Xian Ling menghela napas panjang, matanya menatap redup ke arah tembok batu yang lembap di gua persembunyian mereka. Sorot obor di dinding hanya memperjelas kegelisahan yang tersirat dari wajahnya. Tangannya mengepal, seolah berusaha menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya."Aku tahu," suaranya terdengar serak, hampir berbisik. "Tapi aku belum cukup dekat untuk mendapatkan akses ke Ruang Kegelapan Abadi. Mereka masih mengujiku... Kesetiaanku belum sepenuhnya dipercaya."Sun Wu Long, yang duduk bersila di hadapannya, menyeringai lebar. Mata elangnya bersinar tajam, penuh dengan perhitungan yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang terbiasa bermain di bayangan. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding, mengusap dagunya dengan jemarinya yang ramping."Itu berarti kita harus menciptakan alasan agar mereka mempercayaimu lebih cepat," ujarnya, suaranya terdengar penuh rencana. "Aku punya ide... Tapi ini berisiko."Xian Ling menoleh, alisnya bertaut. "Apa maksudmu?"Sun Wu Long menyelip
Pagi itu, suasana di markas Sekte Api Neraka terasa ganjil. Udara diselimuti hawa panas yang menyesakkan, seperti bara yang menyala di bawah tanah. Langit di atasnya tidak bersinar biru seperti seharusnya, melainkan kelam dengan gumpalan awan hitam yang bergerak perlahan, seolah menunggu sesuatu yang mengerikan terjadi. Anggota sekte, berselubung jubah hitam berhiaskan simbol-simbol gelap, berlalu-lalang dengan kesibukan yang tak biasa. Bau dupa menyengat bercampur dengan aroma darah segar dari persembahan yang disiapkan untuk ritual. Desiran mantra terdengar pelan, bergema di antara dinding batu yang mengelilingi markas.Di tengah hiruk-pikuk itu, Xian Ling melangkah tanpa menarik perhatian. Penyamarannya sempurna, posisinya sebagai anggota baru yang berstatus lebih tinggi memudahkan aksesnya ke bagian terdalam markas ... Ruang Kegelapan Abadi. Ia mengatur napasnya, menekan debaran jantung yang terasa semakin keras saat ia mendekati gerbang besar berukir naga berkelok yang seakan hid
Di dalam Ruang Kegelapan Abadi, aroma dupa ritual bercampur dengan hawa pekat energi hitam yang berputar liar di udara. Cahaya remang dari obor yang terpajang di dinding hanya mampu menyoroti bayangan-bayangan yang menari dengan liar, seakan menertawakan kebiadaban yang tengah berlangsung.Di tengah ruangan, altar ritual berdiri megah, diukir dengan simbol-simbol kuno yang berdenyut dalam cahaya merah gelap. Master Agung berdiri di depan altar, tangannya bergerak perlahan namun pasti, merapal mantra dalam bahasa kuno yang terdengar berat dan penuh kekuatan. Para tetua di sekelilingnya ikut merapalkan doa, mata mereka terpejam dalam konsentrasi. Mereka tidak menyadari bahwa di antara mereka, seorang penyusup telah menyelinap.Langkah ringan Xian Ling mendekat, jubah hitam panjangnya menyapu lantai batu yang dingin. Namun, sebelum ia bisa mencapai altar, suara berat dan dingin menghentikannya.“Shui Ling.”Nada suara itu tajam, mengiris udara seperti mata pisau. Xian Ling mengangkat waj
Ruangan ritual yang hancur menjadi arena pertarungan yang mencekam. Dinding-dindingnya bergema oleh energi spiritual dan kegelapan yang bertabrakan. Master Agung berdiri di tengah kepulan asap, auranya seperti badai yang berputar liar, menciptakan tekanan yang membuat udara sulit dihirup. Di depannya, Sun Wu Long berdiri dengan gagah, pedang panjang berwarna biru di tangannya bergetar dengan energi spiritual yang nyaris tak terbendung.“Apa yang membuatmu berpikir kau bisa mengalahkanku, bocah?” suara Master Agung bergema, seperti gaung ribuan suara di dalam gua. Ia mengangkat tangannya, menciptakan bola energi hitam raksasa yang melayang di atasnya. “Aku telah mempelajari kegelapan selama puluhan tahun. Kau hanyalah sebutir debu di mataku!”Sun Wu Long tidak menjawab. Ia hanya mengarahkan pedangnya, dan seketika, cahaya biru terang menyelimuti tubuhnya. Langit-langit ruangan yang hancur mulai bergetar, dan serpihan batu melayang akibat benturan energi mereka.“Aku mungkin hanyalah de
Wu Long mengerjapkan mata, menyadari bahaya yang mengancamnya. Detik itu, waktu seolah melambat. Napasnya tertahan, dadanya berdebar kencang, dan hawa kematian menyelimutinya saat serangan mematikan Master Agung meluncur ke arahnya dengan kecepatan yang mustahil untuk dihindari. Mata Wu Long membelalak, tangannya refleks mencoba mengangkat pedang, tetapi dia tahu itu sia-sia.Namun, sebelum serangan itu menembus tubuhnya, kilatan emas melesat di hadapannya. Sebuah pedang berpendar cahaya menyambar, memblokir pukulan mematikan itu dengan dentuman keras yang mengguncang udara. Wu Long tersentak, menyadari bahwa sosok yang berdiri di hadapannya adalah Xian Ling."Jangan anggap aku hanya penonton!" suara Xian Ling menggema lantang, penuh amarah dan keteguhan. Napasnya tersengal, keringat mengalir di pelipisnya, tetapi matanya membara seperti nyala api yang tak akan padam.Pedangnya yang bersinar emas bertemu dengan tangan Master Agung yang dipenuhi energi kegelapan. Dentuman energi terjad
Langit di atas Negeri Shu yang semula muram dan kelabu, kini perlahan merona biru. Cahaya mentari yang sempat tersembunyi di balik awan kelam, kini menyapu daratan dengan kehangatan yang menghidupkan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah bercampur dengan wangi rerumputan yang baru tumbuh, menandakan kehidupan kembali setelah sekian lama terbelenggu kutukan.Lahan yang tadinya gersang dan membusuk, kini dihiasi hamparan hijau yang segar. Kuncup-kuncup bunga mulai bermekaran, mewarnai tanah yang semula mati dengan semburat merah, kuning, dan ungu. Kicauan burung terdengar merdu di antara pepohonan yang dulunya layu, kini menjulang gagah seolah menyambut kebangkitan Negeri Shu.Di atas punggung kudanya, Xian Ling menatap pemandangan itu dengan helaan napas lega. Tugasnya di negeri ini telah selesai. Dengan kepuasan yang membuncah di dadanya, ia menarik tali kekang dan mengarahkan kudanya kembali menuju istana di Benua Timur. Hatinya bersiap untuk menyampaikan kabar baik ini kepada
Cahaya bulan merayap lembut di atas paviliun kerajaan Ching, memantulkan kilau perak di permukaan genting yang tertata rapi. Angin malam berembus membawa aroma garam dari lautan luas di selatan, menyapu kehangatan obor yang berpendar di sepanjang gerbang istana. Di dalam tembok megah yang menjulang, pasukan kavaleri dan infanteri yang terkenal dengan disiplin serta kekuatan mereka berjaga dalam keheningan, siap menghadapi segala kemungkinan.Kerajaan Ching, yang dipimpin oleh Raja Shang Fu, adalah kerajaan yang makmur dan tak tertandingi dalam kemegahan. Tanahnya subur, rakyatnya hidup berkecukupan, dan kapal-kapal perangnya berlayar dengan gagah di lautan. Namun, di balik kejayaan itu, terselip desas-desus yang menggema di istana Kekaisaran Benua Timur. Selir Song Yin, dengan kecemasannya yang berlebihan, mencurigai bahwa Kerajaan Ching memiliki niat memberontak. Padahal, Raja Shang Fu adalah sahabat karib Kaisar Xian Shen, persahabatan mereka sudah seperti saudara kandung. Bahkan, P
Langit senja memancarkan semburat jingga keemasan di atas Istana Kerajaan Ching. Di sepanjang koridor istana, para pelayan sibuk menggantungkan lampion merah yang berayun lembut diterpa angin musim semi. Aroma dupa khas istana bercampur dengan wangi bunga peony yang ditata rapi dalam vas porselen berlapis emas. Ornamen-ornamen khas Kerajaan Ching, seperti ukiran naga dan burung phoenix, menghiasi dinding, menciptakan suasana megah yang menyambut tamu istimewa.Tak banyak yang tahu bahwa tamu yang akan datang bukan sekadar putri dari negeri asing, melainkan Putri Mahkota Xian Ling dari Benua Timur. Dengan alasan menjaga identitasnya, ia memilih menyamar sebagai Putri Shui Ling."Hanya keluarga Raja Ching yang boleh mengetahui identitasku sebagai Putri Mahkota," ujar Xian Ling dengan suara tegas namun tetap anggun. Ia berdiri di hadapan Kaisar Xian Shen dan Selir Song Yin di ruang pertemuan pribadi mereka. Lilin-lilin di meja kayu jati menerangi wajahnya yang penuh tekad."Untuk para ba
Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah
Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang
Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga
Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena
Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu
Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima
Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k
Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar
Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi