Ayam jago sudah mengeluarkan suaranya “Kuk kuruyukkkk”, suara yang terdengar sedikit lebih kencang dari hari kemarin. Mungkin hari ini si ayam jago milik tetangga sedang semangat berkokok. Aku bangun dari tidurku, merapikan spree dan melipat selimut, bergegas ke dapur untuk cuci muka dan membantu ibuku memasak. Hari ini aku tidak berjualan donat, setelah semalaman menangis karna perdebatan yang memalukan itu. Aku berjalan mengelilingi rumah.
“Tumben ibuk belum bangun” Ucapku dalam hati, terheran-heran. Biasanya ibuk jam segini sudah bangun untuk memasak.
Mataku tertuju ke pintu kamar orang tuaku, ingin mengetuknya tapi takut kalau mengganggu tidur mereka, jika langsung ku buka pintunya takut kalau orang tuaku sudah bangun sehingga terkesan tidak sopan. Aku mencari celah dan cara agar bisa melihat ibuku apakah masih tidur atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk mengetok pintu kamar orang tuaku.
“Tokk...tok..tokkk” Ketukku dar
Gerbang sekolah sudah tertutup rapat, suasana sekolah nampak sudah hening, tidak ada murid ataupun guru yang berjalan di halaman. Nampaknya memang pelajaran benar-benar sudah dimulai, sedangkan aku dan aryo datang ke sekolah sangat terlambat. Aku berdiri di depan gerbang smk, memegang gerbang sambil menengok kanan-kiri, melihat gembok yang sudah terpasang mengait pintu gerbang.“Gabisa masuk kita yo, udah di gembok” Aku pesimis, sudah tidak punya harapan selain lompat dari tembok belakang sekolah atau malah kembali pulang ke rumah.Dari kejauhan terlihat ada satpam smk yang berjalan dari arah ruang osis. Satpam tersebut melihat aku dan aryo yang pasrah di depan gerbang sekolah. Dia menghampiri kami“Sudah telat dek, pulang saja panggil bapak kalian kalau masih niat ikut pelajaran” Omel satpam itu dengan tegas.“Bapak biarkan dulu kami masuk, baru saya panggilkan bapak saya. Saya punya alasan kuat mengapa kami telat, tapi saya
Setelah perdebatan yang cukup menguras waktu dan tenaga, kami di izinkan untuk masuk ke sekolah tanpa memanggil orang tua. Aku tidak tahu betul, apa yang di katakan aryo kepada guru bk sehingga kita di izinkan untuk masuk tanpa ada drama-drama keliling sekolah atau memanggil orang tua ke sekolah.Aku berjalan masuk ke kelas dengan tidak ada semangat untuk mengikuti jam pelajaran ke 3, aku sudah yakin jika bakal ada drama-drama lagi jika aku masuk saat jam itu. Tapi sudahlah, otakku sudah tidak bisa berfikir, aku hanya mengikuti kaki ku berjalan ke arah kelas, tidak berfikir untuk mengeremnya atau pindah haluan ke kantin misalnya.Aku mengetuk pintu kelas “ Tok-tok-tok” lalu membuk pintu kelas dengan hati-hati dan menutupnya kembali rapat-rapat.“Kok baru datang mbak?” Ketus guru yang mengajar di kelasku.“Maaf bu, ada masalah tadi” Jawabku cuek.“Baik, silahkan duduk mbak. Jangan di ulangi lagi” Guru
Aku dan aryo meninggalkan persawah, kami berjalan menuju ke sekolahan lagi. Di sepanjang jalan aryo menceramahi tentang tindakanku. Tidak aku dengarkan sama sekali, aku tidak peduli."Jangan di ulangin ya ra. Kamu boleh sedih, tapi kamu harus kuat. Orang lain nggak perlu tahu kalau kamu itu baru sedih. Ra!! Nggak semua masalah harus di selesaikan dengan nangis dan teriak-teriak, coba berfikir lebih positif lagi, apa dampaknya. Kamu boleh mengeluarkan kesedihan mu, tapi ingat ra. Kamu jangan lupa bersyukur juga, di luar sana banyak yang lebih dari kamu" Aryo sudah mulai berceramah, sudah layaknya ustadz desa."Ya" Jawabku singkat, dengan suara sedikit tegas.Sesampainya di sekolah, gerbang sudah di gembok lagi. Mulailah drama part 2 nya antara aryo dan pak satpam yang sangat menaati peraturan itu."Kalian lagi, dari mana ?" Omel pak satpam yang sedang duduk di meja kerjanya sambil meminum segelas teh hangat."Kami cuman mau ambil tas pak
Aku masih meratapi nasibku, masih terbawa emosi tentang kelakuanku. Sedangkan, aryo masih duduk di depan rumah menungguiku. Aku semakin tidak paham dengan apa yang aku alami, semakin di luar dugaan. Tidak pernah merasakan seperti ini, sangat mengagetkan untukku dan untuk orang-orang sekitarku. Terkesan sangat acuh, itulah yang aku rasakan hari ini. Tidak memperdulikan dan mendengarkan semua ucapan orang lain, padahal mereka ingin membantuku."Ke rumah clara yuk nanti, aku nggak enak sama dia" Wulan mengajak dea dan ria."Okay" Mereka berdua menjawab kompak.Aku melihat jam di dinding kamarku, baru jam 12 siang. Hari ini rasanya sangat lama, mungkin karna aku menunggui kedua orang tuaku pulang ke rumah. Aku berkali-kali melihat jam, rasanya tidak gerak sama skali. Aku menengok ke depan rumah, menengok aryo yang sudah merebahkan kepalanya di atas meja."Aryo, sudah jam 12. Kamu mau ke masjid tidak?" Tanyaku membangunkan aryo yang sedang tidur di meja.
Sampai sore aku menunggu orang tuaku pulang, ternyata masih belum ada tanda-tanda sama sekali, padahal langit sudah semakin gelap, matahari sudah tidak nampak lagi di desaku. Aku masih duduk di depan rumah bersama aryo, hanya saling diam. Tidak membicarakan apapun, sudah tidak tahu juga mau membahas apa. Sedari pagi melihat mukanya yang tampan, dan sedari pagi juga ia menemaniku di rumah. Sosok lelaki yang sangat bertanggung jawab dengan wanita, walaupun hanya karna tidak sengaja lewat depan rumahku, tetapi malah ia yang menjagaku seharian ini."Sudah gelap yo, kamu tidak pulang? Nanti di cari bapakmu" Tanyaku ke dia."Aku sudah mengiriminya pesan bahwa aku pulang agak larut, menjagamu sampai orang tuamu pulang. Kalau orang tuamu masih belum pulang, ayah dan ibuku akan kesini juga. Kita bermalam disini untuk menjagamu bersama-sama, tidak apa-apa kan?'Aku terkejut bukan main, sebegitu khawatirnya dia denganku. Sungguh di luar nalarku, aku sendiri tidak ter
Aku mondar-mandir di halaman rumah, jam semakin berjalan ke kanan, sudah semakin larut. Tetapi orang tuaku belum juga kembali ke rumah. Berkali-kali melihat jam yang terpasang di tanganku, tapi jarumnya seakan-akan berhenti, aku membuka mataku lebar-lebar barangkali mataku yang bermasalah karna melihat jam yang tidak kunjung berpindah posisi."Mbak clara, duduklah disini!" Perintah pak darman, papa aryo.Aku hanya menengok ke arah mereka, dan terus mondar-mandir di depan rumah. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari pergi dari rumah, yang membuat keluarga aryo panik."Clara mau kemana?" Teriak mama aryo, yang membuat Aryo dan papanya langsung melihat ke jalan.Aku tidak menggubris apa yang di teriakkan oleh mamanya aryo."Dek, kejar clara buru. Udah setengah 11 malam ini. Takut ada apa-apa" Mama aryo panik, aryo langsung mengejarku. Beberapa kali ia meneriaki namaku, tapi aku terus berlari ke gang ujung desa sambil menangis, berharap orang tuaku aka
Aku melangkahkan kaki ku pelan-pelan menuju rumah. Sepanjang jalan aku hanya diam, menganggap diriku sangat egois. Tidak berfikir bapa yang akan tetangga ucapkan jika melihatku dan aryo di gang malam-malam.“ Kalau malam ini orang tuanya clara belum pulang, mama nginep di rumah clara ya pa” Ucap mamanya aryo meminta izin dengan suaminya.“ Ya ma, gapapa. Mama jagain clara di rumah aja ya, sambil nunggu orang tuanya pulang” Jawab papa aryo mengizinkan.Aku mendengar percakapan itu, sontak membuatku menangis. Aku merasa bersalah telah lari dari rumah malam-malam. Aku malu dengan apa yang aku lakukan, hanya memikirkan diriku sendiri, tidak memikirkan orang-orang baik di sekitarku.“ Paman, bibi. Clara minta maaf ya, clara sudah banyak merepotkan, clara nggak berfikir bagaimana harga diri keluarga paman dan bagaimana harga diri keluarga clara. Maafin clara ya, clara nyesel sudah lari dari rumah malam-malam, clara egois!!” Ucapku kepada orang tua aryo sambil meneteskan air mata lagi.Aku m
Derasnya air sungai yang mengalir saat musim hujan. Sawah-sawah mulai penuh dengan air. Suasana pedesaan yang masih asri, dikala fajar tiba burung bersaut-sautan. Saat senja, pemandangan di ujung desa sangatlah tidak ada duanya. Namaku Clara Arlita Xenasya, mereka memanggilku ara. Aku lahir di tengah keluarga sederhana, orang tuaku hanyalah seorang buruh harian lepas, dan ketika beliau tidak ada panggilan kerja, biasanya beliau menggarap sawah milik pak lurah. Hidup di pedesaan yang masih jauh dari kata tercukupi. Listrik masih sering mati ketika hujan, tabung gas LPG pun tidak semua kebagian, sinyal hanya ada di beberapa titik saja, dan jalan pedesaan yang masih belum di aspal. Akan tetapi desaku kaya akan air yang jernih, dan pemandangan yang indah. Berbeda dengan kota, semua tercukup tapi untuk mendapatkan air bersih saja mereka harus membeli.Teman-temanku selalu berkata bahwa anak desa sepertiku tidak perlu bermimpi tinggi untuk hidup di tengah pe
Aku melangkahkan kaki ku pelan-pelan menuju rumah. Sepanjang jalan aku hanya diam, menganggap diriku sangat egois. Tidak berfikir bapa yang akan tetangga ucapkan jika melihatku dan aryo di gang malam-malam.“ Kalau malam ini orang tuanya clara belum pulang, mama nginep di rumah clara ya pa” Ucap mamanya aryo meminta izin dengan suaminya.“ Ya ma, gapapa. Mama jagain clara di rumah aja ya, sambil nunggu orang tuanya pulang” Jawab papa aryo mengizinkan.Aku mendengar percakapan itu, sontak membuatku menangis. Aku merasa bersalah telah lari dari rumah malam-malam. Aku malu dengan apa yang aku lakukan, hanya memikirkan diriku sendiri, tidak memikirkan orang-orang baik di sekitarku.“ Paman, bibi. Clara minta maaf ya, clara sudah banyak merepotkan, clara nggak berfikir bagaimana harga diri keluarga paman dan bagaimana harga diri keluarga clara. Maafin clara ya, clara nyesel sudah lari dari rumah malam-malam, clara egois!!” Ucapku kepada orang tua aryo sambil meneteskan air mata lagi.Aku m
Aku mondar-mandir di halaman rumah, jam semakin berjalan ke kanan, sudah semakin larut. Tetapi orang tuaku belum juga kembali ke rumah. Berkali-kali melihat jam yang terpasang di tanganku, tapi jarumnya seakan-akan berhenti, aku membuka mataku lebar-lebar barangkali mataku yang bermasalah karna melihat jam yang tidak kunjung berpindah posisi."Mbak clara, duduklah disini!" Perintah pak darman, papa aryo.Aku hanya menengok ke arah mereka, dan terus mondar-mandir di depan rumah. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari pergi dari rumah, yang membuat keluarga aryo panik."Clara mau kemana?" Teriak mama aryo, yang membuat Aryo dan papanya langsung melihat ke jalan.Aku tidak menggubris apa yang di teriakkan oleh mamanya aryo."Dek, kejar clara buru. Udah setengah 11 malam ini. Takut ada apa-apa" Mama aryo panik, aryo langsung mengejarku. Beberapa kali ia meneriaki namaku, tapi aku terus berlari ke gang ujung desa sambil menangis, berharap orang tuaku aka
Sampai sore aku menunggu orang tuaku pulang, ternyata masih belum ada tanda-tanda sama sekali, padahal langit sudah semakin gelap, matahari sudah tidak nampak lagi di desaku. Aku masih duduk di depan rumah bersama aryo, hanya saling diam. Tidak membicarakan apapun, sudah tidak tahu juga mau membahas apa. Sedari pagi melihat mukanya yang tampan, dan sedari pagi juga ia menemaniku di rumah. Sosok lelaki yang sangat bertanggung jawab dengan wanita, walaupun hanya karna tidak sengaja lewat depan rumahku, tetapi malah ia yang menjagaku seharian ini."Sudah gelap yo, kamu tidak pulang? Nanti di cari bapakmu" Tanyaku ke dia."Aku sudah mengiriminya pesan bahwa aku pulang agak larut, menjagamu sampai orang tuamu pulang. Kalau orang tuamu masih belum pulang, ayah dan ibuku akan kesini juga. Kita bermalam disini untuk menjagamu bersama-sama, tidak apa-apa kan?'Aku terkejut bukan main, sebegitu khawatirnya dia denganku. Sungguh di luar nalarku, aku sendiri tidak ter
Aku masih meratapi nasibku, masih terbawa emosi tentang kelakuanku. Sedangkan, aryo masih duduk di depan rumah menungguiku. Aku semakin tidak paham dengan apa yang aku alami, semakin di luar dugaan. Tidak pernah merasakan seperti ini, sangat mengagetkan untukku dan untuk orang-orang sekitarku. Terkesan sangat acuh, itulah yang aku rasakan hari ini. Tidak memperdulikan dan mendengarkan semua ucapan orang lain, padahal mereka ingin membantuku."Ke rumah clara yuk nanti, aku nggak enak sama dia" Wulan mengajak dea dan ria."Okay" Mereka berdua menjawab kompak.Aku melihat jam di dinding kamarku, baru jam 12 siang. Hari ini rasanya sangat lama, mungkin karna aku menunggui kedua orang tuaku pulang ke rumah. Aku berkali-kali melihat jam, rasanya tidak gerak sama skali. Aku menengok ke depan rumah, menengok aryo yang sudah merebahkan kepalanya di atas meja."Aryo, sudah jam 12. Kamu mau ke masjid tidak?" Tanyaku membangunkan aryo yang sedang tidur di meja.
Aku dan aryo meninggalkan persawah, kami berjalan menuju ke sekolahan lagi. Di sepanjang jalan aryo menceramahi tentang tindakanku. Tidak aku dengarkan sama sekali, aku tidak peduli."Jangan di ulangin ya ra. Kamu boleh sedih, tapi kamu harus kuat. Orang lain nggak perlu tahu kalau kamu itu baru sedih. Ra!! Nggak semua masalah harus di selesaikan dengan nangis dan teriak-teriak, coba berfikir lebih positif lagi, apa dampaknya. Kamu boleh mengeluarkan kesedihan mu, tapi ingat ra. Kamu jangan lupa bersyukur juga, di luar sana banyak yang lebih dari kamu" Aryo sudah mulai berceramah, sudah layaknya ustadz desa."Ya" Jawabku singkat, dengan suara sedikit tegas.Sesampainya di sekolah, gerbang sudah di gembok lagi. Mulailah drama part 2 nya antara aryo dan pak satpam yang sangat menaati peraturan itu."Kalian lagi, dari mana ?" Omel pak satpam yang sedang duduk di meja kerjanya sambil meminum segelas teh hangat."Kami cuman mau ambil tas pak
Setelah perdebatan yang cukup menguras waktu dan tenaga, kami di izinkan untuk masuk ke sekolah tanpa memanggil orang tua. Aku tidak tahu betul, apa yang di katakan aryo kepada guru bk sehingga kita di izinkan untuk masuk tanpa ada drama-drama keliling sekolah atau memanggil orang tua ke sekolah.Aku berjalan masuk ke kelas dengan tidak ada semangat untuk mengikuti jam pelajaran ke 3, aku sudah yakin jika bakal ada drama-drama lagi jika aku masuk saat jam itu. Tapi sudahlah, otakku sudah tidak bisa berfikir, aku hanya mengikuti kaki ku berjalan ke arah kelas, tidak berfikir untuk mengeremnya atau pindah haluan ke kantin misalnya.Aku mengetuk pintu kelas “ Tok-tok-tok” lalu membuk pintu kelas dengan hati-hati dan menutupnya kembali rapat-rapat.“Kok baru datang mbak?” Ketus guru yang mengajar di kelasku.“Maaf bu, ada masalah tadi” Jawabku cuek.“Baik, silahkan duduk mbak. Jangan di ulangi lagi” Guru
Gerbang sekolah sudah tertutup rapat, suasana sekolah nampak sudah hening, tidak ada murid ataupun guru yang berjalan di halaman. Nampaknya memang pelajaran benar-benar sudah dimulai, sedangkan aku dan aryo datang ke sekolah sangat terlambat. Aku berdiri di depan gerbang smk, memegang gerbang sambil menengok kanan-kiri, melihat gembok yang sudah terpasang mengait pintu gerbang.“Gabisa masuk kita yo, udah di gembok” Aku pesimis, sudah tidak punya harapan selain lompat dari tembok belakang sekolah atau malah kembali pulang ke rumah.Dari kejauhan terlihat ada satpam smk yang berjalan dari arah ruang osis. Satpam tersebut melihat aku dan aryo yang pasrah di depan gerbang sekolah. Dia menghampiri kami“Sudah telat dek, pulang saja panggil bapak kalian kalau masih niat ikut pelajaran” Omel satpam itu dengan tegas.“Bapak biarkan dulu kami masuk, baru saya panggilkan bapak saya. Saya punya alasan kuat mengapa kami telat, tapi saya
Ayam jago sudah mengeluarkan suaranya “Kuk kuruyukkkk”, suara yang terdengar sedikit lebih kencang dari hari kemarin. Mungkin hari ini si ayam jago milik tetangga sedang semangat berkokok. Aku bangun dari tidurku, merapikan spree dan melipat selimut, bergegas ke dapur untuk cuci muka dan membantu ibuku memasak. Hari ini aku tidak berjualan donat, setelah semalaman menangis karna perdebatan yang memalukan itu. Aku berjalan mengelilingi rumah.“Tumben ibuk belum bangun” Ucapku dalam hati, terheran-heran. Biasanya ibuk jam segini sudah bangun untuk memasak.Mataku tertuju ke pintu kamar orang tuaku, ingin mengetuknya tapi takut kalau mengganggu tidur mereka, jika langsung ku buka pintunya takut kalau orang tuaku sudah bangun sehingga terkesan tidak sopan. Aku mencari celah dan cara agar bisa melihat ibuku apakah masih tidur atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk mengetok pintu kamar orang tuaku.“Tokk...tok..tokkk” Ketukku dar
Setelah mengelilingi Yogya sejak sore, dan aku sudah di antarkan pulang oleh aryo. Aryo langsung menstater motornya, sesegera mungkin ia melaju, menjauh dari rumahku. Aku menunggu motor aryo hingga hilang terlebih dahulu dari kedua mataku. Setelah aryo sudah tidak kelihatan, aku masuk ke dalam rumah."Pak, buk. kakak pulang!" Teriakku sambil membuka pintu."Dari mana saja?" Suara tinggi ibuku yang terdengar sangat judes, sepertinya akan memarahiku."Dari UGM buk sama aryo" Jawabku sambil melepas sepatu.Muka ibuku memerah, beliau berdiri di hadapanku cukup lama dengan tangan menyilang di dada, sembari menungguiku melepas sepatu. Tidak ada sedikit kata-kata yang keluar dari mulut beliau, tapi rasanya ibu akan sangat marah.“Kanapa berdiri seperti itu buk?” Tegur bapak kepada ibu.“Ini lihat anakmu ini, sudah di bilangi berkali-kali masih saja ngeyel” Ibu mulai marah-marah sambil menunjuk ke arahku.Aku terkejud,