menyinggung Lana, dia cuma mengutarakan isi kepalanya aja. Jadi, Lana gak perlu menyikapinya dengan berlebihan.”

“Ya iya, tapi tetep aja Lana kurang sreg sama sifatnya.”

“Gak boleh gitu sayang. Rachel baik tahu, coba deh Lana lebih deket sama dia.”

“Baik apaan, toxic iya,” gumamku.

Mas Heru mendengar gumaman itu. Ia seperti tak senang saat aku mengatakan bahwa Rachel toxic. Aku tak peduli, toh itu pandanganku terhadapnya.

“Lana, jangan begitu ke Rachel. Dia udah baik sama keluarga kita. Lana harus inget, kalau Rachel temen Mas.”

Mas Heru semakin terang-terangan membela Rachel, itu membuatku semakin ingin segera meminta surat tanah dan bangunan yang dijanjikannya tadi pagi.

“Mas kok belain Rachel terus sih?!”

“Bukan begitu, Lana. Mas cuma gak suka Lana begitu ke orang. Kalau Lana mau temenan sama Rachel, Mas yakin banyak hal yang bisa Lana pelajari dari dia. Mulai dari gimana cara jadi ibu rumah tangga yang produktif, sampai cara merawat diri.”

Mas Heru berbicara seolah aku tak produktif dan tak bisa merawat diri. Sepertinya aku harus membawa Mas Heru ke dokter mata, karena aku yakin ada yang salah dengan penglihatannya. “Oh, jadi maksud Mas Lana gak bisa merawat diri dan gak produktif?” tanyaku dengan nada tak santai.

“Bukan gitu maksud Mas, Lana.”

“Terus apa? Tadi Mas ngomong seolah-olah Lana gak produktif dan gak bisa merawat diri, terus Mas minta Lana temanan sama Rachel supaya bisa belajar dari dia,” sungutku.

“Lana jangan emosi dulu.” Mas Heru memegang kedua pundakku, ia berusaha meredam emosiku yang sudah meluap-luap. Aku jarang sekali marah, tapi sekali marah bisa langsung meledak-ledak.

“Udah lah, Mas, Lana mau tidur aja. Gak mood dengerin Mas yang terus-terusan bela dan muji-muji Rachel.” Aku merebahkan diri dan memunggungi Mas Heru. Kudengar ia menghela napas panjang dan ikut berbaring di sampingku.

 “Laki-laki egois,” batinku.

Dari ekor mataku, kulihat Mas Heru masih terjaga sembari memainkan ponselnya. Dia pasti sedang berbalas pesan dengan Rachel.

“Tidur Mas, udah malem. Main Hp terus,” sungutku.

“Sebentar lagi, masih ngurusin kerjaan.”

Tuhan…, aku ingin sekali membanting ponsel itu berikut dengan pemiliknya.

“Kerjaan apa kerjaan?” tanyaku sarkas.

“Kerjaan.”

“Kerjaan apa sampe malem begini?”

“Jadi istri gak usah banyak tanya. Dibanding Rachel, hidup kamu jauh lebih enak. Tinggal duduk manis, terus nerima uang dari suami. Gak perlu capek-capek kerja!” ketusnya padaku. “Kalau masih banyak tanya dan ikut campur, jangan harap permintaan kamu Mas penuhi!”

Bab terkait

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Demi Lintang

    Namaku Kelana Maharani, seorang anak tunggal yang ayahnya sudah meninggal, dan ibunya pergi dengan lelaki lain. Aku dibesarkan oleh nenekku yang juga sudah berpulang satu tahun lalu karena sakit. Usiaku tiga puluh satu tahun, dan sudah menikah dengan Heru Bratajaya Atmaja, lelaki yang sangat aku cintai juga mencintaiku. Dari pernikahan itu, kami dikaruniai seorang putri cantik yang diberi nama Lintang Utami Atmaja. Saat ini, Lintang berusia delapan tahun. Ibu meninggalkan ayah karena tak mau hidup miskin, ia memilih pergi dengan pria kaya. Ayah selalu berpesan, agar aku tak menjadi wanita seperti ibu. Ayah juga mendidikku untuk tak memandang orang dari status sosial, maupun latar belakang ekonominya. Karena semua manusia sama di hadapan sang pencipta, begitu pesannya yang selalu kuingat sampai sekarang. Aku tergolong anak yang cerdas, ulet, juga pantang menyerah. Selama sekolah sampai kuliah, selalu mendapat beasiswa. Mulanya, hidupku dan nenek sangat kekurangan, apalagi setelah Ayah

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Ulang Tahun Pernikahan

    Perkataan Mas Heru masih terngiang-ngiang di kepalaku. Kuputuskan meminta maaf padanya, karena hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami. Rencanaku tak boleh gagal. “Mas, yang tadi malem, Lana minta maaf,” lirihku. Satu detik, dua detik, hingga sepuluh detik berlalu, Mas Heru tak menjawab permintaan maafku. Ia sibuk memasang dasi, seolah aktivitas tersebut lebih menarik daripada berbicara denganku. “Mas...,” panggilku lembut. “Hmmm?” Aku memeluk Mas Heru dari belakang, menyandarkan kepala ke punggung yang dulu menjadi favoritku. Mas Heru belum bereaksi, setelah kueratkan dekapa

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Kado Istimewa

    “Lana, Mas mau minta izin untuk menikah dengan Rachel.” Selama beberapa saat, aku terdiam. Mencerna kata demi kata yang terucap dari bibirnya. Sempat terbesit dalam pikiran, bahwa Mas Heru hanya mengerjaiku. Tapi, kulihat wajahnya sangat serius, tak ada unsur humor di sana. Saat itulah aku sadar, malam ini akan menjadi malam paling indah sekaligus menyedihkan dalam hidupku. Nada bicaranya pelan, namun berhasil memporak-porandakkan hati dan jiwaku. Aku limbung, penglihatanku mengabur. Kulepas dekapannya, dan mundur beberapa langkah. Langkah kaki yang tak seimbang membuatku terjatuh. Mas Heru bergegas membantu, segera kutepis tangannya dengan kasar seraya berusaha meredam tangis. Aku tak mau menangis di hadapannya. Namun, rasa sakit ini tak lagi mampu disembunyikan. Sekuat apa pun aku menahan, bulir bening itu keluar juga, mengalir deras membasahi kedua pipiku. “Sayang, Lana gak perlu khawatir. Mas akan tetap menjamin dan memenuhi semua kebutuhan Lana.” Plak! Tangan kiriku mendarat

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   (P0V Heru) Tepat atau Tidak?

    Aku Heru Bratajaya Atmaja, orang-orang memanggilku Heru. Seorang pengusaha food and bavarage (FnB) yang cukup sukses, memiliki banyak restoran dengan lebih dari dua puluh cabang di berbagai kota. Malam ini, tepat di hari ulang tahun pernikahan aku mengajak Kelana ke salah satu restoran. Aku sudah menyiapkan makan malam romantis, berikut dengan kado istimewa untuknya. Kelana, dia istriku. Istri yang kunikahi atas dasar cinta. Aku berpikir pernikahan kami akan baik-baik saja, tapi ternyata tidak. Sosok masa lalu yang kembali hadir, membuatku perlahan enggan menatapnya. Sosok tersebut adalah Rachel, cinta pertamaku sedari SMP. Kami bertemu di acara reuni kampus. Tubuhnya sangat aduhai. Seksi dan terawat, wajahnya cantik, lebih cantik dari istriku. Mulanya aku biasa saja, hanya merespons seperlunya bahkan ketika Rachel mengajak bicara dan menatapku, karena sekarang situasi dan kondisinya sudah berbeda, tidak seperti dulu. Malam hari setelah acara tersebut, sebuah pesan dari nomor tak dik

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Lekas Pulih

    “Kelana, lo kenapa?” Aku mendongakkan wajah. Mataku bertemu dengan netra hitam milik Daffa. Kulihat Daffa berdiri dengan payung ditangannya, payung itu melindungi tubuhku dari derasnya hujan. Dia memandang iba ke arahku. Aku risih dengan caranya menatapku, segera kupalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengannya. “Lo kenapa?” Dia mengulang pertanyaan yang sama, seraya berjongkok di hadapanku. Aku hanya menggelang, berharap dia tak bertanya lagi. Namun, aku salah besar. Perhatiannya masih terpusat padaku, membuatku ingin segera pergi dari sana. Naasnya, seluruh energiku seperti terkuras habis, aku tak punya kekuatan bahkan untuk sekadar berdiri. “Gue bantu,” ucapnya saat melihatku hendak berdiri namun tertatih. “Gak usah, gue bisa sendiri,” jawabku dengan bibir bergetar. Beruntungnya, Daffa tak memaksa. Ia hanya menatapku dengan raut antara bingung dan kasihan. Entah mengapa, aku paling tidak suka ditatap demikian, apalagi oleh

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Gimana?

    Semalam suntuk aku tak bisa tidur, memikirkan Lintang dan kehidupan kami setelah ini. Hingga terdengar suara adzan subuh berkumandang, saat itulah aku bergegas membersihkan diri. Pagi ini aku akan menjemput anakku, membawanya keluar dari rumah Mas Heru. Sudah cukup menuruti ego, sekarang saatnya menata hidup baru, dengan semangat yang juga baru, demi putriku.“Kelana, masih pagi banget lho ini, lo mau ke mana?” Pertanyaan Daffa menghentikan langkahku. Aku berbalik, menatapnya yang tampak baru selesai melaksanakan salat, terlihat dari setelan yang ia gunakan, baju koko dan sarung.“Ada urusan,” jawabku singkat.“Urusan apa? Maksud gue, ini masih terlalu pagi, bahaya keluar sendiri.”“Gapapa Daff, gue udah biasa.”Aku tetap bersikeras keluar rumah, meskipun dia melarang. Sebelum benar-benar meninggalkan rumah tersebut. Lagi-lagi, Daffa menghentikan langkahku.“Lo boleh pergi. Tapi izinin gu

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   (POV Daffa) Membantu Kelana

    Namaku Daffa Mahendra, pemilik perusahaan penerbitan bergengsi yang kerap diincar para penulis untuk menerbitan karyanya. Selain kredibilitas, seleksi yang ketat menjadi tantangan sendiri bagi mereka yang memang bersungguh-sungguh. Hari-hariku disibukkan dengan mengelola perusahaan, memastikan semuanya baik-baik saja, dan berjalan sesuai rencana. Aku seorang yatim piatu, memiliki satu adik perempuan, dan belum menikah. Ibuku meninggal saat melahirkan adikku, sementara ayah, beliau sudah tiada sejak aku kecil. Malam ini, aku baru kembali dari kantor saat hari sudah gelap. Pekerjaan yang menumpuk, membuatku pulang larut. Suara guntur bersahut-sahutan, disusul rintik hujan yang mulai terlihat membasahi kaca mobilku. Aku bergegas memacu mobil, ingin segera sampai rumah dan merebahkan diri, lelah sekali rasanya. Jalanan tampak sepi, hanya ada beberapa pengendara yang terlihat. Wajar saja, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, terlebih hujan turun dengan derasanya. Dari balik

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Bercerai Itu Apa?

    Kulihat Lintang memeluk boneka beruangnya dengan erat. Seolah tak mengizinkan Mas Heru atau siapa pun mengambilnya. Mas Heru tampak tersenyum, aku yakin dia berpikir Lintang mau ikut bersamanya. Seraya menggigit bibir bawah, aku menunggu jawaban Lintang dengan harap-harap cemas. Sebagai Ibu, tentu aku ingin Lintang ikut denganku. Namun, aku tak mau mengintervensi. Aku ingin dia memilih berdasarkan hati nurani.Lintang menatapku dan Mas Heru bergantian, mungkin dia bingung, apa yang terjadi pada orang tuanya? Mengapa harus memilih salah satunya?“Lintang mau sama Ayah Bunda.”Jawaban Lintang membuat mataku berair. “Maaf, Nak, karena keputusan Bunda, Lintang jadi harus memilih satu,” batinku.Aku menyejajarkan tinggiku dengannya. Kutatap mata bulatnya dalam, seraya mengelus pipi chubynya lembut. “Sayang, Ayah sama Bunda udah gak bisa sama-sama lagi,” ucapku.“Kenapa, Bunda?” tanyanya.Pe

Bab terbaru

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Extra Part

    —PoV KelanaSatu bulan kemudian“Sayang, masuk, yuk, kita istirahat,” ajakku pada Lintang yang masih duduk di teras rumah dengan pandangan kosong. Meskipun mengenakan pakaian berbahan tebal, aku tak mau dia kedinginan, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, ditambah hujan yang baru saja reda beberapa menit lalu.“Lintang masih mau di sini, Bun.”Aku mengambil tempat di sampingnya, mengamati wajah ayu putriku yang terlihat sendu. Satu bulan ini aku benar-benar memaksimalkan waktu bersama Lintang, menemaninya setiap hari, mengantarnya ke mana pun dia ingin pergi. Meskipun apa yang aku lakukan tidak bisa mengembalikan tangan Lintang, aku tetap bersyukur karena Tuhan memberi kesempatan berkali-kali untuk memperbaiki diri, dan yang terpenting Lintang masih di sini.“Bunda temenin, ya.”“Bunda belum ngantuk?”Aku menggeleng sebagai jawaban. Saat itulah Lintang tersenyum simpul dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Tidak ada yang kami lakukan, hanya diam seraya menatap lang

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Status W******p (End)

    —PoV Kelana “Apa maksud kamu?”Lututku bergetar mendengar penuturan Mas Heru. Entah apa maksud lelaki itu mengatakan hal tersbut, padahal aku tahu betul Lintang sedang berlibur dengan Omanya. Tapi, mengapa tiba-tiba dia datang dan bilang Lintang sudah tidak ada? Jelas, aku tak bisa diam saja menanggapi omong kosong tersebut. "Jangan asal bicara!" tekanku.“Mas akan ceritakan di jalan, sekarang Lana ikut Mas ke rumah sakit, please,” balas Mas Heru.Rumah sakit? Untuk apa? Demi menjawab rasa penasaran tersebut, aku mengangguk setuju. Lagipula, aku pun merasa tak tenang, seperti ada yang janggal, tapi tidak tahu apa.Saat hendak menaiki mobil Mas Heru, Angga menghalangi langkahku. “Mau ke mana?”“Saya harus ke rumah sakit.”“Dengan dia?”“Ya.”“Mohon maaf, tapi Pak Daff berpesan supaya Anda tidak lagi berhubu

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Masih Ada?

    —PoV Kelana Aku bergerak gelisah, tidurku terasa berbeda malam ini. Aku berpikir, mungkin karena tak ada Lintang. Ya, pasalnya ini kali pertama kami berjauhan. Tepat pukul dua dini hari, mataku terbuka sempurna. Entah karena alasan apa, keringat dingin membasahi tubuhku, ditambah tenggorokan yang terasa kering, padahal aku tak merasa demam. Hal pertama yang kulakukan adalah meraba tempat di sebelahku, ternyata tak ada siapa pun di sana. Sembari mengelap keringat yang terus mengucur, aku bergerak mencari Daffa. Ruangan pertama yang kusambangi adalah kamar mandi, kemudian ruang kerja, dan terakhir dapur. Namun, tak kutemukan sosok itu. Ke mana dia pergi dini hari begini? Apa menemui Nisha lagi? Lihat saja, kalau sampai itu terjadi, jangankan memberi maaf, melihat wajahnya saja aku tak sudi. Langkah kakiku bergerak menuju paviliun belakang, melihat apakah suamiku berada di sana atau tidak. Malam menjelang pagi yang dingin dan sepi, tak m

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Terungkap (3)

    —PoV Author“Selesaikan!” titah Rachel pada sosok laki-laki yang sejak tadi mengamatinya sambil bersandar di dinding dengan tangan terlipat di depan dada. Marsel mengangkat sudut bibirnya, tampak puas dengan kinerja Rachel yang tak pernah mengecewakan.“Tentu sayang, istirahatlah, bersihkan dirimu, tunggu aku di kamar,” sahut Marsel.Tanpa memedulikan percikan darah yang mengenai baju dan wajah Rachel, Marsel memeluk mesra wanita itu, disusul kecupan singkat di bibirnya. Keduanya saling berbalas senyum lebar, merasa bangga dengan apa yang sudah mereka lewati hingga sampai di titik ini.“Aku harus menemui tua bangka itu dulu,” ucap Rachel.“Baiklah,” jawab Marsel. “Kau bahagia, hmm?” sambungnya.“Tentu, aku sangat bahagia, apalagi jika menyaksikan Kelana meraung-raung karena putri tercintanya tewas ditanganku,” balas Rachel seakan tak peduli dan tak

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Terungkap (2)

    –PoV Author Sret, bugh!Lintang didorong sampai jatuh terjerembab. Ia meringis saat tubuh mungilnya bersentuhan langsung dengan dinginnya keramik malam ini. Lintang bingung, seingatnya tadi ia masih berada di depan mansion, mengapa sekarang di ruangan pengap dan gelap ini? Di mana Oma, Risya, dan Daren?Lintang menatap sekeliling, mencari keberadaan mereka. Namun, sejauh mata memandang ia tak menemukan siapapun di sana, selain dirinya dan manusia yang tadi mendorong tubuhnya dengan kasar.“Si-siapa ka-kamu?” tanya Lintang. Suaranya terbata-bata, ia merasakan aura mencekam dan tatapan tajam dari sosok di depannya.“Hai, Lintang, sudah lama tak bertemu, masih ingat Tante?”Deg!Lintang tahu pemilik suara itu tanpa perlu melihat wajahnya. Hanya saja, ia bingung mengapa mereka harus bertemu dengan cara seperti ini? Padahal, Rachel bisa datang ke rumahnya dan menemui ia, Pap

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Lelaki Bodoh

    --PoV Heru“Lana, ayo dong jawab,” ucapku seraya berjalan kesana-kemari. Sudah lebih dari tiga kali aku menghubungi Kelana, namun tak ada satupun panggilanku yang dijawab. Padahal, ada hal penting yang ingin kuberitahu pada mantan istriku itu. “Ahs! Sial! Aku harus ke rumahnya sekarang!”Aku bergegas menuju rumah Kelana dan Daffa yang berjarak cukup jauh, memakan waktu kurang lebih empat puluh menit untuk sampai di sana.Tepat pukul sepuluh malam, aku tiba di rumah itu. Namun, ada yang aneh menurutku, penjagaan di sana sangat ketat, entah apa yang membuat Daffa sampai mengerahkan lebih dari lima pengawal untuk menjaga rumah mereka.“Saya mau bertemu Daffa dan istrinya!” ucapku pada salah satu penjaga berbadan tegap dengan kepala plontos dan tatapan tajamnya.“Mereka sedang istirahat, Tuan, silakan kembali lagi besok,” balas penjaga itu.“Tidak bisa, ada hal penting yang h

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Tertipu

    —Flashback On“Good Job, boy.”Daren tersenyum bahagia saat Oma Meira mengangkat ibu jarinya, pertanda wanita itu puas dengan hasil kerja dirinya selama ini. Ya, sejak Risya tinggal sendiri, ia sering menyambangi rumah gadis itu untuk sekadar menemani atau mengajak Risya jalan-jalan.Sebelum mengenal Risya lebih dekat, beberapa kali Daren pernah melihatnya melamun dengan tatapan kosong. Daren ingat betul, sore itu ia tengah berjalan-jalan seorang diri, dan mendapati Risya menangis dalam diam. Saat itulah Daren mendekat dan duduk di samping kakak sahabatnya tersebut.“Kak Risya?”Risya yang menyadari kehadiran orang lain, segera menghapus air matanya. “Daren? Ngapain di sini?”“Jalan-jalan sore. Kakak ngapain? Kok sendirian? Lintang mana?”Mendengar nama Lintang disebut, tatapan Risya menajam, dan berniat pergi dari sana. Suasana hatinya menjadi lebih buruk

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Senang-Senang?

    —PoV Kelana Daffa? Apa yang sedang dia lakukkan? Ah, sepertinya dia sedang membalasku karena kesalah-pahaman waktu itu. Tak dapat dipungkiri, hatiku terasa pedih melihat pemandangan tersebut. Namun, aku sama sekali tak ada niat menghampiri mereka, yang kulakukan saat ini adalah berjalan menjauh dengan perasaan hancur berantakan. Daffa, rupanya dia juga sama seperti lelaki kebanyakan—tak merasa cukup dengan satu wanita. Aku masuk kamar dan berbaring menyamping, mengabaikan suara pintu yang baru saja terbuka. Tak lama kemudian, aku merasakan seseorang berbaring di sampingku. Namun, aku memilih memejamkan mata dan mengabaikan kehadirannya. Di tengah temaramnya cahaya, air mataku kembali menetes. Kuakui, aku melakukan kesalahan dengan mencurigainya dan berdekatan dengan Mas Heru. Tapi, semua bisa diselesaikan baik-baik, bukan seperti ini—bermesraan dengan wanita lain untuk membalasku. Posisi tidurku yang berada di ujung dan membelakanginya membuat Daffa bergerak mendekat, ia memeluk pi

  • Di Balik Status WhatsApp Suamiku   Eksekusi?

    PoV Author Lintang, Daren, Risya dan Oma sudah berangkat menuju tempat yang hanya diketahui oleh Daren, Risya, dan wanita paruh baya itu. Sementara Lintang, ia tidak tahu akan dibawa ke mana, namun wajahnya tampak berseri, mengingat ini adalah pertama kali baginya pergi bersama mereka setelah sekian lama menjadi keluarga. Meskipun tidak tahu akan ke mana, itu tidak mengurangi rasa bahagia Lintang. Dalam benaknya, sebentar lagi ia akan bersenang-senang dengan sahabat, kakak dan sang oma. “Kak Icha, masih lama, ya?” tanya Lintang yang duduk di kursi paling belakang. Risya menoleh sekilas pada Lintang kemudian mengangguk singkat. “Iya. Kamu tidur dulu aja, nanti kita bangunin kalau sudah sampe.” Lintang tak bertanya lagi, ia menatap jalanan yang tampak asing. Terdapat pepohonan besar dan rimbun di sekelilingnya, Lintang mengernyitkan kening saat tak mendapati satu pun kendaraan yang lewat selain milik mereka. “Memangnya kita mau ke mana, Kak?” tanya Lintang lagi. Ia merasa penasaran,

DMCA.com Protection Status