"Aku rasa perempuan itu tak menyukaiku," ucap Aruna."Siapa? Della?" tanya Nathan berjalan ke arah meja kerjanya.Aruna mengikuti langkah kaki Nathan dan terduduk di kursi yang berada berhadapan dengan Nathan. "Perempuan yang tadi menyapamu di luar, itu Della namanya?" tanya Aruna.Nathan memberikan anggukan kepala mengiyakan ucapan Aruna. "Iya, dia sekretarisku," jawab Nathan.Mata Aruna sontak langsung menyipit, menatap Nathan penuh telisik."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan."Pantas saja aku meminta posisi sebagai sekretaris tidak kamu indahkan, ternyata sekertarismu itu cantik, seksi dan badannya juga seperti gitar spanyol. Kamu pasti berat kan melepaskan dia? Kalau posisi dia aku gantikan, kamu tidak bisa memanjakan matamu dengan melihat badannya yang montok itu," ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada.Entah mengapa memikirkan apa yang ia pikirkan malah membuatnya kesal. Sedangkan Nathan, pria itu malah tertawa pelan saat Aruna berucap."Kenapa? Ka
"Apa ini?" tanya Aruna saat Nathan kembali datang dan memberikan buku dan juga handphone padanya."Pekerjaanmu, tadi kamu minta kerjaan, kan? Ya itu kerjaannya," jawab Nathan yang kini sudah kembali terduduk di kursi kerjanya lagi."Hah?" Aruna menatap Nathan dengan tatapan bingung."Buku itu isinya jadwalku dan handphone itu fasilitas kantor. Nomor yang ada di handphone itu isinya orang penting semua. Mulai hari ini kamu asisten pribadiku, kan? Jadi mulai hari ini juga kamu yang atur semua jadwalku. Atur jadwal meeting, atur kapan orang bisa bertemu denganku, atur janji temu, pokoknya semua apa yang akan aku lakukan kamu yang atur. Masalah meja kerja, aku sudah mengatakannya pada Della, dia akan segera mengurusnya, mungkin besok atau lusa baru datang." ucap Nathan seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.Aruna tak menjawab ucapan Nathan setelah pria itu banyak berkata, ia lalu membuka buku catatan yang kini berada di hadapannya dan melihat apa saja isinya."Hari ini tidak ada ja
"Aruna?" panggil Nathan saat wanita itu berjalan ke arah pintu. Ia melepas tangan wanita yang melingkarkan tangan di lehernya, "Apaan sih? Berani sekali kamu menyentuhku!" Nathan langsung mendorong wanita itu sampai terjatuh."Auuwhhh!" Aruna yang baru saja memegang handle pintu itu sontak langsung kembali menatap Nathan dan juga wanita yang kini sudah terduduk di atas lantai. "Apa-apaan kamu ini? Kenapa malah mendorongku?" tanyanya pada Nathan dan berusaha beranjak dari duduknya."Salah sendiri kenapa bersikap murahan! Aku tidak suka di sentuh seperti itu!" ucap Nathan dengan nada yang sarkas.Walau sudah mendengar Nathan yang berbicara dengan nada yang ketus pada wanita itu, Aruna tidak peduli. Ia kembali melanjutkan lagi langkahnya setelah berhasil membuka pintu ruangan itu dan keluar."Ck!" Nathan berdecak kesal, ia tak memperdulikan wanita yang masih berada di ruangannya dan memilih untuk mengejar Aruna karena takut wanita itu salah paham padanya.Tap tap tap.Grep!"Mau kemana
"Kamu cemburu, ya?" tanya Nathan seraya tersenyum."Ce–cemburu? Enak saja. Aku tidak cemburu!" sahut Aruna."Kalau tidak cemburu terus kenapa kamu harus marah saat melihat wanita lain memelukku tadi? Harusnya kan kamu biasa saja," jawab Nathan."Ya aku ... aku ...." Nathan meraih telapak tangan Aruna menggenggamnya dan membawa Aruna untuk kembali terduduk lagi di kursi kerjanya, lalu ia duduk berjongkok di hadapan wanita itu dan kembali menggenggamnya tangannya lagi. "Perempuan yang tadi itu namanya Denisa," ucap Nathan."Aku tidak mau tau siapa namanya!" jawab Aruna memutar kedua bola matanya malas dan mengalihkan pandangannya ke arah lain."Dengarkan aku dulu, aku belum selesai bicara," ucap Nathan, "Sekarang tatap aku dengan serius, lihat sorot mataku, melihat kemana-mana atau tidak. Orang bilang, jika ingin mengetahui seseorang itu berkata jujur atau tidak, tatap saja matanya. Orang yang sedang berbohong tidak akan berani menatap lawan bicaranya." Mau tidak mau akhirnya Aruna k
Ceklek.Suara pintu terdengar tiba-tiba, seolah sedang tertangkap basah, Aruna langsung mendorong dada Nathan dengan kasar hingga pria itu mundur beberapa langkah."Per–misi, Paakk ...," Della terbelalak kaget saat melihat pemandangan yang ia lihat di depan matanya saat hampir saja ia melihat sang atasan yang hendak berciuman.Nathan yang di dorong dadanya itu merasa kesal, bukan kesal pada Aruna yang mendorong dadanya hingga ia hampir tersungkur, tetapi kesal pada Della yang tiba-tiba saja masuk tanpa persetujuan darinya hingga membuat kedekatannya dengan Aruna terganggu, padahal tadi bibirnya sudah hampir mendarat di bibir wanita itu.Sedang Aruna, ia beranjak turun dari meja dengan raut wajah yang kikuk dan juga malu, ia menunduk karena yakin jika wajahnya kini pasti sudah memerah.Dengan raut wajah yang menahan marah dan juga kesal, Nathan berucap dengan nada yang ketus, "Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?" tanya Nathan."Ma–maaf, Pak. Saya mengaku salah," jawa
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Aruna saat melihat Della yang terlihat dengan jelas tak menyukainya, "Takut tersaingi ya kamu? Tenang saja, aku tidak berniat menjalin hubungan lagi dengan si Nathan itu! Ambil saja kalau mau, aku tidak butuh!" ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada berbicara dengan angkuh.Dahi Della mengernyit. "Maksudnya? Bukannya tadi kalian ... tunggu ...," Della menatap Aruna dengan tatapan bingung, ia lalu beranjak dari duduknya dan menatap Aruna dengan tatapan serius. "Kamu ... hanya ingin memanfaatkan Nathan?" tanya Della."Hmmm ...," Aruna memegang dagu dengan jari telunjuknya, "Kalau iya memangnya kenapa?" tanya Aruna."Jahat sekali kamu! Aku akan mengatakan pada Nathan tentang kebusukanmu ini!" "Katakan saja, aku tidak takut," jawab Aruna seraya tersenyum, "Aku yakin si Nathan itu juga pasti lebih percaya padaku dari pada kamu." Kedua tangan Della mengepal kuat saat Aruna berucap, ia menatap Aruna dengan tatapan kesal dan ing
Setelah menghabiskan waktu di mall untuk mengisi perut dan juga membeli beberapa baju untuk dipakai besok saat datang ke perusahaan, Nathan tak langsung membawa Aruna pulang ke rumahnya, tetapi ia membawa Aruna ke apartemennya yang jarang sekali ia tempati.Lagi-lagi dahi Aruna mengernyit saat mobil yang Nathan kemudikan itu masuk ke gedung apartemen. "Ini kita ngapain ke sini?" tanya Aruna, "Ini apartemen, kan? Mau apa? Nathan, kamu tidak sedang membuat sebuah rencana, kan? Jangan bilang kalau teman-teman SMA-mu ada di salah satu apartemen ini dan kalian sedang mengatur rencana untuk mempermainkan aku lagi," ucap Aruna dengan pikiran nethink-nya."Astaghfirullahaladzim, kamu kok suudzon terus sih sama aku? Ini apartemenku yang jarang sekali aku pakai, aku hanya datang kemari jika sedang malas pulang ke rumah," ucap Nathan menjelaskan, ia menatap Aruna yang terduduk di sampingnya setelah mobilnya itu berhasil ia parkir di basement apartment. "Dan tidak ada teman SMA-ku di sana, aku b
"Sepertinya ... rasaku masih padamu," ucap Aruna.Seulas senyum terlihat di bibir Nathan saat Aruna berucap, ia menggeser tubuhnya hingga jarak di antara mereka begitu sangat dekat. Nathan menyentuh pipi Aruna, jarinya beralih menyentuh bibir mungil wanita itu. Aruna diam saat tangan pria itu menyentuh bibirnya, tetapi lagi-lagi jantungnya mulai berdegup kencang. Ia mulai merasakan kembali sesuatu yang dulu pernah ia rasakan saat masih SMA pada Nathan. Tangan Nathan kini sudah berada di pinggang Aruna, tangannya itu mulai menarik kain baju milik Aruna. Aruna yang sadar sontak langsung memegang tangan pria itu agar tak melakukan hal lebih jauh. "Mau apa? Jangan macem-macem!" ucap Aruna beranjak dari posisinya dan terduduk di tepi ranjang."Kenapa?" tanya Nathan ikut beranjak dari posisinya dan terduduk juga di samping Aruna.Aruna mendengus. "Masih tanya kenapa? Sikap buayamu barusan keluar, maksudnya apa pegang-pegang seperti itu, huh? Aku tidak suka di sentuh seperti itu," ucap A
Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba
Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget
Flashback.Nathan keluar dari ruang kerjanya dengan perasaan yang kesal setelah mengetahui fakta jika malam dimana ia mabuk adalah rencana Aruna yang ingin menjebaknya bermalam dengan Della. Ia sama sekali tidak menyangka jika Aruna akan melakukan hal sekejam itu padanya.Selama meeting berlangsung, Nathan sama sekali tidak fokus dan pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan di ruang meeting, akhirnya diambil alih oleh Devian."Kenapa?" tanya Devian setelah meeting selesai dan kini hanya tinggal dirinya dan Nathan lah yang berada di ruang meeting.Nathan menaruh kedua telapak tangan yang terkepal di kening dengan siku yang bertumpu pada meja. "Aku sedang stress!" jawab Nathan."Stress kenapa?" tanya Devian penasaran, "Perasaan tadi baik-baik saja." "Aruna ternyata berniat menjebakku!" jawab Nathan."Menjebak? Maksudnya bagaimana?" tanya Devian tak mengerti.Nathan lantas langsung menatap Devian dsn langsung menceritakan kebenaran yang baru saja dia dengar tadi. Ia menceritakannya dengan r
Setelah Nathan keluar dari ruangan, Aruna mulai bingung harus bagaimana. Ia tidak diusir seperti Della dan Nathan juga tidak memarahinya habis-habisan. Membuat Aruna kebingungan harus berbuat apa. Jika pergi, ia harus pergi kemana? Pulang ke rumahnya? Ibunya pasti akan banyak bertanya dan yang ada ia malah kembali di umpat lagi. Sang ibu juga pasti akan memarahinya habis-habisan jika tahu apa yang ia lakukan dan apa yang terjadi. Kemudian, apa ia harus pergi melarikan diri? Melarikan diri kemana? Ia juga tidak mungkin meninggalkan bibinya."Haruskah aku meminta maaf?" gumam Aruna. Namun setelahnya dia menggelengkan kepalanya, "Enggak! Enak saja minta maaf. Dulu dia juga tidak langsung minta maaf dan tidak peduli. Terus kenapa sekarang aku harus meminta maaf? Untuk sementara aku ikuti saja alurnya," gumam Aruna. Mata Aruna kembali melihat ke arah TV yang menyala lagi, walau terlihat fokus menonton, tetapi hati dan pikirannya sama sekali tidak tenang dan begitu berkecamuk.**Tak be
"Kamu ini ternyata memang perempuan ular! Ucapanmu juga sama sekali tidak bisa di percaya!" Aruna sontak langsung beranjak dari duduknya dan berdiri tegak. "Jaga ucapanmu! Aku tidak seperti itu!" ucap Aruna membela diri."Terus umpatan apa yang pas untukmu, huh?" tanya Della dengan mata yang memicing dan raut wajah yang sangat kesal. Tadi, saat melihat Nathan pergi dan terlihat berjalan ke arah ruang meeting, Della langsung berlari cepat dan langsung memasuki ruangan Nathan. "Katamu kamu akan membuatku dan Nathan menikah, tapi apa yang terjadi sekarang? Malah kamu yang menikahi dia!" lanjut Della lagi mengeluarkan isi hatinya yang begitu sangat kesal. "Aku menikah dengan Nathan juga semua karena kamu! Sudah aku bilang untuk stand by agar saat aku menghubungimu, kamu bisa segera langsung datang ke kamar hotel. Tapi apa yang terjadi? Berkali-kali aku menelfonmu tapi sama sekali tidak diangkat! Padahal saat itu aku sudah berhasil membuat Nathan mabuk parah dan bahkan sudah memesan kama