"Demi apa pun itu jahat banget sih, Than!" komentar Devian setelah mendengar cerita Nathan saat di masa lalu antara dirinya dan juga Aruna. "Pantes aja dia marah dan dendam banget sama kamu, aku juga kalau ada di posisi dia jelas akan marah dan dendam! Itu udah termasuk bullying! Belum lagi body shaming! Aku tidak menyangka kamu akan sejahat itu, Than."
"Aku tidak pernah bermaksud menyakiti dia, Dev! Walau dulu dia gendut, jujur saja waktu itu aku beneran jatuh cinta sama dia! Gak peduli dengan bobot tubuh dia yang berisi, aku suka sama dia! Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak mau menjadi bahan bullyan teman-temanku jadi aku melakukan itu!" sahut Nathan membela diri."Tapi tetap saja itu keterlaluan," jawab Devian."Aku tahu itu keterlaluan! Aku juga sangat menyesal! Waktu itu aku juga ingin meminta maaf, tetapi dia tak datang ke sekolah," jawab Nathan membela diri."Dia tidak datang ke sekolah?" tanya Devian.Nathan memberikan anggukan kepala pelan mengiyakan. "Aku bertanya pada teman sekelasnya, tetapi tidak ada yang tahu dimana rumahnya. Ada dua orang sahabatnya yang tau rumahnya dimana, tetapi mereka tidak mau memberitahu dimana rumah Lia berada. Mereka takut aku semakin gila mengerjai Lia jadi mereka tidak mau bicara, padahal aku sudah meyakinkan mereka," ucap Nathan lagi."Lia?" Dahi Devian mengernyit."Saat SMA, semua orang memanggilnya dengan panggilan Lia. Makanya kemarin saat di club aku tidak menyadari jika itu dia. Dia dipanggil Aruna dan lagi, badannya kini sudah sangat berubah, tidak seperti dulu yang chubby menggemaskan. Sekarang dia kecil dan terlihat jauh sangat berbeda.""Terus? Bagaimana? Dia pindah sekolah?" tanya Devian.Kedua bahu Nathan terangkat. "Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia putus sekolah di tengah jalan.""Apa?" Devian menatap Nathan dengan tatapan kaget."Dia atau pun keluarganya tidak ada yang datang ke sekolah untuk mengurusi surat kepindahan. Aku juga sudah bertanya pada kepala sekolah dan kepala sekolah mengatakan keluarganya tidak ada yang datang untuk mengurus. Aku juga sudah mendesak teman dekatnya untuk membuka mulut, tetapi mereka tetap menutup mulut mereka rapat," jelas Nathan."Dia pasti mengalami trauma yang sangat berat sampai tidak mengurus kepindahan sekolahnya dan berhenti di tengah jalan," ucap Devian, "Dia pasti sangat membencimu, dia bahkan masih mengingatnya sampai sekarang dan membalasmu dengan cara yang sama juga. Mempermalukanmu di depan umum. Kalau aku jadi dia, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama, membuatmu malu sama seperti yang aku rasakan! Dia pasti sakit hati banget, cinta tulusnya berbalas rasa sakit."Nathan mengusap wajahnya begitu sangat frustasi."Aku juga yakin jika dia pasti mengalami masa yang sulit. Setelah mendengar ceritamu ini, aku yakin dia berusaha mati-matian untuk menurunkan berat badannya dan merubah cara hidupnya agar tidak kembali diinjak. Kamu bilang dulu dia gadis yang lugu bukan? Dan sekarang? Dia bekerja di club malam! Terlebih ternyata dia juga minum sekarang! Aku yakin semua itu pasti karenamu!" ucap Devian menatap Nathan dengan tatapan yang sangat kesal.Ia begitu sangat tidak menyangka jika sahabatnya itu pernah melakukan kejahatan seperti itu."Aku tidak menyangka jika efeknya akan separah ini, Dev!" Nathan memegang kepalanya masih sangat begitu frustasi. Tak menyangka jika akan kembali di pertemukan kembali dengan cintanya di masa lalu tetapi dengan cara yang tak bisa dibayangkan."Terus bagaimana dengan rencanamu tadi, huh? Masih tetap ingin balas dendam pada dia?" tanya Devian dengan dagu yang terangkat.Nathan kembali menatap Devian dengan lidah yang kelu. Dia memang begitu dendam saat setelah dipermalukan, tetapi setelah tahu jika itu adalah cintanya di masa lalu, mendadak hatinya melemah.Sampai detik ini, jika mengingat Arunalia, ia selalu merasa sangat bersalah dan berharap bisa memperbaiki semuanya. Sejauh ini, hanya Aruna lah yang mampu membuatnya nyaman. Walau dulu bobot tubuh Aruna lebih besar darinya, tapi ia menyukainya, ia sama sekali tidak memperdulikan hal itu."Aku tidak mau ikut campur, Than. Hidupnya pasti sudah sangat berantakan karenamu. Dia pasti mengalami masa yang sulit, aku tidak mau mempersulit lagi hidupnya. Aku masih punya hati! Aku tidak mau menghancurkan hidup seseorang. Jadi lakukan saja rencanamu itu sendirian," ucap Devian."Apa kau pikir setelah mengetahui dia siapa aku akan tetap melakukan rencana konyol itu, huh?" tanya Nathan dengan mata yang menyipit menatap Devian dengan tatapan tajam. Matanya mendelik sinis, "Aku sudah pernah melakukan rencana gila dengan menyakiti hatinya dan aku menyesali semua perbuatanku, mana mungkin aku melakukannya sekali lagi! Aku juga masih waras, Devian!""Siapa tahu kamu masih ingin membalaskan dendam karena sudah dibuat malu," sahut Devian."Aku tidak sejahat itu!" jawab Nathan masih menatap Devian dengan tatapan kesal."Ya sudah kalau begitu, karena tidak ada rencana berarti masalahnya selesai." Devian beranjak dari duduknya, "Selesai hanya untukku, kamu harusnya tidak karena seharusnya kamu menyelesaikan dulu masalah di masa lalu dengan meminta maaf pada dia."Nathan diam tak menjawab."Tapi … serius dulu kamu pernah suka dengan dia? Dengan wanita yang … mempunyai tubuh seperti ini?" tanya Devian seraya menunjuk foto yang berada di atas meja."Kenapa memangnya?" tanya Nathan."Aku sedikit tidak percaya jika kamu benar menyukai dia. Selama ini, kamu mempunyai banyak kriteria untuk dijadikan kekasih.""Karena perempuan yang sekarang dekat denganku kebanyakan munafik! Mereka hanya membutuhkan uang, sedangkan Lia, dia tidak sama seperti yang lain! Dulu dia begitu tulus mencintaiku dan aku merasakan bagaimana rasanya dicintai. Dia berhasil membuatku nyaman! Walau gemuk, tapi dia cantik di mataku! Sekali lagi kamu berani menghina tubuhnya, aku patahkan lehermu! Apa kamu tidak melihat kalau di sini dia terlihat sangat menggemaskan!" ucap Nathan seraya memperlihatkan foto di atas meja."Cih!" Devian mendecih saat kini Nathan malah membelanya. "Ya sudah kalau begitu, segera selesaikan masalahmu, tapi jangan libatkan aku. Aku kembali ke ruanganku." Devian akhirnya langsung keluar dari ruangan Nathan. "Menyusahkan saja kerjamu!" gumam Devian.Nathan mengerucutkan bibir saat dengan tak sengaja mendengar gumaman Devian. "Apakah dia benar asistenku? Cih! Berani sekali dia mengatakan seperti itu. Apa karena dia sahabatku jadi dia berani mengatakan seperti itu padaku?" Mata Nathan memicing tajam. "Haruskah aku mencari asisten baru? Ck!"Nathan kembali melihat foto yang masih dia pegang. Kemudian membalikkan foto itu dan membaca alamat dimana Aruna tinggal."Tapi aku memang harus menyelesaikan masalah yang belum sempat aku selesaikan di masa lalu," gumam Nathan, "Akhirnya … aku menemukan kamu, Lia."Bersambung“Uang segini mana cukup untuk beli skincare! Tambah!” pekik Desi pada Aruna dengan nada yang sarkas. “Tidak ada lagi, hanya ada itu!” jawab Aruna.“Alaaahh! Bohong! Duit jual diri kan lumayan! Ya masa beliin Ibu skincare saja kamu gak sanggup! Kamu kemurahan kasih harga atau gimana sih? Gak becus cari duit!” sahut Desi.Kedua telapak tangan Aruna terkepal kuat, ingin rasanya ia mendaratkan sebuah tamparan di pipi sang ibu tetapi sayangnya otak dan pikirannya masih waras. Walau ia tak begitu menyukai sikap sang ibu dan selalu di buat kesal, tapi ia tak berani jika harus bersikap kasar pada ibunya sendiri.“Jaga ucapanmu ya, Bu! Aku tidak pernah menjual diri!” ucap Aruna dengan gigi yang menggertak kesal. Amarahnya ia tahan sekuat mungkin.“Udah deh Aruna gak usah bohong! Ibu tuh tau kamu pasti jual diri kan di sana? Cih! So-soan gak ngaku,” ucap Desi dengan sudut bibir yang terangkat sebelah, ia merapatkan kedua tangannya di bawah dada dan menatap Aruna dengan tatapan yang terlihat hi
Aruna beranjak dari posisinya setelah mendorong tubuh Nathan. Begitu pun dengan Nathan, ia juga beranjak dari posisinya dan berdiri lagi di hadapan Aruna. “Keluar dari pekerjaan itu dan ikut denganku. Kamu bisa bekerja di perusahaanku sebagai apa pun yang kamu mau,” ucap Nathan.“Pffttttt ... berhenti dari pekerjaanku dan ikut bekerja di perusahaanmu? Maksudnya bekerja sebagai budakmu agar kamu bisa kembali menyiksaku lebih parah dari dulu, begitu?” tanya Aruna tertawa pelan. Ia menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut matanya, kemudian merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat.“Rencana apa yang sedang kamu rencanakan sekarang, hm? Kamu pasti sudah membuat rencana baru setelah tahu aku ini siapa kan? Masih tidak terima karena aku sudah mempermalukan kamu di club malam waktu itu? Ingin balas dendam?” Nathan menggelengkan kepalanya. “Sumpah demi apa pun aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk sama kamu. Aku serius ingin meminta maaf, aku benar-benar sangat menyesal
“Kenapa? Kamu tidak mau? Katanya aku bebas memilih posisi apa pun, ya itu aku ingin jadi sekertaris,” jawab Aruna, “Kalau tidak mau ya sudah ... aku tidak akan memaksa, gak rugi juga kok.” ucap Aruna, ia lantas langsung berjalan melewati Nathan.Nathan memejamkan mata, ia lalu berjalan mengejar Aruna dan kembali berdiri di hadapan Aruna lagi. “Jangan jadi sekertaris, itu cukup berat. Kalau menjadi asisten pribadiku saja bagaimana? Kamu hanya tinggal mengikuti perintahku saja dan ikuti kemana pun aku pergi.” Kedua tangan Aruna kembali terlipat di bawah dada dan matanya memicing tajam. “Benar kan dugaanku, kamu hanya ingin menjadikan aku ini budak kamu!" ucap Aruna, "Kamu mau nanti aku mengikuti semua perintah kamu, kan? Cih! Aku tidak mau!” pekik Aruna.“Ti–tidak ... bukan seperti itu maksudku,” jawab Nathan cepat.Ia memberanikan diri memegang kedua bahu Aruna dan punggungnya sedikit membungkuk agar kepalanya setara dengan kepala Aruna karena Aruna lebih pendek darinya.Sorot mata me
"Aruna?" panggil Gerald saat Aruna sudah keluar dari club malam miliknya.Aruna sontak langsung menghentikan langkah dan menoleh menatap sang mantan atasan yang memanggilnya.Ya. Aruna datang ke club malam untuk mengundurkan diri dan berhenti dari pekerjaannya sesuai permintaan Nathan kemarin malam dan setelah ini ia akan bekerja di perusahaan Nathan.Dan dari kejauhan, Nathan yang berada di dalam mobilnya itu mengawasi Aruna, ia yang sejak tadi duduk bersandar menunggu Aruna itu mulai terduduk tegak saat melihat Aruna keluar dari club malam dan menghentikan langkah saat seorang pria si pemilik club yang sepertinya memanggil Aruna. Nathan masih berada di mobilnya untuk kembali mengawasi."Iya, Mas?" jawab Aruna. "Tidak bisakah kamu pikirkan ulang keputusan kamu keluar dari sini?" tanya Gerald."Saya sudah mantap dengan keputusan saya, Mas. Saya ingin keluar dari pekerjaan ini karena saya sudah dapat pekerjaan baru yang menurut saya lebih baik. Saya capek di hina sama ibu saya sendiri
Aruna membuang napas dengan sangat kasar saat Nathan mengatakan mencintainya dan meminta kembali. "Drama macam apa yang sekarang kamu mainkan, hm? Kamu sedang membuat rencana baru?" tanya Aruna."Aku tidak sedang mengatakan omong kosong, aku serius, Lia." Aruna memasang wajah masam. "Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Namaku Aruna, bukan Lia." "Iya, iya ... Aruna maksudku," jawab Nathan, ia lalu memegang telapak tangan Aruna dan menggenggamnya, "Aku benar-benar serius padamu, aku ingin kita kembali seperti dulu." "Tapi sayangnya aku tidak mau," jawab Aruna melepas tangan Nathan yang menggenggamnya, "Setelah aku berubah kurus begini saja kamu mengatakan cinta, dulu rasa tulusku kamu hempaskan begitu saja hanya karena aku jelek dan gendut. Jujur saja, sakitnya masih berasa sampai sekarang!" "Waktu itu aku bukan tidak mencintai kamu, aku mencintaimu tulus tanpa melihat bagaimana dirimu. Memang benar aku memacari kamu karena taruhan dengan teman-temanku,
"Aku rasa perempuan itu tak menyukaiku," ucap Aruna."Siapa? Della?" tanya Nathan berjalan ke arah meja kerjanya.Aruna mengikuti langkah kaki Nathan dan terduduk di kursi yang berada berhadapan dengan Nathan. "Perempuan yang tadi menyapamu di luar, itu Della namanya?" tanya Aruna.Nathan memberikan anggukan kepala mengiyakan ucapan Aruna. "Iya, dia sekretarisku," jawab Nathan.Mata Aruna sontak langsung menyipit, menatap Nathan penuh telisik."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan."Pantas saja aku meminta posisi sebagai sekretaris tidak kamu indahkan, ternyata sekertarismu itu cantik, seksi dan badannya juga seperti gitar spanyol. Kamu pasti berat kan melepaskan dia? Kalau posisi dia aku gantikan, kamu tidak bisa memanjakan matamu dengan melihat badannya yang montok itu," ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada.Entah mengapa memikirkan apa yang ia pikirkan malah membuatnya kesal. Sedangkan Nathan, pria itu malah tertawa pelan saat Aruna berucap."Kenapa? Ka
"Apa ini?" tanya Aruna saat Nathan kembali datang dan memberikan buku dan juga handphone padanya."Pekerjaanmu, tadi kamu minta kerjaan, kan? Ya itu kerjaannya," jawab Nathan yang kini sudah kembali terduduk di kursi kerjanya lagi."Hah?" Aruna menatap Nathan dengan tatapan bingung."Buku itu isinya jadwalku dan handphone itu fasilitas kantor. Nomor yang ada di handphone itu isinya orang penting semua. Mulai hari ini kamu asisten pribadiku, kan? Jadi mulai hari ini juga kamu yang atur semua jadwalku. Atur jadwal meeting, atur kapan orang bisa bertemu denganku, atur janji temu, pokoknya semua apa yang akan aku lakukan kamu yang atur. Masalah meja kerja, aku sudah mengatakannya pada Della, dia akan segera mengurusnya, mungkin besok atau lusa baru datang." ucap Nathan seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.Aruna tak menjawab ucapan Nathan setelah pria itu banyak berkata, ia lalu membuka buku catatan yang kini berada di hadapannya dan melihat apa saja isinya."Hari ini tidak ada ja
"Aruna?" panggil Nathan saat wanita itu berjalan ke arah pintu. Ia melepas tangan wanita yang melingkarkan tangan di lehernya, "Apaan sih? Berani sekali kamu menyentuhku!" Nathan langsung mendorong wanita itu sampai terjatuh."Auuwhhh!" Aruna yang baru saja memegang handle pintu itu sontak langsung kembali menatap Nathan dan juga wanita yang kini sudah terduduk di atas lantai. "Apa-apaan kamu ini? Kenapa malah mendorongku?" tanyanya pada Nathan dan berusaha beranjak dari duduknya."Salah sendiri kenapa bersikap murahan! Aku tidak suka di sentuh seperti itu!" ucap Nathan dengan nada yang sarkas.Walau sudah mendengar Nathan yang berbicara dengan nada yang ketus pada wanita itu, Aruna tidak peduli. Ia kembali melanjutkan lagi langkahnya setelah berhasil membuka pintu ruangan itu dan keluar."Ck!" Nathan berdecak kesal, ia tak memperdulikan wanita yang masih berada di ruangannya dan memilih untuk mengejar Aruna karena takut wanita itu salah paham padanya.Tap tap tap.Grep!"Mau kemana
Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba
Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget
Flashback.Nathan keluar dari ruang kerjanya dengan perasaan yang kesal setelah mengetahui fakta jika malam dimana ia mabuk adalah rencana Aruna yang ingin menjebaknya bermalam dengan Della. Ia sama sekali tidak menyangka jika Aruna akan melakukan hal sekejam itu padanya.Selama meeting berlangsung, Nathan sama sekali tidak fokus dan pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan di ruang meeting, akhirnya diambil alih oleh Devian."Kenapa?" tanya Devian setelah meeting selesai dan kini hanya tinggal dirinya dan Nathan lah yang berada di ruang meeting.Nathan menaruh kedua telapak tangan yang terkepal di kening dengan siku yang bertumpu pada meja. "Aku sedang stress!" jawab Nathan."Stress kenapa?" tanya Devian penasaran, "Perasaan tadi baik-baik saja." "Aruna ternyata berniat menjebakku!" jawab Nathan."Menjebak? Maksudnya bagaimana?" tanya Devian tak mengerti.Nathan lantas langsung menatap Devian dsn langsung menceritakan kebenaran yang baru saja dia dengar tadi. Ia menceritakannya dengan r
Setelah Nathan keluar dari ruangan, Aruna mulai bingung harus bagaimana. Ia tidak diusir seperti Della dan Nathan juga tidak memarahinya habis-habisan. Membuat Aruna kebingungan harus berbuat apa. Jika pergi, ia harus pergi kemana? Pulang ke rumahnya? Ibunya pasti akan banyak bertanya dan yang ada ia malah kembali di umpat lagi. Sang ibu juga pasti akan memarahinya habis-habisan jika tahu apa yang ia lakukan dan apa yang terjadi. Kemudian, apa ia harus pergi melarikan diri? Melarikan diri kemana? Ia juga tidak mungkin meninggalkan bibinya."Haruskah aku meminta maaf?" gumam Aruna. Namun setelahnya dia menggelengkan kepalanya, "Enggak! Enak saja minta maaf. Dulu dia juga tidak langsung minta maaf dan tidak peduli. Terus kenapa sekarang aku harus meminta maaf? Untuk sementara aku ikuti saja alurnya," gumam Aruna. Mata Aruna kembali melihat ke arah TV yang menyala lagi, walau terlihat fokus menonton, tetapi hati dan pikirannya sama sekali tidak tenang dan begitu berkecamuk.**Tak be
"Kamu ini ternyata memang perempuan ular! Ucapanmu juga sama sekali tidak bisa di percaya!" Aruna sontak langsung beranjak dari duduknya dan berdiri tegak. "Jaga ucapanmu! Aku tidak seperti itu!" ucap Aruna membela diri."Terus umpatan apa yang pas untukmu, huh?" tanya Della dengan mata yang memicing dan raut wajah yang sangat kesal. Tadi, saat melihat Nathan pergi dan terlihat berjalan ke arah ruang meeting, Della langsung berlari cepat dan langsung memasuki ruangan Nathan. "Katamu kamu akan membuatku dan Nathan menikah, tapi apa yang terjadi sekarang? Malah kamu yang menikahi dia!" lanjut Della lagi mengeluarkan isi hatinya yang begitu sangat kesal. "Aku menikah dengan Nathan juga semua karena kamu! Sudah aku bilang untuk stand by agar saat aku menghubungimu, kamu bisa segera langsung datang ke kamar hotel. Tapi apa yang terjadi? Berkali-kali aku menelfonmu tapi sama sekali tidak diangkat! Padahal saat itu aku sudah berhasil membuat Nathan mabuk parah dan bahkan sudah memesan kama