Aya bergeming, gadis itu masih diam di tempat tidak ingin mengikuti langkah kaki Dafa.
Pria itu menoleh menatap Aya heran. "Ayo?" kata Dafa.
Aya menarik tangannya lalu duduk kembali. "Jika kamu ingin bertemu cinta pertamamu, temui saja sendiri. Jangan ajak aku," Dafa tertawa melihat tingkah Aya. Pria itu berkecak pinggang mengigit bibir bawahnya memperhatikan gadis itu.
Dafa pun menghampiri Aya kembali, menggenggam tangan Aya lagi, namun di tepis oleh gadis itu. "Ayolah, sebentar saja." mohonnya.
"Jalan kaki aja kita sampai, kamu boleh pergi jika kamu tidak merasa nyaman nanti," kata pria itu.
Aya mendengus, apa-apaan itu. Seharusnya Dafa tau jika Aya sudah tidak nyaman ketika pria itu mengajaknya, kenapa harus menunggu tiba di sana.
"Pliss,," mohon pria itu dengan wajah memelas.
Aya mendengus kembali melirik sinis pada Dafa, dengan menghentakan kaki kesal, Aya mau di ajak pria itu pergi.
Dafa tersenyum senang, ia pun menggande
Di rumah Pak Gufron, orang tua Dafa. Sudah terlihat sibuk, ada beberapa tetangga yang mulai datang untuk membatu mempersiapkan acara ijab qobul yang akan di lakukan esok pagi.Bukan hanya para orang tua yang sibuk, tapi anak muda seumuran Dafa juga ikut membantu mendirikan tenda pernikahan.Dafa memang tidak ingin terlalu mewah, bukan karena ia sayang uang. Namun waktunya tidak banyak, setelah menikah dia dan Aya harus kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan keperluan Dafa ketika ada di inggris nanti.Hal ini juga sudah dia bicarakan dengan Aya. Dan beruntungnya gadis itu juga tidak perlu pesta meriah, yang terpenting doa dan restu dari orang tua pria itu.Aya sibuk di belakang rumah membantu Ibu-ibu yang sedang memasak. Ia senang warga di desa tempat keluarga Dafa tinggal, sangat ramah-ramah. Bahkan mereka tidak mempersalahkan keadaannya.Gadis itu tidak melunturkan senyumannya dari bibirnya. Pernikahan kali ini jauh lebih membahagiakan dari pada p
Untuk pertama kalinya Dafa, menjadi Imam selain bersama keluarganya, begitu pun dengan Aya.Gadis itu juga pertama kalinya, sholat di imami oleh seorang pria sekaligus suaminya sendiri, rasa haru bahagia menjadi satu di hati keduanya.Mereka memanjatkan doa bersama, setelah itu Dafa berbalik menghadap kearah Aya, gadis itu mengulurkan tangannya dan mencium tangan suaminya.Dafa menangkup wajah Aya, mencium keningnya dan mendoakan istrinya di ubun-ubun gadis itu,Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih.Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya.Aya meneteskan air matanya, mendengar doa dari pria yang ia cintai, Aya mengaminkan semua yang Dafa panjatkan. Dan berharap Allah mendengar doa yang mereka
Semilir angin sejuk yang masuk lewat celah jendela menghantarkan hawa dingin menebus tulang, hingga perempuan beparas cantik yang sangat nyenyak dalam tidurnya, mengeratkan pelukannya pada sesuatu yang memberikannya kehangatan hingga ia tanpa sadar membuat apa yang sedang ia peluk tersenyum geli.Seorang pria berwajah tampan tengah menopang kepalanya dengan tangan kiri, memperhatikan istrinya yang tengah memeluknya.Pria itu adalah Dafa yang sangat menyukai wajah polos istrinya yang masih betah memeluknya karena hawa dingin.Jika bukan karena waktu, dan kewajiban untuk sholat subuh, Dafa tidak tega membangunkan Ayana yang terlihat kelelahan.Bukan hanya kelelahan dalam acara pernikahannya kemarin, tapi kelelahan akibat ulahnya yang ingin terus melakukannya.Beruntung Aya tidak menolak hingga ia merasa lelah dan pukul tiga pagi mereka baru terlelap.Dafa mengusap pipi Aya lembut agar prempuan itu terjaga, namun bukannya bangun Aya justru sema
Dafa menatap cegah pada perempuan yang berdiri di hadapannya, ia menghela napas berat. "Cari Ibu? Ibu nggak ada, balik aja nanti..""Aku cari kamu Dafa, aku mau ngomong sebentar sama kamu." potong perempuan itu saat Dafa belum selesai bicara.Perempuan itu maju satu langkah. "Ini ada sarapan untuk kamu dan yang lainnya, aku buatin masakan kesukaan kamu." Dafa tersenyum remeh malas menerima sebuah rantang dari wanita itu.Raut wajah sedih dan senyuman getir keluar dari bibir perempuan itu. "Aku minta maaf Dafa," ucapnya sambil menunduk. "Aku menyesal, aku salah meninggalkanmu." ujarnya lirih"Nggak perlu menyesal! apa yang sudah kamu pilih, adalah apa yang harus kamu jalani. Tidak perlu di sesali. Dan kalau kamu datang kesini untuk minta maaf, aku sudah memaafkanmu. Tapi aku harap kamu jangan mengganguku karena kini aku sudah bahagia bersama orang yang aku cinta. Dan orang yang bisa menghargai perasaanku." Sindir Dafa dengan tegas, pria itu sudah muak deng
Hari ini Aya terlihat sangat bahagia, hingga rasanya tidak bisa di ungkapkan oleh kata-kata.Bagaimana tidak bahagia, Dafa memperlakukannya begitu istimewa, Pria itu sangat memanjakannya. Apapun yang dia minta pasti selalu di turuti.Seperti saat ini, sesudah dari pantai Dafa mengajak Aya ke taman wilis, pemandangan di taman itu membuat Aya berdecak kagum.Dari tempat itu ia bisa melihat kemberlap lampu menghiasi kota Semarang, Aya menarik tangan Dafa untuk mengajak pria itu membeli sosis bakar dan juga telur gulung.Sambil menunggu penjual membakar sosisnya, pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia dengan obrolan ringan yang mereka ceritakan."Habis makan sosis, kita makan bakso ya. Di sini ada bakso enak dan terkenal," ajak Dafa pada Aya.Perempuan itu tersenyum cerah, ia mengangguk dengan semangat membuat Dafa gemas, pria itu mengacak rambut istrinya lalu membawa wanita itu kedalam pelukannya."Mas tunggu Mas!! Dengerin
Kenapa manusia selalu sulit melupakan kejadian yang kurang menyenangkan di masa lalu, padahal sebisa mungkin bayangan dan kenangan buruk tersebut bisa pergi di kehidupan manusia di masa sekarang.Sejatinya kejadian itu sebagai pengingat jika dulu kita pernah salah, dulu kita pernah melakukan hal bodoh tanpa kita sadari.Hal ini juga menjadi pengingat bahwa kita tidak boleh melakukan kesalahan lagi dan mengulangi apa yang kita perbuat di masa lalu.Seperti apa yang di rasakan oleh Dafa, pria itu setelah mendengar penjelasan Risna tentang kenapa wanita itu meninggalkannya, adalah masalah keluarga. Hatinya gundah dan tak tenang selalu saja tertuju pada perempuan itu.Risna memang dari dulu sudah di suruh oleh orang tuanya agar mendekati Tanto agar bisa menjadi pasangan pria tersebut.Dafa menarik napas panjang, mengusap wajahnya dengan kasar, andai dulu dia mencari tahu alasan Risna meninggalkannya. Mungkin saat ini ia masih bersama perempuan it
Dafa kembali kerumah pukul sembilan malam, ia pulang menggunakan motor yang dia beli untuk Syifa, saat Dafa memarkirkan motor metic tersebut, Pak Gufron yang kebetulan sedang duduk di teras rumah mengerutkan kening."Assalamu'alaikum," salam Dafa menghampiri Ayahnya mencium punggung tangan Pak Gufron di susul Aya setelahnya."Motor siapa yang kamu bawa?" tanya Pak Gufron selepas menjawab salam putranya.Dafa ikut melihat kearah motor metic keluaran terbaru tersebut, ia menoleh kembali memandang Ayahnya. "Motornya Syifa Pak," jawabnya."Kamu beli motor buat Adikmu?" tanyanya memastikan. Dafa mengangguk sebagai jawaban. Raut wajah Pak Gufron sudah berbeda. "Untuk apa? Toh motor Bapak masih layak pakai, kalau adikmu keluyuran bagaimana?" Dafa menggaruk pelipisnya, sudah tau pasti seperti ini reaksi Ayahnya."Biarkan Pak, ini hadiah dari aku untuk Syifa. Kasian dia pengin punya motor baru, tapi takut sama Bapak." Pak Gufron membuang napas lalu duduk di
"Dafa, Pak.. Sini makan siang dulu," teriak Bu Hasniah yang baru tiba membawakan bakul untuk makan siang putra bersama suaminya."Iya Bu." balas Pak Gufron lalu segera mengajak Dafa makan siang.Dafa duduk di samping Aya yang memang sengaja di ajak oleh Bu Hasniah, wanita itu mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan suaminya.Dafa tersenyum hangat menatap sang istri, ia mengusap pipi Aya lembut sebelum fokus pada nasinya.Aya begitu telaten mengambilkan nasi untuk Dafa, kedua orang tua Dafa tersenyum senang mendapat menantu yang sholeh seperti Aya."Terima kasih," ujar Dafa lembut, Aya mengangguk sambil mengulas senyum."Bagaimana Fa, di ajak Bapak nanam padi?" tanya Ibunya."Capek Bu, mending di dapur aku seharian masak, berbagai menu bisa aku taklukkan. Jadi petani susah, mana Bapak marah-marah terus dari tadi." katanya sambil melirik Ayahnya yang sedang fokus menyantap makanannya."Dianya aja yang g****k. Gitu aja
Di tengah malam sekitar pukul 00:30 seorang gadis cantik, terlihat gelisah di atas kasur. Sedari tadi tubuhnya terus bergerak kesana kemari, gadis tersebut adalah Syifa, yang sedang bingung untuk mengambil keputusan apa tentang Tito. Hatinya tengah bimbang, antara masih ragu, takut dan tidak percaya. Syifa ragu jika harus menikah di usia muda, namun dia juga takut kehilangan Tito kalau sampai dirinya menolak, di sisi lain Syifa tidak percaya jika Tito merubah keputusannya menjadi menikahi dirinya, bukan untuk melamarnya. Jujur Syifa takut jika dia menikah sekarang, dirinya tak bisa membahagiakan pria tersebut, selama ini Tito begitu tulus mencintainya. Dirinya takut kalau nanti akan mengecewakan pria yang begitu dia cintai. Menghembuskan napas berulang kali, Syifa pun bermonolog. "Mungkin ini jalan terbaik, semoga apa yang sudah aku putuskan. Nggak akan salah dan merugikan semuanya." mengepalkan tangannya gadis tersebut menguatkan dirinya sendiri. "Syifa! ayo kamu pasti bisa. N
"Maksud Mas gimana? bukannya kita kesana baru mau membicarakan tentang hubungan kita ke Bapak?"Tito merubah posisinya, ia memegang setir dengan dua tangannya. "Mereka tetap mau menjodohkan aku dengan perempuan itu, kecuali aku sudah menikah. Maka mereka akan menghentikan perjodohan dan merelakan aku nikah sama kamu," "Tapi Mas, aku masih kuliah, memangnya Mas nggak masalah punya istri yang berstatus mahasiswa?""Memang kenapa? Mas nggak masalah. Menurut Mas lebih cepat lebih baik, atau kamu yang belum siap?" "Aku nggak tau? Aku cuma nggak mau jadi istri yang nggak baik,""Kenapa bisa mikir gitu, banyak kok di luar sana. Istrinya yang masih berstatus pelajar, dan mereka bisa menjalani itu dengan baik." lanjut Tito tak mau kalah. "Kasih aku waktu untuk mikir," putus Syifa memohon pada Tito agar pria itu mengerti dirinya juga berhak mengambil keputusan. Menarik napas panjangnya, Tito hanya bisa mengangguk pelan, menghargai keinginan gadisnya yang ingin memikirkan lebih dulu tentang
Hari demi hari telah di lalui oleh Aya begitu cepat, tidak terasa kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh, dan sesuai rencana. Acara tujuh bulanannya akan di adakan dikota semarang, sesuai permintaan wanita itu, tentu Dafa dengan senang hati, mempersiapkan semuanya. Dan rencananya esok lusa, mereka akan berangkat ke sana, lalu untuk masalah syifa. Dafa waktu itu turun tangan menemui orang tua Tito. Memberitahu jika putra mereka sudah memiliki pendamping, tak perlu menjodohkan karena Tito sudah memiliki wanita yang sudah pria itu pilih. Dafa sempat adu mulut dengan orang tua Tito, mereka tidak setuju jika putranya menikah dengan wanita yang bukan pilihan dari orang tuanya. Namun Dafa tidak ingin membuat sahabatnya menderita lagi oleh kelakuan orang tuanya, maka ia memberanikan diri untuk melawan ucapan kedua orang tua tersebut. "Sayang, sudah dong kamu jangan gerak kesana sini, aku nggak mau ya. Kamu kecapean," Aya mengulas senyum. Menghampiri suaminya yang berdiri sembari mel
Sudah berada di parkiran mobil, Aya diam berpegangan pada badan mobil lebih dulu. "Sayang, kita kerumah sakit ya?" ajak Dafa yang tak tega dan juga melihat wajah pucat kesakitan istrinya. Aya menggeleng pelan. "Nggak usah Mas, aku nggak apa-apa. Kita pulang aja.""Nggak apa-apa gimana? kamu kesakitan gini. Kita tetap kerumah sakit, oke."Dafa tidak mau terjadi sesuatu kepada calon anaknya, tapi Aya kekeuh tak ingin pergi. "Nggak usah Mas, aku mau pulang. Aku mau istirahat, aku yakin buat istirahat sudah hilang. Jadi kita pulang aja ya," mohon Aya matanya menatap sendu kepada suaminya. Dafa menghela napas panjangnya, ia paling lemah jika Aya sudah memohon seperti itu. "Oke kita pulang aja," membantu Aya masuk ke mobil dan juga memasangkan sabuk pengaman. Setelah menutup pintu ia berniat segera memutari mobilnya, namun saat berbalik badan Dafa cukup terkejut ada Pak Suryo dan Bu Sarah. "Ada apa lagi?" ucap Dafa datar. "Maaf saya harus segera pulang.""Kami ingin mengucapkan terima
Sudah berada di depan tempat Rama berada, Ayana meminta untuk tidak keluar terlebih dahulu, ia mengatur dirinya sendiri, agar tidak takut, tidak gugup dan yang paling harus tetap tenang. Dengan setia Dafa di sampingnya, menggengam tangan Aya yang terasa dingin dan berkeringat, sembari terus memandang sang istri dari samping, ia juga memberi kecupan di punggung tangan wanita itu. "Sebentar ya Mas," izin Aya saat menoleh mendapati sang suami menatap teduh kepadanya. "Iya sayang, aku tenangin diri dan persiapkan semuanya, aku di sini selalu jagain kamu." mengangguk pelan Aya kembali melihat kedepan, yang di mana ia sudah melihat ada Pak Suryo dan Bu Sarah sedang menunggu dirinya. Mereka tidak datang kearahnya, karena Dafa sudah memberitahu kepada mereka untuk sabar dan menunggu terlebih dahulu. Memejamkan matanya Aya seperti melafalkan doa, Dafa menepuk puncak kepala istrinya dengan sayang. Membuka matanya Aya menggerakkan tangannya. "Yuk Mas," ajak Aya yang sudah yakin. "Sudah si
"Sayang, bisa nggak? nggak usah dandan. Biasa aja gitu, bajunya emang nggak ada yang lain?" keluh Dafa saat melihat istrinya yang sedang memoleskan bedak ke wajahnya. Aya memutar bola matanya jengah, ini sudah yang keberapa kalinya, Dafa mengatakan hal yang sama. "Ini sudah biasa aja Mas, aku bahkan nggak pakai lipstik. Baju ini juga baju rumahan," kata Aya dengan tatapan sebalnya. "Ck_ kamu tuh terlalu cantik, Ay_ aku nggak suka,""Terus aku harus gimana? aku udah biasa aja lho. Kalau Mas terus kayak gini, mending nggak usah pergi!" ujar Aya menggunakan bahasa isyarat. "Oke, lebih baik memang seperti itu. Kita nggak usah pergi!" saut Dafa. Aya mengangguk, lalu berjalan merebahkan tubuhnya di atas kasur, melihat itu Dafa melongo tak percaya, padahal ia tidak serius. "Lho sayang, kok kamu malah tidur sih? kan kita mau ke lapa?" bangun lagi dari rebahannya, Aya kian menatap Dafa kesal. "Tadi siapa yang nyuruh nggak jadi pergi? ya udah mending aku tidur!" jawab Aya matanya pun mel
Brak!! Suara gebrakan terdengar begitu keras di salah satu tempat kecil dan sedikit gelap. Di sana ada satu perempuan tengah duduk di kursi tangan dalam keadaan terikat di belakang tubuhhya. Tangisan pun terdengar lirih di sela keheningan yang ada, perempuan itu tidak sendiri, ada dua laki-laki berjas hitam. "Maksud kamu apa datang ke toilet ketika sepi, dan ingin melabrak pacar saya?!" ujar suara bariton di hadapan perempuan itu, dan suara pria tersebut tak lain adalah Tito. Ia menyuruh anak buahnya untuk menculik Felly dan membawanya di salah satu gedung kosong, Tito hanya ingin sedikit memberi pelajaran kepada wanita yang sudah membuat sang kekasih ketakutan. "Kamu mau celakai Syifa? IYA?!" Felly terlonjak kaget mendengar bentakan dari Tito. "Kamu nggak tau berhadapan dengan siapa? kamu pikir saya diam aja, ketika ada orang yang mau menyakiti pacar saya."Tubuh Felly menegang, ia begitu ketakutan melihat raut wajah Tito, yang biasanya ia lihat begitu tampan, kini berubah men
"Syifa. Kamu nggak apa-apa kan dek?" tiba di rumah Syifa langsung di lihat kondisinya oleh sang Kakak. Tadi Dafa mendapatkan kabar dari Tito, Syifa di ganggu oleh salah satu mahasiswi di sana, tentu Dafa langsung kalang kabut bahkan ia ingin menyusul Syifa ke kampus. Namun urung, saat Tito mengatakan jika masalah ini biar dia yang mengurus. "Aku nggak apa-apa, Mas. Tadi aku telepon pihak keamanan di kampus, jadi alhamdulillah sebelum aku kenapa-napa, satpam sudah datang dan tolongin aku. Lagian tadi juga ada teman aku yang bantuin, kalau nggak ada siapa-siapa, ya aku nggak tau nasib aku." ujar Syifa. "Alhamdulillah, Mas khawatir banget sama kamu dek.""Tenang aja, Daf. Syifa aman kalau sama gue." timpal Tito. "Tolong ya ngaca. Lo ya sumber dari masalah ini," sungut Dafa kesal. "Lah kok gue?'" Iyalah, coba lo nggak caper ke mereka. Nggak ada yang bakal ganggu adek gue!""Astagfirullah_ siapa yang caper coba?!" jawab Tito tak terima. "Halah sok-sokan. Nggak mau ngaku lagi," Tito
Syifa berada di kamar mandi bersama satu gadis bernama Weni, dia adalah teman satu bangku dengang Syifa, keduanya terlihat asyik bercanda hingga suara bantingan pintu terdengar cukup keras membuat dua gadis itu terlonjak kaget. "Kalian apa-apaan sih! mau ngapain Hah?!" bentak Weni yang begitu berani. Syifa membulatkan matanya melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam kearahnya. Gadis itu mundur beberapa langkah, ingat pesan dari sang kekasih Syifa buru-buru masuk kedalam satu bilik kamar mandi dan menguncinya dari dalam. "Jangan sembunyi lo! keluar." bentak seorang gadis. "Kenapa, lo takut! dasar cupu." Syifa tak memperdulikan teriakan yang tak lain adalah Felly. Mengeluarkan ponsel dari dalam tas, Syifa menelpon nomer keamanan kampus, beruntung pihak kampus bisa memberi nomer jika terjadi sesuatu pada mahasiswa atau mahasiswinya. "Hai! mau ngapain kalian di sini. Kalian ke kampus untuk belajar, bukan sok jadi pahlawan seperti ini!" bentak pak Rahmat, m