Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano.
Flashback
"Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan.
"Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu."Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan.
"Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas.
"Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu."Flashback off
"Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang dari tadi mematung di depan pintu Devan.
"I-iya," jawab Selena gugup.Selena mengetuk pintu Devan, dia melafalkan segala doa di dalam hatinya.
"Masuk,"'ujar Devan.
Selena masuk dengan hati hati dan takut...
"Semoga aku tidak di pecat," ujar Selena dalam hatinya.
"Maaf tuan, anda memanggil saya," kata Selena dengan menundukkan wajahnya.
"Kamu duduk di situ," ujar Devan sambil menunjuk sofa yang ada di hadapannya. "I-iya."Devan melihat Selena dengan tajam. Selena hanya bisa diam dan terus menundukkan kepalanya. Dia takut melihat wajah Devan.
"Kamu kenapa berubah jadi pendiam begitu?" tanya Devan.
"Saya harus berkata apa, tuan?" ujar Selena dengan suara pelan nyaris tak terdengar. "Kamu bilang apa? Aku tidak bisa mendengarnya, naikkan wajahmu saat aku berbicara dan keraskan suaramu seperti kemarin," ujar Devan masih terus melihat Selena.Kalau kamu bukan bos ku, udah ku caci maki dari tadi, dasar bego. Selena dalam hati.
"Apa? Kamu bilang apa?" ujar Devan.
Selena kaget, apa mungkin Devan mempunyai indra ke enam bisa mendengarkan suara hati orang.
"S-saya tidak mengatakan apapun, Tuan," jawab Selena gugup, dia yakin Devan tidak memiliki indra ke enam. Buktinya Devan tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya.
"Kamu bilang apa? Aku tidak bisa mendengarkan suaramu. Sepertinya aku harus berada di sampingmu supaya bisa mendengarkan kamu menjawab setiap pertanyaanku." Devan berdiri dari kursinya dan mendekati Selena. Selena menelan salivanya, dia benar-benar tak menyangka dengan situasi saat ini. "Nah sekarang aku berada di sampingmu, kamu tadi bicara apa? Katakan padaku." Devan duduk di samping Selena. "Ada apa tuan memanggil saya? Saya melakukan kesalahan apa yaa, Tuan?" "Kamu tidak menyadari kesalahanmu?" "Tidak Tuan." "Banyak banget kesalahanmu." Devan berbisik tepat di telinga Selena.Selena mengerutkan dahinya, merasa Devan terlalu dekat dengannya. Dia merasa sangat tidak nyaman dan gelisah.
"Mau tau kesalahan kamu?" ujar Devan.
Selena hanya menganggukan kepalanya.
"Pertama, kenapa kamu tidak telepon aku?" "Saya tidak pantas untuk menghubungi tuan." "Kalau aku kasih nomor ku berarti kamu pantas untuk menghubungiku," ujar Devan dengan ketus. "Tetap saja saya tidak pantas Tuan." "Apa yang bisa kulakukan agar kamu menghubungi aku." "Tidak perlu melakukan apapun Tuan, jangan buang waktu anda untuk hal yang tidak penting." "Kedua, kenapa kamu menghindariku tadi?" "Tuan, saya tidak menghindari anda. Saya hanya kurang nyaman ditempat keramaian," ujar Selena mencari alasan.Devan memperhatikan wajah Selena, dia tidak terlalu cantik dan tidak se-sexy wanita-wanita yang pernah dia kencani, tapi entah mengapa dia ingin selalu dekat dengannya.
"Maaf tuan, jika tidak ada hal penting saya permisi dulu," ujar Selena lalu berdiri tapi saat akan berdiri Devan menarik badannya Selena menyebabkan dia jatuh dipangkuan Devan.
Devan dan Selena duduk berhadapan, saling melihat satu dengan yang lain. Devan memegang kepala Selena dan mencium paksa bibirnya. Selena berusaha menolak Devan tapi semakin di tolak Devan semakin mendorong kepala Selena mencium bibirnya.
Selena tak bisa melepaskan dirinya dari pelukan Devan, dia meraba tubuh Devan dan memegang junior Devan yang ternyata sudah tegak berdiri. Devan merasa senang Selena memegang miliknya tapi apa yang dia kira salah. Selena meremas bagian sensitifnya dengan sangat kencang. "Aaaakkh." Devan berteriak lalu mendorong tubuh Selena. Selena terjatuh di lantai."Tuan Devan kenapa yaa?" ujar Andi cemas.
Dia mendengar jeritan Devan, tapi bingung harus berbuat apa, dia ingin masuk ke dalam, tapi takut mengganggu. "Biarin aja lah, mungkin lagi asyik tapi Selena yang terlihat kalem-kalem aja, ternyata ganas juga.""Kamu! aduuh... kurang ajar!" Devan menahan rasa sakit di bagian sensitifnya.
Selena berdiri sambil melihat Devan yang meringkuk menahan rasa sakit.
"Tuan Devan, anda kenapa? Maaf kan saya tuan Devan, saya tidak sengaja," ujar Selena dengan raut wajah pura-pura menyesal.
"Ga mungkin kamu ga sengaja!" "Maafkan saya tuan, saya permisi dulu, Tuan," ujar Selena dan berlari membuka pintu. Selena mengatur napasnya, dia berhasil memberikan pelajaran pada laki-laki itu. Walau Devan merupakan atasan dan pemilik perusahaan, tidak sepantasnya dia melakukan pelecahan terhadap karyawannya sendiri."Mari pak Andi, saya permisi dulu," ujar Selena lalu cepat-cepat pergi dari sana, dia harus mengamankan dirinya sendiri sebelum Devan bertambah marah padanya.
Andi melihat Selena dengan heran, baru saja dia mendengar suara teriakan Devan sekarang Selena malah keluar."Andiiii!" Devan berteriak memanggil Andi.
Andi segera masuk ke dalam ruangan Devan, betapa kagetnya Andi saat melihat Devan duduk di sofa dengan wajah pucat dan tangannya memegang bagian sensitifnya seperti orang menahan sakit.
"Tuan anda kenapa?" tanya Andi khawatir.
"Perempuan itu, dia!" seru Devan menahan marah. "Dia kenapa tuan? Dia melakukan apa pada tuan Devan?" tanya Andi penasaran dengan apa yang terjadi. "Dia melakukan pelecahan padaku!"Andi kaget mendengar perkataan Devan, Selena melakukan pelecahan pada Devan? Seharusnya Devan yang melakukan pelecahan pada Selena bukan malah sebaliknya.
"Apa yang harus saya lakukan tuan? Apa saya harus menyingkirkan nona Selena atau menuntutnya," ujar Andi dengan bingung. "Tidak! Kalau orang-orang tau aku di lecehkan seperti ini, mau taruh di mana mukaku," sahut Devan kesal.Yaa tetap di wajahmu, Devan. Kalau ditempat sampahkan rugi. Ganteng-ganteng tapi bodoh juga nih orang. Andi dalam hatinya.
Andi melihat Devan antara kasihan juga kesal, dia melakukan ini salah dan itu salah. Mau memarahi Devan, tapi Devan bosnya. Lebih baik dia diam dulu menunggu Devan membaik emosinya.
"Cari cara agar aku bisa mendapatkan Selena! Apa kamu sudah ada data tentang Oliver, laki-laki yang bersama Selena waktu itu?" tanya Devan.
"Sudah Tuan. Sebentar saya ambilkan," ujar Andi keluar ruangan, Andi menahan tawa nya. Dia tak menyangka seorang Devano Johanson bisa begitu tidak berdaya oleh karena seorang wanita.Devan membaca semua data tentang Oliver, dia menemukan suatu hal yang menarik. Ternyata Oliver dan ibunya telah menjual Selena padanya melalui perantara.
"Ternyata yang di bilang wanita itu benar dan dia di jebak. Lihat saja kamu akan bertekuk lutut di hadapanku Selena," ujar Devan dengan tersenyum licik.
Andi melihat itu merinding sendiri, dia menjadi khawatir dan merasa iba pada Selena.
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia
Selena tetap pada pendiriannya berhenti kerja di Johansson Group. Sudah 3 hari ia mencari kerja, tapi sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan. Hampir 20 perusahaan ia melamar pekerjaan dan hasilnya ditolak. Ia yakin itu semua merupakan intervensi dari Devan yang memang sengaja membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan harus kembali ke Johansson Group. Hari sudah menjelang malam, mau tak mau ia harus kembali ke apartemennya. Ia tetap tidak mau menyerah untuk mencari pekerjaan besok. Begitu tiba di apartemen, ia terkejut ada Devan di depan pintu unit kamarnya. Ngapain nih orang ke sini? Apa mau ganggu aku lagi. Selena berkata dalam hatinya."Selamat malam, Selena," sapa Devan dengan tersenyum kecil. "Malam. Ngapain Pak ke apartemen saya?" tanya Selena ketus. "Mau ketemu kamu." "Tapi saya ga mau ketemu Pak Devan. Sudah Pak pulang saja jangan ganggu saya." Selena mengusir Devan dengan lambaian tangannya. "Hmm… Aku mau nangih hutang ke kamu." Selena mengernyitkan dahinya mend
Sepanjang hari Devan menunggu kedatangan Selena, tapi tak kunjung datang wanita yang harus menjadi sekretarisnya. Ia sangat kesal sampai-sampai belum pulang jam kerja langsung ke apartemen Selena. Berkali-kali Devan menekan bel pintu apartemen Selena, tapi tak juga ada yang membukanya. "Apa Selena nyari kerjaan lagi ya," ucapnya kesal. "Dia memang wanita yang sangat keras kepala." Devan sangat kesal keluar gedung apartemen Selena dan bertepatan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan wajah pucat. "Sel, kamu kenapa?" tanya Devan khawatir keadaan Selena. "Aku ga apa-apa," ucap Selena lemas. "Kamu dari mana? Apa kamu sakit?" "Ga, aku ga sakit." "Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit." "Ga usah. Aku udah beli obat mau istirahat aja. Sudah sana kamu pulang aja." Devan bersikeras tidak mau pulang dan ingin menemani Selena di apartemennya walau Selena telah mengusirnya, bahkan berkali-kali mengusirnya. "Baru kali ini aku ketemu orang ga tau malu," ujar Selena dengan kesal."Terima
Devan bangun di pagi hari yang cerah, dia semangat untuk berangkat kerja. Dia sudah tak sabar untuk bertemu Selena."Selamat pagi nenekku sayang," sapa Devan dengan senyuman terukir indah di wajahnya yang tampan."Selamat pagi juga cucu ku sayang," balas Marlina nenek Devan merasa cucu nya tidak seperti biasanya ."Aku berangkat dulu yaa nek.""Kamu kenapa kok berbeda dari biasanya Dev?""Ga ada apa-apa nek, memang ga boleh aku menyapa nenek," ujar Devan sambil berlalu pergi dari rumah mewah Marlina.Setelah Devan pergi, Marlina makin curiga, ini bukan Devan. Cucu kesayangannya tak akan seperti sekarang. Dia akan menyelidiki apa yang membuat Devan berubah seperti sekarang.Devan menyuruh Andi melajukan mobil dengan cepat, dia ingin menjemput Selena agar wanita itu tidak memiliki alasan lagi pergi kerja.Selena memutuskan untuk berangkat kerja, dia tak ingin kejadian kemarin malam terulang lagi. Dia ketakutan dengan amarah Devan yang tidak bisa dia pungkiri membuat dirinya menjadi trau
Keesokan paginya...Selena berangkat kerja dan lagi-lagi Devan sudah ada di depan apartemennya menjemputnya untuk berangkat ke perusahaan bersama. Andi tidak ikut bersamanya, Devan tidak ingin waktunya berduaan bersama Selena terganggu dengan kehadiran Andi."Udah sarapan?" tanya Devan."Udah"jawab Selena singkat."Kalau aku belum sarapan.""Ga ada yang nanya.""Tapi aku memberitahu kamu."Selena memutar bola matanya, dia kesal sekali dengan kelakuan Devan."Temani aku sarapan," ujar Devan berhenti di restoran cepat saji."Kamu ga pesan makanan juga?" tanya Devan."Aku sudah kenyang."Selena memperhatikan Devan makan dengan seksama. Laki-laki itu terlihat sangat tampan dan caranya makan membuat Selena ingin makan juga tapi dia malu. Sebenarnya dia sudah makan tapi hanya sedikit. Setelah malamnya dia tidak mual tapi pagi harinya dia mengalami mual dan muntah-muntah lagi. Selena sempat berpikir apa mungkin dia hamil tapi dia juga masih ragu. Dia dan Devan melakukan hubungan intim dua m
Saat mereka makan bersama di restoran lalu datang seorang wanita dengan marah ke arah Selena dan Devan."Ooh jadi seperti ini kelakuanmu dan wanita penghianat!!!" ujar wanita itu dengan marah pada Selena.Selena sangat kaget melihat wanita itu dan wanita itu adalah Merry ibu Oliver."Sepertinya kamu dapat mangsa yang lebih kaya. Aku lihat kamu keluar dari toko perhiasan dan kamu menghianati anakku Oliver," ujar Merry dengan pandangan rendah melihat Selena."Tolong jaga perkataan anda bu Merry!! Saya bersama atasan saya," jawab Selena."Ooh jadi mangsamu yang baru ternyata bos kamu."Merry melihat Devan dari ujung kaki ke ujung rambut. Dia sangat kesal Selena mendapatkan pria yang lebih baik dari pada putranya. Dia tak bisa membiarkan ini terjadi dia harus membuat Selena menjadi malu."Hai kamu bos Selena. Kamu jangan mau dengan perempuan ini. Dia hanya perempuan jalang yang menjajakkan tubuhnya pada semua laki-laki dan dia akan menguras habis hartamu.""Apa maksud anda?" ujar Devan."
Pernikahan Selena dan Devan sudah berjalan 2 tahun. Selama menjalani pernikahan untuk kedua kalinya mereka sangat mesra dan tak ada masalah berarti di keduanya selalu saja saling mengasihi dan menyayangi. Sean selalu saja bisa mendamaikan kalau Selena dan Devan bertengkar, apalagi saat Selena sedang stress dengan pekerjaannya sebagai penulis novel. “Jadi ini si tokoh pria harus pura-pura gak suka deh biar lebih masuk alur ceritanya,” ucap Selena pada dirinya sendiri sambil menatap layar laptop. Devan yang berada di sisi Selena melirik istrinya yang sudah seminggu ini sangat sibuk dengan novel barunya. “Apa aku buat si cowok selingkuh ya terus si cewek marah dan meninggalkannya.” Selena mengangguk-anggukan kepalanya sendiri. Devan kembali melirik Selena. Sudah 3 jam dia menunggu sang istri yang tak memperdulikannya. Dia ingin Selena memperhatikannya bukan hanya sibuk dengan novelnya saja. Apalagi sudah 3 hari dia tidak mendapatkan jatah harinya di atas ranjang. Adik kecilnya sudah
KISAH ANDI Di saat bulan madu Devan menghubungi Andi. Devan merasa sepi juga tanpa Andi yang setiap hari selalu berada di sampingnya, lebih tepatnya mengganggunya. Dia pun menghubungi Andi. Andi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, tiba - tiba dikejutkan dengan dering ponselnya. Melihat nama BOS dilayar ponsel, dia sangat bahagia saat Devan menghubungi. Dia tak menyangka bos nya begitu perhatian padanya. Rasa kebahagiaan Andi berubah menjadi rasa kecewa. Devan menghubungi Andi bukan untuk berkangen - kangenan, tapi untuk menanyakan apakah semua pekerjaan Andi beres atau tidak. "Tuan, apa ga ada rasa - rasa merindukan saya gitu," ujar Andi dengan kecewa. "Hmm, siapa? Apa kamu bertanya ke aku?""Iya Tuan. Apa ga ada sedikitpun rasa rindu di dalam hati Tuan untuk saya.""Ada sih sedikit," balas Devan dengan dingin. "Benarkah Tuan? Tuan kangen sama saya? Yaa ampun mimpi apa saya semalam. Tuan, saya juga kangen sama Tuan. Bahkan sangat - sangat rindu, rasa kangen dan rindu
Amanda menikmati angin laut yang menerpa tubuhnya membuat segala pikirannya menjadi lebih tenang. Masalah hidupnya terasa begitu menyiksa sanubari, melepaskan segala keegoisan, dan merelakan orang yang dicintai membuat hatinya terluka. Secara perlahan Amanda pun berjalan sendirian di atas pasir. Ia menundukkan badannya mengambil pasir pantai di dalam genggamnya, tapi semakin erat di genggamnya membuat pasir secara perlahan jatuh dari tangannya. Mungkin seperti ini lah cinta, semakin ia menggenggam erat, akan membuatnya lepas. Tanpa terasa air mata menetes di pipinya, terasa sangat sakit di dalam hatinya. Tak hanya Amanda saja yang merasakan kegundahan hati. Ada seorang pria yang tak jauh dari Amanda melihat lautan dengan pandangan terluka. Seandainya hati yang dimilikinya seluas samudera yang bisa menerima segala rasa sakit di dalam batinnya mungkin ia tak akan merasakan hatinya sesakit ini. Kenangan indahnya bersama Selena terus saja menghantuinya. Kenangan yang seharusnya K
Kisah Devan dan Amira saat pertama bertemu. Suara seorang anak lelaki kecil berteriak dengan bahagia saat Theo datang, Devan menyambut Theo langsung memeluknya. Terlihat seorang anak perempuan bersembunyi dibelakang Papanya. "Siapa adik kecil ini Papa?" tanya Devan. "Ini adikmu, Devan, namanya Amira Putri Angkasa dan umurnya 3 tahun," ujar Theo dengan lembut. "Asyiiik aku punya adik," ucap Devan dengan semangat. Amira melihat Theo. Dia takut, dia belum pernah bertemu dengan Devan. "Jangan takut Amira. Itu kakakmu, Devan. Saat kamu sudah besar Kakakmu yang akan melindungi dan menjaga kamu," ucap Theo memberi pengertian pada Amira. "Benalkah Papa?" tanya Amira yang masih celat. "Iya sayang. Devan sini dulu, Nak." Theo memanggil Devan. Theo berjongkok melihat Devan dan Amira. Dia yakin Devan nanti akan menjaga Amira, putri kecilnya. Dia tak ingin menyembunyikan keberadaan Amira lagi baik itu dari Devan ataupun Debby. Dia menyayangi Devan juga Amir
Sudah tiga hari Devan dan Selena menghabiskan hari - hari penuh gairah di dalam kamar Villa. Mereka hanya menggunakan service room untuk memesan makanan dan lanjut kembali dalam aktifitas kegiatan suami istri. Setiap hari Selena dan Devan menghubungi Sean, Marlina, dan Emilia. Tak ketinggalan Andi juga dihubungi Devan memberi kabar pada keluarganya. Selena yang baru selesai mandi keluar dari kamar mandi dengan wajah kesal dan sambil berbaring di ranjang merasakan bagian sensitifnya yang melebar. Devan masuk ke dalam kamar setelah selesai menghubungi Andi balkon. Devan memperhatikan raut wajah Selena yang tampak kesal. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Devan penasaran. "Sayang, aku capek bercinta terus. Lihat nih sampai jember begini," keluh Selena sambil menunjuk bagian sensitif miliknya. "Masa sih." Devan melihat tak percaya. "Iya, lihat ini loh." Selena membuka kedua pahanya memperlihatkan bagian intinya ke arah Devan. Devan menelan salivanya. Entah mengapa m
Malam ini malam pertama setelah pernikahan kedua Selena dan Devan. Mereka akan menginap di salah satu hotel bintang lima yang di hadiahkan lagi oleh Marlina. Hanya untuk malam ini saja mereka di Jakarta, esok hari mereka akan berangkat bulan madu ke Italia. Devan mengikuti permintaan Selena yang ingin ke Amalfi Coast yang terletak di Italia bagian barat daya, tepatnya di Provinsi Salerno, Campania, Roma, ibukota Italia. Walau asing di telinga Devan, tapi demi Selena dia rela melakukan apapun. Mereka akan berbulan madu ke sana selama satu minggu. Sudah terbayang di benak Devan kegiatan apa yang akan dilakukannya. Dia ingin bercinta dengan Selena sampai puas lahir dan batin, secara dia sudah 5 tahun lebih bahkan hampir 6 tahun ga pernah lagi merasakan surga dunia. "Akh bentar lagi bisa ena - ena. Asyik - asyik," ujar Devan dengan semangat.Setelah resepsi pernikahan mereka selesai, Sean ingin ikut dengan Selena dan Devan ke hotel. Marlina, Emilia sudah mencoba menahan Sean agar t
Tanpa terasa waktu terus berlalu. Selena dan Devan akan mengikat janji suci mereka kembali, sudah tak ada lagi dendam dan rasa sakit hati di dalam hati mereka. Memaafkan dan menerima segala kekurangan pasangan adalah yang terbaik bagi mereka. Pernikahan mereka dulu dilandasakan oleh rasa sakit hati, tapi pernikahan mereka sekarang sangat berbeda tak seperti dulu. Sudah tak ada lagi rahasia di antara mereka, sudah tak ada lagi salahpaham. Semua masalah sudah mereka selesaikan dan saling memaafkan. Selena mencoba gaun pengantin yang akhirnya dia pilih sendiri bukan seperti dulu dibelikan Devan. Devan dan Sean menunggu Selena mencoba gaun pengantin duduk bersama di sofa butik. "Mami lama amat sih, Pi," keluh Sean. "Sabar Nak. Inilah cobaan kita kaum pria, wanita kalau sudah mencoba berbagai macam pakaian bisa sampai satu semester," ucap Devan. "Ini baru gaun pengantin gimana kalau make up yaa Pi. Banyak amat deh yang di pake, dempul ini lah, dempul itu lah. Melelahkan." "
Hari ini Sean dan Selena ke Dufan. Selena mengerti bagaimanapun Sean masih anak - anak walau dia memiliki kepintaran melebihi anak - anak seusianya. Saat mereka tiba di Dufan Sean sangat bahagia, dia melirik ke samping sudah ada Devan di sana dan berpura - pura kaget ada Devan. "Mami, itu Papi bukan?" tanya Sean. "Papi? Maksudmu, Devan?" ujar Selena mengedarkan pandangannya ke sana ke sini. "Kamu mencariku," ucap Devan tiba - tiba berada di samping Selena. "Kamu kenapa bisa ke sini? Apa kamu mengikutiku? Bukannya perjanjian kita itu seminggu lagi baru bisa ketemu. Ini baru 2 hari." "Lena, aku tidak mengikutimu. Kamu aja yang terlalu percaya diri, naluri sebagai seorang Ayah tergugah. Aku mimpi tadi malam kalau Sean berada di sini jadilah aku ke Dufan." "Modus!" "Jangan terlalu berpikiran negatif sayang tak baik untuk kesehatanmu dan kecantikanmu."Selena hanya mendengus kesal, dia tak percaya Devan mengatakan alasan yang tak masuk akal. Devan melirik ke arah Sean sambi
Devan menghubungi Sean, dia harus menanyakan pada putranya yang pintar itu harus bagaimana melamar Selena. "Halo anak paling ganteng sedunia," sapa Devan. "Hai Papi paling ganteng sedunia," balas Sean. "Sudah makan belum, Nak?" "Sudah dong Papi." "Ooh iya Sean, besok pulang sekolah jam berapa?" tanya Devan. "Jam 12 Pi." "Besok Papi jemput ke sekolah yaa." "Okey dokey Papi." "Papi love Sean." "Sean love Papi." Keesokan paginya Selena akan mengantarkan Sean ke sekolah. Saat dia akan mengeluarkan mobil dari garasi Devan datang ke rumah Selena. Penampilan sangat santai, hanya memakai celana pendek, sendal jepit, topi, dan kacamata hitam melengkapi ketampannya. Devan tersenyum ke arah Selena, memperlihatkan barisan gigi putih hasil dia rajin sikat gigi dengan teratur. Hari ini dia memang sengaja datang pagi - pagi ke rumah Selena untuk mengantarkan Sean ke sekolah sekalian dia bisa bertemu dengan Selena. "Ngapain ke sini? Bukannya kita ga boleh k