Ketika Steven naik ke lantai atas, di kamar ada Aina dan Anisa yang sibuk berdandan sendiri sedangkan Nur tengah didandani oleh seorang perias. Aina dan Anisa tertawa dengan bahagia karena salah memakai beberapa make up, sebentar-sebentar bertanya pada perias kegunaan alat-alat make up tersebut. Steven mengetuk pintu dengan pelan, spontan Aina membukakan pintu, gadis itu tersenyum ceria melihat lelaki di depannya."Abang? Sudah datang? Ada apa?""Kakak kita yang dari Bandung sudah datang," ujar Steven."Kakak kita?" Aina sedikit kebingungan."Kak Duke, ayahnya Laura.""Oh??""Mana Ayah?""Di kamar sebelah sama Bang Hasan, aku panggilkan dulu, ya?"Aina bergegas melangkah ke pintu kamar sebelah yang jaraknya cuma lima langkah, Steven mengikutinya di belakang, setelah mengetuk, pintu segera terbuka, muncul Hasan yang memakai baju batik warna merah marun pres body, sungguh pria di depannya ini, seolah-olah dia adalah model pakaian yang tengah digunakan di atas catwalk, kapan suaminya ter
Setelah dua Minggu pernikahan Dave dan Nur, Aina dan Hasan juga melakukan resepsi pernikahan mereka di hotel bintang lima di kota ini. Walaupun terkesan mendadak, tetapi pesta pernikahan itu sangat meriah. Burhan dan Dave saling bekerjasama membuat pesta semewah mungkin untuk anak-anak mereka, juga untuk gengsi mereka sebenarnya. Terutama Burhan, tidak masalah Hasan akan menikah dengan siapa, yang penting wanita itu kaya, dan Aina kini memenuhi syarat tersebut. Lelaki itu tertawa dengan bahagia di atas pelaminan mendampingi anak mereka, ketika para tamu mengucapkan selamat kepadanya. Dia sangat bangga, sesimpel itu ternyata kebahagiaan lelaki paruh baya itu. Dave juga sudah menyerahkan semua investasi di pabrik Hasan atas nama putrinya, Hasan sekarang menjadi partner kerja istrinya sendiri. Laura sudah menduga bahwa investasi tersebut bakal diberikan pada Aina oleh kakeknya, tetapi kenapa rasanya masih sangat sakit ketika kakeknya mengabarkan sendiri, bahwa Laura tidak perlu menguru
Setelah sebulan kedatangan Dave dan Nur ke rumah orang tua Melanie, kedua belah keluarga memutuskan untuk mengadakan pertunangan untuk anak-anak mereka. Pernikahan sendiri akan diadakan satu bulan kemudian. Ketika Steven mengajak kedua orang tuanya menemui tuan Hanggono ayahnya Melanie, mereka hanya disambut Hanggono dan istrinya, Susilawati, serta paman Melanie dari pihak ayahnya, Sujito. Agung sendiri tidak bisa menyambutnya karena tengah berada di Kalimantan untuk meninjau pabrik kelapa sawit yang baru diresmikan.Steven tidak pernah tahu jika Melanie adalah adik kandung Agung, pertemuannya dengan Agung terjadi ketika mereka sedang menimba ilmu di Amerika ketika melanjutkan studi S2, sedang pertemuannya dengan Melanie terjadi di Australia ketika tengah mengambil program PhD.Untuk acara pertunangan ini, Steven mengundang keluarga besarnya, Aina dan Hasan sudah pasti ikut, dia juga meminta keluarga Burhan dan anak-anaknya untuk ikut, tak lupa Efendi dan Syarif. Untuk keluarga kakakn
Makan malam berjalan penuh dengan keakraban. Masing-masing mereka duduk di meja bersama pasangan waktu di pesawat, Aina duduk di sebelah Nur dan Hasan, sementara Dave di sebelah Nur. Keluarga Duke akan datang besok ketika acara sudah dimulai. Agung duduk di dekat Steven, dia terus bercerita karena memang mereka sahabat. "Bagaimana setelah acara tunangan Steven kita pergi ke kampung Mamak," ujar Nur.Aina mendongak menatap ibunya, wanita itu juga tengah menatapnya. Hasan yang mendengar perkataan mertuanya itu juga ikut menyimak."Apakah ayah mau di ajak?" tanya Aina."Kita tanyakan saja," jawab Nur.Dave walaupun posisinya bersebelahan dengan Nur, tetapi dia tengah asyik bercengkrama dengan calon besannya sehingga tidak menyimak perkataan istrinya."Ayah," panggil Nur sambil menyenggol lengan Dave."Yes, Honey?""Bagaimana kalau setelah pertunangan Steven, kita pergi ke kampungku, sudah lebih dari tiga puluh lima tahun aku tidak pulang, entah bagaimana kondisi keluargaku di sana," ung
Semua keluarga Harrison berkumpul dalam satu meja, mereka tertawa gembira menyaksikan Steven dan Melanie yang dikerjai teman-teman Melanie dan Steven waktu di Aussie dulu, salah satu dari mereka menyodorkan kotak cincin yang cuma satu, sedangkan cincin buat Melanie tidak ada ditempatnya. Melanie yang dasarnya memang ekspresif orangnya menjerit histeris, membuat semua orang tertawa. Ketika Steven mengeluarkan cincin dari saku jasnya, Melanie menutup mulutnya pertanda malu, membuat semua orang tergelak, sebelum memasangkan cincin di jari manis kekasihnya, Steven masih sempat memutar-mutar cincin itu dengan mata mendelik jahil, membuat Melanie mencubitnya kesal.Kegembiraan itu tidak berpengaruh buat Laura, dia sebagai teman akrab Melanie justru melipir ke sudut ruangan, melihat kegembiraan dan kehebohan sendirian. Padahal adiknya Devan baru kembali dari Aussie sengaja untuk menghadiri pertunangan pamannya, biasanya Laura akan gembira jika Devan kembali."Nona cantik, kenapa di sini sen
Setelah acara pesta yang cukup meriah tersebut, Aina dan Hasan terlambat bangun. Sehabis salat subuh mereka melanjutkan tidur, karena mereka tidur cukup larut, pesta dansa cukup mempengaruhi mereka hingga mereka melanjutkan dansa mereka di kamar hotel, mereka bahkan lebih bersemangat hingga tak cukup hanya pelepasan satu kali.Keduanya menuju restauran untuk sarapan, Hasan maunya sih sarapan di dalam kamar dengan memanggil layanan kamar, namun Aina ingin mencari udara di luar dan berbincang dengan saudaranya di ruang makan.Sampai di restauran mereka sudah berkumpul semua, sarapan sambil berbincang hangat, sesekali terdengar gelak tawa mereka."Nah, ini dia orangnya yang ditunggu-tunggu, akhirnya muncul juga," seru Steven ketika melihat pasangan muda itu."Kenapa lama sekali turunnya, San? Semalam main berapa ronde?" ledek Melanie membuat semua orang tertawa Aina yang merasa malu malah mencubit lengan suaminya membuat Hasan terkejut sontak mengaduh."Sayang, cubitanmu tambah sakit sa
Akhirnya mereka memutuskan pergi ke pantai pelabuhan ratu, mereka tidak jadi ke pangandaran karena ternyata tuan Hanggono memiliki villa di pelabuhan ratu yang cukup besar dan mewah dilengkapi dengan kolam renang. Mereka juga tidak jadi menyewa bus, Steven beranggapan bus kurang efesien jika dia akan bepergian hanya berdua dengan Melanie. Mereka akhirnya mengendarai mobil pribadi, Hasan dan Syarif memutuskan menyewa mobil. Hasan menyewa mobil SUV, dia bersama Haris dan Anisa, Haris bertindak sebagai supir, Anisa duduk di sampingnya. Di bangku tengah di duduki Aina dan Hasan, sedang bangku belakang ada Dito. Syarif tentu saja bersama Fendi, karena memang Fendi juga supirnya, Ayuni yang gak mau lepas dari Fendi, tanpa diminta pun sudah duduk di sebelah Fendi. Steven mengendarai mobil sendiri dengan Melanie yang mendampingi, di bangku belakang duduk kedua keponakannya Laura dan Devan. Perjalanan selama empat jam cukup membuat mereka penat, akhirnya mereka memutuskan menginap di vil
Aina bingung menolak permintaan mereka, dia hanya meringis menatap suaminya."Ayo nyanyi, Sayang. Abang juga pingin denger suaramu," ujar Hasan.Aina akhirnya menuju ke display memilih-milih CD lagu, dia terbelalak ketika lagu kesukaannya ada di sana. Gadis itu segera memutar lagu dan berdiri, menyesuaikan nada ketukan dan mulai menyanyi.🎼 Kau satu terkasih ...Kulihat di sinar matamu, tersimpan kekayaan bagimu ...🎵Oooh ... Di dalam senyummu, kulihat bahasa kalbumu ... Mengalun bening menggetarkan 🎶🎵Suara lembut dan merdu Aina mengalun, membuat semua orang terperangah. Ketika menyanyikan lagu itu, Aina hanya menatap Hasan dengan tatapan sejuta kasih sayang, lelaki yang sudah menjadi suaminya itu juga menatapnya dengan berjuta cinta. Lagu yang dinyanyikan gadis itu seperti ungkapan hatinya pada kekasih tercintanya itu. Hasan dulu sering memutar lagu itu ketika dia melipir ke kabupaten Tebo demi menghindari gadis ini, justru semakin dia menjauhi gadis itu, rindu itu semakin mengu
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b