Kirei menatap langit biru di atasnya, mata terpejam menikmati hembusan angin yang membelai wajahnya. Sudah tiga tahun berlalu sejak dirinya tiba di Sydney. Sejak Kirei bercerai dari Rafael. Sejak Kirei resmi menjadi janda. Sejak Kirei kehilangan suami, bayi dan juga mamanya. Dan kini dirinya sudah hidup tenang dan bahagia di Sydney. Hmm… mungkin bukan bahagia, tapi berpura-pura bahagia karena tidak bisa dipungkiri kalau Kirei merasa hatinya begitu kosong. Hampa. Kirei kembali menelusuri jalan yang mengarah menuju ke café milik Regan dan sekarang dirinya sedang sibuk berjibaku di dapur, mengolah berbagai macam kue dan roti yang disediakan di café ini. Dengan dibantu Regan. Selama tiga tahun terakhir Kirei akhirnya membantu Regan di café milik pria itu. Awalnya Regan membiarkan Kirei menjadi waitress, tapi lama kelamaan pria itu sadar kalau Kirei memiliki bakat di dapur. Entah untuk makanan berat ataupun cake. Maka Regan menawarkan bantuan agar Kirei dapat belajar sekaligus membantun
Alice menenggak minumannya dengan kasar, sudah tiga tahun berlalu tapi hidupnya masih seperti ini. Harus melayani nafsu setiap pria hidung belang yang berkedok sebagai atasannya. Sumpah demi apapun, Alice sudah sangat muak diperlakukan seperti pelacur! Tapi jika nekat dirinya akan hancur lebur begitu saja. Nekat, satu pikiran jahat melintas di otak licik Alice. Mungkin dirinya bisa bebas dari para pria brengsek itu jika dirinya nekat merekam aktivitas mereka dan mengancam pria-pria sialan itu agar tidak memperlakukan dirinya seperti budak seks lagi! Dan kalau pun dirinya harus hancur bukankah mereka semua juga akan ikut hancur? Itu lebih baik daripada dirinya harus hancur sendirian! Jika harus bunuh diri, Alice harus menyeret mereka semuanya, Alice tidak mau dirinya hancur seorang diri! Tidak bisa seperti itu! Tidak adil untuknya! Jadi meski kemungkinan untuk lepas dari pria brengsek itu tipis, setidaknya masih ada kemungkinan. Alice membulatkan tekad untuk melak
Rafael menatap tiket di tangannya. Selama tiga hari ini dirinya akan sibuk mengikuti seminar, semoga saja Rafael bisa fokus pada seminar yang dihadirinya. Tidak lucu kan kalau sudah hadir jauh-jauh dari Jakarta sampai ke Sydney tapi tidak mendapatkan ilmu apapun? Rafael mengangkat kepala saat panggilan boarding dari pihak maskapai menyadarkan dirinya agar bergegas masuk ke dalam pesawat. Sudah saatnya Rafael berhenti melamun! Sepanjang penerbangan Rafael hanya menatap keluar jendela, melihat hamparan hijau yang cukup bisa menenangkan hatinya meski hanya sementara. Rafael langsung menuju hotel dan melakukan proses check in agar dapat segera mengistirahatkan diri. Penerbangan selama belasan jam membuat tubuhnya terasa begitu lelah dan penat, tidak dipedulikannya ajakan dari rekan sejawatnya untuk berkeliling sebelum menghadiri acara seminar besok yang pasti akan membuat otak mereka kusut. Yang Rafael inginkan sekarang hanyalah istirahat. Rafael sedang berusaha
“Re, menurut kamu menu baru yang aku buat gimana? Kok aku merasa masih ada yang kurang ya?”“Coba aku cicipi lagi sini.”Regan menggigit potongan roti isi di tangannya dan mengunyahnya perlahan, meresapi setiap rasa yang menurut Kirei masih belum sempurna. Tapi meski sudah berpikir sekian lama, Regan merasa tidak ada yang salah sama sekali dari rasanya.“Menurut aku ini udah oke banget kok. Enak. Empuk. Tasty pokoknya.”“Masa sih? Apa iya perasaan aku aja?”“Bisa jadi. Kamu jangan terlalu keras dengan diri kamu sendiri.”“Tapi aku merasa nggak enak aja, kayak masih ada yang bikin aku nggak yakin dengan rasanya," keluh Kirei.“Jangan terlalu stress. Rileks dulu aja. Mending sekarang kamu pulang lebih awal. Istirahat. Besok baru buat lagi, gimana?” saran Regan.“Hmm bener juga. Ya udah aku balik dulu deh.”“Hati-hati.”“Okay!”Rafael melangkah tergesa menuju café tempat Kirei berada dan hendak memesan menu lain saat pelayan yang ada mengatakan kalau menu tersebut sudah habis. Masa iya?
Kirei memaki dalam hati saat menyadari ucapannya, entah apa Rafael akan menyadari kebohongannya?‘Bodoh! Kenapa bilang begitu sih? Gimana kalau Rafael nekat mau ketemu sama pacar gue? Gue harus ngambil cowok dari mana?’ batin Kirei frustasi sendiri dengan kebohongan yang diucapkannya secara lantang barusan.Raut wajah Rafael menggelap setelah mendengar ucapan Kirei, seolah tidak memahami kegalauan wanita itu.“Pacar? Kamu gak boleh berpacaran dengan siapapun! Kamu cuma boleh sama aku!”“Enak aja! Anda bukan siapa-siapa saya ya! Kenapa larang-larang sih?!” balas Kirei mulai kesal.Enak amat tuh orang ngelarang-larang Kirei nggak boleh pacaran sama siapapun, dia aja boleh kok pacaran sama Alice! Huh! Dasar cowok! Enak banget jadi cowok ngatur semaunya padahal nggak punya hubungan apa-apa!“Aku nggak peduli! Pokoknya kamu nggak boleh pacaran sama siapapun! Kamu cuma boleh sama aku!”“Dih! Nggak jelas banget!” sungut Kirei tidak terima.“Kirei, aku mohon maafin kesalahanku dulu. Tolong ka
Sepanjang perjalanan pulang baik Kirei dan Regan berbincang santai sambil menikmati udara malam yang cukup dingin hari ini. Tidak bisa dipungkiri Regan dapat membuat Kirei merasa nyaman, rasanya Kirei seperti mendapatkan teman baru. Teman yang cukup bisa menggantikan posisi Vanya sementara ini.“Thanks karena udah anterin aku sampai rumah, Re,” ucap Kirei tulus.“Itu fungsi seorang pria kan? Setidaknya aku harus memastikan teman wanitaku tiba selamat sampai di rumah!”“Teman wanita apanya? Aku hanya salah satu karyawan kamu, Re,” kilah Kirei.“Tapi sekarang sudah selesai kerja,” balas Regan tidak mau kalah.“Baiklah, terserah kamu saja,” ucap Kirei pada akhirnya, tidak ingin lagi berdebat dengan pria yang sudah begitu baik padanya.Kirei melambaikan tangan sambil tersenyum manis kearah Regan, membuat amarah Rafael semakin menggelegak. Bisa-bisanya Kirei tersenyum secantik itu pada p
Tepat setelah berkata seperti itu, Rafael melumat bibir merah Kirei. Bibir yang dapat selalu menjadi candu untuknya. Rasanya begitu manis hingga Rafael enggan melepasnya lagi.Rafael memperdalam ciumannya hingga terdengar erangan Kirei, bercampur dengan erangannya sendiri. Sumpah! Rafael sangat merindukan moment seperti ini. Moment dimana dirinya dapat dengan bebas mengeksplor bibir Kirei, bahkan lidahnya mulai menjelajah masuk.Kirei begitu terbuai dengan ciuman Rafael hingga beberapa detik kemudian otaknya kembali berfungsi. Dengan panik Kirei meronta hendak melepaskan diri, namun sejak dulu Kirei memang selalu kalah. Apa yang dapat dilakukan oleh wanita berbadan mungil sepertinya? Tubuh Kirei jelas tidak dapat dibandingkan dengan tubuh kekar Rafael! Meski Kirei berusaha keras, tetap tidak membuat Rafael bergeser sedikit pun.Kirei berusaha mendorong dada bidang Rafael, namun tangannya malah dikunci oleh Rafael dengan mudah. Hanya dengan satu tangan!&l
Pertanyaan Rafael membuat Kirei tersentak, refleks wanita itu mencengkeram selimut yang sedang menutupi tubuh polosnya erat-erat.“Apapun yang aku lakukan nantinya bukan urusanmu!”“Tapi itu anakku, Kirei!” desak Rafael, padahal belum tentu Kirei akan langsung hamil!“Belum tentu aku langsung hamil! Lagipula apa kamu percaya kalau aku hanya tidur denganmu? Bukankah sejak dulu kamu tidak percaya padaku?” sindir Kirei telak, mengungkit tuduhan Rafael padanya dulu.Tuduhan yang begitu menyakitkan hingga Kirei tidak akan pernah bisa melupakannya! Bahkan meski waktu telah berlalu selama tiga tahun!Raut bersalah tampak begitu jelas di wajah Rafael saat mendengar sindiran Kirei. Mengingatkan kembali pada kebodohannya karena telah meragukan anak yang berada di dalam rahim Kirei dulu.“Maafkan aku, Kirei.”Kirei tidak menanggapi dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Air mata mengalir ke pipin