"Kamu ngapain?""Eh ... itu ...." Sonya mengalihkan pandangannya ke arah lain berusaha untuk tidak melihat pandangan tengil Awan yang seolah menangkap basah dirinya sedang berusaha masuk ke kamar Awan dan Haikal."Ngapain di depan pintu? Mau apa?" tanya Awan."Mau liat pintu," ucap Sonya sambil berdehem dan mengusap pintu kamar hotel yang sebenarnya tidak ada yang menarik tapi Sonya berjuang untuk menunjukkan sikap sangat tertarik dengan pintu itu, “kayanya bagus ini pintu, bagus buat di rumah kita.” Sonya mengusap-usap pintu sambil sesekali mengetuk-ngetuk pintunya, “Bagus, yah.”Awan rasanya ingin memeluk Sonya saking gemasnya saat melihat salah tingkah Sonya karena tertangkap basah hendak masuk ke kamarnya, “Yakin mau liat pintu bukan nyari aku?” tanya Awan.“Pintu … aku mau lihat pintu, kok, kamu nggak usah GR,” ucap Sonya cepat sambil mengusap pintu dan melihat sejauh mungkin dari bola mata cokelat sensual milik Awan. “Ya udah, aku masuk lagi kalau gitu, kamu kayanya lebih suka
"Jangan liat sini, Wan," bisik Sonya saat menyadari kalau Awan sudah berbalik dan melihat dirinya dengan sorot mata sendu yang membuat Sonya makin sedih."Maaf yah, aku bandingin kamu sama Emir ... aku tahu nggak apple to apple bandingin kamu sama Emir dan juga nggak adil bagi kamu buat disamain sama Emir karena kamu jauh lebih baik daripada Emir walau umur kamu lebih muda, kamu lebih tanggung jawab daripada dia dan lebih mau ngemong aku, tapi, aku ngerasa takut dan insecure ...." Sonya mengusap air mata yang tiba-tiba muncul. "Insecure? Kamu insecure kenapa?" Awan makin tak paham dengan jalan pikiran Sonya, wanita secantik, semandiri dan bahkan membuat Awan harus extra dalam menjaga Sonya karena aura kecantikan Sonya yang diakui semua orang termasuk Eka tapi, Eka selalu bilang kalau Sonya cantik tapi menyeramkan karena judes dan dingin."Aku itu lebih tua dari kamu, aku juga nggak bisa kasih kamu anak, aku janda, aku juga nggak bisa masak, dan aku ... aku ...." Sonya menekuk kepalan
Sonya mendesah sambil memejamkan kedua matanya, tubuhnya menggelinjang saat jemari Awan memuja dan memanjakan dirinya di bagian bawah sana. Tangan Sonya mencengkeram lengan Awan yang terasa hangat dan licin. Bibir Sonya dimanjakan dengan liukkan lidah Awan yang seolah mengabsen bagian dalam gigi Sonya dengan gerakkan yang membuat putingnya mengeras menggesek dada Awan yang hangat. Tangan Sonya bergerak dari kuping Awan terus turun menuruni tubuh lelaki itu, mengikuti garis tubuh Awan yang membuat setiap inci tubuh Sonya meraung, rasanya lidahnya yang ingin menggantikan gerakan jemari Sonya saat menjelajahi setiap inci dada Awan yang keras, liat dan sensual.Sonya mengaitkan jemarinya ke celana Awan, dengan pelan Sonya menarik celana Awan ke depan dan meloloskan jemarinya memasuki celana Awan, tangan Sonya dengan cepat menyentuh dan menyelimuti bagian paling sensitif dan hangat milik Awan. Kejantanan Awan."Sonya," erang Awan disela-sela ciumannya, birahinya langsung tercambuk tampa
Kring ... kring ... kring ....Sonya menggeliat saat kupingnya mendengar suara ponsel di nakas yang berada di samping Awan. Matanya mengerjap berusaha untuk mengumpulkan nyawanya dengan cepat, menjadi seorang dokter membuat dirinya sangat terlatih untuk bangun dengan cepat. "Sonya ponsel siapa itu?" tanya Awan yang sama-sama sudah bangun akibat mendengar suara dering ponsel. Awan yang juga bekerja di bidang kesehatan sama-sama gampang untuk terjaga akibat sudah dilatih selama bertahun-tahun untuk selalu siaga. Sebuah kebiasaan yang terbentuk tanpa bisa mereka berdua cegah. "Kayanya ponsel kamu deh, Wan," bisik Sonya sambil melirik ke nakas sampingnya dan nyadari kalau ponselnya tidak berbunyi sama sekali.Awan melepaskan pelukkannya dari tubuh Sonya yang telanjang dengan enggan, setelah mereka bercinta sepanjang malam Awan meminta Sonya untuk tidak mengenakan pakaiannya supaya dia bebas memainkan payudara Sonya ataupun merasakan puting payudara Sonya yang mengeras di dadanya. Awan
"Kenapa Hana, Haikal?" tanya Sonya yang bingung kenapa saat ia berdiri dan mau mengambil minuman kedua anaknya ikut berdiri dan mengekori dirinya."Mommy mau ke mana?" tanya Hana sambil menarik kemeja Sonya. "Mommy mau ketemu alien lagi?" tanya Haikal sambil berdiri menghadang Sonya, berusaha agar Sonya tidak hilang kembali dari hadapannya.Sonya mengerjap dan menahan tawanya saat melirik wajah Awan yang terlihat kesal atas perhatian yang Hana dan Haikal berikan. Sonya tahu rasa kesal Awan dipicu juga karena tadi pagi Sonya tidak mengizinkan Awan menyentuhnya."Nggak, Sayang ... Mommy mau bawa minum, mau ikut?" tanya Sonya sambil menunjuk ke arah meja yang menyediakan juice."Mau ik—""Duduk Hana, Haikal ... Mommy nggak bakal kabur kok, kalau Mommy kabur yang ada Daddy duluan yang bakal cari," potong Awan sambil menggerakkan telunjuknya ke arah kedua anaknya lalu ke kursi. Melihat Awan yang sudah menatap mereka berdua dengan tatapan yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup memb
Sonya berjalan di salah satu lorong rumah sakit sambil membawa karangan bunga berwarna merah muda, langkahnya terhenti saat melihat Awan yang sedang berdiri di salah satu pintu yang ada di sana, lelaki itu selalu terlihat tampan dengan berbagai macam gaya. Saat ini Awan hanya mengenakan sepatu, kemeja yang lengannya ia gulung hingga ke siku membuat Sonya bisa melihat guratan-guratan di lengan Awan, "Wan.""Sini, Sayang ...," pinta Awan sambil menyambut Sonya.Sonya tersipu mendengar Awan memanggilnya Sayang, entah sejak kapan lelaki itu memanggilnya Sayang. Panggilan simple yang bisa membuat hatinya berbunga, "Anak-anak mana?""Mereka pulang dan bareng sama Mbak dan Aki, Aira juga udah di dalam kamar," ucap Awan sambil menarik Sonya agar duduk di sebelahnya."Udah SC-nya?" tanya Sonya."Udah, baru aja Aira masuk kamar dan Wicak udah ke kamar bayi untuk ngurus bayinya. Aki nggak bisa ke sini dia mau sama si kembar aja," ucap Awan sambil ikut menoleh ke pintu kamar operasi.Sudah lima
Sudah dua hari ini Awan dan Sonya disibukkan dengan persiapan pernikahan, Sonya bahkan selalu menyempatkan diri untuk bertemu Wedding Organizer untuk mengurus banyak hal. Rasanya waktu 24 jam tidak cukup untuk dirinya mengurus seluruhnya dan kadang dia kesal bukan main seperti hari ini."Kan, aku udah bilang kamu ke sini jam 5 sore ini jam berapa, Awan?" bisik Sonya sambil menahan amarahnya yang siap meledak karena Awan baru memunculkan batang hidungnya di restoran itu jam 7 malam, ia harus menunggu selala 3 jam di sana bersama salah satu staf WO yang sedang berjuang untuk mencairkan suasana antara Awan dan Sonya."Aku rapat, Sayang, kalau nggak rapat mungkin aku udah sampai dari tadi," ungkap Awan dengan penuh penyesalan sambil berusaha untuk mengelus paha Sonya yang sedari tadi Sonya tepis berkali-kali saking kesalnya dengan Awan."Rapat macam apa sampai malam? Kamu mau rapat tata cara membuat kurikulum untuk mahluk halus, Wan?" tanya Sonya sambil berusaha memberikan senyuman terman
"Hmm ...." Sonya menggeliat saat merasakan pucuk hidungnya dicium oleh seseorang dan pahanya terasa hangat karena ada tangan yang mencengkeramnya."Udah bangun?"Sonya mengangguk sambil memicingkan mata, berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya ruangan yang sudah mulai terang akibat sinar matahari yang menembus jendela kamar, "Jam berapa ini?""Jam 10 pagi.""Hah? Ampun, aku tel—" Saat Sonya mau bangun ia tersadar kalau hari ini ia sudah mulai cuti. Sonya mengajukan cuti selama 5 hari untuk acara pernikahannya dan ini adalah hari pertama ia cuti."Telat ngapain?" tanya Awan sambil mendorong Sonya untuk kembali merebahkan diri di ranjang. Tangan Awan meremas paha Sonya yang terasa pas digenggamannya, hangat."Lupa aku, aku udah cuti," kekeh Sonya sambil mengucek sebelah matanya, "kamu ngapain sih?" tanya Sonya bingung karena merasakan remasan di pahanya. "Nggak ngapa-ngapain." Awan mulai mengelus paha Sonya sambil sesekali bergerah ke arah paha bagian dalam wanita itu yang terasa sang
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan