Hari-hari berlalu sejak percakapan penting itu, dan meskipun Kieran berusaha untuk menunjukkan perubahan dalam dirinya, Clara masih merasakan ketegangan yang tersisa. Walaupun ia memberi kesempatan kedua untuk Kieran, rasa ragu itu tidak bisa begitu saja hilang. Ada banyak hal yang masih menggantung di pikirannya—terutama masa lalu Kieran yang gelap dan penuh rahasia. Namun, Clara juga tidak bisa menutup mata terhadap perasaan yang tumbuh di dalam hatinya. Kieran sudah banyak berubah, dan meskipun ketakutan akan masa lalu terus membayanginya, ia tahu bahwa Kieran berjuang keras untuk memperbaiki dirinya.Pagi itu, Clara berdiri di depan cermin, memandangi dirinya. Ia mengenakan gaun sederhana yang dipadukan dengan jaket kulit hitam yang membuatnya tampak elegan. Meski begitu, ada keraguan yang menggelayuti wajahnya—keraguan yang sama yang sudah ada sejak percakapan dengan Kieran. Ia mencintai pria itu, tetapi apakah ia cukup kuat untuk melewati semua ini?Mendengar suara pintu
Clara menghela napas panjang saat matanya menatap kosong ke layar ponselnya. Pesan dari Kieran tadi masih terbayang di pikirannya. Meskipun kata-kata itu terdengar penuh pengertian, Clara merasa ada jarak yang tak terucapkan di antara mereka. Jarak itu bukan sekadar fisik, melainkan lebih kepada ketidakpastian yang terus menghantui hatinya.Malam itu, ia memutuskan untuk tidak kembali ke apartemennya lebih dulu. Ada perasaan yang menuntunnya untuk pergi ke tempat yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota yang selalu ramai. Ia membutuhkan waktu untuk merenung, untuk benar-benar menemukan apa yang seharusnya ia rasakan dan bagaimana ia seharusnya melangkah.Langkah-langkah Clara membawa dirinya ke taman kota yang sepi. Udara malam yang dingin membelai wajahnya, memberi ketenangan yang sangat dibutuhkannya. Duduk di bangku taman yang terletak di bawah pohon rindang, Clara menatap langit malam yang dihiasi oleh bintang-bintang. Ia tidak tahu mengapa, tetapi bintang-bintang itu sepert
Hari itu terasa berbeda. Clara merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya, sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Setelah sekian lama, ada secercah harapan yang kembali muncul. Namun, di balik harapan itu, ada juga keraguan yang terus menghantui pikirannya. Clara duduk di ruang kantornya, menatap layar laptop dengan mata yang mulai lelah.Beberapa laporan yang harus diselesaikan masih menumpuk, dan meskipun otaknya ingin fokus pada pekerjaannya, pikirannya selalu kembali pada Kieran. Semalam, setelah mereka berbicara di taman, Clara merasakan kelegaan yang tak terucapkan. Ia mulai sedikit membuka hatinya, memberi Kieran kesempatan untuk membuktikan bahwa ia tidak akan mengecewakannya lagi. Namun, ada rasa takut yang menghantui, rasa takut untuk kembali terluka. Mungkin inilah yang selama ini membuatnya sulit untuk melangkah maju, meskipun Kieran telah menunjukkan kesungguhan yang tulus.Clara menarik napas panjang dan memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sej
Pagi itu terasa berbeda bagi Clara. Setelah percakapan malam kemarin dengan Kieran, banyak hal yang dipikirkan. Ada perasaan lega yang mulai mengisi ruang hatinya, namun juga rasa takut yang terus menghantui. Clara tahu ini bukanlah akhir dari segala hal, tapi awal dari sebuah babak baru yang penuh tantangan.Sejak pagi, ia merasa ada sebuah ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia berusaha fokus pada pekerjaan yang menumpuk, namun pikirannya tidak bisa lepas dari Kieran. Ada rasa hangat yang mengalir setiap kali ia membayangkan pria itu, dan hatinya tahu satu hal—ia tidak ingin kehilangan kesempatan ini.Kehidupan profesional Clara tetap berjalan seperti biasa. Di kantor, ia menyelesaikan berbagai tugas, menghadiri pertemuan dengan klien, dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar.Namun, dalam setiap detik yang berlalu, pikirannya kembali terhubung pada Kieran. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Kieran muncul di layar, dan Clara merasa jantungnya berdebar.
Pagi itu terasa penuh dengan harapan yang terpendam. Clara memulai harinya dengan secangkir kopi panas di tangan, duduk di tepi jendela kantornya, memandang jalanan kota yang sibuk. Dingin pagi menembus kaca jendela, namun hatinya hangat dengan bayangan pertemuan semalam. Malam itu, ketika mereka berdua saling berbagi janji, Clara merasa dunia seperti berhenti sejenak. Semua ketakutannya tentang hubungan ini, semua ketidakpastian yang selama ini menghantui dirinya, tampak seperti kabut yang perlahan menghilang. Kieran, pria yang selama ini ia lihat hanya sebagai bos, kini telah menjadi seseorang yang ia percayai untuk menjalani perjalanan hidupnya bersama. Namun, meskipun ada kehangatan di hatinya, Clara masih merasa cemas. Ketakutan bahwa ia mungkin saja salah, bahwa ia mungkin tidak cukup siap untuk komitmen itu, terus menggerogoti pikirannya. Setiap hari adalah langkah baru untuk membuka diri, untuk menerima perubahan dan tantangan yang datang.Hari ini, Clara memutuskan un
Malam itu, Clara kembali terjaga lebih lama dari biasanya. Kieran’s proposal—ide untuk membuka perusahaan bersama—berputar-putar dalam pikirannya. Sejak pertemuan mereka di kafe tadi sore, ia tidak bisa berhenti berpikir tentang segala potensi yang bisa terwujud. Namun, keraguan masih mengganjal di hati. Memasuki dunia bisnis bersama Kieran bukan hanya tentang pekerjaan. Itu juga tentang masa depan mereka, hubungan yang lebih dalam yang mungkin saja terancam oleh tekanan dan risiko yang datang bersamaan dengan bisnis.Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia pungkiri: ia merasa dihargai oleh Kieran, dan tawaran ini terasa seperti peluang untuk membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar asisten. Itu adalah langkah besar menuju kebebasan dan kredibilitas profesional yang selama ini ia dambakan. Clara menatap ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Ada pesan singkat dari Kieran, yang ditulis beberapa jam lalu setelah mereka berpisah."Clara, aku harap kamu sudah merenu
Setelah pertemuan yang mendalam bersama Kieran, Clara merasa sebuah beban yang lebih ringan di pundaknya. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, namun hari itu, ia mulai merasa bahwa keputusan untuk bergabung dalam proyek besar ini adalah langkah yang benar. Namun, seiring dengan rasa percaya diri yang mulai tumbuh, ada juga kekhawatiran yang semakin menggelayuti pikirannya. Dunia bisnis tidaklah mudah, apalagi ketika itu melibatkan hubungan pribadi yang erat. Clara tahu bahwa tantangan yang mereka hadapi jauh lebih besar dari sekadar angka dan strategi. Ada perasaan yang lebih dalam, perasaan yang berisiko, yang berpotensi mengubah segala hal. Tapi satu hal yang jelas di benaknya: ia tidak bisa mundur.Hari itu, setelah pertemuan dengan Kieran, Clara kembali ke apartemennya dengan langkah yang lebih pasti. Di jalan pulang, ia tidak hanya merasakan langkah kaki yang terasa ringan, tetapi juga hati yang lebih terbuka. Seiring dengan itu, ada rasa penasaran tentang bagaim
Clara menghela napas dalam-dalam saat menatap layar laptopnya yang penuh dengan email dan laporan dari berbagai tim. Proyek yang baru dimulai bersama Kieran sudah mulai menunjukkan tanda-tanda keberhasilan, tetapi juga penuh dengan tantangan yang tak terduga. Ada perasaan campur aduk dalam dirinya—rasa bangga dan juga kecemasan. Hari itu, di ruang rapat yang biasa, Kieran memanggil Clara untuk membahas beberapa keputusan penting mengenai arah perusahaan. Mereka berdua sudah bekerja keras selama berbulan-bulan, namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak keputusan besar yang harus diambil. Keputusan-keputusan ini bukan hanya berdampak pada perusahaan, tetapi juga pada hubungan pribadi mereka.Clara duduk di depan meja rapat, matanya menatap Kieran yang sedang mempersiapkan presentasi. Ia tahu bahwa diskusi kali ini akan berbeda dari biasanya. Ada beberapa isu yang tak bisa lagi dihindari, terutama yang menyangkut masa depan hubungan mereka.Kieran mengangkat pandangannya dan
Pagi itu, Clara tiba lebih awal lagi di kantor, memandang layar laptop yang menyala dengan sebuah laporan besar yang harus segera diselesaikan. Meski ada sedikit rasa lega setelah pencapaian besar dengan klien beberapa hari lalu, Clara tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Masih banyak hal yang harus dikerjakan, dan setiap detik sangat berarti. Dia terdiam sesaat, memandangi jendela yang menghadap ke kota. Meskipun pemandangan di luar begitu indah, Clara tidak bisa menahan rasa cemas yang tiba-tiba datang. Ada sesuatu yang menggantung di udara—sebuah keputusan yang belum dibuat, sebuah perasaan yang belum diungkapkan.Tak lama, pintu kantor terbuka dan Kieran masuk, membawa dua cangkir kopi hangat. “Pagi, Clara. Ini untukmu,” katanya sambil meletakkan cangkir di meja Clara.Clara tersenyum lelah, menerima cangkir kopi itu dengan penuh syukur. “Terima kasih, Kieran. Aku merasa seperti sudah berada di ujung kesabaran. Ada begitu banyak yang harus kita atasi,” jawab Clara den
Hari-hari semakin terasa berat bagi Clara. Setiap kali dia duduk di depan komputernya, dia merasa dunia seakan memadat di sekelilingnya. Setiap detik dihitung, dan setiap keputusan yang mereka buat akan menentukan masa depan perusahaan. Klien besar yang mereka hadapi semakin mendesak, dan setiap pertemuan dengan mereka terasa semakin menegangkan.Pagi itu, Clara datang lebih awal ke kantor, duduk di meja kerjanya sambil merenung. Layar laptopnya menunjukkan berbagai laporan yang harus dia tinjau kembali. Namun, pikirannya tetap terfokus pada masalah besar yang belum juga terpecahkan. Tak lama, Kieran masuk dengan langkah cepat, membawa segelas kopi untuk Clara. “Pagi, Clara. Aku tahu kamu pasti sudah sangat lelah, tapi kita perlu berdiskusi tentang langkah selanjutnya.”Clara menghela napas, menatap kopi yang diberikan Kieran, lalu menatapnya dengan serius. “Aku sudah berpikir banyak tentang apa yang harus kita lakukan, Kieran. Setiap kali kita mundur sedikit, mereka seakan men
Pagi itu, Clara duduk di meja kerjanya, merenung sejenak sebelum memulai hari. Layar laptopnya menunjukkan berbagai email penting yang memerlukan tindak lanjut cepat. Namun, ada satu email yang mencuri perhatian lebih dari yang lain. Itu adalah pesan dari Klien besar yang sudah lama mereka incar, tetapi kali ini ada perubahan yang cukup mengejutkan. "Kami ingin mengubah beberapa hal terkait kontrak yang sudah disepakati sebelumnya. Harap segera menghubungi kami."Clara mengernyitkan keningnya. Itu bukanlah hal yang mereka harapkan. Mengubah kontrak setelah semuanya hampir selesai bisa menjadi masalah besar. Belum lagi, hal ini pasti akan mempengaruhi waktu dan sumber daya yang sudah dipersiapkan. Clara mengirim balasan singkat kepada klien tersebut dan memutuskan untuk segera melapor kepada Kieran.Sambil mengetikkan pesan kepada Kieran, Clara merasa sedikit tertekan. Mereka baru saja menyelesaikan banyak hal untuk memastikan semua berjalan lancar, dan sekarang ada sebuah tanta
Clara menghela napas dalam-dalam saat menatap layar laptopnya yang penuh dengan email dan laporan dari berbagai tim. Proyek yang baru dimulai bersama Kieran sudah mulai menunjukkan tanda-tanda keberhasilan, tetapi juga penuh dengan tantangan yang tak terduga. Ada perasaan campur aduk dalam dirinya—rasa bangga dan juga kecemasan. Hari itu, di ruang rapat yang biasa, Kieran memanggil Clara untuk membahas beberapa keputusan penting mengenai arah perusahaan. Mereka berdua sudah bekerja keras selama berbulan-bulan, namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak keputusan besar yang harus diambil. Keputusan-keputusan ini bukan hanya berdampak pada perusahaan, tetapi juga pada hubungan pribadi mereka.Clara duduk di depan meja rapat, matanya menatap Kieran yang sedang mempersiapkan presentasi. Ia tahu bahwa diskusi kali ini akan berbeda dari biasanya. Ada beberapa isu yang tak bisa lagi dihindari, terutama yang menyangkut masa depan hubungan mereka.Kieran mengangkat pandangannya dan
Setelah pertemuan yang mendalam bersama Kieran, Clara merasa sebuah beban yang lebih ringan di pundaknya. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, namun hari itu, ia mulai merasa bahwa keputusan untuk bergabung dalam proyek besar ini adalah langkah yang benar. Namun, seiring dengan rasa percaya diri yang mulai tumbuh, ada juga kekhawatiran yang semakin menggelayuti pikirannya. Dunia bisnis tidaklah mudah, apalagi ketika itu melibatkan hubungan pribadi yang erat. Clara tahu bahwa tantangan yang mereka hadapi jauh lebih besar dari sekadar angka dan strategi. Ada perasaan yang lebih dalam, perasaan yang berisiko, yang berpotensi mengubah segala hal. Tapi satu hal yang jelas di benaknya: ia tidak bisa mundur.Hari itu, setelah pertemuan dengan Kieran, Clara kembali ke apartemennya dengan langkah yang lebih pasti. Di jalan pulang, ia tidak hanya merasakan langkah kaki yang terasa ringan, tetapi juga hati yang lebih terbuka. Seiring dengan itu, ada rasa penasaran tentang bagaim
Malam itu, Clara kembali terjaga lebih lama dari biasanya. Kieran’s proposal—ide untuk membuka perusahaan bersama—berputar-putar dalam pikirannya. Sejak pertemuan mereka di kafe tadi sore, ia tidak bisa berhenti berpikir tentang segala potensi yang bisa terwujud. Namun, keraguan masih mengganjal di hati. Memasuki dunia bisnis bersama Kieran bukan hanya tentang pekerjaan. Itu juga tentang masa depan mereka, hubungan yang lebih dalam yang mungkin saja terancam oleh tekanan dan risiko yang datang bersamaan dengan bisnis.Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia pungkiri: ia merasa dihargai oleh Kieran, dan tawaran ini terasa seperti peluang untuk membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar asisten. Itu adalah langkah besar menuju kebebasan dan kredibilitas profesional yang selama ini ia dambakan. Clara menatap ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Ada pesan singkat dari Kieran, yang ditulis beberapa jam lalu setelah mereka berpisah."Clara, aku harap kamu sudah merenu
Pagi itu terasa penuh dengan harapan yang terpendam. Clara memulai harinya dengan secangkir kopi panas di tangan, duduk di tepi jendela kantornya, memandang jalanan kota yang sibuk. Dingin pagi menembus kaca jendela, namun hatinya hangat dengan bayangan pertemuan semalam. Malam itu, ketika mereka berdua saling berbagi janji, Clara merasa dunia seperti berhenti sejenak. Semua ketakutannya tentang hubungan ini, semua ketidakpastian yang selama ini menghantui dirinya, tampak seperti kabut yang perlahan menghilang. Kieran, pria yang selama ini ia lihat hanya sebagai bos, kini telah menjadi seseorang yang ia percayai untuk menjalani perjalanan hidupnya bersama. Namun, meskipun ada kehangatan di hatinya, Clara masih merasa cemas. Ketakutan bahwa ia mungkin saja salah, bahwa ia mungkin tidak cukup siap untuk komitmen itu, terus menggerogoti pikirannya. Setiap hari adalah langkah baru untuk membuka diri, untuk menerima perubahan dan tantangan yang datang.Hari ini, Clara memutuskan un
Pagi itu terasa berbeda bagi Clara. Setelah percakapan malam kemarin dengan Kieran, banyak hal yang dipikirkan. Ada perasaan lega yang mulai mengisi ruang hatinya, namun juga rasa takut yang terus menghantui. Clara tahu ini bukanlah akhir dari segala hal, tapi awal dari sebuah babak baru yang penuh tantangan.Sejak pagi, ia merasa ada sebuah ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia berusaha fokus pada pekerjaan yang menumpuk, namun pikirannya tidak bisa lepas dari Kieran. Ada rasa hangat yang mengalir setiap kali ia membayangkan pria itu, dan hatinya tahu satu hal—ia tidak ingin kehilangan kesempatan ini.Kehidupan profesional Clara tetap berjalan seperti biasa. Di kantor, ia menyelesaikan berbagai tugas, menghadiri pertemuan dengan klien, dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar.Namun, dalam setiap detik yang berlalu, pikirannya kembali terhubung pada Kieran. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Kieran muncul di layar, dan Clara merasa jantungnya berdebar.
Hari itu terasa berbeda. Clara merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya, sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Setelah sekian lama, ada secercah harapan yang kembali muncul. Namun, di balik harapan itu, ada juga keraguan yang terus menghantui pikirannya. Clara duduk di ruang kantornya, menatap layar laptop dengan mata yang mulai lelah.Beberapa laporan yang harus diselesaikan masih menumpuk, dan meskipun otaknya ingin fokus pada pekerjaannya, pikirannya selalu kembali pada Kieran. Semalam, setelah mereka berbicara di taman, Clara merasakan kelegaan yang tak terucapkan. Ia mulai sedikit membuka hatinya, memberi Kieran kesempatan untuk membuktikan bahwa ia tidak akan mengecewakannya lagi. Namun, ada rasa takut yang menghantui, rasa takut untuk kembali terluka. Mungkin inilah yang selama ini membuatnya sulit untuk melangkah maju, meskipun Kieran telah menunjukkan kesungguhan yang tulus.Clara menarik napas panjang dan memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sej