ILHAM tiba di Bone dengan perasaan campur aduk. Perjalanan menuju Bone bukan hanya sekadar misi untuk menghadapi makhluk gaib, tetapi juga konfrontasi dengan ketakutan terdalamnya. Dia telah mendengar cerita tentang Siluman Rusa sejak kecil—makhluk jahat yang sering kali dikaitkan dengan hilangnya orang-orang secara misterius di hutan-hutan sekitar Bone. Siluman ini dikenal licik, mampu merasuki pikiran manusia dan mengendalikan mereka untuk melakukan hal-hal yang jahat.
Sejak kecil, ILHAM telah menyimpan ketakutan terhadap Siluman Rusa ini. Ketakutan itu semakin mengakar setelah dia menyaksikan sendiri seorang teman masa kecilnya tersesat di hutan dan tidak pernah kembali. Setiap kali ia mendengar cerita tentang makhluk tersebut, bayangan masa lalu itu kembali menghantui pikirannya.
Namun, kali ini dia datang bukan sebagai anak kecil yang takut, melainkan sebagai seorang pemuda yang telah mempelajari berbagai ilmu dan mendapatkan kekuatan dari gurunya, Ustadz Ab
Rafiq berdiri di tengah kegelapan malam di Toraja, sebuah daerah yang terkenal dengan budaya mistisnya. Udara malam yang dingin terasa semakin menusuk tulang, seolah-olah alam pun merasakan kehadiran energi jahat yang tengah berkumpul di sekitar bukit-bukit tinggi yang mengelilingi daerah tersebut. Toraja, dengan segala keindahannya, menyimpan banyak misteri dan legenda yang berkaitan dengan alam gaib. Salah satu legenda yang paling ditakuti adalah tentang arwah-arwah jahat yang dipanggil melalui ritual-ritual kuno.Misi Rafiq kali ini adalah menutup gerbang gaib yang terbuka akibat ritual-ritual tersebut, sebuah gerbang yang memungkinkan arwah-arwah jahat untuk masuk ke dunia manusia dan menyebabkan kerusakan. Dengan kekuatan baru yang ia dapatkan dari artefak kuno yang diberikan oleh Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang, Rafiq merasa cukup percaya diri untuk menghadapi ancaman ini. Namun, dia tahu bahwa tugas ini tidak akan mudah.Saat Rafiq mendekati puncak bukit
Malam di Palu terasa berbeda bagi Raja Asyraf. Angin yang bertiup di sekitar bukit-bukit rendah di tepi kota membawa serta bisikan-bisikan misterius, seolah-olah menyimpan kisah-kisah yang tak terucapkan. Malam itu, Asyraf dihadapkan pada tugas yang tak kalah berbahaya: menyelamatkan pemuda-pemuda yang telah tersesat oleh pengaruh jahat Nyi Roro Kuning, sosok legendaris yang dikenal dalam masyarakat sebagai makhluk halus yang gemar menjerat jiwa-jiwa muda.Nyi Roro Kuning bukanlah makhluk gaib biasa. Ia adalah jin perempuan berwajah cantik dengan balutan kebaya kuning cerah yang anggun, namun dibalik keindahannya tersembunyi kebencian mendalam terhadap manusia. Legenda mengatakan bahwa Nyi Roro Kuning dulunya adalah manusia biasa, seorang putri dari kerajaan kecil di Palu, yang karena dikhianati oleh kekasihnya, akhirnya mengorbankan dirinya dalam sebuah ritual hitam untuk membalas dendam. Sejak saat itu, arwahnya menjelma menjadi makhluk gaib yang kerap menggoda pemuda-pemud
Malam di Bantaeng, sebuah kabupaten yang terletak di pesisir selatan Sulawesi Selatan, telah lama menjadi saksi bisu dari berbagai legenda dan kisah mistis yang menghantui masyarakat setempat. Salah satu legenda yang paling terkenal adalah tentang Mawang, makhluk gaib yang dipercaya sebagai siluman jahat yang gemar menculik anak-anak. Mawang tidak hanya menculik mereka, tetapi juga menyesatkan mereka ke dalam dunia gaib, sehingga banyak orang tua yang kehilangan anak-anak mereka tanpa jejak. Ketakutan akan Mawang telah menghantui Bantaeng selama bertahun-tahun, dan kini tiba saatnya bagi Raja Abdul Aziz, yang lebih dikenal sebagai Raja Bardug di kalangan gaib, untuk menghadapi ancaman ini.**Pertarungan Dimulai**Abdul Aziz melangkah dengan tenang, namun hati-hati, ke dalam hutan lebat di luar desa Bantaeng, tempat di mana Mawang diyakini bersembunyi. Dengan mengenakan pakaian gaib yang melindungi tubuhnya dari serangan gaib, Abdul Aziz merasakan aura kegelapan yang se
Setelah pertempuran sengit dan berbagai tantangan yang telah mereka hadapi, saatnya bagi Aaron, ILHAM, Rafiq, Abdul Aziz, dan Asyraf untuk kembali ke tempat mereka berkumpul. Malam itu, di sebuah tempat yang aman dan jauh dari ancaman, mereka berkumpul kembali setelah misi mereka masing-masing. Suasana penuh kelegaan dan kepuasan mengisi ruang di sekitar mereka.**Kedatangan yang Mengejutkan**Saat matahari terbenam, para pejuang yang telah lelah tetapi puas kembali ke tempat pertemuan mereka. Aaron dan ILHAM datang bersama dengan Rafiq, Abdul Aziz, dan Asyraf. Di tengah mereka, terdapat seorang wanita cantik yang wajahnya tertunduk malu-malu—Nyi Roro Kuning. Dia mengenakan pakaian tradisional yang indah, tetapi raut wajahnya menunjukkan keraguan dan rasa malu.Ustadz Abdullah, yang telah menunggu dengan sabar, berdiri menyambut mereka semua satu per satu. Dengan penuh rasa syukur dan bangga, ia memeluk setiap anak didiknya, mengucapkan selamat atas keberhasilan
Setelah proses mengislamkan Nyi Roro Kuning selesai, suasana di ruangan menjadi penuh semangat dan harapan. Nama baru yang diberikan untuk menggantikan nama lamanya adalah **Putri Khadijah Al-Rumi**. Nama ini dipilih karena mencerminkan keanggunan dan kekuatan yang dimilikinya serta harapan untuk masa depan yang penuh berkah.Ustadz Abdullah berdiri dengan tegas di hadapan Putri Khadijah Al-Rumi. Dengan sikap penuh kebijaksanaan, ia meminta Putri Khadijah untuk mendekat dan duduk di depannya. Semua yang hadir, termasuk Aaron, Aisyah, Samira, ILHAM, Abdul Aziz, Rafiq, Zafir, Arkan, dan Seraphina, menyaksikan dengan penuh perhatian.“Putri Khadijah,” Ustadz Abdullah memulai dengan nada yang penuh rasa hormat, “sekarang kamu memasuki fase baru dalam hidupmu. Ilmu yang akan aku berikan ini akan membantumu memahami kekuatan yang kamu miliki dan cara menggunakannya untuk kebaikan umat manusia. Ini adalah tanggung jawab besar, dan aku yakin kam
Di sebuah tempat yang tersembunyi dan penuh kedamaian, Ustadz Abdullah memfokuskan perhatiannya pada Aisyah, Samira, dan Putri Khadijah Al-Rumi. Ketiganya dengan tekun menerima setiap bimbingan, ilmu, dan teknik yang diberikan oleh Ustadz. Pelatihan ini tidak seperti yang pernah mereka alami sebelumnya; ini adalah latihan intensif yang dirancang untuk mempersiapkan mereka menghadapi tantangan besar yang akan datang.Hari demi hari, mereka belajar teknik-teknik baru, mengasah keterampilan spiritual mereka, dan memahami lebih dalam mengenai potensi kekuatan yang mereka miliki. Setiap pelajaran membawa mereka lebih dekat pada pemahaman akan tanggung jawab besar yang harus mereka pikul.Setelah beberapa sesi pelatihan dari Ustadz Abdullah, tiba saatnya untuk memperdalam kemampuan mereka dengan bantuan makhluk mitologi suci. Pada hari yang telah ditentukan, Ustadz memanggil Arkan, naga kuno dengan kekuatan luar biasa, dan Seraphine, Phoenix yang memiliki api kehidupan.
Pada saat ditugaskan oleh gurunya Aaron, ILHAM, Abdul Aziz, Rafiq, dan Zafir berdiri dalam wujud seperti Zafir(macan besar bersayap), menghadap Gunung Klabat yang menjulang tinggi di Sulawesi Utara. Gunung ini bukan sekadar gunung biasa; legenda di sekitar gunung ini penuh dengan cerita mistis yang diyakini oleh penduduk setempat. Banyak yang percaya bahwa Gunung Klabat adalah rumah dari makhluk-makhluk gaib yang sangat kuat, termasuk sosok roh penjaga yang dikenal sebagai “Tonaas Wangko” dan makhluk-makhluk lainnya yang menguasai elemen alam.Ustadz Abdullah telah memberi mereka izin untuk menggunakan wujud seperti Zafir untuk mencapai lokasi dengan cepat. Namun, Ustadz juga memperingatkan bahwa bentuk ini akan sangat menguras energi mereka, dan mereka harus sangat berhati-hati.“Apakah kalian merasakan itu?” Rafiq berbicara dengan nada rendah, matanya yang tajam mengamati puncak gunung yang dikelilingi oleh kabut tebal. “Energi di sini s
Setelah pertempuran sengit dengan Tonaas Wangko di Gunung Klabat, Aaron, ILHAM, Abdul Aziz, Rafiq, dan Zafir beristirahat di sebuah pemukiman warga yang terletak di lereng gunung. Meski mereka berhasil mundur dengan nyawa yang nyaris terancam, luka-luka yang mereka derita masih belum sepenuhnya sembuh. Mereka tahu bahwa untuk menghadapi Tonaas Wangko lagi, mereka harus memulihkan diri sebaik mungkin, baik fisik maupun spiritual.Namun, ketenangan di pemukiman itu hanya sesaat. Penduduk mulai melaporkan berbagai gangguan gaib yang semakin merajalela. Setiap malam, teror demi teror menghantui warga desa. Dedemit seperti kuntilanak, pocong, dan genderuwo mulai sering muncul, menebar ketakutan dan kengerian. Gangguan gaib ini tak hanya menyasar penduduk, tetapi juga mempengaruhi lingkungan sekitar.Aaron dan kawan-kawan sadar bahwa mereka tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu waktu untuk pulih sepenuhnya. Mereka memutuskan untuk membantu warga meng
Azan dan Zahra bersiap dengan keyakinan yang besar, bersandar pada semua pelajaran yang telah mereka terima dari Ustadz Abdullah, orang tua mereka, dan juga pengalaman latihan keras di padepokan. Sebelum keberangkatan mereka, di hadapan orang tua dan semua yang hadir di padepokan, Azan dan Zahra mengulurkan tangan, masing-masing melafalkan doa perlindungan dan kekuatan yang pernah diberikan oleh Ustadz Abdullah dan semua wali gaib yang mengawasi mereka.Azan memandang wajah-wajah penuh kasih di sekelilingnya, terutama pada Aaron dan Aisyah, yang terlihat campur aduk antara haru dan bangga. "Ayah, Ibu, semua… ini bukanlah perpisahan. Kami hanya melanjutkan perjalanan yang sudah Ayah dan Ibu mulai," kata Azan dengan nada tegas.Aaron tersenyum dan memegang bahu Azan dengan erat. “Anakku, kekuatan bukan hanya soal apa yang bisa kau lakukan. Kekuasaan terbesar adalah menjaga keseimbangan dan kebijaksanaan dalam setiap langkah. Ingatlah itu.”Zahra
Setelah pertempuran besar yang mereka menangkan di dalam kuil, Azan dan Zahra akhirnya melangkah keluar dengan sisa-sisa kekuatan yang masih terasa di sekitar mereka. Hembusan angin malam berhembus pelan, seolah mengucapkan selamat kepada mereka atas kemenangan yang telah mereka raih. Tetapi di sisi lain, ada keheningan yang tidak biasa di sekitar, yang membuat mereka merasa ada sesuatu yang tidak selesai.Zahra menyeka peluh di dahinya, lalu memandang kakaknya dengan cemas. “Kak, meskipun kita berhasil mengalahkan sosok itu, aku merasa bahwa ini bukanlah akhir dari semuanya.”Azan terdiam sesaat, memandang ke arah kuil yang semakin suram di belakang mereka. "Aku merasakan hal yang sama. Energi kegelapan yang selama ini kita rasakan masih ada di dunia ini, meskipun sosok itu telah hancur. Ada yang lebih besar lagi di balik semua ini, dan kita harus siap menghadapi apa pun yang datang.”Dengan tekad yang semakin kuat, mereka melanjutkan perjalan
Ketika Azan dan Zahra keluar dari gua, mereka disambut dengan ketenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Energi yang sebelumnya bergejolak di sekitar pegunungan itu kini berangsur damai, dan suara angin yang mengalun membawa bisikan ketenangan yang hampir magis. Keduanya duduk di tepi tebing, menikmati pemandangan hamparan hijau yang luas di bawah mereka.“Rasanya seperti beban besar baru saja diangkat dari bahu kita,” kata Zahra sambil memandang jauh ke cakrawala.Azan tersenyum, menoleh pada adiknya yang tampak tenang. “Kau benar, Zahra. Tapi perjalanan kita belum selesai. Kita masih punya banyak tanggung jawab dan janji untuk menegakkan keseimbangan di dunia ini.”Zahra menatap kakaknya dengan penuh kesungguhan. “Aku siap, Kak. Apa pun yang terjadi, kita akan melakukannya bersama-sama.”Mereka beristirahat sebentar, lalu mulai menuruni gunung untuk melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan, mereka mendap
Setelah pertempuran sengit di desa kecil yang diteror oleh Bayangan Kelam, Azan dan Zahra melanjutkan perjalanan mereka ke arah barat, melewati hutan belantara yang dipenuhi suara-suara burung eksotis dan pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi. Keduanya merasakan sesuatu yang berbeda—seperti keberanian baru yang membara dalam diri mereka. Bayangan Kelam yang baru saja mereka hadapi hanyalah permulaan dari serangkaian tantangan yang akan datang.Selama perjalanan, Azan dan Zahra semakin memperkuat ikatan kekuatan mereka. Meskipun usia mereka masih muda, kemampuan mereka jauh melebihi siapa pun yang pernah mereka kenal, bahkan ayah dan ibu mereka, Aaron dan Aisyah. Berkat bimbingan sejak dini, keduanya telah memahami cara menggabungkan kekuatan mereka dengan efisien, menciptakan energi yang sangat dahsyat yang bahkan dapat menghancurkan makhluk-makhluk gaib yang lebih tua dan kuat.Suatu malam, ketika mereka beristirahat di tepi sebuah danau yang tenang dan berk
Azan dan Zahra terus berjalan melintasi berbagai daerah. Setelah sebulan meninggalkan padepokan, mereka telah melewati hutan-hutan lebat, lembah-lembah curam, dan desa-desa kecil yang terkadang dihuni oleh manusia dan kadang-kadang oleh makhluk-makhluk gaib. Mereka belajar untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang ilusi, mengandalkan insting, latihan, serta kekuatan batin yang mereka peroleh selama bertahun-tahun. Perjalanan mereka menjadi tidak hanya perjalanan fisik, tetapi juga batiniah.Suatu malam yang tenang, mereka tiba di sebuah desa kecil di tepi sungai yang luas dan deras. Saat mereka masuk ke desa, mereka melihat bahwa tempat itu tampak sangat sepi, seperti semua penduduknya hilang atau bersembunyi.Zahra melihat ke sekeliling dan bergidik. "Azan, tempat ini aneh. Rasanya… seakan ada sesuatu yang menunggu di balik bayangan."Azan menatap lurus ke depan, seolah merasakan hal yang sama. "Ya, Zahra. Aku juga merasakannya. Seperti ada sesuatu
Angin pagi berhembus lembut di padepokan. Di halaman utama, Zahra dan Azan berdiri tegak, siap memulai perjalanan panjang yang sudah lama mereka rencanakan. Usia mereka kini sepuluh tahun, namun kekuatan dan kebijaksanaan mereka sudah melampaui siapa pun di sekitarnya. Semua orang di padepokan, termasuk Aaron, Aisyah, ILHAM, Ustadz Abdullah, Samira, dan Putri Khadijah, berkumpul untuk mengantar mereka pergi.Aaron memandang kedua anaknya dengan tatapan campuran antara bangga dan cemas. "Kalian yakin ingin melakukan ini sendirian?" Azan tersenyum kecil, matanya memancarkan ketenangan. "Ayah, perjalanan ini adalah sesuatu yang harus kami lakukan. Ada jawaban di luar sana yang hanya bisa kami temukan sendiri." Aisyah menarik napas panjang, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. "Tapi kalian masih begitu muda…" Zahra melangkah maju dan menggenggam tangan ibunya. "Kami sudah siap, Ibu. Dan kami tidak akan benar-benar pergi tanpa meninggalkan sesuatu." Azan mengangkat tangannya, dii
Malam itu udara terasa lebih berat dari biasanya, seolah ada sesuatu yang bergerak dalam kegelapan. Azan dan Zahra kembali terbangun dari tidur mereka, merasakan hawa dingin dan desakan aneh yang semakin kuat. Angin di luar bertiup kencang, membuat dedaunan di halaman rumah berputar liar. Azan menggenggam tangan Zahra erat. "Kali ini berbeda, Zahra. Aku bisa merasakannya. Sesuatu datang."Zahra mengangguk. "Iya, kita tidak boleh tinggal diam." Tanpa menunggu lebih lama, mereka keluar dari kamar dan langsung menuju halaman. Begitu tiba di sana, mereka terkejut melihat kabut tebal merayap di atas tanah. Di balik kabut, sosok-sosok tinggi dan gelap mulai bermunculan, bergerak seperti bayangan. Aaron dan Aisyah yang juga merasakan kegelisahan segera menyusul ke luar, diikuti oleh Ustadz Abdullah. "Ini bukan hal biasa," ujar Aaron sambil menatap tajam ke arah kabut. "Mereka datang mencari sesuatu." Ustadz Abdullah memej
Azan dan Zahra tumbuh dengan pesat, tak hanya dalam tubuh tetapi juga dalam kemampuan. Setiap hari mereka terus berlatih dengan ayah dan ibu mereka, sementara Ustadz Abdullah mengawasi perkembangan mereka dengan hati-hati. Kedua anak kembar ini memiliki jiwa petualang dan keinginan yang kuat untuk memahami dunia di sekitar mereka, dan Aaron mulai menyadari bahwa kekuatan yang mereka miliki tak bisa dibatasi hanya dalam lingkungan keluarga. Namun, meskipun mereka begitu luar biasa, mereka tetaplah anak-anak.Suatu sore, Azan dan Zahra bermain di hutan kecil di dekat rumah. Udara sejuk dan pepohonan rindang menjadi tempat mereka berlari-lari sambil tertawa lepas. Zahra memanjat sebuah pohon dengan lincah, sementara Azan membuat lingkaran api kecil di udara dengan jari-jarinya, mengubahnya menjadi burung-burung api yang beterbangan di sekitar mereka."Azan, coba lihat!" Zahra melompat dari cabang dan melayang di udara tanpa menyentuh tanah, seolah-olah gravita
Di suatu pagi yang cerah, Aaron dan Aisyah duduk di beranda rumah, memandangi anak-anak mereka yang bermain di halaman. Azan dan Zahra yang kini berumur lima tahun tampak ceria, namun ada sesuatu yang istimewa dalam setiap gerakan mereka. Mereka bukan anak-anak biasa. Setiap kali mereka tertawa atau melompat, hawa di sekeliling terasa berbeda—ada getaran energi besar yang mengiringinya.Aaron menatap istrinya dengan tatapan serius namun penuh cinta. “Aisyah, aku bisa merasakan kekuatan mereka semakin besar. Bahkan aku tak yakin bisa mengendalikan mereka jika suatu saat mereka tak bisa mengontrol kekuatan itu.”Aisyah mengangguk pelan, merasa hal yang sama. “Mereka terlalu kuat, Aaron. Aku takut mereka belum sepenuhnya paham apa yang mereka miliki. Kita hanya bisa berharap dan berdoa agar mereka selalu berada di jalan yang benar.”Azan dan Zahra sedang bermain di bawah pohon besar di sudut halaman. Tiba-tiba, Azan mengangkat ta