Beranda / Pernikahan / Desahan di Kamar Adikku / Bab 15 Perlawanan Nadya

Share

Bab 15 Perlawanan Nadya

Penulis: Afi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Acara sudah selesai, para tamu pun sudah pulang ke rumah masing-masing. Mungkin beberapa ada yang mampir ke suatu tempat.

Di rumah Salma, bukannya kebahagiaan yang dirasakan kedua keluarha mempelai. Melainkan adu mulut tentang siapa yang akan membersihkan rumah Salma setelah acara selesai.

"Yang ngebet nikah, kan, anak Bu Asih. Ya, Bu Asih sama Ayu, tuh, yang harus beresin. Kita du sini itu cuma tamu," ucap bu Mila kesal karena bu Asih memintanya untuk membereskan sisa-sisa makanan yang ada di dapur luas milik Salma.

"Ya bukan anak saya aja yang kebelet nikah, Bu Mila. Anak Ibu, si Amar itu malah yang kemaruk. Udah ada Salma masih kurang. Sekarang, ayo bantu beresin. Itu, si Nadya juga suruh ikut beresin."

Nadya yang sedari tadi duduk di meja makan kini bangkit untuk menghampiri ibunya dan juga mertua dari kakaknya itu.

"Aku dari awal udah gak setuju sama acara ini ya, Bu. Ngapain juga aku harus ikut-ikut beresin. Kalau Bu Asih gak m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 16 Tetangga Julid

    Salma dan Nadya sudah pulang setelah mereka berdua menghabiskan waktu di kafe dan mall. Sudah lama Salma tidak belanja dan karena adanya Nadya, rasa suntuk Salma sedikit berkurang."Makasih ya, Mbak, udah beliin aku baju ini. Aku udah lama gak bisa belanja-belanja gini, soalnya jatah uang saku dari mas Amar udah ada yang ambil," ucap Nadya seraya melirik ke arah Ayu yang duduk di sofa bersama bu Asih."Sama-sama. Ya udah, Mbak mau istirahat dulu, ya. Capek muter-muter mall, mana belanjaan segini banyak lagi."Rupanya tak hanya Nadya, Salma juga tengah memanas-manasi Ayu dengan menunjukkan beberapa paper bag yang ada di tangannya. Ia yakin, sebentar lagi pasti Ayu akan merengek pada Amar untuk meminta hal yang sama."Kamu beliin Nadya, tapi kok gak beliin aku, Mbak? Aku ini juga adikmu, Iho," protes Ayu pada akhirnya setela ia berusaha untuk diam, tapi rupanya sifat irinya tak bisa membuat ia diam saja."Mana ada seorang adik ngembat

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 17 Costplay penjaga ponten

    "MBAK SALMAAA!"Setelah teriakan itu, lalu muncul Ayu dari arah belakang. Kini, ia berdiri dengan sedikit membungkuk sembari memegangi perut di depan Salma. Salma yang melihat hal itu hanya mampu menahan tawanya."Apa sih, Yu? Ini di dalam rumah, bukan di hutan. Pakai teriak-teriak kaya Tarzan.""Gak usah ngelucu deh, Mbak. Kenapa pintu kamar mandinya kekunci?""Emang gak ada yang lagi ngelucu, kok. Eh, tapi kayanya kamu, tuh, yang lagi ngelawak. Pake nungging-nungginh gitu, ngapain?"Ayu semakin kesal dibuatnya. Sebab, Salma seakan mengulur waktu untuk menjawab pertanyaannya."Mbak! Aku gak lagi becanda, ya. Mana kunci kamar mandi. Aku kebelet, nih. Mau kalau aku berak di sini?" ucap Ayu setengah berteriak karena kesal.Salma masih betah menahan tawanya. Ia hendak menjawab saat tiba-tiba suara mesin sepeda motor terdengar berhenti di depan rumahnya. Pasti itu Amar.Salma pun semakin mengulur waktu. Ia

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 18 Ketahuan

    Salma memarahi Amar tepat di depan pintu kamarnya tanpa mereka sadari jika sedari tadi Ayu menatap mereka dengan pandangan penuh kekesalan.Salma menggulung rambutnya asal lalu menutup pintu kamarnya. Kini, ia berjalan menuju kamar mandi. Melirik sekilas saat ia melewati meja makan dan mendapati adik angkatnya itu menatapnya tajam.Setelah kepergian Salma, Ayu segera menelan makanan yang sedari tadi berdiam diri di dalam mulutnya. Ia menghampiri Amar dengan langkah menghentak."Kamu habis ngapain mbak Salma, Mas?""Aku cuma nuntut hak aku, kok. Salma aja yang sok gak mau, padahal tadi dia keluar juga."Mendengar pertanyaan Amar, Ayu semakin kesal. Ia bertekad untuk merajuk hingga beberapa hari ke depan, kecuali jika Amar menyogoknya dengan sesuatu. Mungkin Ayu akan mempertimbangkannya."Katanya kamu gak mau nyentuh mbak Salma lagi? Emangnya masih kurang bodyku yang bohai ini? Mas bilang, goyanganku juga lebih hot dari pada m

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 19 Terkuaknya kebusukan

    Ayu dan Amar saat ini tengah menikmati semangkuk mie ayam milik masing-masing. Jika Amar menikmati makanannya dengan nikmat, maka berbeda dengan Ayu yang menikmati makanannya dengan ogah-ogahan."Kok, diaduk-aduk aja mienya, Yu? Gak enak?" tanya Amar yang sebenarnya sudah sedari tadi memperhatikan Ayu mengaduk-aduk makanannya."Udah tahu masih nanya! Mas, aku tuh mana level, sih, makan makanan pinggir jalan kaya gini? Belum lagi kalau nanti ada temen kampus yang lihat. Bisa malu aku, Mas!" ucap Ayu dengah setengah membanting sendik dan garpunya ke atas mangkuk hingga menimbulkan suara berdenging.Beberapa pengunjung melihat ke arah Amar dan Ayu. Merasa menjadi pusat perhatian, Amar segera menggenggam tangan Ayu dan mencoba menenangkan."Yu, tolonh ngertiin Mas, dong. Nanti kalau Mas udah gajian, Mas janji gak akan ngajak kamu makan di pinggir jalan lagi kaya gini. Kamu yang sabar, ya?""Sabar-sabar, terus aja aku disuruh sabar. Kalau

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 20 Bertemunya Dokter Kandungan

    Di sinilah sekarang keempat mahasiswi itu berada, di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari salon milik Salma.Ayu menolak menjelaskan langsung di sana, sebab ia tak mau para pegawai di sana tahu bahwa dia adalah isteri muda dari suami bos mereka. Tatapan yang para pegawai itu berikan padanya juga membuat Ayu merasa terintimidasi."Jadi, bener kalau lo sama pacar lo itu statusnya bukan pacaran, tapi selingkuhan?" tanya Kiki lagi, sebab sedari tadi Ayu masih belum mau menjelaskan apapun."Bukan keduanya," jawab Ayu cepat. Ia sebenarnya tak nyaman dengan tatapan ketiga temannya itu.Ayu pun sedikit bersyukur karena selama ini tidak pernah jujur pada mereka. Ayu tahu tentang kisah kelam keluarga Kiki yang membuat anak itu sangat membenci perselingkuhan.Namun, yang namanya bangkai, bagaimanapun caranya menutupi, pasti suatu saat akan tercium juga dan Ayu tak menyangka jika waktunya akan secepat ini dan dalam kondisi yang sangat tidak m

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 21 Dokter Rega

    Salma langsung masuk ke dalam kamar setelah sampai di rumah. Amar yang hendak mengikuti Salma pun terkejut saat pintu kamar ditutup dengan keras tepat di depan wajahnya."Untung aja gak kena hidungku. Bisa bengkok kalau tadi aku kebablasan," ucap Amar seraya mengusap hidung mancungnya.Karena tak bisa bersama dengan isteri pertamanya, Amar tersenyum melihat pintukamar Ayu yang sedikit terbuka. Buru-buru laki-laki itu berjalan kesana dan masuk secara diam-diam.Rencananya, Amar hendak mengageti Ayu dengan cara memeluknya dari belakang. Namun, yang Amar dapati saat itu adalah Ayu yang tengah menangis sendirian."Yu, kenapa? Kok, nangis?" Dengan perlahan Amar menghampiri isteri mudanya itu. Ta ikut naik ke atas ranjang dan duduk di samping Ayu yang langsung menubruk dada bidangnya."Mereka jahat, Mas! Mereka ngatain aku pelakor."Salma yang hendak pergi ke dapur dantidak sengaja mendengar ucapan Ayu itu pun berhe

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 22 Pelampiasan amar

    Sejak ia diketahui menjadi selingkuhan seorang pria beristri, ketiga teman Ayu seakan menjauhinya. Kecuali Sany yang sebenarnya masih ingin berteman dengan Ayu. Tapi kata-kata yang selalu dilontarkan Ayu saat ia mencoba mendekatinya seakan menyayat hati Sany."Ngapain lo kesini? Mau ngehina gue juga?""Kapan, sih, gue ngehina lo, Yu?""Halah! Sekarang emang enggak, tapi gue yakin, nanti juga kata-kata hinaan itu bakal keluar dari mulut lo. Secara, lo, Kiki sama Rika tuh sama aja. Munafik!"Sany yang hendak kembali merangkul temannya itu pun segera mengurungkan niat. Rupanya yang dikatakan oleh Rika dan Kiki benar. Percuma jika ingin membela Ayu karena sejatinya gadis itu adalah orang yang tak tahu terimakasih."Gue udah gak butuh teman kaya kalian, pergi aja, sana!" gumam Ayu saat Sany telah memutuskan untuk pergi darinya.Di sela makan siangnya kali ini, Ayu rupanya merasa bosan. Jika bisanya ia akan tertawa bersama teman-t

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 23 Mendapatkan nomor telponnya

    Ayu masih saja mengerucutkan bibirnya meski saat ini ia tengah berada di dalam ruang rawat ibu mertuanya.Nadya pun yang juga tengah berada di dalam sana, rupanya sedari tadi menatap tak suka pada sosok kakak iparnya itu.Nasi goreng yang tadi dibawakan Amar, kini terbuka di atas dinginnya lantai rumah sakit karena memang tadi ia tak sempat membawa karpet dari rumah."Kenapa gak ada yang makan? Ayu, Nadya, kalian gak suka nasi gorengnya?" tanya Amar yang seolah sudah frustasi dengan keadaan yang ada.Ia sudah merelakan uang bensinnya untuk membeli makanan tersebut. Jika isteri dan adiknya tak mau makan, maka ia akan merasa sangat kesal."Kan, aku udah bilang kalau aku gak mau makanan pinggir jalan!" ucap Ayu dengan nada ketus setengah membentak."Kalau aku jadi gak napsu makan gara-gara lihat muka dia yang kaya valak. Bukannya hidung yang mancung tapi malah bibirnya!" sungut Nadya membuat Ayu mendelik tak suka."Apa lo b

Bab terbaru

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 82 Ungkapan Cinga

    Salma terus meremat tangannya sendiri saat ia menunggu hasil dari pemeriksaan dokter terhadap Rega di dalam sana. Salma sangat khawatir saat tadi ia mendapati Rega pingsan di dalam mobil.Seketika ia berteriak meminta tolong pada beberapa warga yang kebetulan lewat. Karena semua pintu mobil sudah terkunci dari dalam, Salma terpaksa meminta para warga untuk memecahkan kaca jendela. Biar, nanti ia yang akan menanggung semua kerusakannya."Gimana, Dok? Apa keadaannya parah?" tanya Salma saat seorang dokter keluar dari bilik tempat Rega ditangani."Kami harus memastikannya lebih dulu. Untuk itu, dokter Rega akan dirawat di rumah sakit ini untuk beberapa hari ke depan. Benturan di kepalanya sepertinya cukup keras hingga dia kehilangan cukup banyak darah. Beruntung stok darah yang dibutuhkan saat ini sedang tersedia. Dia juga akan menjalani beberapa pemeriksaan untuk mengetahui apakah benturan itu membuatnya mengalami luka dalam."Penjelasan dari dokter

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 81 Ada apa dengan rega

    Salma memutuskan untuk pulang dan menunda menjual mobilnya. Suasana hatinya sedang tak baik. Rega yang merasa khawatir akhirnya memaksa Salma untuk ikut bersama mobilnya. Ia menyuruh sopir pribadi sang mama untuk mengambil mobil Salma dan mengantarnya ke rumah Salma."Kamu yakin gak apa-apa?" tanya Rega lagi saat melihat Salma tengah memijat pelipisnya."Gak apa-apa, Mas," jawab Salma datar. Ia hanya ingin segera sampai di rumah.Tak sampai seperempat jam, mobil Rega sudah memasuki area pekarangan rumah Salma. Salma buru-buru membuka pintu. Begitu pula dengan Rega yang buru-buru keluar karena ingin membukakan pintu untuk Salma."Salma!" pekik Rega saat Salma nyaris ambruk ketika turun dari mobil.Kesadarannya masih ada dan Rega hanya memapahnya menuju ke dalam rumah. Rega mendudukkan Salma pada sofa panjang di ruang tamunya."Bentar, ya. Aku mau ambil peralatan dulu di mobil.Salma hanya mengangguk. Kepalanya tiba-tiba p

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 80 Perdebatan Antar Saudara

    Suara Maya yang menggelegar mengundang atensi para pengunjung yang ada di dalam showroom tersebut. Haris kelabakan saat melihat kakaknya membuat keributan di tempatnya."Mbak Maya, jangan bikin ribut disini, Mbak!" tegur Haris yang merasa tak enak dengan para pengunjung.Maya menyentak tangan Haris yang berusaha menenangkannya. Ia menatap Haris dan Salma bergantian. Salma sendiri masih terdiam. Bingung harus menanggapi Maya seperti apa."Kamu mau bela dia, Ris? Kamu mau bela orang yang mau manfaatin mama?""Gak ada yang mau belas siapapun, Mbak. Aku cuma gak mau Mbak Maya dilihatin banyak orang kaya gini. Malu, mbak!"Maya baru sadar dengan apa yang ia lakukan. Setelahnya, ia menatap bengis ke arah Salma."Kamu, ayo ikut aku masuk ke ruangan Haris. Ada yang ingin aku bicarakan!" tukas Maya seraya meninggalkan Salma dan Haris yang masih mematung di tempat."Maya?" Maya menghentikan langkahnya saat Rega yang memang mengena

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 79 jual beli mobil

    "Pokoknya aku gak mau tahu ya, Mas. Ganti uang itu!" bentak Ayu pada Amar yang kini sudah kembali masuk ke dalam rumah."Berisik banget sih, Yu! Uang yang kita pinjam dari bos Danu juga dipake buat nebus kamu ke temen kamu terus sisanya buat kamu belanja-belanja. Ya udah seharusnya kalau kamu punya uang kamu yang bayar utangnya."Ayu masih tetap tidak terima. Padahal, rencananya uang itu akan ia gunakan untuk membeli barang-barang pribadi miliknya."Dasar suami kere, gak guna! Nyesel aku mau jadi selingkuhanmu!" bentak Ayu tepat di depan wajah Amar.Ayu terkejut saat Amar melempar tatapam tajam ke arahnya. Kilat marah terlihat jelas di kedua bola mata sekelam malam tersebut. Amar mengayunkan langkah perlahan menuju ke arah Ayu.Tiba-tiba saja Ayu merinding. Belum pernah ia mendapati Amat menatapnya sedemikian tajam. Suara gemeretak dari tulang jemari Amar ketika ia mengepalkan tangan membuat Ayu bergerak mundur karena merasa terancam.

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 78 Penolakan Maya

    Maya tertawa hingga mengundang raut wajah kebingungan dari bu Anis."Mama ini lagi becanda, ya? Gak lucu tahu, Ma. Adik Maya, kan, cuma Haris," ucap Maya masih dengan tawa yang menguar dari bibirnya."Mungkin kamu tidak ingat, May. Karena memang sedari Mama melahirkan dia, dia sama sekali tak pernah bertemu denganmu. Kamu masih berumur tiga tahun, jelas saja jika kamu tidak ingat bahwa pernah menantikan kehadirannya."Bu Anis berucap dengan raut wajah serius. Maya menatap lekat manik sang mama. Jelas tidak ada kebohongan disana. Hal itu pun membuat Maya seketika terdiam. Entah kenapa, ia tak bisa menerima hal itu jika memang yang dikatakan oleh mamanya adalah sebuah kebenaran."Enggak! Mama pasti bohong. Adik aku cuma Haris, Ma! Cuma Haris!"Maya bangkit dari duduknya lalu beranjak menuju kamarnya. Pintunya sedikit dibanting saat ia menutupnya. Bu Anis maklum dengan sikap yang ditunjukkan oleh Maya.Sama halnya dengan Salma, Maya

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 77 Rumah Mewah

    Bu Asih berdiri, menatap kesal ke arah Salma yang menurutnya sangat tidak sopan. Sesekali melirik amplop cokelat yang terlihat tebal itu. Tentu ia tertarik, tapi melihat cara Salma, ia menjadi sebal."Kamu punya sopan santun gak sih, Sal? Udah dididik malah kurang ajar!""Maaf, Bu. Aku juga gak akan gini kalau Ibu gak memulainya. Aku sudah tahu semuanya, tentang siapa ibu kandungku. Meski saat ini aku belum bisa menerima sepenuhnya kenyataan yang ada, tapi aku tidak akan membiarkan jika Ibu atau Ayu ingin menghasutku, mengatakan hal yang tidak-tidak tentang bu Anis apalagi sampai Ibumemerasnya."Mata bu Asih membola, bagaimana bisa Salma mengetahui rencananya itu. Ia tahu Salma telah berubah. Anak itu tidak akan main-main dengan ucapannya."Kamu ngomong apa sih, Sal? Jangan ngaco kamu! Aku tidak ingin menghasut siapa-siapa. Aku hanya ingin kamu tahu jika ibu kandungmu itu tak lebih baik dari aku. Dia yang sudah memberikanmu padaku. Dan j

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 76 Mendatangi Bu Asih

    "Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu cepetan datengin tuh, mbak Salma dan minta hak kamu dari sebagian mobil itu.""Iya, Yu. Sabar kenapa, sih. Sah cerai juga baru satu jam yang lalu, kamu udah mencak-mencak aja," jawab Amar kesal karena sedari keluar dari gedung pengadilan tadi, Ayu tak henti-hentinya mengoceh."Gimana gak mencak-mencak, kamu udah bohongin aku. Katanya kamu bakal dapat separuh dari semua harta punya mbak Salma. Tahunya cuma mobil, itupun harus dibagi dua. Kamu juga bikin aku malu di depan orang-orang waktu mbak Salma bilang kalau harta kamu yang ada di rumah itu cuma satu rak sepatu plastik." Ayu melengos lagi, kesal jika mengingat kejadian beberapa saat lalu di dalam persidangan."Ya mau gimana lagi, memang cuma itu yang aku beli dari uangku. Kan, kamu yang lebih banyak merasakan uang gajiku, bahkan orang tua dan adikku saja kalah denganmu.""Itu memang sudah kewajiban kamu ya, Mas. Berani nikahin ya harus mau nafkahin," sahut Ayu t

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 75 Sah bercerai

    Bu Asih terus saja menggerutu meskipun bu Anis sudah pergi dari hadapannya. Tadinya, ia berpikir jika ia akan mendapatkan uang ratusan juta dari bu Anis dan masih bisa untuk memintanya lagi kemudian hari. Namun, kenyataan pahit justru ia dapat.Jangankan untuk memerasnya terus menerus, saat ini saja ia hanya mendapatkan secuil dari yang pernah ia bayangkan sebelumnya.Karena kesal, bu Asih memilih untuk pergi ke rumah Amar setelah tahu kini Ayu tinggal disana."Yu... Ayu!" teriak bu Asih saat melihat pintu depan rumah Amar terbuka. Tak lama kemudian, Ayu keluar dari kamar dan menyambut sang ibu."Kenapa sih, Bu, kok teriak-teriak?""Ibu tuh lagi kesel tahu, gak?""Ya mana aku tahu.""Ibu kesel sama ibu kandungnya Salma." Ucapan bu Asih membuat Ayu menatap ibunya heran."Ibu kandungnya mbak Salma? Ibu udah ketemu sama dia?""Iya. Rupanya dia sekarang udah jadi orang kaya. Dulu aja buat bayar biaya lahira

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 74 Pemerasan

    "Uhuhu... benar, kan, dugaanku. Kalau bos muda ini pasti lagi kasmaran. Gak biasa-biasanya lihat mukanya ceria begitu. Dan apa aku tadi gak salah dengar? Anak SMA? Wow! Seleramu bagus juga, pilih yang seger-seger."Haris menepuk bibir teman sekaligus bawahannya itu hingga membuat pekikan kecil dari mulut lelaki di depannya."Hati-hati kalau ngomong. Eh, tapi bener juga, sih ." Tawa menguar dari mulut keduanya."Semoga sukses, Bos. Aku udah bosen lihat kamu terus-terusan sedih kalau lagi keinget dia."Tawa yang semula terdengar renyah itu kini berangsur menghilang. Rio yang melihat perubahan pada wajah Haris pun merasa tak enak."Ngopi aja, yuk. Kali ini, biar karwayan ini yang traktir. Bos cukup pesan dan menikmatinya.""Gas lah!"Nadya sampai di depan rumah milik ibunya. Ia berdecak kesal karena Amar tak menutup pintu rumah mereka padahal di dalam terlihat sangat sepi."Kebiasaan banget gak pernah nutup pintu,"

DMCA.com Protection Status