Hati Sonya kalut saat Awan mengatakan kalau Emir adalah suaminya dan langsung menutup sambungan telepon. Seketika itu juga Sonya sadar kalau Awan mungkin menyukainya namun, dia terlalu sulit untuk digapai. Statusnya yang istri orang membuat dirinya dan Awan tidak bisa menjalin kasih dengan benar. Menyedihkan.
"Sonya, Sayang ...."Sonya mengalihkan pandangannya dari piring yang ada di depannya ke arah sumber suara dan mendapati mertuanya datang bersama sopirnya Tarno."Ibu, kenapa Ibu ada di sini?" tanya Sonya kaget saat mendapati Parwati ada di rumahnya sembari membawa banyak bahan makanan. "Nggak usah repot-repot, Bu."Parwati mendekati Sonya dan memeluknya seerat mungkin, "Ibu kangen, Nak. Kan Ibu udah bilang kemarin kalau Ibu ingin datang. Jadi, Ibu datang," ucap Parwati sembari mengecup pipi kiri dan kanan Sonya."Oh ... iya, Bu. Tapi, ini ngerepotin Ibu, kan, bisa aku sama Emir datang ke tempat Ibu," sahut Sonya sembari melepaskan pBrak ....Miska yang sedang mengetik terlonjak kaget saat mendengar suara pintu dibanting sekeras mungkin oleh Emir yang masuk dengan wajah menahan emosi dan amarah."Emir kamu kenapa?" tanya Miska kaget dengan reaksi Emir yang penuh angkara murka saat masuk ruangan kerja."Si wanita jalang itu benar-benar bikin aku kesal!?" maki Emir sembari berkacak pinggang dan mengatur napasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya.Emir tahu kalau bertemu kembali dengan Sonya hanya akan menguras emosinya, kekeraskepalaan Sonya benar-benar membuat Emir harus menahan emosinya agar tidak menggampar mulut istrinya itu. Dia pernah hampir kelepasan saat dirinya bertemu dengan Sonya di rumah sakit kemarin dan ditolong oleh rekan kerja Sonya yang bernama Awan."Kenapa lagi sama istri kamu, Emir?" tanya Miska sembari melepaskan kacamatanya dan berjalan ke arah kekasihnya itu. Lelaki di mana ia menggant
"Emir masa kamu mau jual apartemen aku?" rengek Miska sambil menatap Emir yang sedang meminum kopinya. Setelah mereka bercinta dengan sangat kilat dan tanpa mendapatkan kepuasannya sama sekali, Miska kaget karena mendengar perkataan Emir yang ingin menjual apartemennya.Tuhan ... apakah otak kekasihnya ini kesetrum? Kenapa dia harus menjual apartemennya? Miska akan mempertahankan segalanya dengan segala cara karena untuk mendapatkan apartemen, mobil dan semua barang-barang dari Emir, Miska harus melakukan semua yang Emir inginkan termasuk menderita karena sangat jarang mendapatkan orgasme karena keegoisan Emir.
Miska membanting pintu apartemennya dengan sengat keras, dengan urakan ia lemparkan semua barang ke sembarang arah berusaha untuk melepaskan amarahnya karena permintaan Emir yang memintanya untuk menjual apartemennya atau melakukan hubungan badan dengan dua orang sekaligus. Iya ... kekasih keparatnya itu ingin menjual dirinya. Sinting!?"Huek ...." Miska merasakan rasa mual saat membayangkan dua orang pria menyentuh tubuhnya, seketika itu juga ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya di closet."Sinting kamu, Emir!? Kamu gila!?" maki Miska sembari menekan tombol flush dan duduk di samping closet, rasa asam karena sudah memuntahkan isi perutnya benar-benar membuat Miska beranjak dari sana ke arah dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia pergunakan untuk meredakan indra perasanya itu.Tangan Miska meraih gelas berisi air
Miska sedang bergelung di dada Emir dalam keadaan telanjang, jangan tanya apa yang baru saja mereka lakukan. Miska dan Emir sudah kembali bersetubuh sedetik setelah Miska mengungkapkan permohonan maafnya saat ia membuka pintu apartemennya.Jemari Emir sibuk bergerak naik dan turun di punggung Miska yang mulus dan hangat. Menggelitik Miska dengan sentuhannya sembari menonton TV."Emir ... aku ...." Miska memutar otaknya untuk mengungkapkan apa yang saat ini mengganjal di hatinya."Kenapa, Sayang?" tanya Emir."Papa aku harus kemoterapi dan adik aku harus bayar uang sekolah, aku ... aku bingung," rengek Miska sembari menekan payudara telanjangnya ke dada Emir, berusaha menggoda Emir agar mau membantunya.Elusan di belakang punggu
"Miska ... gimana?" Asha berlari ke arah Miska yang baru saja melangkahkan kakinya ke dalam ruang tunggu ICU.Miska tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya pelan, tubuhnya lelah bukan main namun, ia memaksakan diri untuk datang ke rumah sakit untuk menemui keluarganya."Kamu udah makan?" tanya Asha kaget dengan betapa kuyunya Miska. "Kamu kenapa?" Asha menggerakkan wajah Miska yang kedua pipinya memerah.Tangan Miska menyentuh pipinya pelan, "Kebanyakan pakai blush on," dusta Miska sembari menghela napas pelan, mencoba untuk melupakan apa yang baru terjadi beberapa jam yang lalu. Sebuah kejadian yang tidak ingin Miska ingat lagi seumur hidupnya."Masa blush o—""Mah ... aku ke bagian administrasi dulu, biar Papa bisa langsung dioperasi," bisik Miska sembari menggerakkan wajahnya agar tidak disentuh Asha. Bukan tanpa sebab, karena bila Asha menyentuhnya rasanya sakit.
"Eka ... Awan mana?" tanya Sonya saat melihat Eka melintas di hadapannya. "Gimana, Dok?" tanya Eka sembari menghentikan langkahnya. "Kuping kamu harus diperiksa THT atau gimana?" hardik Sonya kesal karena Eka tidak mendengar pertanyaan yang menurut dirinya simple. "Awan mana?" Eka hanya bisa tersenyum kecil saat mendengar perkataan Sonya yang judes, sampai detik ini Eka masih tidak paham mengapa Awan bisa jatuh hati pada Sonya, padahal menurut dirinya Sonya itu tidak ada manis dan lucu-lucunya. Lebih mirip singa yang siap membunuh siapa pun yang membuat perkara dengannya, terlalu mandiri. "Awan Kurniawan?" ulang Eka. Sonya menepuk dahinya dengan kesal, benar apa yang dikatakan Lidya kalau Eka adalah lelaki yang sangat-sangat lemot. "Iya ... Awan Kurniawan, memang ada Awan lain di rumah sakit ini kecuali dia?" "Oh ... Awan mah tadi lagi galau, berapa kali dia tadi nggak fokus, Dok," jawab Eka yang sudah dari tadi siang kesal dengan kelakuan Awan yang selal
"Dokter Sonya," ucap Awan kaget saat tiba-tiba Sonya berdiri di hadapannya sembari mendorong wanita bernama Miska."Ngapain kamu di sini?" tanya Sonya ketus sembari melipat kedua tangannya di dada. "Sony—""Bu Sonya," koreksi Sonya sembari memberikan tatapan tajam setajam silet. "Bu Sonya, Dokter Sonya, bukan Sonya!?""Dok," panggil Awan yang kaget dengan amukkan Sonya pada Miska, kenapa Sonya sebegitu marahnya pada Miska. Sonya menggerakkan bahunya dengan kesal saat merasakan tangan Awan, berusaha mengenyahkan tangan Awan. "Kamu ngapain di sini saya tanya?" "Itu ... saya, saya ...." Miska kebingungan untuk menjawab pertanyaan Sonya, ini pertama kalinya ia bertemu langsung berdua dengan Sonya tanpa ada Emir setelah Sonya mengetahui kalau ia adalah selingkuhan Emir. "Saya apa? Ngapain kamu di sini!?" sentak Sonya."Hmm ... Bu Sonya, saya permisi dulu, yah." Miska berusaha untuk pergi meninggalkan Sonya. Dia tidak terlalu suka berhadapan dengan Sonya sa
Awan tertawa sembari berkacak pinggang dengan satu tangan saja saat mendengar rengekkan Sonya, wanitanya ini benar-benar membuat dirinya ingin mencekik dan memeluknya di waktu yang sama."Kamu maunya apa Sonya?" tanya Awan sembari memijiti bagian tengah keningnya sembari tertawa karena melihat Sonya yang sedang mengerucutkan bibirnya."Nggak ... nggak mau apa-apa," jawab Sonya sembari melipat tangannya di dada dan mengalihkan pandangannya kesal. Entah kenapa Sonya merasa kesal karena Awan yang tidak peka pada dirinya, suatu hal yang bukan sifat Awan, menurut Sonya."Beneran?" tanya Awan sembari mendekati Sonya, Awan sadar kalau kaki Sonya keseleo dan terlihat kesulitan berdiri dengan baik."Iya ... nggak apa-apa, udah sana urus sana si Miska," ucap Sonya sembari memutar bola matanya geram, rasa cemburu benar-benar membakar dirinya. Kelebatan wajah Awan yang sedang berbincang dengan Miska membuat Sony
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan