Lala berusaha untuk menenangkan dirinya di dalam kamar. Rasa takut, rasa cemas begitu sangat dirasakannya saat ini. Telapak tangannya terasa dingin dengan bibir yang pucat. Berulang kali Lala menarik nafasnya dengan panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Begitu sulit baginya untuk memberitahukan kepada Iswandi mengenai dirinya. Namun walau bagaimanapun, ia harus tetap jujur.
"Harusnya aku bercerita dari mana? Aku tidak mungkin menceritakan keadaan keluarga ku. Walau bagaimanapun, aku harus mampu melindungi nama keluarga ku. Aku tidak ingin dia beranggapan tidak baik dengan keluarga ku. Namun aku bingung harus memulai dari mana?" Lala terus berfikir. Selama ini dirinya selalu melindungi nama keluarganya, sehingga tidak pernah ada yang tahu seperti apa keluarganya. Berulang kali Lala mencoba merangkai kata demi kata yang sekiranya nanti diucapkannya dihadapan pria tersebut.
"Aku siap menerima penilaiannya tentang ku. Apa saja itu, aku akan terima. Bahka
Lala diam mendengar ucapan Iswandi.Iswandi sedikit tersenyum ketika melihat Lala yang hanya diam. Semua orang pasti tidak akan langsung bisa menjawab bila diberikan waktu yang singkat, seperti apa yang dilakukannya terhadap gadis pujaan hatinya. "Nggak usah dijawab sekarang Dinda." Iswandi mengusap kepala Lala."Tapi katanya kanda mau minta jawaban?" ucap Lala.Iswandi tertawa saat mendengar jawaban polos gadis berwajah cantik tersebut. "Nanti malam kita mau dinner, jawabannya nanti malam saja," Iswandi mengedipkan sebelah matanya.Lala tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika duduk di samping pria berwajah ganteng tersebut. Diam-diam Lala memperhatikan wajah pria itu. Hidung mancung dengan matanya yang tidak lebar namun juga tidak kecil, alis tebal dan rapi, bibir sedikit tebal dan berwarna merah. Lala menggigit bibir bawahnya, saat melihat bibir milik Iswandi. Dirinya begitu sangat malu dengan apa yang sa
"Sebenarnya aku itu pernah sempat tinggal sama mama, tapi aku akhirnya minta untuk tinggal bersama dengan papa," jawab Lala."Kenapa?" tanya Iswandi."Sebenarnya papa baru itu baik sama aku, dia suka kasih aku uang untuk jajan. Tapi waktu itu aku sudah mulai besar dan dia suka peluk aku, katanya sih karena sayang. Tapi jujur aja, aku sangat risih diperlakukan seperti itu. Jadi aku putuskan untuk minta tinggal sama papa." Lala tidak menceritakan bahwa papa barunya itu pernah masuk ke kamarnya dan memegang dadanya. Bersyukur dirinya cepat bangun sehingga papa barunya itu berpura-pura menaikkan selimutnya, dan kemudian keluar dari kamarnya. Pada waktu itu Lala yang baru selesai belajar lupa menutup pintu karena ketiduran. Ia juga tidak mungkin menceritakan hal itu kepada mamanya, karena takut mamanya akan marah, dan belum tentu mamanya mempercayai apa yang diucapkannya. Pada akhirnya Lala memutuskan untuk tinggal bersama dengan papa kandungnya."Tinggal
"Aku dapat kabar, katanya Om Edwin sekarang kondisinya semakin menurun ma." Jelas Arga.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya tidak apa-apa," jawabnya santai."Apa mama tidak ingin menjenguknya?" Arga bertanya dengan memandang mamanya. Bila mamanya berkeinginan menjenguk Edwin, Arga tidak akan melarang.Luna menggelengkan kepalanya. "Buat apa mama datang menjenguk dia, bila nanti saat Mama berjumpa dengan dia, mama akan mengatakan tidak akan pernah memaafkannya." Luna berkata dengan serius."Benar juga sih ma, tapi siapa tahu saja dia ingin berjumpa dengan mama untuk yang terakhir kalinya, atau sebelum dia tutup usia," jelas Arga.Luna menggelengkan kepalanya. "Kalau mau mati, ya mati saja. Ngapain juga merepotkan orang untuk berjumpa." Luna berkata tanpa mau menghiraukan sama sekali.Arga dan Andrea hanya diam saat mendengar ucapan mama mereka. Arga begitu mengerti seperti apa perasaan mamanya."Mama tidak ingin dend
Iswandi memberhentikan mobilnya di sebuah butik ternama. Pria itu tersenyum memandang gadis yang saat ini duduk di sampingnya. "Ayo turun," ajak Iswandi."Iya kanda." Lala tersenyum. Dadanya berdegup dengan hebatnya. Hingga saat ini, Lala tidak bisa membayangkan seperti apa acara dinner yang akan dilewatinya bersama dengan Iswandi."Kenapa Dinda diam aja?" Iswandi memandang Lala."Kanda, sebelum semuanya lebih jauh apa tidak sebaiknya kanda memberitahukan kepada orang tua kanda terlebih dahulu." Lala merasa tidak tenang. Ia takut keluarga Iswandi tidak mau menerima kehadiran dirinya.Iswandi sedikit tersenyum memandang Lala."Kanda, aku takut kalau seandainya orang tua kanda tidak bisa menerima ku," ucap Lala."Usaha dong dinda," jawab Iswandi."Usaha seperti apa Kanda?" tanya Lala."Usaha menunjukkan kepada calon mertua, kalau Dinda memang calon istri yang baik. Dinda juga harus bisa membuktikan bahwa Dinda sangat mencin
"Ya ampun aku geli mendengar panggilan mesra mu, Dinda dan kanda." Lena tertawa."Bila kau banyak bicara, aku tidak jadi beli," ancam Iswandi."Baiklah." Lena memegang bibirnya seakan dirinya sedang menutup resleting mulutnya."Kanda ini bajunya mahal-mahal, aku ambil satu saja, atau 2 juga tidak apa-apa," ucap Lala. Lala yang sudah berpengalaman bekerja di toko sangat memahami seperti apa sikap wanita yang saat ini ada di depannya. Wanita itu berusaha merayu pelanggannya agar mau membeli koleksi busana di butiknya."Tidak apa-apa Dinda, kita ambil semua. Nanti kita butuh banyak baju untuk acara-acara dan sebagainya." Iswandi tersenyum.Lala hanya diam dan menganggukkan kepalanya."Yang ini dicoba ya." Lena memberikan gaun berwarna merah."Iya," jawab Lala yang mengambil gaun tersebut dan kemudian mencobanya di kamar pas.Lala memandang dirinya dari pantulan cermin. Gaun berwarna merah yang dipakainya begitu melekat sempu
"Pinggangnya lagi?" tanya Arga."Iya by," jawab Nadira yang merubah posisinya menyamping.Arga mengulum senyumnya.Nadira begitu menikmati pijatan suami. Mulai dari leher, punggung hingga ke panggul. Matanya begitu mengantuk ketika menikmati pijatan suaminya. Pada akhirnya Nadira tertidur.Mata Nadira yang sudah terpejam kini terbuka lebar ketika merasakan tangan suaminya yang sedang bermain-main di tubuhnya. "Hubby lagi mau apa,” tanya Nadira."Mijat.""By, kenapa mijat di sana?""Bagian ini wajib dipijat, agar memberikan jepitan yang lebih menggigit." Arga menjawab asal."Ini bukan mijat namanya. Lagian mana mungkin bisa gigit, sudah jelas gak ada gigi," bantah Nadira. Matanya terpejam ketika tangan suaminya bermain-main di tempat yang begitu sangat disukainya tersebut.Arga tersenyum ketika istrinya mulai larut dalam permainan yang dilakukannya. Meskipun perut istrinya sudah besar seperti sekarang, namun i
Lala turun dari dalam mobil dan berjalan bersama dengan Iswandi, dan masuk ke dalam restoran.Lala memandang Iswandi yang saat ini memegang tangannya."Gugup ya?" Tanya Iswandi."Ya jelaslah kanda," jawab Lala."Nggak usah gugup santai aja." Iswandi tersenyum."Mana bisa." Lala membesarkan matanya.Iswandi tersenyum dan membawa Lala keruangan VIP yang sudah dipesannya.Lala sudah tidak berkata apa-apa, ia hanya diam mengikuti langkah kaki Iswandi. Saat ini jantungnya sudah berdegup dengan tidak karuan. Ia masuk ke dalam ruangan VIP.Lala tersenyum ketika melihat wanita paruh baya yang saat ini tersenyum kepadanya."Mama, ini Lala yang aku ceritakan dengan mama." Iswandi tersenyum memperkenalkan Lala kepada mamanya.Wanita paruh baya itu memandang Lala dari atas hingga ke bawah. Ia kemudian menganggukkan kepalanya.Lala tersenyum malu ketika melihat reaksi yang diberikan oleh wanita yang akan menjadi c
Iswandi tersenyum memandang Lala yang duduk di sampingnya. Gadis itu hanya diam dengan menundukkan kepalanya. "Kenapa diam aja?" Tanya Iswandi."Mama, kanda galak," jawab Lala dengan bibir maju ke depan."Gak kok, mama sangat baik. Tapi dia juga sangat tegas." Iswandi tersenyum saat menceritakan mamanya.Lala diam memandang Iswandi. "Pantas saja anaknya gak nikah-nikah, pasti setiap cewek yang dikenalkan anaknya selalu ditolak dengan berbagai alasan." Lala berkata dalam hatinya sambil memandang Iswandi."Kenapa lihat kanda seperti itu?" Tanya Iswandi."Sudah berapa banyak cewek yang kanda bawa ketemu sama mama, kanda?" tanya tanya Lala."Baru 1," jawab Iswandi dengan tersenyum."Nggak mungkin," ucap Lala. Melihat sikap mama Iswandi yang seperti singa betina, membuat Lala tidak bisa percaya dengan jawaban Iswandi."Alasan bilang nggak mungkin apa?" tanya Iswandi."Pasti sudah banyak ya?" Lala bertanya dengan wajah yang be