Home / Pendekar / Dendam Titisan Ashura / Kesombongan Pancaka Baswara

Share

Kesombongan Pancaka Baswara

Author: Raiha Raisha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah memutar jalan cukup panjang dan petunjuk dari pria yang dia tolong sebelumnya, Raksha akhirnya tiba di padepokan Pendekar Pedang Cahaya. Bangunan seluas lebih dari 1000 kaki itu adalah tempat kedua terluas setelah kediaman patih istana di kota ini. Raksha juga baru sadar kalau patih istana di kota Udayana ternyata adalah Gesang Pancaka, yang berarti dia bisa saja terlibat masalah yang dia tidak harapkan di masa depan kalau buat ribut di kota ini.

Namun semua sudah kepalang basah. Raksha sudah tiba memasuki lapangan besar dimana hampir ribuan anak muda, usia mereka sekitar 16 sampai 20 tahun, sebagian besar dari mereka adalah pria, berbaris ke tiap meja untuk mendaftarkan diri. Di tiap meja sudah ada prajurit yang mencatat kandidat yang datang.

“Maaf, tuan, apa disini tempat mendaftarkan diri menjadi Pendekar Pedang Cahaya?” tanya Raksha memastikan pada salah satu prajurit Kanezka yang ada didekatnya.

Sang prajurit tidak langsung menjawabnya. Dia menatap remeh penampilan Raksha
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dendam Titisan Ashura   Sena Suradarma

    Raksha bangkit sambil membersihkan debu yang menempel di rompi dan celananya. Perhatiannya kembali tertuju pada petugas pencatat didepannya.“Kau ini, sudah paling tua, penampilanmu kampungan, belum lagi kau berani melawan keluarga Pancaka. Kau ini hidup darimana sih? Goa? Hutan?” sindir petugas pencatat itu dengan tatapan sinis.“Kau ini benar-benar seperti domba yang tersesat. Buat apa kau jauh-jauh kesini meninggalkan kampungmu hanya untuk mati? Ujian kandidat pendekar pedang cahaya itu bukan sesuatu yang harus kau remehkan, orang kampung! Sudah kampungan begini kau malah menantang keluarga Pancaka! Kujamin hidupmu tidak akan tenang sebelum kau memohon ampun padanya sambil bertekuk lutut!”, lanjut petugas itu masih belum puas memaki Raksha.Raksha hanya mengangkat bahu. Dia sudah dua kali berseteru dengan dua anggota keluarga Pancaka di hari pertama dia tiba di Udayana. Dia tidak menyangka kalau mereka begitu arogan. Lebih parahnya lagi, Prajurit Kanezka bahkan tidak datang menenga

  • Dendam Titisan Ashura   Tantangan Pertama

    “Ya, terima kasih atas pengertiannya, Sena. Tapi kusarankan agar kau lebih berhati-hati lagi saat menolong orang. Aku yakin kau lebih muda dariku dan masa depan milikmu lebih cerah dariku. Jangan terlalu dekat denganku. Aku sudah membuat banyak orang menjadi musuh.” Raksha berulang kali memperingati.“Aku tidak peduli. Toh, keinginanku menjadi pendekar bukanlah untuk menjadi budak keluarga Pancaka ataupun lainnya.” tepis Sena mengulang-ulang jawabannya.Raksha menghela napas panjang. Entah Sena yang terlalu naif atau terlalu percaya diri dengan kemampuannya sampai-sampai dia berani bersikap seperti itu membuat Raksha berang.“Kenapa kau ingin menjadi Pendekar Pedang Cahaya, Raksha?” tanya Sena lagi.Tidak mungkin Raksha menjawab kalau dia ingin membalas dendam. Dia sudah memikirkan alasan palsunya apabila ada orang yang ingin menanyakan perihal ini.“Aku hanya ingin mengubah nasibku. Sepertinya menjadi pendekar dapat mengangkat martabatku di masa depan nanti.”“Benarkah?”“Ya, benar.”

  • Dendam Titisan Ashura   Senjata Suci Pertama

    “Ugh…”Sengatan panas cahaya Dewa Kartikeya semakin menusuk hingga Raksha kesulitan untuk fokus. Dia berlutut sejenak untuk menahan kepedihannya. Di saat yang sama, ejekan Baswara dan anak buahnya menghujaninya di tengah penderitaannya.“Sudah, relakan saja tanganmu! Kembali saja ke kampungmu dengan tangan buntung, gembel!”“Tidak apa-apa, gembel! Ayah dan ibumu pasti menerimamu walau kau hanya bertangan satu! Itupun kalau kau masih punya malu! Hahahahahah!”“Bagaimana, gembel?! Nyawa atau harga dirimu yang kosong?! Tidak usah berlagak! Memohonlah padaku! Aku ini pemaaf, loh!”Kebencian Raksha kian menjadi setiap melihat senyum sinis dan tatapan meremehkan Baswara dan anak buahnya. Dia memejamkan matanya untuk mengalihkan semua fokusnya pada lengan kanannya. Semuanya akan percuma kalau dia hanya marah buta pada orang-orang bodoh didepannya itu.Walau pelan, lambat laun Raksha bisa merasakan Kanuragan Khsatriyans di lengan kanannya lebih dalam. Dia tidak lagi merasakan aliran kanuragan

  • Dendam Titisan Ashura   Tantangan Kedua

    Kegelapan yang datang menaungi langit menandakan malam sudah tiba. Ratusan kandidat pendekar yang tersisa di padepokan berjalan keluar kota, tepatnya ke perbatasan kota dikawal oleh para prajurit Kanezka.Malam hari adalah waktu yang berbahaya karena di saat malam, para siluman pemburu biasanya berkeliaran di sekitar perbatasan kota. Apabila mereka lengah, maka mereka akan tewas dimakan siluman.Raksha pernah mendengar dari gurunya bahwa siluman sejatinya dapat dikendalikan apabila para pendekar dunia arwah tidak diburu seperti penjahat karena hanya mereka yang bisa mengendalikan insting liar siluman. Sekarang para Pendekar Kerajaan Kanezka kewalahan untuk membasmi siluman dengan cara mereka sendiri. Benar-benar bodoh, pikirnya.Setibanya di perbatasan kota, Raksha melihat jauh ke belakang, sekitar 5000 kaki dari lokasinya, adalah Gerbang Masuk Kota Udayana. Di sekitarnya hanyalah jalan berbukit dengan bebatuan dan rumput pendek ditemani semilir angin malam yang dingin. Di tengah kedi

  • Dendam Titisan Ashura   Siluman Srigala (I)

    “Menunduk, Sena! Dari selatan!”Teriakan keras Raksha di tengah jeritan para kandidat dan auman siluman srigala menyadarkan kesiagaan Sena untuk lebih memperhatikan sisi belakangnya. Sena kala itu reflek menunduk dan berhasil menghindari anak panah yang hampir menembus punggungnya.“Raksha?”Sena yakin kalau dia tidak salah dengar akan seruan Raksha yang memperingatinya. Namun kekacauan di sekitarnya membuat perhatiannya teralihkan kembali. Dari sebelahnya, ada seorang kandidat yang menubruknya karena tidak melihatnya.Kandidat itu adalah seorang perempuan, sebaya dengan Sena tetapi lebih pendek darinya. Rambutnya hitam panjang sebahu, dibiarkan terurai berantakan. Wajahnya yang ayu terlihat kacau karena penuh air mata dan keringatnya. Namanya adalah Chalya.Sena tahu kalau Chalya tengah panik karena dikejar siluman srigala yang memburunya. Chalya tidak bisa berdiri karena lututnya mendadak lemas ketakutan. Dia memejamkan matanya saat siluman srigala itu membuka taringnya lebar untuk

  • Dendam Titisan Ashura   Siluman Srigala (II)

    “Si Baswara brengsek itu….”, kutuk Sena perlahan. Raksha baru sadar kalau Sena juga memperhatikan kebiadaban Baswara dan gerombolannya yang telah mengorbankan kandidat lainnya untuk keamanan diri dan kelompoknya.Beberapa saat berlalu, Sena duduk bersimpuh sambil menahan nyeri. Rasa perih akibat luka tusuk anak panah yang masih bersarang di bahu kanannya terasa lagi.“Jangan bergerak. Biar kubantu.” Raksha memegangi pundak Sena perlahan.Sena bisa merasakan sensasi hangat yang menenangkan dari telapak tangan kiri Raksha. Tenggelam dalam rasa hangat yang meredakan semua perihnya, dia baru sadar melihat anak panah yang menancap di bahunya kini lepas. Tidak hanya itu, lukanya pun kembali menutup. Sebagian besar rasa perih itu kini hilang.“Sudah kubilang, Baswara itu berbahaya. Untungnya kamu tidak menjadi salah satu korban dia, Sena.” balas Raksha penuh syukur.“Ya, terima kasih atas semua bantuanmu, Raksha. Tapi….” Sena beranjak pelan.“Tapi?”Sena tiba-tiba menatap tajam Raksha. Ekspr

  • Dendam Titisan Ashura   Siluman Srigala (III)

    “Aahhh….!”Chalya menjerit ketika dirinya, bersama dengan Raksha dan Sena, jatuh dari batu yang telah runtuh dihancurkan Baswara. Kepulan debu dari pecahan batu datang menutupi pandangan sekitar, tetapi mereka sontak siaga karena mereka bisa merasakan derap langkah kaki siluman srigala datang mendekat cepat.“Raksha, tahan sampai matahari terbit! Aku yakin pasukan Kanezka akan datang sebentar lagi!” seru Sena seraya memendarkan cahaya perak di tangan kanannya menjadi tombak sakti.Raksha tahu kalau rencana Sena itu adalah pilihan terakhir karena mereka berdua tidak lagi melihat batu besar yang serupa untuk kembali berlindung disekitar mereka. Kalaupun ada, pasti sudah ditempati kandidat lain. Raksha dan Sena tentunya tidak mau melukai kandidat lain hanya untuk keselamatan mereka sendiri.“Yang mulia Raksha. Siluman srigala yang datang jumlahnya sangat banyak. Anda membutuhkan bantuan kami agar bisa bertahan.” tawar Asoka yang terdengar didalam kepala Raksha.Raksha tahu kalau itu adal

  • Dendam Titisan Ashura   Kembali ke Udayana

    “Selamat, kalian semua telah lulus menjadi kandidat Klan Pendekar Pedang Cahaya.”Selebrasi Chandra, sang komandan pasukan Kanezka yang datang menjemput para kandidat, kala itu terdengar datar dan dingin. Chandra ditemani puluhan prajurit Kanezka di belakangnya. Setiap dari mereka menumpakki kuda dan mengawal para kandidat yang masih bertahan hidup untuk kembali ke kota Udayana.Di sepanjang perjalanan, Raksha melihat mayat para kandidat yang bergelimpangan dengan luka cakar yang menggurat di punggung, badan, atau leher. Para siluman srigala yang tewas telah hilang terpendar menjadi buih-buih hitam karena terbakar oleh sinar sang matahari.Raksha ingat kalau gurunya pernah berkata bahwa tubuh siluman yang sudah mati tidak akan tahan sampai pagi karena mereka sejatinya bukanlah mahluk hidup seperti hewan, tetapi hewan yang telah dirasuki arwah jahat pengganggu yang berkeliaran di dunia. Ketika hewan biasa menjadi siluman, maka tubuhnya sebagian besar sudah rusak.Raksha melihat sekilas

Latest chapter

  • Dendam Titisan Ashura   Mencari Bantuan

    “Ah, ini tidak adil!”Sena menendang kursi yang ada di ruang jeruji depannya. Emosinya yang masih meletup-letup memaksa dia untuk duduk di salah satu ranjang jeruji sambil memijat-mijat dahinya yang mendadak terasa pusing. Niatannya untuk segera istirahat di Padepokan Kanuragan Wiratama pupus sudah karena keluarga Mahadri memaksa Raksha dan Sena masuk ke dalam penjara karena masih diduga mencuri pusaka suci milik Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara.“Padahal baru saja kita bebas dari penjara Keluarga Jagadita, sekarang Keluarga Mahadri malah memenjarakan kita lagi?! Ada apa dengan kebebalan mereka?! Mereka bahkan bilang kalau kita bisa bebas kalau kita bisa mengembalikan pusaka suci Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara?! Apa mereka itu dungu?! Sudah kubilang berkali-kali kalau kita berdua ini bukan pencuri!” Sena masih meluapkan amarahnya sambil mengepal kedua tinjunya keras. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sempat memancar terang untuk membentuk tombak perak yang akan dia guna

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Mahadri

    “Ah, akhirnya kita sampai, Raksha!”Sena buru-buru beranjak sambil menatap pelabuhan Kota Udayana yang semakin dekat dari perahunya. Dari terpaan angin kencang dan air yang tidak berombak, dia tahu kalau perahu yang tengah dia tumpangi itu akan membawa dirinya dan Raksha beberapa menit lagi.Raksha yang melihat ke arah yang sama awalnya menghela napas lega karena dia pun ingin istirahat sejenak. Namun kecurigaan tiba-tiba datang menyelimuti pikirannya ketika dia melihat seorang pria jangkung bertubuh gemuk yang mengenakan seragam katun berwarna ungu dengan rompi dan ikat pinggang berwarna kuning tengah duduk di ujung pelabuhan Udayana. Pria itu adalah Panji Mahadri, salah satu pendekar Dewi Pertiwi yang dulu pernah hampir membunuhnya karena kebenciannya terhadap pendekar Kanuragan Wiratama.Raksha semakin waspada ketika melihat ada dua pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam katun ungu yang sama seperti Panji tengah berdiri tegak di sebelah Panji. Kedua pria paruh baya itu ber

  • Dendam Titisan Ashura   Kembali ke Pulau Udayana

    “Kami harus menghajar anda, Yang Mulia?”Asoka dan Gardapati masih kebingungan dengan perintah Raksha. Mereka berdua bahkan kaget ketika melihat Raksha memanggil Suja dari balik bayangannya.“Suja, kau pukul perutku. Asoka kau cabik punggungku. Gardapati kau gigit pundakku.” Perintah Raksha sembari menunjuk ke arah perut, punggung, dan pundaknya.“Apa Yang Mulia yakin dengan ini?” tanya Suja sama bingungnya.“Aku hanya ingin memastikan Sena percaya dengan ceritaku tadi. Cepat lakukan sebelum terlambat!” tegas Raksha sambil menyeru.Asoka dan Gardapati pun berhenti ragu. Asoka yang pertama kali melesat ke punggung Raksha lalu mencakar sebagian punggung Raksha dengan tinju cakarnya yang sengaja dia tidak buat terlalu mematikan agar tuannya bisa menahannya.Raksha bisa merasakan guratan yang tajam di sepanjang pinggangnya hingga darahnya sempat menyembur perlahan, tetapi dia masih bisa menahannya karena dia tahu Asoka menahan diri. Sepersekian detik setelah itu, Gardapati datang menerjan

  • Dendam Titisan Ashura   Perginya Sang Buto Ijo

    “Semuanya! Ikuti aku!”Usai Sena menyimpan tongkat emasnya di balik punggungnya, dia pun langsung mengangkut Wanda yang masih tidak sadarkan diri. Seruannya yang keras membuat perhatian puluhan pendekar dewa angin yang masih kewalahan untuk kembali bangkit untuk melarikan diri. Ardiman yang ikut dibantu bangkit oleh para pendekar dewa angin pun kini sadar akan kehadiran Sena yang baru saja menolongnya untuk menjauh. Dia melihat Rakshasa sedang mengalihkan perhatiannya untuk melawan Raksha.“Suradarma….kau…membantu…kami…?” ujar Ardiman di tengah tubuhnya yang sekarat dan tertatih-tatih.“Sekarang bukan saatnya untuk mencurigaiku dan Raksha, Tuan Ardiman! Kita harus segera melarikan diri!” seru Sena balik.Ardiman tidak bisa membantahnya. Kondisinya dan seluruh pasukannya sudah sekarat dan kalau Rakshasa kembali menyerangnya maka kematian adalah kepastian yang akan menimpa mereka semua. Dia pun akhirnya memilih untuk menghilangkan kecurigaan terhadap Sena dan Raksha, lalu memilih memuta

  • Dendam Titisan Ashura   Menolong Keluarga Jagadita

    “Raksha, biar aku yang urus ini.”Raksha berhenti melangkah sejenak ketika Sena memintanya sembari mengacungkan tongkat emasnya ke arah pintu goa yang ada di depannya itu. Hanya dengan satu hantaman, puing-puing batu yang menutup pintu goa itu hancur seketika oleh serangan Sena. Kini Sena dan Raksha bisa melihat sosok Rakshasas yang mengaung layaknya harimau raksasa yang hendak menerkam mangsanya, yakni Ardiman, Wanda, dan puluhan Pendekar Dewa Angin lainnya.“Astaga…baru pertama kali kulihat monster sebesar ini…” Sena mengencangkan pegangan tongkat emasnya sambil bersiaga penuh.“Monster itu masih mengincar Adriman. Kita punya kesempatan untuk menyerangnya dari belakang.” ujar Raksha sambil membuat telapak tangan kanannya memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sehingga membentuk pisau keris. Telapak tangan kirinya yang sudah menggenggam erat pisau kujang emas membuat dia semakin sigap dengan kemampuan silatnya.Namun Raksha tahu kalau Rakshasas bukanlah siluman biasa yang mud

  • Dendam Titisan Ashura   Munculnya Raksahsas

    “Wanda…bersiaplah. Akan kita serang mereka lagi sekaligus dengan jurus angin sakti!”Seruan keras Ardiman membuat Wanda langsung bersiaga sembari memasang kuda-kuda tegak. Dia melihat pusaka syal hijau pamannya kini memancarkan cahaya hijau sehingga angin tornado berputar kencang mengitari tubuh mereka dan pasukannya.Tepat setelah Ardiman mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah lima pengawal arwah elit yang sebelumnya menyerangnya, dia kini ikut mengarahkan telapak tangan kanannya. Angin kencang yang kini terkumpul di pusaka syal hijau Ardiman menguat, bersamaan dengan puluhan pendekar dewa angin yang baru saja menyembuhkan lukanya lalu ikut berkonsentrasi sehingga angin tornado Ardiman berputar semakin kencang.“Lima prajurit arwah itu tidak menyerang, paman! Ini kesempatan kita!” seru Wanda semangat.“Ya, kita-“Ardiman tiba-tiba berhenti menyeru ketika tanah yang dia, Wanda, dan puluhan prajuritnya pijak berguncang keras, sampai-sampai mereka hampir kehilangan keseimbangan dan

  • Dendam Titisan Ashura   Serangan Pengawal Elit Arwah Raksha

    “Pendekar Kanuragan Wiratama harusnya mampus!”Wanda berulang kali menyerukan hal itu dengan keki. Walau Birawa, Pendekar Kanuragan Wiratama yang dia dan keluarganya buru untuk keamanan Nusantara kini sudah mati, dia masih tidak terima kalau yang mengalahkan Birawa ternyata adalah Raksha dan Sena, dua Pendekar Kanuragan Wiratama yang kini paling hebat diantara pendekar kanuragan lainnya.Tidak hanya Keluarga Jaganita, Wanda ingat kalau keluarga lainnya dari Nismara, Mahadri, Pancaka, dan Bhagawanta pun belum menyerah untuk mengerdilkan Pendekar Kanuragan Wiratama sebelum mereka bergabung untuk ikut dalam kompetisi Turnamen Sembilan Bintang Langit.“…sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk memenjarakan mereka di Udayana, nak.”Ardiman tiba-tiba menanggapi Wanda, yang merupakan keponakannya.“Ya, paman! Mereka masih membawa bahaya di Udayana nanti, apalagi saat mereka mengikuti Turnamen Sembilan Bintang Langit!” seru Wanda.“Aku mengerti, nak. Banyak keluarga militer Kanezka yang mulai

  • Dendam Titisan Ashura   Rencana Perlawanan Raksha

    “Jangan lambat kalian!”Sena dan Raksha lagi-lagi disentak oleh pendekar dewa angin yang ada di belakang mereka untuk melangkah lebih cepat. Mereka berdua tengah dalam perjalanan ke ujung utara hutan, dimana disana banyak bangunan rumah yang dibuat oleh pendekar dewa angin sebagai tempat mereka beristirahat dan berlatih di Pulau Babar.Raksha mengedarkan pandangannya sekilas. Dia melihat ada dua puluh lebih bangunan rumah yang jaraknya antar tumah sekitar 50 kaki tersebar di ujung hutan ini. Tidak banyak pohon yang tersebar di ujung hutan ini sehingga Raksha bisa merasakan kalau pendekar dewa angin yang ada disini lebih bebas untuk beraktivitas di tempat ini.Raksha yang awalnya mengira dia dan Sena akan dibawa ke salah satu rumah tersebut ternyata salah. Para pendekar dewa angin menyuruh mereka masuk ke salah satu goa yang ada sekitar 60 kaki di arah selatan tempat perumahan tersebut. Ketika Raksha melihat goa yang sempit itu dan jeruji di pintu goanya, dia baru sadar kalau para pen

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Militer Jagadita

    “Yang Mulia, ternyata benar, pasukan Kanezka tengah mendatangi goa ini dengan persenjataan lengkap.”Bisikan Sakuntala yang terdengar hanya di dalam hati Raksha kala itu sempat membuat Raksha berhenti mengubur mayat terakhir di Goa. Dia melirik Sena sekelabat, setelah dia memastikan kalau Sena masih sibuk mengubur, dia kembali fokus ke Sakuntala.“Berapa kekuatan?” tanya Raksha berbisik.“Tidak banyak, Yang Mulia. Sekitar 30 kekuatan. Mereka semua mengenakan seragam pendekar silat Udayana berwarna hijau.” jawab Sakuntala.“….berarti mereka dari Padepokan Kanuragan Wayu. Kenapa mereka ada di pulau ini?”“Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tetapi saya bisa merasakan hawa membunuh dari mereka. Harap berhati-hati, Yang Mulia Raksha.”Raksha diam sejenak lalu berpikir. Dia tahu kalau Padepokan Dewa Angin dan Padepokan Dewa Air seringkali berkoalisi dan bertukar ilmu ajian sakti sehingga dia tidak heran melihat Wanda Jagadita dan Taksa Nismara bisa menguasai jurus pengendalian air dan angin

DMCA.com Protection Status