“Hmm…”
Sena belum berhenti mengernyitkan dahinya ketika melihat ratusan Pendekar Pedang Cahaya dan Pendekar Tubuh Baja tengah berbaris rapat di lapangan padepokan Udayana. Di belakang mereka ada puluhan Pendekar Dewa Api, Pendekar Dewi Bumi, Pendekar Dewa Angin, dan Pendekar Dewa Air yang ikut berbaris juga. Mereka semua sedang menghadap ke panggung, dimana Gesang, Baswara, Wanda, Taksa, Panji, Anjali, dan Saguna tengah berbaris rapi. Sena dengar kalau pasukan utama dari Kerajaan Kanezka yang akan memimpin misi di Goa Zanitha adalah Gesang, ayahanda dari Baswara dan juga kepala keluarga Pancaka.
“Kita tidak terlambat?” celetuk Raksha melihat Gesang sudah berkoar-koar menyemangati pasukannya.
“Entahlah, aku sudah tidak heran kalau mereka memulai bahkan sebelum kita tiba disini. Padahal mereka tidak memberitahu kalau kita harus datang pagi.” balas Sena pesimis. Dia tahu kalau Pendekar Dewa Matahari sedang diremehkan lagi
“Apa maksudmu kalau tidak boleh ada Pendekar Dewa Api yang boleh ikut selain aku, Tuan Gesang?!”Seruan Saguna terdengar keras tepat di hadapan Gesang dan pasukannya. Dia masih tidak terima kalau pasukannya ternyata tidak diperkenankan ikut dalam misi ke Goa Zanitha.Baswara yang melihat Saguna menyentak ayahnya seperti itu mendadak murka tidak terima. Namun Gesang menahan anaknya untuk tidak gegabah. Dia tahu ada rencana yang lebih besar dari sekedar seruan Saguna yang remeh ini.“Pikirlah dengan kepala dingin, Saguna. Goa Zanitha ini berbeda dengan Kota Madharsa yang sudah kita kuasai. Goa ini kecil dan kita tidak perlu banyak prajurit untuk mengepungnya.” Gesang menenangkan sembari menunjuk ke ratusan prajuritnya yang kini mengepung area luar Goa Zanitha. Pasukannya hanya terdiri dari Pendekar Pedang Cahaya dan Pendekar Tubuh Baja yang terpilih.Raksha memandang sekitar, setelah dia hitung cepat, memang benar kalau jumlah prajur
“Beri jalan, dungu! Satu saja kesalahan kalian maka nyawa kita yang jadi harganya!”Di luar Goa Zanitha, Gesang menyentak keras tiap prajuritnya untuk memberikan jalan pada seorang prajurit yang seluruh tubuhnya diselimuti mantel panjang bertudung. Prajurit itu berjalan agak merunduk dengan langkah yang kaku. Sang prajurit sedang mengangkut kendi besar, ukurannya melebihi dua kali tubuhnya, yang dia ikat kencang di punggungnya. Di kendi itu terdapat satu sumbu kecil yang apabila dinyalakan maka akan meledakkan isi dalam kendi itu.Para pendekar pedang suci dan tubuh baja yang tahu betapa berbahayanya isi dalam guci itu pun langsung memberikan jalan dan mundur lebih jauh untuk memastikan keselamatan mereka masing-masing. Mereka tahu kalau sang prajurit yang membawa kendi itu adalah boneka suci Atma pemberian keluarga bangsawan elit Narapati.“Ck…membunuh dengan racun…benar-benar tidak jantan…” celetuk Anjali dari kejau
“DARAH DIBALAS DARAH. MATA DIBALAS MATA. KATAKANLAH, PETUALANG. APA KAU SIAP MENGORBANKAN SEMUANYA DALAM RITUAL SUCI INI?”Suara wanita yang berat menggaung tiba-tiba di tengah Goa kala itu langsung membuat Raksha, Sena, dan Saguna bersiaga. Mereka saling memunggungi sambil mengedarkan pandangannya, bersiaga untuk mengantisipasi serangan yang datang.“Apa itu suara Nona Isvara?” tanya Sena penasaran seraya menarik tongkat bajanya. Cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang memancar terang dari telapak tangan kanannya kini menyelimuti tongkat bajanya sehingga berubah wujud menjadi tongkat emas.“Aku tidak tahu pasti. Tapi dari hawa membunuh yang mencekik ini, siapapun orangnya, dia adalah musuh!” tegas Saguna seraya merapatkan kedua tinjunya. Cahaya merah Kanuragan Agni di tubuhnya memancar terang hingga membentuk kobaran api yang menyelimuti tubuhnya.‘Ini suara Nona Isvara Mavendra….’ ujar Raksha
“Nona Isvara…jangan khawatir. Aku bukan musuh.”Raksha berbisik, berharap pesan penting itu tersampaikan ke Isvara. Dia tahu kalau Isvara bisa mendengar apapun melalui prajurit arwah elitnya itu.“…ini berbeda. Kau bukan Jayendra. Ternyata berita tentang kematian kakakku itu benar adanya.” suara Isvara terdengar sendu dan pelan.“Nona Isvara, tolong berikan aku kesempatan. Aku adalah Raksha, murid Jayendra. Aku bersumpah dengan kekuatanku sebagai Pendekar Dunia Arwah akan melindungi semua Mavendra!”“Kau berkomplot dengan Kanezka? Pantas saja Diendra kebingungan ketika melawanmu.”“Ini hanya penyamaranku, Nona Isvara! Aku memiliki rencanaku sendiri untuk menghancurkan Kanezka dari dalam! Kumohon, percayalah padaku!”“Kau tidak tahu apa yang kau hadapi, Raksha. Kanezka di luar sana sudah bersiap untuk menghancurkanmu dan semua yang ada di Goa Zanitha.”
“Serangan jarak jauh….hanya itu pilihanku…”Saguna bergumam sembari meredakan rasa tegang yang melanda hatinya. Dia tahu Sena dan Raksha harus tetap konsentrasi dan kalau dia melakukan serangan dekat, tidak ada yang melindungi mereka.Saguna terperanjat kaget ketika dia melihat ketiga prajurit itu tiba-tiba menghentikan langkahnya sekitar 20 kaki darinya. Instingnya menajam ketika dia sadar ada kilatan petir dan aura merah Kanuragan Yudha yang menyelimuti bilah golok hitam mereka masing-masing. Mereka semua hendak melontarkan medan energi penghancur ke arahnya, Raksha, dan Sena.Buru-buru Saguna menghirup napas panjang melalui mulut dan hidungnya. Cahaya jingga Kanuragan Agni yang semula memancar di tubuhnya kini terkonsentrasi di perutnya. Dia memfokuskan diri lebih kuat sehingga aliran napas dan kanuragan Agni di perutnya itu semakin kuat, lalu dia hembuskan semua itu dari mulutnya hingga menjadi semburan api yang dahsyat bagai ombak
Sesak.Rasanya ada batu besar yang menimpa dada Raksha sehingga napasnya terengah-engah. Raksha memaksakan diri bangun walau rasanya membuka matanya pun begitu berat dan menyakitkan. Semua sendi otot-ototnya terasa perih ketika dia mencoba bergerak. Kanuragan Ozora yang ada di dalam tubuhnya pun tidak bisa membantunya. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang asing dalam tubuhnya yang mengganggu aliran kanuragan Ozora itu.“Uegh…!”Raksha memuntahkan darah karena terlalu memaksakan diri. Wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang merinding dingin membuat dia kesulitan konsentrasi. Setelah menunggu beberapa saat untuk mengatur napasnya, dia bisa melihat sekelilingnya.Raksha kala itu berada di ruangan yang luas, entah dimana, tetapi dia tidak melihat tembok yang menjadi pembatas di ruangan itu. Lantai batu yang dia pijak dan yang dia lihat sejauh mata memandang berwarna putih. Satu-satunya sumber cahaya yang ada di ruangan itu adalah bara api ungu yang melayang di langit-langit ruangan misterius
“Kenapa harus berseteru, Nona Isvara? Bukankah sudah saya bilang kalau saya akan melindungi anda?”Pertanyaan Raksha tidak membuat Isvara menghentikan hawa membunuhnya yang menyeruak dari aura Kanuragan Ozora di tubuhnya. Dari tatapannya yang menajam, Raksha tahu kalau Isvara sudah siap untuk bertarung.“Konflik Pendekar Dunia Arwah dengan Kerajaan Kanezka tidaklah sesederhana yang kau bayangkan, Raksha. Hanya dengan membuatku bertahan hidup bukan berarti kau telah selangkah lebih maju dari Kanezka yang zalim.” tepis Isvara tenang.Raksha duduk bersimpuh, berharap hal itu bisa melunakkan hati Isvara. “S-saya tahu kalau sekedar menyelamatkan anda belum tentu bisa membuat Kanezka takluk, tetapi bukan berarti saya harus meninggalkan anda, nona! Saya telah berjanji pada Guru Jayendra untuk menyelamatkan Mavendra dan Pendekar Dunia Arwah! Ini adalah bentuk amanah yang harus saya lakukan apapun taruhannya, nona!” lanjutnya memohon.“….memohon atas kehidupan Pendekar Dunia Arwah bukanlah jal
“Bersiaplah, Raksha!” Raksha mengepal kedua tinjunya. Hawa membunuh Isvara yang membeludak rasanya membuat udara terasa tipis dan dada sesak. Namun dia sudah meneguhkan hati untuk tidak mundur. Sontak aura ungu Kanuragan Ozora di tubuh Isvara menyeruak hebat. Dalam satu kedipan mata, dia melesat sambil melayangkan tinjunya ke arah Raksha. Suja dan Asoka sudah antisipasi tinju cepat Isvara. Namun baru saja mereka hendak membentengi tuannya, sosok bayangan besar menaungi mereka. Sekilas mereka mengerling, pedang hitam Diendra yang dipenuhi kilatan petir merah Kanuragan Yudha menghantam mereka berdua bersamaan sehingga keduanya terpental jauh. Gardapati yang sadar akan kedatangan Diendra dengan cepat menerkam leher musuhnya itu sehingga Diendra tertunduk sambil menahan perih akan taring siluman srigala yang kian menusuk. Diendra memberontak sehingga dia menjauhi dari Raksha. Raksha segera menangkis tinju kuat Isvara yang hampir mematahkan hidungnya. Instingnya langsung menyeru ketika