Aku menangis sambil memeluk lututku dan nyaris tidak tertidur hingga subuh menjelang. Aku merinti dengan kenyataan dan terus menangis memprotes keputusan Tuhan.
Teganya Dia menguji hambanya dengan cara seperti ini, aku hanya wanita papa yang lemah, aku tidaklah sekuat wali Allah yang tahan dengan semua ujian dan penderitaan hidup. Ini hanya perkara cinta yang kemudian dialihkan kepada wanita lain dan sakitnya aku tidak bisa menggambarnya. Sangat sangat sakit."Tuhan beginikah rasanya wanita-wanita di luar sana yang disakiti oleh suaminya?"aku menunggumu sendiri dengan angan-angan dalam benakku bahwa aku lebih baik bunuh diri dibandingkan harus menerima kenyataan dan menyaksikan suamiku terus-menerus berhubungan dengan wanita itu.Dulu, aku tidak membencinya dia hanyalah istri dari sepupunya suamiku. Sekali-kali aku tidak membencinya! tapi ketika suamiku menjadikan dia istri, kecemburuan itu membuncah dan aku menjadi sangat murka, Aku benci karena Wanita itu tidak berpikir jauh tentang perasaanku atau sekedar memikirkan solidaritas sesama wanita, di mana dia juga akan merasakan sakit yang sama seperti diriku kalau diperlakukan seperti ini.Sepertinya janda itu sudah kehilangan akal sejak ditinggalkan oleh mendiang Faisal suaminya.Detik yang berdetak di jam dinding membuatku gila karena selain aku menghitung sakit hati aku juga terus menghitung mundur kapan suamiku akan pulang. Sepertinya dia tidak akan kunjung pulang karena hari sudah menjelang tengah malam.Haruskah aku pergi menjemput Mas Nabil dan menunjukkan kepada safia kalau aku wanita yang berkuasa. Haruskah kutunjukkan dengan gamblang bahwa, jangan karena ia sudah menjadi istrinya, jadi Safia bisa melakukan apapun lalu mencabut hakku sebagai istri pertama?!Derit engsel pintu dan suara pegangannya yang diputar membuatku terkejut dan langsung menoleh, itu adalah Mas Nabil yang baru saja pulang. Dia mengenakan jaket dan terlihat tertegun saat menatapku masih memeluk diri di sisi ranjang."Iklima, kau masih di situ?""Dan kau masih berkeliaran malam malam begini demi istri sepupumu!""Sudah, jangan begitu... Dia kini istriku."Jawabannya sekali lagi menikam jantungku, menikah punya berkali-kali, menikam luka jahitan yang baru dengan susah payah aku jahit dengan air mata. Ia terus menyebut wanita itu sebagai istrinya seakan-akan Dia sudah mendambakannya sejak lama dan bangga memilikinya sekarang sebagai bentuk prestasi."Jadi, kau bahagia sekali ya dengan mendapatkan wanita itu... Aku tidak bisa menyelami isi hatimu tapi sepertinya kau telah lama berfantasi tidur dengannya!""Astagfirullah kau bicara apa sih?!""Jangan terus-menerus perkataanku tapi jawablah pertanyaanku sekali ini.""Apa?""Apa kau menyukainya?""Tidak, bukan begitu ... Aku hanya menolongnya...""Tapi gesturmu saat kau memperkenalkannya denganku dan cara kau menyentuh dan melindunginya, seakan-akan dia kekasih hatimu yang telah lama hilang. Apa sejak lama kau mendambakan istrinya Faisal?!""Astaga kau bilang apa?""Sepertinya kau memang jatuh cinta dengan Sofia!""Tidak," sanggahnya."Tatapan matamu yang kukenal dulu tidak lagi sama... kau memang menyimpan perasaan terhadap wanita itu....""Tidak, itu salah!""...Tapi aku terkejut bisa-bisanya kau lelaki yang sangat romantis dan selalu menunjukkan cinta padaku berubah dalam satu hari saja. Kau langsung mengalihkan cinta dan perhatianmu untuk janda malang itu, kau kasihan padanya karena tidak ada lagi orang yang akan melindunginya sehingga mengambil keputusan yang begitu besar untuk menjadikan dirimu sebagai suaminya. Lalu apa kabar diriku!!!" Aku berteriak sebagai bentuk penekananku kepada Mas Nabil tapi dia terus memberi isyarat agar aku memelankan suara demi Novia dan Arumi tidak terbangun di kamar sebelah."Sekarang apakah kau ketakutan anak-anak akan tahu?""Aku akan memberitahu mereka dan berusaha membuat keluarga kita akur!'"Jadi anak wanita itu akan memanggilmu ayah!""Ya Allah, apa salahnya dengan itu.""Harus kamu mulai besok aku mulai mencari keadilan untuk diriku dengan cara memprotes ke sana kemari.""Untuk apa! untuk mempermalukan diri kita?! Lagi pula ke mana kau akan mengadu! Ke ibumu? Tidakkah kau tahu kalau dia sakit dan akan stress kalau masalah pribadi kita diceritakan padanya sudah kubilang aku hanya menolong Sofia.""Kalau pernikahan itu hanya sebatas kesepakatan menolong lalu apa perjanjian yang kau buat dengannya.....""Aku tidak membuat perjanjian.""Berarti kau akan menjamin kehidupannya sampai mati.""Itu tugasku sebagai suami!"ucapnya setengah dengan nada tinggi sambil menunjuk dirinya sendiri. Seolah-olah Dia adalah lelaki yang paling bertanggung jawab di dunia ini."Jadi kau berjanji untuk menjamin kehidupan dan perasaannya sampai dia mati, lalu bagaimana dengan diriku yang sudah mendampingimu selama 10 tahun dan semuanya seperti sia-sia saja!""Siapa yang bilang sia-sia ketika hatiku masih milikmu!""Hatimu masih milikku tapi tubuhmu miliknya, Apakah itu adalah hal yang lucu! Aku tahu hasratmu begitu bergejolak dengan wanita janda itu, Aku tidak percaya suamiku tidak mampu mengendalikan syahwatnya.""Kalau kau tidak percaya padaku ayo kita ke rumah nenek dan tanyakan padanya betapa aku menolak keputusan itu.""Dan ketika kau setuju kau jadi budak cinta padanya, kau tergila-gila membelanya di hadapanku tanpa memperdulikan perasaanku, ke mana dirimu yang dulu! Dulu kau tidak membiarkan sekelip kata pun yang menusuk hatiku tapi sekarang perbuatanmu hampir membunuhku!""Jangan berlebihan.""Aku tidak lebay, Mas! Aku sakit dengan perbuatanmu!""Aku hanya ijab kabul, bukan pergi berbulan madu dan melupakanmu."Aku seolah menyadari sesuatu ketika dia menyebut bulan madu. Aku langsung bangun dan menarik jaketnya yang masih ia kenakan lalu mencengkeramnya sambil menatap matanya. Bola mataku yang dibasahi air mata seakan-akan buram ketika aku menatap wajah suamiku yang kucintai."Kau tidur dengannya? Katakan sejak kapan kau menikah, katakan padaku, kapan kau menikah!""Apa pentingnya?""Katakan! Aku tidak percaya kalian baru saja menikah malam ini atau sore tadi, aku yakin ini sudah terjadi sejak lama.""Minggu kemarin!""Jadi sudah seminggu dan aku tidak menyadari sesuatu!" Bola mataku hampir saja tercabut dari rongganya begitu aku membeliak kepadanya."Ya Tuhan, aku hanya mencari waktu yang tepat untuk bicara!"Plak!Ayunan tanganku untuk memukul wajahnya tidak bisa kutahan lagi, teganya dia menipuku, tega teganya Ia melakukan ini padaku. Terus kalau dia sudah seminggu menikah, bohong kalau dia tidak menyentuh wanita itu.Aku tersengal selagi masih mencengkeram kerah baju suamiku dan menatapnya dengan tatapan, Aku ingin berteriak tapi tenggorokanku tercekat dan nafasku seolah-olah diikat dengan batu yang sangat besar. Nafasku sesak begitu membayangkan kalau dia sudah seminggu menikah, mereka tentu saja bulan madu. Di malam Minggu kemarin mereka pasti sudah sangat berbahagia dan menumpahkan madu asmara. Pecah telur, pecah perawan.Ya Tuhan aku meracau, aku gila, pikiranku runyam membayangkan bagaimana mereka saling berpelukan, itu membuatku gila."Katakan Apakah kau sudah tidur dengan wanita itu!"Suamiku hanya menelan ludah yang berarti kalau dia membenarkan pertanyaan itu. Aku langsung gelap mata, aku memukulnya, menamparnya dan mencakar wajahnya, menjampak rambutnya, memukuli dada dan perutnya tapi dia diam saja, membisu dan hanya berdiri seolah-olah pukulanku sama sekali tidak sakit.Aku memukulnya sampai aku tersengal dan jatuh sendiri karena kelelahan. Sebenarnya, aku sudah tahu memukuli dan
"Kenapa perpisahan selalu jadi ancaman ketika seorang wanita merasa dirugikan!" tanya suamiku begitu aku memberinya ancaman panjang "Hanya wanita bodoh yang akan terus hidup dalam duri dan sakit. Aku tidak akan menjadikan anakku sebagai alasan bertahan, bahkan aku bisa hidup tanpamu," jawabku dengan air mata meluncur, meski begitu, tidak ada lagi isakan tangis, tidak ada lagi kepiluan hingga membuat aku harus sesenggukan dan menyesali takdir. Aku kehilangan ekspresi, aku sudah berada di puncak rasa sakit di mana aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi."Kumohon...." Lelaki itu menjajajarkan diri dengan posisiku yang kini terkulai duduk lemas di lantai dengan air mata yang berderai-derai. Dia berusaha merayu wajahku untuk mengurus lelehan bening yang meluncur di sana tapi aku menepis tangannya. Rasanya jijik diri ini disentuh olehnya.Bagaimana tidak sakit hati ini kalau aku membayangkan semua sentuhan itu juga dilakukan kepada mantan istri sepupunya. Aku benar benar terluka
Di sinilah aku sekarang berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar dan bercat hijau. Di bagian pagar depannya yang dicat dengan hitam ada tumbuh pohon bunga bugenvil. Warnanya yang hijau dan merah muda membuat suasana rumah terkesan semarak dan indah.Aku perlahan mendorong pintu pagar lalu berangsur masuk ke sana. Kutemukan mertuaku sedang duduk di meja makan sementara nenek Mas Nabil sedang duduk di kursi goyang sambil memperhatikan siaran TV."Eh, Iklima, apa kabar?" Ibu mertua menyambutku dengan ramah tapi begitu melihat mataku yang sudah merah oleh air mata dan rona kesedihan yang tidak bisa kusembunyikan, dia langsung canggung dan kehilangan senyumannya."Mana anak anak?" tanya ayah mertua yang tengah makan."Sekolah," jawabku lirih. Ku cium di tangan ayah mertua lalu dia menatapku dengan wajah canggung. Air mataku tumpah di punggung tangannya dan ia hanya menepuk pundakku dengan perlahan sambil menggeleng pelan.Aku lalu beralih kepada nenek yang masih duduk di kursi roda
Aku pulang dengan luka hati yang demikian besar akibat kata-kata dan perbuatan nenek yang sangat menyakitkan. Apakah salah jika aku memprotes tentang keputusannya yang tidak begitu menguntungkan untuk diriku? Herannya dia malah menawarkan akulah yang akan diceraikan oleh suamiku. Dia dia mau minta aku untuk meninggalkan suamiku agar dia bisa bahagia dengan Sofia. Yang benar saja.Aku lemas, terkulai sesampainya di rumah, aku pergi ke kamar lalu menutup pintunya dengan rapat kemudian menumpahkan semua tangisanku sambil menghenyakkan diri di pinggir tempat tidur. Kubenamkan wajahku di kasur hingga aku bisa menangis dengan kencang tanpa seorangpun yang bisa mendengarnya. Aku menangis meluahkan segala rasa dan kekecewaan serta memprotes keputusan tuhan yang begitu mengejutkan dan rasanya tidak adil.Kata orang segala sesuatu yang terjadi pasti ada hikmahnya. Mustahil Tuhan merencanakan sesuatu jika itu tidak baik bagi umatnya. Namun di waktu sekarang, ku sama sekali tidak melihat solusi,
Aku kembali ke rumah yang baru kudatangi jam 07.00 pagi tadi. Keanggunan bunga bugenvil yang diterpa angin, bergoyang perlahan menyambut kedatangan kami yang tengah terbakar oleh api kemarahan dan kekecewaan. Aku menatap daun kelopaknya yang berwarna pink keunguan lalu tiba-tiba tersadar dengan sentakan tangan Ayah yang memintaku untuk segera turun dari mobilnya."Ayo turun."Ayah memberi isyarat dengan anggukan dan tatapan wajahnya untuk pertama kali terlihat sangat tegas dan menyeramkan."Ayah, aku takut....""Kenapa takut ketika mereka memintamu untuk menjadi istri anak mereka dan menantu di rumah ini mereka sama sekali tidak takut. Jika mereka bisa berbuat sesukanya lantas aku pun bisa memprotes!" jawab ayah dengan tegas."Tidak ayah...""Rupanya keluarga ini punya ilmu pengasihan dan sesuatu yang bisa menundukkan orang sehingga kau yang selama ini ayah kenal punya mental kuat, menjadi ketakutan dan gentar," ujar Ayahku sambil menarik tangan ini dari mobilnya."Bu-bukan begitu, ba
Setelah berbicara panjang lebar dengan keluarga itu Ayah kemudian memaksaku untuk pulang dan mengantarku ke rumah.Di mobil Ayah terus mengoceh, bicara panjang lebar tentang bagaimana caraku mengambil sikap dan berusaha untuk tetap tegar lagi tegas."Kau dengar apa yang nenek tua itu katakan ketika kita keluar!" tanya ayah kepada Bunda, sebenarnya Ibuku mendengarnya dengan jelas tapi beliau tidak ingin memperparah kemarahan ayah. Ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayangnya berusaha untuk menenangkan suaminya dengan cara mengelus bahunya."Sabar Mas... Jangan menjadikan harga diri kita sama seperti mereka."Ayah mendengus ayah lalu beralih kepadaku."Dengar Iklima, kau harus mendesak Nabil untuk segera bercerai dan meminta dia kembali padamu. Bagaimanapun kalian punya anak dan anak harus dipertahankan kebahagiaannya.""Iya ayah," jawabku sambil menelan ludah. Kedengarannya mudah tapi prakteknya sangat susah."Aku berharap bertemu dengannya begitu aku mengantarmu pulang." Ayah ter
Aku menyadari betul dengan siapa aku berhadapan, Sofia anak orang kaya dengan aset warisan yang banyak, kusadari bahwa tidak masuk akal menikahkan suamiku dengan dirinya hanya demi wanita itu ada yang menafkahi dan melindungi. Tanpa mas Nabil pun, dia tetap punya uang dan keluarganya tetap melindunginya.Mungkin poinnya, suamiku mirip dengan mantan suaminya, keluarga kami juga akrab satu sama lain, jadi karena Sofia sulit move on dan nyaris gila, maka nenek mengambil keputusan untuk membuat Nabil menerima akad atas dirinya.Ya tuhan, tapi tetap saja, kenapa harus menikah?!Meski keluargaku tidak sekaya keluarga Sofia tapi Ayahku juga pegawai badan usaha milik negara yang penghasilannya tak bisa dikatakan sedikit, kami hidup seperti masyarakat pada umumnya, tidak mewah tapi berkecukupan. Punya rumah yang bagus serta dua buah mobil, ayah juga punya aset sawah dan perkebunan, juga kolam ikan. Sebenarnya nilai dan derajat keluarga kami sama saja dengan keluarga Mas Nabil.Mungkinkah k
"kak mau kemana?"tanya sepupuku Rihanna begitu melihat Mas Nabil keluar dari kamar kami dengan cara membenturkan pintu dengan keras."Pergi.""Kak, kok kakak pergi terus sih? Kakak tahu sendiri kan, kalau mbak iklimah sangat sedih?""Tolong jaga dia ya, aku ada urusan di luar," ucap suamiku yang berkata dengan lembut kepada adik sepupuku."Kak, tolonglah...""Kau tidak akan mengerti urusan orang dewasa belajar dengan tekun dan jaga keponakanmu."Sekuat apapun aku dan orang yang ada di rumah ini untuk menahannya, dia yang sangat mementingkan istri barunya tidak akan peduli dengan perasaan ataupun perkataan kami.Tidak ada yang bisa kulakukan selain hanya meneteskan air mata. Saat ini pikiranku kelam, menghitam dan aku tidak melihat sedikit pun cahaya yang akan menuntunku kepada keputusan terbaik. Akankah pernikahan Suamiku menjadi akhir dari pernikahan kami.Hal terburuk yang sampai saat ini terus menusuk hati dan perasaanku adalah kenapa aku yang begitu yakin dengan kebahagiaan perni
Aku sadar bahwa jika kamu ini terus berkepanjangan maka sebentar lagi aku akan berada di ambang perceraian dengan mas Nabil. Jika aku bercerai dengannya maka sekali lagi semua usahaku untuk punya suami akan sia-sia aku terpaksa harus menjanda untuk kedua kalinya.Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan keluarga ini adalah berdamai dengan iklim serta mendukung pernikahannya dengan Hendra. Meski aku sakit hati dan ingin sekali balas dendam tapi aku tidak punya cara untuk melakukannya wanita itu terlampau cerdik ditambah Hendra ada di latar belakang untuk melindunginya. Sekali saja aku menginjakkan kaki ke butik iklima, maka kami semua akan berada di penjara.Ya, setegas itu Hendra memperlakukan orang. Juga ia yang kehilangan cinta pada Cici dan kini tergila-gila pada iklima pasti akan melakukan apapun untuk melindungi kekasih hatinya itu.Aku benar-benar berada di jalan buntu, aku terkena karma dan menjadi sangat pusing dengan begitu banyaknya masalah yang mendera. F
Selama berhari-hari aku berusaha mengambil hatinya dan membuat dia percaya serta yakin kalau aku memang beritikad baik untuk mengurus keluarganya dan berbaikan dengan ibu anak-anaknya.Tapi seminggu kemudian aku sudah tidak tahan lagi, kuputuskan untuk meminta bantuan keluargaku agar mereka mencarikan seorang asisten dan pengasuh untuk ibu mertua yang lumpuh serta membantunya membersihkan rumah. Aku mempekerjakan mereka dan membayar mereka dengan mahal, aku berjanji juga akan memberi bonus kalau mereka bisa bertahan.Kupikir semuanya akan beres, tapi dugaanku salah, ternyata nabil tidak menerima itu sebagai niat yang tulus, dia malah menganggapku menghindari tugas serta jijik dengan keluarganya."Apa kau mendatangkan pembantu rumah ibuku?" Dia bertanya padaku saat ia baru kembali ke rumah di malam hari, untuk apa yang dia lakukan dari pagi di luar sana sampai pulang kantor pun harus malam hari. Aku kesulitan menanyainya karena setiap kali bertanya dia pasti akan mengamuk. Ia bukanlah
POV Sofia Setelah seharian berjuang jadi babu, menangis frustadi karena harus pegang sapu dan alat lap, aku membersihkan semua kotoran dan debu-debu, membersihkan kotoran dan najis serta memandikan ibu mertua yang bertubuhnya nyaris membuat punggungku patah.Tanganku lecet karena terkena cairan pencuci piring, kulitnya melepuh dan perih, kuku yang kurawat dengan mahal juga patah. Ya ampun, aku menangis memperhatikan diriku yang menyedihkan. Setelah semua pekerjaan selesai dan aku berhasil memberi makan kedua tua renta itu dengan makanan pesanan, aku memilih untuk pulang. Sebelum meninggalkan tempat itu aku menelepon ayah mertua dan memintanya pulang untuk menemani ibu mertua. Aku bilang aku ada acara jadi tidak bisa menjaganya sampai pagi. Untungnya ayah mertua mau."Ah lagi pula kenapa sih sudah tua bangka begitu masih menikah? Kenapa tidak fokus aja mengurus rumah dan cucu! Dasar centil." Aku menggerutu sendiri sampai hampir melempar sepatu yang aku kenakan."Sofia...." Aku hen
"Maksudku baik Mas ... Aku ingin punya waktu untuk diri sendiri , kamu dan merawat tubuhku, Aku ingin tetap terlihat cantik di hadapanmu dan santai dengan waktuku. Bisakah kau bayar orang lain saja?""Astaghfirullah teganya kau Sofia. Itu ibuku sofia, dia merendahkan iklima demi membelamu, dia melakukan apapun yang kau inginkan serta selalu berada di pihakmu. Teganya kau. Setelah dia dalam keadaan sakit dan tak berdaya, kau memintaku untuk membayar perawat, sementara kau akan menghabiskan waktu untuk merawat kukumu?""Aku tidak ahli mengurus orang tua, Sayang""Tapi tetap saja, setidaknya kau menghargai mereka sebagai orang tuaku."Ah, gawat, Kalau kami berdebat dia pasti akan membandingkanku dengan istrinya pertamanya."Maaf, sayang, aku benar-benar bingung, lagi pula ini semua bukan salahku. Ini salahnya Iklima, dia yang sudah membuat bencana dan menimbulkan banyak masalah. Dia yang sudah menjodohkan Ayah dengan teman sekolahnya, hingga ibu syok dan sakit, harusnya dialah yang harus
Biar kuceritakan kenapa aku sampai akhirnya pergi minta maaf dan bersikap baik kepada iklima. Biar ku beritahu yang sebenarnya.*Aku telah resah sejak awal, kupikir pernikahan kami akan berlangsung lancar dan bisa diterima oleh semua orang tapi ternyata itu tidak semudah yang kupikirkan. Iklima, dia membalas dendam dengan seburuk-buruknya pembalasan. Dia membuat adikku bercerai, menimbulkan keraguan dalam diri suamiku serta kerenggangan hubungan kami, lalu memisahkan ayah dan ibu mertua. Bola panas ini harus segera dihentikan sebelum menghancurkan segalanya.Aku tahu dan dari lubuk hatiku terdalam aku menyadari kesalahanku, aku tahu aku sangat keliru telah menyetujui perjodogan dari ibu mertua yang meminta aku untuk menikahi Nabil.Saat itu pikiranku sedang tidak jernih, aku terlalu sedih dengan kematian Mas Faisal. Kupikir aku tidak bisa menjalani semua ini sendirian, hidup menjanda dan menjadi stigma buruk di antara masyarakat. Aku tidak suka direndahkan, hanya karena tidak puny
Seminggu kemudian.Setelah peristiwa yang terjadi di rumah mantan mertua kujalani hari-hariku seperti biasa, berusaha bersikap dan berpikir normal sambil berusaha menutupi luka-luka dan lubang di hatiku. Ruang hampa dan rasa kehilangan, tetap ada mengingat aku pernah begitu mencintai Mas Nabil. Tapi, aku sudah berdamai dengan kenyataan, sudah ikhlas bahwa inilah kehendak tuhan.Memang tidak mudah melupakan orang yang pernah mengukir namanya di hati, terlebih Aku punya dua orang putri, yang setiap kali menatap mereka, aku pasti akan teringat pada ayahnya. Aku teringat setiap detail peristiwa pahit dan manis dalam hidupku begitu memandang Arumi dan Novia. Tapi, mereka juga motivasi agar aku tetap bertahan dan menjadi kuat, aku punya motivasi untuk sukses dan tetap bekerja keras demi mereka. Aku bertekad untuk memperbaiki hidupku dan menemukan orang yang tepat di suatu hari nanti, insya Allah, aaamiin.*Suasana rumah kami jauh lebih tenang sekarang, karena orang-orang yang sering mente
Semua orang menatap padaku saat tiba-tiba aku sudah berdiri di ambang pintu. Dalam perdebatan sengit dan pertengkaran itu tiba-tiba mereka terbelalak karena pendapatku yang mengejutkan."Semuanya salah termasuk siapapun yang mendukung dan ikut dalam keputusan itu.""Kalau begitu kau salah juga, terutama kau! Kaulah biangnya yang membuat Ayah berpaling dari ibu?""Anggap saja impas karena ibu lah yang membuat Nabil berpaling dariku?""Oh jadi sampai sekarang kau masih tergila-gila pada Nabil dan terobsesi untuk balas dendam, padahal kau sendiri yang minta cerai darinya?""Tidak juga, aku tidak pernah benar-benar berusaha sekuat mungkin untuk membalasnya tapi alam mendukungku untuk memberi balasan. Ayah sendiri yang menginginkan tante Elvira, sementara aku hanya mengikuti keinginannya. Sebagai anak yang baik aku membantunya.""Sejak kapan kau jadi anaknya, kau hanya mantan menantu.""Darah ayah dan nabil mengalir dalam nadi anakku, secara tidak langsung kami sudah terikat sebagai kelua
"Kenapa Anda berkata sejauh itu tante Stefani?""Karena faktanya begitu," jawab wanita modis itu sambil mendelik."Anakku mengorbankan semuanya demi adikmu bahkan dia rela ikut agama kalian, tapi tapi Cici tidak benar-benar memberinya cinta. Sudah cukup sekarang!""Jadi kalian akan menjodohkanmu dengan wanita ini, alih alih mencarikan istri yang lebih baik?""Iya, kenapa, apa masalahnya? Ini adalah pilihannya dan dia bahagia dengan itu."Merasa kesal karena dipermalukan, Sophia langsung bersurut mundur sambil memegang tangan Nabil dan mengajaknya pergi. Di sisi lain ekspresi ayahnya Arumi dan Novia, tatapannya terus lekat padaku yang kini menyuapi bubur kepada Hendra. Dia sepertinya kecil hati dan tidak terima kalau pelayanan dan perhatianku, kini berpindah kepada lelaki lain.Yang namanya masih cinta pasti ada rasa cemburu."Pergi dan jangan datang lagi, beraninya keluarga kalian yang sudah menyakiti anakku datang kemari! Apa kalian hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar me
"Tolong jangan membahas tentang kesalahan kami. Tolong bukalah hatimu, demi ibu mertua.""Tumben Sofia yang jahat dan kasar memelas Dan memohon di hadapanku..." Aku sinis padanya.Wanita itu menggigit bibirnya seolah tidak suka harga dirinya disentil. Dia berusaha tetap tersenyum meski getir."Aku sedang pusing dengan banyaknya masalah yang mendarah hidupku jadi tolong pulanglah, aku yakin ponsel ayah sudah dinyalakan jadi kalian langsung saja menghubunginya.""Dia tidak mau menjawabnya.""Aku akan mencobanya, jadi pulanglah.""Terima kasih ya, aku sangat menghargai bantuanmu," ucap mas Nabil dengan mata berbinar, sementara aku hanya memutar bola mata dan malas sekali mendengar dia yang pura-pura manis padaku."Ayo Sayang, kita pulang, biar iklima hubungi ayah mertua," ucap Sofia yang terdengar sangat pamer kemesraan di hadapanku, aku hanya tersenyum karena tidak terpengaruh.Enak saja, dia seakan-akan menyerahkan semua masalah keluarga pada diriku. Hanya karena aku mau menghubungi ay