Selena sudah tiba di rumah keluarga Johanson dia langsung mencari Devan, tapi Devan tak ada di sana. Dia hanya bertemu dengan Marlina dan Sean. "Mami," teriak Sean. "Kesayangan Mami, kamu ga nakal, 'kan?" "Ga dong Mami. Aku seneng di sini, main sama Papi dan Nenek. Tau ga Mi, koleksi buku Nenek banyak banget." "Sean, anak yang sangat pintar, Lena. Nenek ga menyangka baru usia 5 tahun membacanya sangat lancar dan sombongnya itu loh kaya Devan," ujar Marlina sambil tertawa melihat kelakuan Sean. "Aku 'kan anak Papi, Nek. Tentu saja harus menuruni sifat sombongnya selama sombong itu masih gratis kalau bayar pasti Mami marah- marah lagi lalu bilang pemborosan."Marlina tertawa mendengar perkataan Sean dan Selena mendelikkan matanya ke arah Sean. "Tuh Nek, lihat mata Mami di buka lebar- lebar tandanya kasih kode kalau lagi marah." "Nek, ga usah dengerin Sean. Sean suka sekali bercanda." "Sudahlah kalian berdua bikin Nenek ketawa terus sampai perut Nenek sakit." "Aku mau
"Hmm... aku minta maaf padamu, Devan."Devan mengernyitkan dahinya, dia bingung mendengar Selena meminta maaf padanya. "Kenapa kamu meminta maaf ke aku? Seharusnya aku yang meminta maaf ke kamu, Lena.""Aku minta maaf karena sudah menjadi penyebab kamu depresi dulu.""Ga Selena, kamu ga salah. Aku memang pantas jadi depresi. Aku memang lelaki pengecut.""Kamu laki-laki yang baik dan tak tahu malu yang aku pernah kenal dulu. Dulu kamu berjuang untuk mendapatkan cintaku, melindungi aku dari Oliver, dan ayah dari Sean.""Tidak Lena. Aku hanya orang yang tak layak menjadi seorang lelaki bertanggung jawab. Aku saja menyakitimu terus dan aku sangat menyesali apa yang telah aku lakukan.""Aku memaafkan semua kesalahanmu dan James, Kakekmu.""Benarkah?""Iya. Aku ingat perkataan seseorang yang mengatakan padaku untuk tidak terjebak pada masa lalu. Jika aku bisa memaafkan orang yang telah menyakiti hatiku akan membuat perasaanku menjadi lebih baik dan aku bisa berjalan dengan tegak menghadapi
Selena berada di luar perusahaan Johanson Company, dia teringat saat pertama kali bekerja di perusahaan itu. Betapa bahagianya dulu ingin memulai hidupnya baru di Jakarta, tapi kenangannya menyakitkannyan bersama Oliver juga terkenam jelas di dalam ingatannya. "Seharusnya aku berterima kasih padamu, Oliver. Jika, kamu dan Ibumu dulu tidak menjualku pada Devan mungkin aku tidak akan sesukses sekarang dan ada Sean belahan jiwaku," ujarnya lirih.Selena merentangkan kedua tangannya, menarik napas menikmati udara yang masuk ke dalam rongga - rongga pernapasannya, merasakan kelegaan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Benar, kata Carla memaafkan seseorang membuat hati dan pikiran menjadi lega. "Aku harus berterima kasih pada Carla, jika bukan karena kata - katanya mungkin aku tidak bisa memaafkan semua kesalahan Devan. Dendam hanya akan memperburuk keadaan mental dan jiwa ku. Aku harus bisa hidup bahagia walau tanpa pria manapun."Selena memutuskan untuk kembali ke hotel, dia
Kevandra memutuskan bertemu Sean di kediaman keluarga Johanson. Dia ingin bertemu dengan Sean, dia sangat merindukan anak lelaki jagoannya. Saat mobil yang dikendarai Joe masuk ke dalam perkarangan rumah Marlina Johanson, dia memperhatikan keadaan sekeliling. Rumah mewah bergaya eropa terlihat begitu kokoh dengan pilar-pilah yang menunjukkan status sosial sang pemilik.Perkarangn rumah yang asri dengan berbagai pepohonan dan taman - taman indah seakan melengkapi semua kemewahan kediaman ini. Kevandra tersenyum, wajar Sean begitu betah di rumah keluarga Johanson. Tak ada satu pun ke kurangan dari tempat tersebut dan sangat pas untuk membesarkan seorang anak. "Pak Kevandra, kita sudah tiba," ujar Joe. "Iya Joe," jawab Kevandra tanpa semangat.Kevandra berusaha untuk tersenyum, dia harus bersikap tenang dan baik - baik saja. Rudi menyambut Kevandra di depan pintu. Rudi menundukkan kepalanya dan Kevandra membalasnya. "Kita bertemu lagi Pak Kevandra Wijaya." Rudi mengulurkan tanganny
Devano dan Kevandra duduk berdua di ruang perpustakaan. Suasana ruang perpustakaan seakan mempacarkan aura - aura yang menyeramkan. Kevandra dengan sikapnya yang tenang dan santai berbeda dengan Devan yang dingin dan muda emosi. "Jadi sekarang yang ingin kamu katakan Devano Johanson? Ini sudah bab 78," ujar Kevandra. "Iya aku tahu ini sudah bab 77 bukan bab 76 apalagi bab 78 ga usah kamu katakan aku pun tahu," sahut Devan dengan kesal. "Emosian amat sih Devan. Santai dikitlah, ga usah berapi-api dan kesal begitu. Ga baik untuk kesehatan." "Iya ... iya. Jadi begini Kevandra. Kamu mulai sekarang tidak perlu lagi memberikan dan membelikan Sean apapun. Sean anakku dan aku yang bertanggung jawab mulai sekarang semua kebutuhan dan biaya hidup Sean," ucap Devan dengan tegas. "Hahaha, kamu lucu sekali Devan. Kamu baru beberapa hari menjadi Papi Sean sudah bersikap seakan-akan kamu itu yang ada untuk Sean selama ini. Jangan egois kamu, Devan." "Apa mau mu!" "Mau ku kita akur aja,
Kevandra bangun dengan memegang tengkung belakang kepalanya. Kepalanya terasa sangat pusing, tapi saat dia tertawa saat mengingat kejadian malam itu dengan Devan. Devan, sebenarnya pria yang baik dan asyik di ajak berbicara, jika tidak dipenuhi oleh dendam tentu Devan pasti akan berbeda. Dia teringat pada Selena dan akan membicarakan hubungan Devan dan Selena. Dia ingin Selena memikirkan lagi tentang perceraiannya sebelum dia kembali pulang ke Manhattan, dia sangat tahu kalau Selena dan Devan masih saling mencintai.Kevandra berjalan di lorong hotel, dia menuju kamar Selena. Dia berusaha untuk terlihat tenang, ini lah saatnya dia harus benar-benar melepaskan Selena. Kevandra menekan bell kamar hotel yang ditempati Selena. Dia tersenyum saat Selena membukakan pintu, memberikan senyuman terindahnya walau dalam hatinya terasa sakit."Hai," sapa Kevandra."Masuk Kev. Kamu jadi pulang hari ini Kev?" tanya Selena lalu mempersilahkan Kevandra masuk ke dalam kamar."Iya." Kevandra menghela n
Tiga bulan kemudianSelena bertemu Devan kembali di Pengadilan Negeri walau selama ini ada pengacara yang mengurus semuanya, tapi hari ini Devan akan datang. Dia juga tahu kalau Selena akan hadir karena hari ini sidang putus perceraiannya dengan Devan. Walau berat yang di rasakan Selena, tapi ini lah keputusan yang dia ambil melepaskan Devan lelaki yang dia cintai.Devan melihat Selena, wanita dengan rambut panjang, memakai kemeja berwarna putih, dan memakai kacamata hitam yang tampak begitu serasi juga cantik di wajahnya. Dia beruntung pernah menikah dengan wanita yang memiliki hati yang lembut dan sikap yang tegas. Selena kembali pada sikapnya cuek dan acuh tak acuh pada orang lain. Bahkan banyak media massa yang berada di Pengadilan Negeri tak membuatnya merasa gentar. Dia sudah terbiasa menghadapi berbagai macam berita di surat kabar cetak maupun online tentang kehidupan pribadinya."Aku merindukanmu," bisik Devan di telinga Selena."Benarkah? Aku sangat terkesan sekali Devan," u
Selena kembali ke kamarnya, dia merasa sepi sendirian di kamar tersebut. Tanpa adanya Carla membuatnya harus melakukan segalanya sendiri. Selena menghembuskan napasnya, kesendriannya membuat dia teringat pada masa lalunya dengan Kevandra dan orang tua Kevandra sebelum pergi promo novelnya. FlashbackSetelah Selena mendapatkan surat keterangan bahwa dia masih hidup dan belum meninggal yang diberikan oleh Rudi. Dia menyuruh Rudi untuk memberikannya pada Devan agar perceraian mereka bisa segera dilakukan. Devan menyuruh pengacaranya untuk mengurus semuanya perceraian mereka.Setelah menyelesaikan urusannya dengan Rudi dan pengacara Devan juga berpamitan pada Marlina, dia memutuskan untuk kembali Manhattan dan pergi dari Jakarta bersama Carla juga Sean. Sesampainya di sana dia melihat keadaan di kota Manhattan, kota yang selama 5 tahun ini dia tinggalin masih terlihat sama walau sudah hampir 3 minggu dia meninggalkan ke Manhattan."Ayo Mami pulang, aku capek," ujar Sean."Anak Mami kele
Pernikahan Selena dan Devan sudah berjalan 2 tahun. Selama menjalani pernikahan untuk kedua kalinya mereka sangat mesra dan tak ada masalah berarti di keduanya selalu saja saling mengasihi dan menyayangi. Sean selalu saja bisa mendamaikan kalau Selena dan Devan bertengkar, apalagi saat Selena sedang stress dengan pekerjaannya sebagai penulis novel. “Jadi ini si tokoh pria harus pura-pura gak suka deh biar lebih masuk alur ceritanya,” ucap Selena pada dirinya sendiri sambil menatap layar laptop. Devan yang berada di sisi Selena melirik istrinya yang sudah seminggu ini sangat sibuk dengan novel barunya. “Apa aku buat si cowok selingkuh ya terus si cewek marah dan meninggalkannya.” Selena mengangguk-anggukan kepalanya sendiri. Devan kembali melirik Selena. Sudah 3 jam dia menunggu sang istri yang tak memperdulikannya. Dia ingin Selena memperhatikannya bukan hanya sibuk dengan novelnya saja. Apalagi sudah 3 hari dia tidak mendapatkan jatah harinya di atas ranjang. Adik kecilnya sudah
KISAH ANDI Di saat bulan madu Devan menghubungi Andi. Devan merasa sepi juga tanpa Andi yang setiap hari selalu berada di sampingnya, lebih tepatnya mengganggunya. Dia pun menghubungi Andi. Andi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, tiba - tiba dikejutkan dengan dering ponselnya. Melihat nama BOS dilayar ponsel, dia sangat bahagia saat Devan menghubungi. Dia tak menyangka bos nya begitu perhatian padanya. Rasa kebahagiaan Andi berubah menjadi rasa kecewa. Devan menghubungi Andi bukan untuk berkangen - kangenan, tapi untuk menanyakan apakah semua pekerjaan Andi beres atau tidak. "Tuan, apa ga ada rasa - rasa merindukan saya gitu," ujar Andi dengan kecewa. "Hmm, siapa? Apa kamu bertanya ke aku?""Iya Tuan. Apa ga ada sedikitpun rasa rindu di dalam hati Tuan untuk saya.""Ada sih sedikit," balas Devan dengan dingin. "Benarkah Tuan? Tuan kangen sama saya? Yaa ampun mimpi apa saya semalam. Tuan, saya juga kangen sama Tuan. Bahkan sangat - sangat rindu, rasa kangen dan rindu
Amanda menikmati angin laut yang menerpa tubuhnya membuat segala pikirannya menjadi lebih tenang. Masalah hidupnya terasa begitu menyiksa sanubari, melepaskan segala keegoisan, dan merelakan orang yang dicintai membuat hatinya terluka. Secara perlahan Amanda pun berjalan sendirian di atas pasir. Ia menundukkan badannya mengambil pasir pantai di dalam genggamnya, tapi semakin erat di genggamnya membuat pasir secara perlahan jatuh dari tangannya. Mungkin seperti ini lah cinta, semakin ia menggenggam erat, akan membuatnya lepas. Tanpa terasa air mata menetes di pipinya, terasa sangat sakit di dalam hatinya. Tak hanya Amanda saja yang merasakan kegundahan hati. Ada seorang pria yang tak jauh dari Amanda melihat lautan dengan pandangan terluka. Seandainya hati yang dimilikinya seluas samudera yang bisa menerima segala rasa sakit di dalam batinnya mungkin ia tak akan merasakan hatinya sesakit ini. Kenangan indahnya bersama Selena terus saja menghantuinya. Kenangan yang seharusnya K
Kisah Devan dan Amira saat pertama bertemu. Suara seorang anak lelaki kecil berteriak dengan bahagia saat Theo datang, Devan menyambut Theo langsung memeluknya. Terlihat seorang anak perempuan bersembunyi dibelakang Papanya. "Siapa adik kecil ini Papa?" tanya Devan. "Ini adikmu, Devan, namanya Amira Putri Angkasa dan umurnya 3 tahun," ujar Theo dengan lembut. "Asyiiik aku punya adik," ucap Devan dengan semangat. Amira melihat Theo. Dia takut, dia belum pernah bertemu dengan Devan. "Jangan takut Amira. Itu kakakmu, Devan. Saat kamu sudah besar Kakakmu yang akan melindungi dan menjaga kamu," ucap Theo memberi pengertian pada Amira. "Benalkah Papa?" tanya Amira yang masih celat. "Iya sayang. Devan sini dulu, Nak." Theo memanggil Devan. Theo berjongkok melihat Devan dan Amira. Dia yakin Devan nanti akan menjaga Amira, putri kecilnya. Dia tak ingin menyembunyikan keberadaan Amira lagi baik itu dari Devan ataupun Debby. Dia menyayangi Devan juga Amir
Sudah tiga hari Devan dan Selena menghabiskan hari - hari penuh gairah di dalam kamar Villa. Mereka hanya menggunakan service room untuk memesan makanan dan lanjut kembali dalam aktifitas kegiatan suami istri. Setiap hari Selena dan Devan menghubungi Sean, Marlina, dan Emilia. Tak ketinggalan Andi juga dihubungi Devan memberi kabar pada keluarganya. Selena yang baru selesai mandi keluar dari kamar mandi dengan wajah kesal dan sambil berbaring di ranjang merasakan bagian sensitifnya yang melebar. Devan masuk ke dalam kamar setelah selesai menghubungi Andi balkon. Devan memperhatikan raut wajah Selena yang tampak kesal. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Devan penasaran. "Sayang, aku capek bercinta terus. Lihat nih sampai jember begini," keluh Selena sambil menunjuk bagian sensitif miliknya. "Masa sih." Devan melihat tak percaya. "Iya, lihat ini loh." Selena membuka kedua pahanya memperlihatkan bagian intinya ke arah Devan. Devan menelan salivanya. Entah mengapa m
Malam ini malam pertama setelah pernikahan kedua Selena dan Devan. Mereka akan menginap di salah satu hotel bintang lima yang di hadiahkan lagi oleh Marlina. Hanya untuk malam ini saja mereka di Jakarta, esok hari mereka akan berangkat bulan madu ke Italia. Devan mengikuti permintaan Selena yang ingin ke Amalfi Coast yang terletak di Italia bagian barat daya, tepatnya di Provinsi Salerno, Campania, Roma, ibukota Italia. Walau asing di telinga Devan, tapi demi Selena dia rela melakukan apapun. Mereka akan berbulan madu ke sana selama satu minggu. Sudah terbayang di benak Devan kegiatan apa yang akan dilakukannya. Dia ingin bercinta dengan Selena sampai puas lahir dan batin, secara dia sudah 5 tahun lebih bahkan hampir 6 tahun ga pernah lagi merasakan surga dunia. "Akh bentar lagi bisa ena - ena. Asyik - asyik," ujar Devan dengan semangat.Setelah resepsi pernikahan mereka selesai, Sean ingin ikut dengan Selena dan Devan ke hotel. Marlina, Emilia sudah mencoba menahan Sean agar t
Tanpa terasa waktu terus berlalu. Selena dan Devan akan mengikat janji suci mereka kembali, sudah tak ada lagi dendam dan rasa sakit hati di dalam hati mereka. Memaafkan dan menerima segala kekurangan pasangan adalah yang terbaik bagi mereka. Pernikahan mereka dulu dilandasakan oleh rasa sakit hati, tapi pernikahan mereka sekarang sangat berbeda tak seperti dulu. Sudah tak ada lagi rahasia di antara mereka, sudah tak ada lagi salahpaham. Semua masalah sudah mereka selesaikan dan saling memaafkan. Selena mencoba gaun pengantin yang akhirnya dia pilih sendiri bukan seperti dulu dibelikan Devan. Devan dan Sean menunggu Selena mencoba gaun pengantin duduk bersama di sofa butik. "Mami lama amat sih, Pi," keluh Sean. "Sabar Nak. Inilah cobaan kita kaum pria, wanita kalau sudah mencoba berbagai macam pakaian bisa sampai satu semester," ucap Devan. "Ini baru gaun pengantin gimana kalau make up yaa Pi. Banyak amat deh yang di pake, dempul ini lah, dempul itu lah. Melelahkan." "
Hari ini Sean dan Selena ke Dufan. Selena mengerti bagaimanapun Sean masih anak - anak walau dia memiliki kepintaran melebihi anak - anak seusianya. Saat mereka tiba di Dufan Sean sangat bahagia, dia melirik ke samping sudah ada Devan di sana dan berpura - pura kaget ada Devan. "Mami, itu Papi bukan?" tanya Sean. "Papi? Maksudmu, Devan?" ujar Selena mengedarkan pandangannya ke sana ke sini. "Kamu mencariku," ucap Devan tiba - tiba berada di samping Selena. "Kamu kenapa bisa ke sini? Apa kamu mengikutiku? Bukannya perjanjian kita itu seminggu lagi baru bisa ketemu. Ini baru 2 hari." "Lena, aku tidak mengikutimu. Kamu aja yang terlalu percaya diri, naluri sebagai seorang Ayah tergugah. Aku mimpi tadi malam kalau Sean berada di sini jadilah aku ke Dufan." "Modus!" "Jangan terlalu berpikiran negatif sayang tak baik untuk kesehatanmu dan kecantikanmu."Selena hanya mendengus kesal, dia tak percaya Devan mengatakan alasan yang tak masuk akal. Devan melirik ke arah Sean sambi
Devan menghubungi Sean, dia harus menanyakan pada putranya yang pintar itu harus bagaimana melamar Selena. "Halo anak paling ganteng sedunia," sapa Devan. "Hai Papi paling ganteng sedunia," balas Sean. "Sudah makan belum, Nak?" "Sudah dong Papi." "Ooh iya Sean, besok pulang sekolah jam berapa?" tanya Devan. "Jam 12 Pi." "Besok Papi jemput ke sekolah yaa." "Okey dokey Papi." "Papi love Sean." "Sean love Papi." Keesokan paginya Selena akan mengantarkan Sean ke sekolah. Saat dia akan mengeluarkan mobil dari garasi Devan datang ke rumah Selena. Penampilan sangat santai, hanya memakai celana pendek, sendal jepit, topi, dan kacamata hitam melengkapi ketampannya. Devan tersenyum ke arah Selena, memperlihatkan barisan gigi putih hasil dia rajin sikat gigi dengan teratur. Hari ini dia memang sengaja datang pagi - pagi ke rumah Selena untuk mengantarkan Sean ke sekolah sekalian dia bisa bertemu dengan Selena. "Ngapain ke sini? Bukannya kita ga boleh k