"Hai terimakasih, semoga dengan adanya aku bergabung di perusahaan ini dapat membantu dan bisa menjadi teman baik." "Tentu saja nona." "Ayo Caramel kita masuk ke dalam ruangan pribadiku." ucap Anton. "Wahh Anton, perusahaanmu begitu besar istimewa sekali!" "Ini hanya perintah dari Ayahku, aku tidak punya apa-apa. Karena aku belum jadi apa-apa." ucap Anton dan membuat Caramel menjadi terkagum kepadanya. "Ah kamu bisa saja, lagian pasti kan akan diwariskan kepadamu?" "Bisa jadi," "Apakah kamu mempunyai saudara?" "Heumm sudahlah jangan membahas hal yang tidak penting," hindar Anton. "Baiklah maafkan aku." Akhirnya mereka berdua pergi ke ruangan Anton, di sana Caramel begitu terkejut karena di ruang kerja Anton terdapat sebuah foto yang begitu besar dan foto yang terpajang itu ialah foto Caramel. "Oh my god! Anton, apa-apan ini? Dan foto ini foto aku masih kelas 1 SMA, bisa-bisanya kamu memajangkan ini dengan ukuran gambar yang tidak kecil melainian begitu besar! Aku malu." "Ja
Akhirnya sopir Devano datang untuk menjemput Nana, Emillio, Jack, dan baby Bryan anak dari Nana dan Emillio. Devano melanjutkan kembali untuk bekerja dan berpamitan kepada mereka semua, Emillio dan Nana saat ini akan tinggal di mansion Lauder menurut Devano itu tidak masalah karena itu akan membuat dia menjadi senang. "Paman Emillio tinggal saja di mansion yah, dan tante Aurora aku pamit ya akan pergi lagi ke kantor." "Hati-hati Devano." ucap Aurora dengan senyum khasnya itu. "Tunggu!" teriak Charllate dari jauh dan menghampiri mobil yang akan di naiki Emillio. "Ada apa Charllate? Bukannya kamu adalah pembantu yang berkhianat? Ha ha ha." ucap Aurora. "Memang aku berkhianat, namun setidaknya aku ingin bertemu dengan adikku Miya dan aku tahu di mobil itu ada Miya izinkan aku untuk membuka mobil itu!" perintah Charllate. "Silahkan." ucap Devano. "Mau apa kamu melihatku? Apakah aku masih penting untukku?" ucap Miya sinis. "Miya? Mengapa kamu berkata seperti itu adikku?" "Ha ha ha,
Hari demi hari bulan demi bulan Devano lalui dengan sendiri tanpa adanya seseorang tidak seperti atasan perusahaan yang lain memiliki seorang sekertaris. Tidak terasa Devano sudah menjalankan hari-harinya dengan kesendiriannya tanpa Clare sudah 6 bulan, sambil mengerjakan tugas-tugas kuliahnya dia juga bekerja pergi ke perusahaanya. Dia hanya memfokuskan dirinya untuk mencapai targetnya, dia ingin menjadi orang yang sukses di usia muda. Dia ingin segera menyelesaikan kuliahnya itu agar dia segera mendapatkan gelar yang dia impikan, dia tidak ingin menemui ayahnya sebelum dia resmi menjadi seorang sarjana. Dalam hati kecilnya Devano merindukan keluarga kecilnya dulu. Dia merindukan ayahnya dan ibunya, tentu saja dia juga sangat merindukan Alexs pamannya itu yang sangat berjasa bagi hidupnya dia. "Hai tuan muda!" sapa Michel "Hai michel?" jawab Devano "Sudah 6 bulan aku tidak melihat nona Clare, kemana dia?" "Aku juga tidak tahu, terakhir dia berkata akan mengerjakan tugas kampusny
"Devano terimakasih sudah baik kepadaku." ucap Michel. "Sama-sama, berkat keseriusanmu perusahaanku menjadi maju." "Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai perancang." "Iya sudah selamat beristirahat Michel." "Bye see you!" "See you." Akhirnya Michel pun masuk ke rumahnya, dan Devano pergi untuk pulang kemabali ke mansionnya. Dengan begitu Devano sudah sampai di mansionnya langsung saja dia membukakan pintu dan seperti biasanya menyapa semua orang yang ada di sana. Setelah semuanya sudah bertegur sapa Devano langsung saja meminta izin untuk beristirahat dan mulai saja merebahkan dirinya di kasur dengan suasana hati yang sangat lelah, lelah karena pekerjaan dan merasa lelah karena harus mengejar target untuk segera menjadi sarjana. Dalam tatapan yang santai tiba-tiba saja bayangan Clare di pikiran Devano terlampir, maka Devano begitu mengingat semua tentang Clare. Dia sangat ingin sekali menemui Clare, namun dia lupa tidak meminta no telepon Agnes. "Andai saja waktu bisa di ulang
Devano sudah sampai di rumah Lauder, ayahnya. Saat mengetuk pintu datanglah Lauder dengan wajah yang berbinar, sangat senang. Sudah beberapa tahun dia tidak bertemu dengan putra tunggalnya, dan kini setelah bertemu Devano memberikan kabar bahagia kepada ayahnya Lauder. "Ayah, aku sudah menamatkan pendidikanku nilaiku juga bagus." "Aku sangat bangga kepadamu, maafkan aku. Aku meninggalkanmu sejak usia 5 tahun, dan ibumu pergi sejak usiamu 4 tahun." "Sudahlah, ini semua sudah menjadi takdirku. Akan aku terima pahit dan manisnya setiap alur ini." "Bagus! Apa yang akan kamu rencanakan selanjutnya?" "Aku akan mencari ibuku! Dan aku akan menemukannya, aku yakin! Aku pasti bisa bertemu dengan ibuku, mimpi terbesarku ingin hidup bersama orang tua, bahagia dengan masa depanku, dan berkumpul dengan keluarga lengkap." "Kamu pasti bisa!" ucap Lauder. "Ayah, tolong ceritakan masalalu ayah dan orang tua ayah!" "Ayah dan orang tua ayah tidak terlalu dekat, karena ayah sejak usia muda sudah ma
Tangan kanan Anton, atau orang kepercayaan Anton bernama William. William yang dulu tinggal di Amerika serikat, namun setelah mengenal Anton dia berniat untuk bekerja dengan Anton. Dengan amarah yang masih membara Caramel langsung saja pulang tanpa berpamitan kepada Anton. Dengan begitu Anton tidak mengejar Caramel karena pekerjaannya begitu penting, Anton besok pagi akan pergi ke Italia karena di Italia ada masalah yang harus dia selesaikan. Anton hanya menitip pesan kepada pegawainya untuk besok pagi pergi ke rumah Caramel, Anton menyuruh William untuk menyampaikan pesan kepada Caramel bahwa Caramel jangan dulu bekerja sebelum Anton pulang. Dengan bagitu besok pagi Anton langsung pergi ke Italia, dan William langsung pergi ke rumah Caramel. Tok... tok... tok... "Siapa?" "Pagi?!" "William, ada apa?" "Maaf tujuan saya kemari hanya ingin menyampaikan pesan dari tuan Anton, bahwa Caramel jangan dulu bekerja sebelum Anton pulang kemari." "Oke, emang Anton pergi ke mana?" "Italia
Caramel langsung mendudukan dirinya sendiri dengan sangat kasar, dia begitu emosi dan menangis sejadi-jadinya. Hingga akhirnya dia memecahkan gelas yang berisi kopi yang tadi dia minum, dia terus saja menangis dengan sangat frustasi. "Sial kopi Caramelku tumpah sekaligus dengan cangkir pemberian dari Anton! Aku benci gelas itu, dan aku benci juga kopi aroma Caramel namaku sendiri, karena pada hari ini aku sangat kecewa kepada Anton dan di menit tadi alasan aku kecewa dengan gelas dan kopi karena mereka pecah dan tumpah di hari mana aku sedang kecewa." umpat Caramel yang sedang menangis dan menghapus air matanya itu. Setelah dia tenang, dengan cepat Caramel membereskan barang-barangnya dan berniat akan pergi dari kantor Anton itu, dengan amarahnya Caramel sampai tidak menyadari bahwa tanggannya terluka karena goresan pecahan gelas yang tadi terjatuh. Kepala Caramel begitu pusing dan, di lantai sudah banyak darah bercucuran karena luka itu sangat dalam mengenai tangan mulusnya Caramel
Anton langsung saja pergi dan meninggalkan perawat tersebut, lalu Anton berjalan menuju ke arah parkiran berniat untuk pergi kembali ke kantornya. Dia akan menemui William, untuk memperbaiki semua hal yang sudah terjadi. 1 jam kemudian Anton sudah sampai di kantornya itu, dengan begitu dia langsung saja menemui William yang sedang bekerja. "William!" "Hah? Ada apa?!" ucap William dengan mata yang terpejam karena terkejut. "Gawat! Caramel mengetahui rahasia ini." "Maksudmu? 'ADR' berarti saat kemarin kita berbincang itu apakah Caramel mendengarnya, dan dia sampai terluka karena menangis?" "Bisa di simpulkan, kemungkinan besar memang iya. Dia kecewa kepadaku karena musuh keluargaku sebenarnya ialah Devano. Orang yanh Caramel banggakan selama ini, raga Caramel memang bersamaku namun hati Caramel masih teringat kepada Devano." "Histeris sekali alur cerita hidupmu, semangat! Aku akan tetap berada di sisimu Anton." "Terimakasih." "Selanjutnya? Hal apa yang ingin kamu lakukan saat in