Pandangan mata Selena seakan hampa. Dia tak dapat menahan rasa sesak didalam dadanya, bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya.
"Apa yang telah aku lakukan." Selena terisak, tubuhnya bergetar.
Selena menjatuhkan dirinya dilantai kamar mandi. Lantai kamar mandi yang dinginnya seakan menjalar memasuki seluruh sendi-sendi didalam tubuhnya. Bulir-bulir air mata seakan terus keluar bagaikan air hujan, dia meratapi kesalahannya.
Seharusnya keperawanannya dia berikan pada Oliver bukan pada pria asing itu, mau taruh dimana wajahnya nanti jika dia bertemu dengan Oliver. Apa lagi perkataan pria asing itu mengatakan kalau dia membelinya, kepala Selena makin pusing mengingat semua hal tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan." Selena terisak, dia menangis menyesali semua yang telah terjadi.
Pikiran Selena terbawa kembali pada malam kejadian saat dia bersama pria itu sebelum masuk ke dalam kamar hotel.
Ia dengan takut-takut masuk ke dalam kamar hotel. Badannya bergetar tapi dia merasa ada yang aneh pada dirinya, setelah dia minum air mineral dari Veronica badannya mendadak menjadi panas, dia menjadi bergairah.
Selena melihat sekelilingnya gelap. Dia teringat Oliver menyuruhnya untuk masuk walau gelap. Selena duduk di ranjang dan tangan seorang pria menyentuh tubuhnya.
Tubuh Selena meremang saat ada yang memeluknya dari belakang dan menjilati lehernya. Selena bagaikan sengatan listrik. Lidah Oliver menjilati lehernya membuat Selena makin bergairah.
Mereka berciuman mesra sangat mesra, ciuman Oliver begitu berbeda. Selena sampai kewalahan membalas lumatan-lumatan Oliver.
Entah sejak kapan semua pakaian yang dia kenakan sudah tak lagi melekat dibadannya. Dalam keadaan gelap Selena merasakan belaian lembut tangan Oliver berada dipayudaranya. Mencecapi putingnya dan meremas payudaranya dengan pelan lalu berubah menjadi remasan kasar.
Lidah Oliver bergeleria dibagian-bagian sensitif tubuhnya. Jilatan demi jilatan menuju perutnya terasa sangat luar biasa, dia seperti dimandikan oleh lidah Oliver. Kedua pahanya dibuka secara perlahan, tangan Oliver membelai lembut kedua gunung kembarnya dengan bersamaan dia merasakan sesuatu yang besar dan tegang bergesek di sekitaran organ intimnya. Selena sudah tak tahan dia ingin bagian sensitif Oliver segera masuk ke dalam miliknya.
"Miliki aku seutuhnya... aku tak tahan lagi sayaaaang," desah Selena.
Tubuh Selena menggeliat disaat yang bersamaan dan secara perlahan ujung benda yang mengeras itu berusaha masuk ke dalam miliknya, walau dalam keadaan gelap, tapi dia yakin benda itu besar. Hanya dengan dua kali hentakan masuk ke dalam intinya dengan sempurna. Bagian sensitif Selena terasa sesak dan penuh.
Blesss..
"Aaah saaakiiit," pekik Selena saat merasakan seperti ada yang sobek di dalam bagian sensitifnya.Tubuh pria itu berhenti sejenak, dia diam sebentar menunggu wanita yang berada dibawahnya terbiasa dengan miliknya. Setelah dirasanya cukup bagi bagian sensitif wanita itu terbiasa dengan miliknya, dia melumat bibir Selena dengan mesra dan secara perlahan dia menggerakkan pinggulnya.
"Percaya padaku ini akan sangat nikmat." suara Oliver terdengar sangat serak dan berbeda. Selena tidak memperdulikannya lagi, dia ingin segera terpuaskan.
"Lakukan lah sayang, aku milikmu.. hanya milikmu."
Pinggul Oliver bergerak keluar masuk ke bagian sensitif Selena. Awalnya terasa sakit dan perih tapi secara perlahan berubah menjadi sangat nikmat. Gesekan-gesekan menyentuh dinding-dinding bagian sensitif miliknya, tak pernah dia merasakan sensasi yang nikmatnya tiada tara.
Lamunanya terenggut paksa kembali saat mendengar suara Devan yang memanggilnya dari luar kamar mandi. Ia mengusap air matanya, ingatannya tentang kejadian tadi malam begitu menyesakan dadanya."Hei sedang apa dikamar mandi kenapa lama sekali," ujar Devan heran.
"Aku sebentar lagi keluar."Selena tak bisa berkata apapun lagi, menangis pun dia sudah tak sanggup lagi.
"Siapa namamu?" tanya Devan.
"Selena." "Berapa umurmu?" "26 tahun."Selena dan Devan tak melanjutkan pembicaraan mereka, mereka hanya duduk berdua dalam diam.
"Aku pergi dulu," ujar Selena.
"Tunggu ini untukmu." Devan memberikan selembar cek bernilai fantastis. "Untuk apa ini?" tanya Selena bingung. "Bonus untukmu." "Tuan, saya tidak menjual diri kepada anda! Tadi malam juga bukan malam yang indah dalam hidup saya. Keperawanan saya sudah dirampas oleh pria yang saya sendiri tidak tahu siapa anda! Malam itu merupakan malam terkutuk dalam hidup saya!" "Malam terkutuk katamu? Kamu saja meminta lebih tadi malam, mendesah tak karuan. Ini yang kamu sebut malam terkutuk?" ujar Devan kesal. Baru kali ini ada seorang wanita yang menyesal telah tidur dengannya. "Tuan, sudah saya katakan kepada anda! Kalau saya tidak berniat menghabiskan malam dengan anda. Anda mungkin terbiasa membayar wanita setelah memakainya, tapi jangan sama kan saya dengan wanita yang biasa anda tiduri!" "Ooh rupa nya begitu. Benarkah kamu berbeda dengan wanita-wanita yang kamu sebutkan itu? Aku meragukannya." Devan menaikan salah satu alisnya. "Tuan tolong gunakan pikiran anda! Saya mengira anda adalah kekasih saya. Saya bermaksud menyerahkan segala yang saya miliki pada Oliver sebagai bukti saya mencintainya. Anda pikir malam itu adalah hal yang membahagiakan bagi saya?" "Tentu membahagiakan wanita mana yang menolak tidur denganku tapi aku memilihmu dan membayarmu 300 juta!" "Wow semahal itu kah saya? Siapa yang menjual saya, tuan?" "Aku membelimu dari seorang kenalan ku yang memang perkerjaannya jual beli wanita, jadi yang menjualmu aku pun tidak tahu. Aku tidak berhubungan langsung dengan penjualmu, bukan salahku jika kamu berakhir denganku dikamar ini."Devan melihat wanita dihadapannya dengan tajam. "Kamu sendiri dengan sadar datang ke kamarku tanpa paksaan nona Selena."
"Terserah apapun perkataan anda, tuan! yang jelas saya tidak akan pernah mau lagi bertemu dengan pria sepertimu lagi. Ini pertama kali kita bertemu dan ini terakhir kali kita bertemu," ujar Selena lalu pergi meninggalkan Devan.Selena berjalan perlahan di koridor hotel, dia benar-benar bodoh. Kenapa dia bisa berakhir seperti ini.
Ponselnya berdering dia melihat nama Oliver tertera di layar ponsel, tapi Selena tak ingin mengangkatnya. Dia terlalu malu untuk berbicara dengan Oliver sekarang.
Begitu tiba di lobby hotel Selena kaget melihat ada ibu Oliver disana. Merry, ibu Oliver melihat rendah dirinya.
"Ooh bagus yaa kelakuanmu? Dengan siapa kamu di hotel ini?" tanya Merry curiga.
"Saya hanya bertemu dengan rekan kerja," jawab Selena dengan gelisah. "Apa kamu bermalam dengan seorang pria? Lihat penampilanmu seperti seorang perempuan malam dan lehermu banyak sekali tanda-tanda menjijikan itu." Merry melihat banyak kiss mark dileher Selena.Selena kaget, dia tidak menyadari kalau ada beberapa kiss mark dibuat oleh pria tersebut.
"Maaf tante Merry saya permisi dulu." Selena akan pergi meninggalkan Merry tapi tangannya ditarik oleh Merry.
"Tunggu Selena." "Ada apa ya tante?" "Tinggalkan Oliver, anakku lebih pantas bersama wanita yang lebih baik dan wanita itu bukan kamu!"Selena menutup matanya, dia sudah menduga kalau ini akan terjadi, Merry ibu Oliver memang tak menyukai dirinya.
"Apa maksud tante? Apa jangan-jangan tante, dalang dibalik semua kejadian ini?"
"Haha kamu memang pintar Selena pantas saja anakku tergila-gila pada wanita rendahan sepertimu. Yaa aku yang melakukan semua ini dan aku yang menikmati uangnya. Apa kamu tidak malu jika bertemu Oliver dengan keadaanmu yang sudah tak suci lagi?"Selena menahan emosinya, dia tak menyangka semua kejadian yang dia alami sekarang karena ulah ibu dari pria yang dia cintai.
"Anda sungguh licik tante Merry, apakah Oliver tahu tentang kelakuan anda? Jika Oliver tahu kalau ibu nya yang tersayang dan terhormat menjual kekasihnya, apa yaa yang akan Oliver lakukan?" Balas Selena.
"Oliver itu anakku dan aku tahu sifat putra yang ku lahirkan. Aku yakin dia tak akan mempercayai wanita ular sepertimu, sungguh kasian kamu Selena haha," ujar Merry dengan tertawa bahagia.Selena mendengar suara tawa Merry bagaikan suara nenek sihir yang sering ada di dongeng disney. Menakutkan dan membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. Ia tak memperdulikan semuanya ingin secepatnya kembali ke apartementnya dan berharap semua ini hanya mimpi buruk.
Keesokan harinya... Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan. Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica. Ting... Tong... Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute. Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya. "Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu." Tak lama ada pesan masuk diponselny
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.
Keesokan harinya... Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga. "Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri. Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip. "Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran. "Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia
Selena tetap pada pendiriannya berhenti kerja di Johansson Group. Sudah 3 hari ia mencari kerja, tapi sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan. Hampir 20 perusahaan ia melamar pekerjaan dan hasilnya ditolak. Ia yakin itu semua merupakan intervensi dari Devan yang memang sengaja membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan harus kembali ke Johansson Group. Hari sudah menjelang malam, mau tak mau ia harus kembali ke apartemennya. Ia tetap tidak mau menyerah untuk mencari pekerjaan besok. Begitu tiba di apartemen, ia terkejut ada Devan di depan pintu unit kamarnya. Ngapain nih orang ke sini? Apa mau ganggu aku lagi. Selena berkata dalam hatinya."Selamat malam, Selena," sapa Devan dengan tersenyum kecil. "Malam. Ngapain Pak ke apartemen saya?" tanya Selena ketus. "Mau ketemu kamu." "Tapi saya ga mau ketemu Pak Devan. Sudah Pak pulang saja jangan ganggu saya." Selena mengusir Devan dengan lambaian tangannya. "Hmm… Aku mau nangih hutang ke kamu." Selena mengernyitkan dahinya mend
Pernikahan Selena dan Devan sudah berjalan 2 tahun. Selama menjalani pernikahan untuk kedua kalinya mereka sangat mesra dan tak ada masalah berarti di keduanya selalu saja saling mengasihi dan menyayangi. Sean selalu saja bisa mendamaikan kalau Selena dan Devan bertengkar, apalagi saat Selena sedang stress dengan pekerjaannya sebagai penulis novel. “Jadi ini si tokoh pria harus pura-pura gak suka deh biar lebih masuk alur ceritanya,” ucap Selena pada dirinya sendiri sambil menatap layar laptop. Devan yang berada di sisi Selena melirik istrinya yang sudah seminggu ini sangat sibuk dengan novel barunya. “Apa aku buat si cowok selingkuh ya terus si cewek marah dan meninggalkannya.” Selena mengangguk-anggukan kepalanya sendiri. Devan kembali melirik Selena. Sudah 3 jam dia menunggu sang istri yang tak memperdulikannya. Dia ingin Selena memperhatikannya bukan hanya sibuk dengan novelnya saja. Apalagi sudah 3 hari dia tidak mendapatkan jatah harinya di atas ranjang. Adik kecilnya sudah
KISAH ANDI Di saat bulan madu Devan menghubungi Andi. Devan merasa sepi juga tanpa Andi yang setiap hari selalu berada di sampingnya, lebih tepatnya mengganggunya. Dia pun menghubungi Andi. Andi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, tiba - tiba dikejutkan dengan dering ponselnya. Melihat nama BOS dilayar ponsel, dia sangat bahagia saat Devan menghubungi. Dia tak menyangka bos nya begitu perhatian padanya. Rasa kebahagiaan Andi berubah menjadi rasa kecewa. Devan menghubungi Andi bukan untuk berkangen - kangenan, tapi untuk menanyakan apakah semua pekerjaan Andi beres atau tidak. "Tuan, apa ga ada rasa - rasa merindukan saya gitu," ujar Andi dengan kecewa. "Hmm, siapa? Apa kamu bertanya ke aku?""Iya Tuan. Apa ga ada sedikitpun rasa rindu di dalam hati Tuan untuk saya.""Ada sih sedikit," balas Devan dengan dingin. "Benarkah Tuan? Tuan kangen sama saya? Yaa ampun mimpi apa saya semalam. Tuan, saya juga kangen sama Tuan. Bahkan sangat - sangat rindu, rasa kangen dan rindu
Amanda menikmati angin laut yang menerpa tubuhnya membuat segala pikirannya menjadi lebih tenang. Masalah hidupnya terasa begitu menyiksa sanubari, melepaskan segala keegoisan, dan merelakan orang yang dicintai membuat hatinya terluka. Secara perlahan Amanda pun berjalan sendirian di atas pasir. Ia menundukkan badannya mengambil pasir pantai di dalam genggamnya, tapi semakin erat di genggamnya membuat pasir secara perlahan jatuh dari tangannya. Mungkin seperti ini lah cinta, semakin ia menggenggam erat, akan membuatnya lepas. Tanpa terasa air mata menetes di pipinya, terasa sangat sakit di dalam hatinya. Tak hanya Amanda saja yang merasakan kegundahan hati. Ada seorang pria yang tak jauh dari Amanda melihat lautan dengan pandangan terluka. Seandainya hati yang dimilikinya seluas samudera yang bisa menerima segala rasa sakit di dalam batinnya mungkin ia tak akan merasakan hatinya sesakit ini. Kenangan indahnya bersama Selena terus saja menghantuinya. Kenangan yang seharusnya K
Kisah Devan dan Amira saat pertama bertemu. Suara seorang anak lelaki kecil berteriak dengan bahagia saat Theo datang, Devan menyambut Theo langsung memeluknya. Terlihat seorang anak perempuan bersembunyi dibelakang Papanya. "Siapa adik kecil ini Papa?" tanya Devan. "Ini adikmu, Devan, namanya Amira Putri Angkasa dan umurnya 3 tahun," ujar Theo dengan lembut. "Asyiiik aku punya adik," ucap Devan dengan semangat. Amira melihat Theo. Dia takut, dia belum pernah bertemu dengan Devan. "Jangan takut Amira. Itu kakakmu, Devan. Saat kamu sudah besar Kakakmu yang akan melindungi dan menjaga kamu," ucap Theo memberi pengertian pada Amira. "Benalkah Papa?" tanya Amira yang masih celat. "Iya sayang. Devan sini dulu, Nak." Theo memanggil Devan. Theo berjongkok melihat Devan dan Amira. Dia yakin Devan nanti akan menjaga Amira, putri kecilnya. Dia tak ingin menyembunyikan keberadaan Amira lagi baik itu dari Devan ataupun Debby. Dia menyayangi Devan juga Amir
Sudah tiga hari Devan dan Selena menghabiskan hari - hari penuh gairah di dalam kamar Villa. Mereka hanya menggunakan service room untuk memesan makanan dan lanjut kembali dalam aktifitas kegiatan suami istri. Setiap hari Selena dan Devan menghubungi Sean, Marlina, dan Emilia. Tak ketinggalan Andi juga dihubungi Devan memberi kabar pada keluarganya. Selena yang baru selesai mandi keluar dari kamar mandi dengan wajah kesal dan sambil berbaring di ranjang merasakan bagian sensitifnya yang melebar. Devan masuk ke dalam kamar setelah selesai menghubungi Andi balkon. Devan memperhatikan raut wajah Selena yang tampak kesal. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Devan penasaran. "Sayang, aku capek bercinta terus. Lihat nih sampai jember begini," keluh Selena sambil menunjuk bagian sensitif miliknya. "Masa sih." Devan melihat tak percaya. "Iya, lihat ini loh." Selena membuka kedua pahanya memperlihatkan bagian intinya ke arah Devan. Devan menelan salivanya. Entah mengapa m
Malam ini malam pertama setelah pernikahan kedua Selena dan Devan. Mereka akan menginap di salah satu hotel bintang lima yang di hadiahkan lagi oleh Marlina. Hanya untuk malam ini saja mereka di Jakarta, esok hari mereka akan berangkat bulan madu ke Italia. Devan mengikuti permintaan Selena yang ingin ke Amalfi Coast yang terletak di Italia bagian barat daya, tepatnya di Provinsi Salerno, Campania, Roma, ibukota Italia. Walau asing di telinga Devan, tapi demi Selena dia rela melakukan apapun. Mereka akan berbulan madu ke sana selama satu minggu. Sudah terbayang di benak Devan kegiatan apa yang akan dilakukannya. Dia ingin bercinta dengan Selena sampai puas lahir dan batin, secara dia sudah 5 tahun lebih bahkan hampir 6 tahun ga pernah lagi merasakan surga dunia. "Akh bentar lagi bisa ena - ena. Asyik - asyik," ujar Devan dengan semangat.Setelah resepsi pernikahan mereka selesai, Sean ingin ikut dengan Selena dan Devan ke hotel. Marlina, Emilia sudah mencoba menahan Sean agar t
Tanpa terasa waktu terus berlalu. Selena dan Devan akan mengikat janji suci mereka kembali, sudah tak ada lagi dendam dan rasa sakit hati di dalam hati mereka. Memaafkan dan menerima segala kekurangan pasangan adalah yang terbaik bagi mereka. Pernikahan mereka dulu dilandasakan oleh rasa sakit hati, tapi pernikahan mereka sekarang sangat berbeda tak seperti dulu. Sudah tak ada lagi rahasia di antara mereka, sudah tak ada lagi salahpaham. Semua masalah sudah mereka selesaikan dan saling memaafkan. Selena mencoba gaun pengantin yang akhirnya dia pilih sendiri bukan seperti dulu dibelikan Devan. Devan dan Sean menunggu Selena mencoba gaun pengantin duduk bersama di sofa butik. "Mami lama amat sih, Pi," keluh Sean. "Sabar Nak. Inilah cobaan kita kaum pria, wanita kalau sudah mencoba berbagai macam pakaian bisa sampai satu semester," ucap Devan. "Ini baru gaun pengantin gimana kalau make up yaa Pi. Banyak amat deh yang di pake, dempul ini lah, dempul itu lah. Melelahkan." "
Hari ini Sean dan Selena ke Dufan. Selena mengerti bagaimanapun Sean masih anak - anak walau dia memiliki kepintaran melebihi anak - anak seusianya. Saat mereka tiba di Dufan Sean sangat bahagia, dia melirik ke samping sudah ada Devan di sana dan berpura - pura kaget ada Devan. "Mami, itu Papi bukan?" tanya Sean. "Papi? Maksudmu, Devan?" ujar Selena mengedarkan pandangannya ke sana ke sini. "Kamu mencariku," ucap Devan tiba - tiba berada di samping Selena. "Kamu kenapa bisa ke sini? Apa kamu mengikutiku? Bukannya perjanjian kita itu seminggu lagi baru bisa ketemu. Ini baru 2 hari." "Lena, aku tidak mengikutimu. Kamu aja yang terlalu percaya diri, naluri sebagai seorang Ayah tergugah. Aku mimpi tadi malam kalau Sean berada di sini jadilah aku ke Dufan." "Modus!" "Jangan terlalu berpikiran negatif sayang tak baik untuk kesehatanmu dan kecantikanmu."Selena hanya mendengus kesal, dia tak percaya Devan mengatakan alasan yang tak masuk akal. Devan melirik ke arah Sean sambi
Devan menghubungi Sean, dia harus menanyakan pada putranya yang pintar itu harus bagaimana melamar Selena. "Halo anak paling ganteng sedunia," sapa Devan. "Hai Papi paling ganteng sedunia," balas Sean. "Sudah makan belum, Nak?" "Sudah dong Papi." "Ooh iya Sean, besok pulang sekolah jam berapa?" tanya Devan. "Jam 12 Pi." "Besok Papi jemput ke sekolah yaa." "Okey dokey Papi." "Papi love Sean." "Sean love Papi." Keesokan paginya Selena akan mengantarkan Sean ke sekolah. Saat dia akan mengeluarkan mobil dari garasi Devan datang ke rumah Selena. Penampilan sangat santai, hanya memakai celana pendek, sendal jepit, topi, dan kacamata hitam melengkapi ketampannya. Devan tersenyum ke arah Selena, memperlihatkan barisan gigi putih hasil dia rajin sikat gigi dengan teratur. Hari ini dia memang sengaja datang pagi - pagi ke rumah Selena untuk mengantarkan Sean ke sekolah sekalian dia bisa bertemu dengan Selena. "Ngapain ke sini? Bukannya kita ga boleh k