“Gimana bisa bayar sekarang?” tanya Bu Salma. Mutia sudah kembali ke kantor, karena dokumen sudah ditunggu Pak Samsul.
“Maaf Bu, kami tidak punya uang sebanyak itu.” jawab Fatma tertunduk.“Lalu gimana kalau tidak punya uang?” tanya Bu Salma.“Biarkan Ibu kami bekerja disini Bu, untuk membayar ganti rugi.” kata Fatma.“Fatma...kamu nyuruh Ibu jadi asisten rumah tangga disini,” kata Bu Siti protes.“Mau bagaimana lagi,Bu. Kita tidak punya uang untuk ganti rugi sebanyak itu.” kata Fatma.“Begini saja, sekarang kalian pulang dulu, aku pertimbangkan dulu usul Fatma tadi.” jawab Bu Salma. Mereka pulang dengan kekecewaan, Fatma menyalahkan Ibunya yang telah ceroboh.“Ibu gimana sih, malah bikin masalah baru sama Bu Salma.” kata Fatma.“Kamu juga ngapain usul buat Ibu kerja disana. Masa iya Ibu jadi ART dirumah Bu Salma, malu dong ma.” protes Bu Siti.“Sudah kalian berdua sama saja, biang rusuh.” kata Bu Silvi.“Kamu itu kan punya uang, bantu mbak dong vi. Kamu kan adik mbak masa tega lihat mbak jadi pembantu.”kata Bu Siti.“Kan mbak yang bikin masalah, ya udah mbak yang tanggung jawab kenapa malah minta sama Silvi.” jawab Bu Silvi sewot. Sepanjang perjalanan pulang mereka hanya saling menyalahkan satu sama lain. “Jangan sangkut pautkan aku dengan masalah mbak Siti sama Bu Salma ya. Silvi nggak mau ikut campur lagi.” kata Bu Silvi.“Dasar adik nggak tahu balas budi, nyesel aku dulu bantu kamu.” kata Bu Siti.Bu Siti dan Fatma keluar dari mobil Bu silvi.Malam harinya saat berkumpul diruang tengah sambil menonton televisi Bu Salma bercerita pada Pak Samsul dan Mutia tentang usul Fatma.“Gimana Tia, kalau Bu Siti jadi pembantu kamu selama kamu didesanya?” kata Bu Salma.“Boleh saja Ma, suruh dia Carikan kontrakan sekalian.” kata Mutia.“Tapi sepertinya Bu Siti keberatan Tia. Tadi aja protes sama Fatma.” kata Bu Salma.“Pastilah Ma, mereka kan gengsi apalagi kalau jadi pembantu didesa sendiri.” jawab Mutia.“Biar besok mama panggil Fatma dan Bu Siti kemari, kamu ke kantor agak siangan saja ya.” kata Bu Salma.“Iya ma, nanti saya kasih tahu Amalia dulu.” kata Mutia.“Okelah kalau begitu,” jawab Bu Salma.“Apa tidak kasihan sama Bu Siti?” tanya Pak Samsul.“Ngapain Pa kita kasihan sama dia. Dia aja jahat sama Mutia dulu.” kata Bu Salma.“Sudahlah terserah kalian saja, Papa mau tidur saja.” kata Pak Samsul beranjak untuk pergi ke kamarnya.“Tunggu Mama Pa,” kata Bu Salma mengejar Pak Samsul. Mereka masih tampak seperti anak muda, hubungan mereka sangat bahagia dan harmonis sekali. Mutia nampak senang melihat kebahagiaan keluarga Pak Samsul. Mutia pergi ke kamar untuk istirahat karena sudah malam. Paginya Mutia mberi kabar pada Amalia bahwa dia akan berangkat siang, sedangkan Bu Salma sudah mengundang Fatma dan Bu Siti kerumah Bu Salma.“Selamat pagi Bu Salma!” sapa Fatma.“Selamat pagi Fatma dan Bu Siti!” balas Bu Salma.“Ada apa Bu Salma memanggil kami kesini?” tanya Fatma.“Begini mengenai ganti rugi kemarin saya sudah diskusikan dengan Tia. Bagaimana kalau kalian carikan rumah dikampung kalian untuk Tia.” jawab Bu Salma.“Ganti ruginya hanya carikan rumah saja Bu?” tanya Fatma senang.“Bukan tapi aku ingin Bu Siti kerja dirumah Tia nantinya. Bu Siti harus bantu-bantu dirumah Tia yang dikampung kalian.” kata Bu Salma.“Hah maksud Bu Salma, saya harus jadi pembantunya Tia?” tanya Bu Siti kaget.“Ya begitulah, bagaimana kalian setuju kan?” tanya Bu Salma. Bu Siti melirik kearah Tia, dia berharap Tia menolak dia menjadi pembantunya. Namun Tia hanya diam saja tanpa berkata apapun.“Kalau kalian tidak mau ganti rugi dengan cara seperti itu mau dengan apa lagi?” tanya Bu Salma.Fatma dan Bu Siti saling memandang, Bu Siti tampak kesal.“Baiklah saya bersedia Bu.” jawab Bu Siti menahan kesal.“Iya kami bersedia dengan satu syarat,” kata Fatma. Semua mata tertuju pada Fatma. “Rahasiakan ke warga sekitar bahwa Ibu saya pembantu.” tambah Fatma.“Baiklah saya setuju,” jawab Tia yang sedari tadi hanya diam. “Karena keputusan sudah diambil saya ingin segera berangkat kerja. Tolong carikan rumah yang paling bagus dikampung kalian. Soal biaya jangan khawatir berapapun itu akan saya bayar.” jelas Tia lalu pamit untuk berangkat kerja.“Sombong sekali,” decis Fatma."Apa kamu bilang?" tanya Bu Salma yang mendengar perkataan Fatma.
"Tidak apa-apa Bu, saya hanya ngomel sendiri tadi." jawab Fatma.
"Kamu kira aku tuli? Jelas sekali kamu bilang bahwa Tia sombong." bantah Bu Salma.
"Maaf mungkin Bu Salma salah dengar, maafkan kami Bu Salma." kata Bu Siti.
"Iya maafkan kami Bu Salma." tambah Fatma.
"Kalau kalian sudah dapat rumahnya hubungi saya. Saya yang akan bayar sendiri rumah itu. Saya takut jika kalian yang saya suruh membayar akan kalian korupsi." kata Bu Salma sinis.
"Bu Salma sebaiknya percayalah semuanya pada kami. Kami tidak akan mengecewakan Bu Salma dan Tia." kata Fatma meyakinkan Bu Salma.
"Baiklah akan aku percayakan pembelian rumahnya nanti, tapi ingat jangan sampai korupsi." kata Bu Salma dengan nada ancaman.
"Tenang saja Bu Salma, kami tidak akan berani korupsi uang Ibu. Kami memang orang miskin tapi kami tidak akan korupsi Bu." kata Fatma tersenyum.
"Baiklah kalian pulang saja sekarang, saya mau pergi." kata Bu Salma.
"Bu bolehkah saya disini beberapa saat? Kalau Ibu mau pergi tidak apa-apa kami hanya ingin melihat-lihat rumah Ibu." pinta Fatma.
"Tidak, aku takut kejadian kemarin terulang kembali. Mendingan sekarang kalian pulang saja." usir Bu Salma.
Namun Fatma dan Bu Siti tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia masih diam ditempat duduknya dengan tenang.
"Kalian tidak dengar apa kataku tadi?" tanya Bu Salma.
"Ingin lihat-lihat saja kenapa tidak boleh, mentang-mentang kita orang miskin." kata Bu Siti.
"Aku hanya antisipasi saja karena kalian susah untuk dipercaya. Kalian pergi atau aku panggilkan satpam untuk mengusir kalian?" bentak Bu Salma.
"Baiklah kita akan Pulang tapi ingat kalian membutuhkan kita berdua." kata Bu Siti.
"Terserah kalian, "kata Bu Salma lalu masuk kedalam kamarnya.
Fatma dan Bu Siti tampak kesal dengan perlakuan Bu Salma yang sok kaya.
"Ayo pulang Fatma!" ajak Bu Siti sambil menarik lengan Fatma.
"Tapi Bu, akj ingin foto-foto disini duku." kata Fatma lalu selfie - selfie dirumah Bh Salma.
Bu Salma yang sudah keluar dari kamar menggelengkan kepalanya.
"Masih betah saja disini." kata Bu Salma sinis.
"Sebentar lagi kita pulang Bu, ini lagi selfie dulu." kata Fatma tanpa rasa malu.
"Oh ya aku akan menunggu sampai kalian pulang." kata Bu Salma lalu duduk disofa.
"Bu Salma lebih baik pergi saja jangan nunggu kita." kata Fatma.
"Ini rumah saya kenapa kalian yang mengatur saya?" tanya Bu Salma kesal.
"kami tidak bermaksud mengatur Ibu, daripada Ibu nanti terlambat datang ke acaranya." jawab Bu Siti.
"Ah alasan kalian saja biar kalian leluasa disini kan? Bilang saja begitu susah amat." kata Bu Salma. "Kalian kan orang susah pasti lihat rumah mewah seperti ini ingin pamer." kata Bu Salma menyombongkan diri. Sebenarnya Bu Salma orang yang baik namun dia kesal dengan Fatma dan Bu Siti yang telah menyakiti Mutia.
"Bu Salma jangan sombong ya, meskipun kami miskin dimana Ibu tapi tidak dikampung kita. Dikampung aku sudah tergolong orang berada loh Bu." kata Fatma.
"Orang berada ganti rugi aja nggak kuat kok ngaku orang berada hahahah." Tawa Bu Salma menggema.
Bu Siti dan Fatma sangat kesal dengan kesombongan Bu Salma. Mereka merasa direndahkan oleh Bu Salma.
"Awas saja akan aku beri perhitungan pada putri mu nanti setelah dia pindah." bisik Bu Siti pelan sekali.
"Masih mau bilang orang kaya lagi?" tanya Bu Salma. "Sudahlah pulang saja, kalian sudah bikin saya emosi daritadi." usir Bu Salma.
"Ayo Bu kita pergi dari sini!" ajak Fatma menarik lengan Bu Siti yang masih enggan untuk pulang.
"Aduh jangan tarik Ibu, Ibu bisa jalan sendiri." Oke Bu Siti pada Fatma.
Mereka pulang dengan gontai, karena tidak bisa memenuhi keinginan.
"Bu Salma benar-benar sombong sekali." omel Bu Siti. "Lihat saja nanti kalau putri kesayangan dia tinggal dikampung kita. Ibu akan beri perhitungan pada dia. Biar putrinya yang menerima ganjaran atas apa yang dia lakukan pada kita." kata Bu Siti kesal sambil memukul-mukul tubuhnya.
"Benar sekali Bu, aku aja ikut kesal. Mentang-mentang kaya jadi sombong sekali sampai merendahkan kita." kata Fatma. "Tapi Bu kalau bisa kita cari perhatian pada putrinya biar kita bisa manfaatkan putrinya itu. Siapa tahu bisa jadi ladang uang buat kita." usul Fatma.
"Iya juga sih fatma, kalau dia royal sama kita kan enak ya. Tapi kalau Ibu harus jadi pembantunya itu loh Ibu keberatan. Kamu kan tahu sendiri Ibu ini anti disuruh-suruh." kata Bu Siti.
"Bu andaikan Arman masih hidup bisa kita jodohkan dengan Tia putrinya Bu Salma itu. Sayang Arman sudah tiada, nasib-nasib kok malang begini." kata Fatma.
"Benar juga tapi semua sudah terlanjur, Arman sudah tiada. Semenjak tidak ada Arman kehidupan kita jadi ngenes." kata Bu Siti sedih.
"Iyalah Bu, nggak ada yang memberi kita uang bulanan lagi. Padahal kalau dulu ada Arman kita dapat uang tiap bulan. Dan Arman juga lebih memilih kita daripada istrinya." kata Fatma.
"Oh ya gimana ya nasib Mutia sekarang? Apalagi Ibunya sudah tiada?" tanya Bu Siti penasaran.
"Ah ngapain kita mikirin mantan ipar itu, bikin pusing. Mending kita lakukan tugas kita mencari rumah untuk Tia." kata Fatma tidak ingin membahas Mutia lagi.
"Dengar-dengar rumah Bu zaenab mau dijual loh Fat, nanti sore kita kesana." kata Bu Siti semangat.
"Iya Bu kita nego saja harganya biar kita dapat banyak untung nanti." kata Fatma.
"Iyalah ngapain kita repot cariin rumah buat Tia kalau nggak nguntungin kita. Lagi pula Bu Salma tidak memberi kita uang bensin sama sekali. Orang kaya tapi pelit banget." kata Bu Siti.
"Biarin aja Bu nanti kita nego sejarah-murahnya." kata Fatma sambil membuka aplikasi f******k dia memosting foto dirumah Bu Salma tadi dengan caption, "Tidak perlu sombong meskipun kaya" begitu kata pada foto tersebut.
Bu Siti masuk kedalam rumah Fatma lebih tepatnya rumah Almarhum Arman.
"Fatma...," teriak Bu Siti.
Fatma segera berlari mendekati ibunya yang berada didapur.
"Ada apa Bu?" tanya Fatma kesal karena dia belum puas main f******k.
"Lihat tuh dapur kayak kapal pecah begitu. Piring,sendok dan gelas kotor dimana-mana. Belum lagi itu wajan semua kotor nggak dicuci." ucap Bu Siti menunjuk beberapa piring kotor yang berserakan.
"Itu kan tugas mas Ulum, dia kan nganggur jadi aku suruh beres-beres rumah. Eh malah makin berantakan. Kemana juga tuh orangnya nggak kelihatan batang hidungnya daritadi." kata Fatma mencari keberadaan suaminya itu.
"Daripada kamu nunggu suamimu yang entah kemana mending kamu sendiri yang bereskan. Ibu jijik lihat dapur kotor begini.'' perintah Bu Siti.
"Ogah Bu, itu tugas Mas Ulum bukan tugas Fatma. Salah siapa dia nggak punya kerjaan kan jadi harus bantu aku urus rumah." bantah Fatma.
"Kalau gitu cepat cari suamimu sana." kata Bu Siti kembali keruang tamu.
Fatma mencari Ulum kedalam kamar, ternyata tidak ada. Dia mencari ke kamar mandi hasilnya nihil. Lalu dia menelfon suaminya ternya ponselmya tertinggal dikamar.
"Kemana suamiku ini?" tanya Fatma mondar-mandir didepan rumah.
"Fatma kamu ngapain kok mondar-mandir begitu?" tanya Bu Ismi.
"Cari suamiku Bu, apa Bu Ismi lihat suamiku?'' tanya Fatma.
"Tadi aku lihat dia ada diwarung janda tuh." jawab Bu Ismi.
"Warung sonia itu?" tanya Fatma.
"Iya, Siapa lagi kalau bukan dia." jawab Bu Ismi.
Fatma langsung saja mendatangi warung Sonia.
"Mas Ulum...," teriak Fatma dari kejauhan.
Ulum tampak kaget melihat kedatangan istrinya yang sedang marah.
"Mas Ulum...pulang sekarang!" teriak Fatma dengan berkacak pinggang. Semua orang yang ada diwarung Sonia melihat kearah Fatma.
"Ayo pulang!" ajak Fatma menarik tangan suaminya."Loh Mas Ulum belum bayar Mbak." kata Sonia."Ngutang dulu," jawab Fatma."Nggak Mbak, cuma beli kopi kok ngutang. Katanya situ orang kaya masak beli kopi ngutang." bantah Sonia."Eh janda ganjen kamu tuh ya baru punya warung kayak gubuk gitu aja udah sombong minta ampun." kata Fatma tidak mau kalah."Pokoknya bayar sekarang," bentak Sonia.Ulum hendak mengambil uang disaku celananya namun dicegah oleh Fatma. "Nggak usah bayar mas," kata Fatma."Biar aku bayar dek, malu kalau kopi saja ngutang." jawab Ulum yang malu dilihat banyak orang."Mas kamu itu gimana sih, oh jangan-jangan mas suka sama janda gatel itu." kata Fatma berasumsi sendiri."Nggak dek, Mas hanya cinta sama kamu seorang." kata Ulum."Alah kamu mas bilang cinta nyatanya baru aku tinggal sebentar udah main kesini." kata Fatma."Tapi aku tidak suka sama Sonia dek." kata Ulum."Ngaku saja
PlakSebuah tamparan mendarat dipipi Pak Warto."Tega sekali kamu Pak," kata Bu Siti sambil terisak tubuhnya lemas hingga merosot jatuh kelantai."Mendingan Bapak pergi dari sini, bawa baju Bapak." usir Fatma."Tolong maafkan Bapak Bu, Bapak nggak tahu kalau akan menyebar vidio itu. Bapak juga tidak tahu siapa yang merekamnya." kata Pak Warto."Sudah cukup Bapak pergi sekarang." teriak Bu Siti.Bu Siti masuk kedalam rumah mengambil semua baju Pak Warto dan melemparnya ke teras."Bawa pakaian kamu," teriak Bu Siti.Pak Warto memunguti bajunya lalu membawanya."Maafkan Bapak,Bu." kata Pak Warto berjalan menjauhi rumah yang selama ini dia tinggali bersama keluarganya.Fatma seketika panik ketika digrup RT dan beberapa Grup arisanembahas vidio viral Pak Warto."Bapak pergi meninggalkan aib," kata Fatma kesal. "Semua grup whatsapp menggunjingkan keluarga kita Bu." kata Fatma.Bu Zuli datang,"Udah lihat bu
"Baik Mbak saya akan kesana." kata Bu Siti.Fatma dan Ulum mengantar Bu Siti kerumah sakit yang disebutkan. Benar disana terlihat Pak Warto terbaring sakit diatas ranjang."Dengan keluarga Pak Warto?" tanya seorang perawat."Iya sa istrinya," jawab Bu Siti."Mari ikut saya menemui Dokter." kata Perawat."Ayo Fat temanin Ibu!" ajak Bu Siti. Fatma pun menemani Bi Siti keruagan Dokter. Sedangkan Ulum menunggu didepan ruangan Pak Warto.Sesampainya diruangan dokter, mereka duduk."Keluarga Pak Warto ya?" tanya Dokter."Iya pak saya istrinya," jawab Bi Siti."Begini Bu Pak Warto akan lumpuh karena kakinya mengalami benturan yang sangat keras." tutur Dokter."Apa lumpuh dok?" tanya Fatma."Iya Mbak, kami berharap keluargamu memberikan Pak Warto dukungan dan semangat agar bisa menerima kenyataan." kata Dokter."Baik dok," kata Bu Siti.Mereka lalu keluar dari ruangan Dokter tersebut."Mas Bapa
"Ya ampun Bu Salma repot-repot kemari." kata Bu Siti tersenyum."Ini Bu ada sedikit bingkisan." kata Tia memberikan parcel buah pada Bu Siti."Terimakasih Tia, Terimakasih juga sudah memberi Ulum pekerjaan." kata Bu Siti."Oh ya Fatma kok tidak ada disini Bu?" tanya Bu Salma."Fatma pulang sore tadi Bu, kita gantian jaga Bapak." kata Bu Siti."Silahkan duduk Bu Tia!" kata Ulum pada Tia."Terimakasih Pak," jawab Tia lalu duduk disofa bersama Bu Salma."Sepertinya saya pernah lihat suami Bu Siti ya? Tapi dimana? Oh iya aku lupa vidio viral itu ya." sindir Bu Salma."Itu bukan suami saya Bu," sanggah Bu Siti."Alhamdulillah kalau bukan suami Ibu, soalnya kasihan kalau suami Ibu." kata Bu Salma."Ya nggak lah Bu," kata Bu Siti dengan senyum yang dipaksakan."Soalnya mirip sekali," kata Bu Salma. "Oh ya ini ya suami Fatma?" tanya Bu Salma melihat kearah Ulum yang berdiri."Iya Bu, dia suaminya Fatma." jaw
"Itu teman Fatma Mas," kata Fatma."Tadi katamu tidak ada tamu?" tanya Ulum."Maaf Fatma berbohong," kata Fatma."Kamu ada hubungan apa dengan dia? Kalian terlihat begitu mesra." tanya Ulum."Dia hanya temanku," kata Fatma.Ulum masuk kedalam kamar, saat duduk diatas ranjang Ulum menemukan bungkus alat kontrasepsi diatas ranjang."Fatma...," panggil Ulum dengan nada tinggi."Ada apa sih Mas? Kok marah?" tanya Fatma berlari kekamar."Ini apa?" tanya Ulum menunjukkan bungkus alat kontrasepsi pada Fatma.Fatma sangat kaget, Ulum memeriksa tong sampah terdapat sebuah alat kontrasepsi bekas pakai disana."Siapa yang menjadi selingkuhan mu?" tanya Ulum."Aku tidak selingkuh Mas." sanggah Fatma."Ini sudah ada buktinya kamu masih mengelak? Jawab jujur Fatma." bentak Ulum."Maaf Mas saya melakukannya agar dapat uang buat kebutuhan kita." kata Fatma."Jadi kamu jual diri?" tanya Ulum penuh emosi
Hari ini Tia telah pindah kerumah barunya yang dia beli dari Bu Zaenab. "Akhirnya kamu pindah kesini Tia." kata Fatma. "Pasti dong, terimakasih Fatma udah bantu aku beli rumah ini." kata Tia senang. "Sama-sama kalau perlu apa-apa jangan sungkan minta bantuan saya ya." kata Fatma. "Baiklah," kata Tia. Fatma pulang Bu Siti segera kerumah Fatma dan meninggalkan Pak Warto sendiri. "Fatma mana bagian Ibu?" tanya Bu Siti. "Bagian apa Bu?" tanya Fatma pura-pura lupa. "Bagian Ibu dari hasil jual rumah ke Tia lah." kata Bu Siti. "Ibu kan nggak bantu apa-apa buat apa aku kasih bagian. Lagian untungnya cuma 2 juta Bu." kata Fatma sengaja membohongi Bu Siti padahal untungnya lebih dari 15 juta. "Gimana sih kamu nggak pinter nawar sih." kata Bu Siti. "Udah Ibu minta bagian 500ribu saja." tambah Bu Siti. "Nggak ada bagian Ibu lagian uang 2juta udah aku belikan cincin ini." kata Fatma menunjukkan cincin yang ba
"Fatma... Kenapa kaget?" tanya Pria itu. "Jordan...sedang apa kamu disini?" tanya Fatma. "Aku ingin bertemu dengan mu," kata Jordan. "Fatma aku duluan ya, karena aku udah ada janji." kata Hani. "Iya Han makasih ya," kata Fatma. Hani meninggalkan Fatma bersama Jordan. Mereka tampak kikuk saat berduaan seperti itu. "Fat apa kamu masih mencintaiku?" tanya Jordan. "Maksud kamu apa? Aku sudah punya suami Jordan." jawab Fatma. "Kit kan bisa perlindungan tanpa sepengetahuan suami kamu. Aku akan berikan apapun yang kamu mau." kata Jordan. "Benarkah? Apapun itu?" tanya Fatma. "Iya aku tidak berbohong Fatma." jawab Jordan meyakinkan Fatma. "Baiklah aku mau," kata Fatma. Cuma pulang kerumah diantar Jordan, ternyata Umum sudah dirumah. Melihat istrinya diantar lelaki membawa mobil Ulum geram. ""Siapa dia?" tanya Ulum. "Bukan urusan kamu," jawab Fatma "Kamu itu istriku jadi itu
Fatma mendekati Bu Siti, "Ibu ngapain kesini?" tanya Fatma."Siapa dia?" tanya Bu Siti."Dia Jordan Bu, ingatkan Jordan teman Fatma waktu sekolah." kata Fatma."Nak Jordan ini kamu?" tanya Bu Siti mendekati Jordan. "Ya ampun makin cakep saja." kata Bu Siti."Iya tante, maaf Jordan baru bisa main kesini. Soalnya Jordan sibuk mengurus perusahaan warisan papa." kata Jordan."Bu Jordan beliin Cuma tas bagus lih, ini tasnya." kata Atma menunjukan tasnya."Ya ampun ini tas mahal loh," kata Bu Siti kagum dengan tas mahal itu."Iya tante, kalau tante butuh sesuatu bisa hubungi Jordan ya tante. Jordan izin pulang dulu mau ke kantor." kata Jordan mencium tangan kanan Bu Siti."Baik nak Jordan serong-sering mampir kesini ya." kata Bu Siti."Baik tante," kata Jordan lali pergi dari rumah Fatma."Bu jangan bilang sama Mas Ulum ya, kalu aku dekat lagi dengan Jordan." kata Fatma."Bisa aja tapi harus ada uang tutup mulutn
Bu Umi hampir saja memarahi Viona karena dikira Sabrina jatuh karena Viona. Nyatanya Sabrina jatuh karena dia mengantuk dan ingin turun dati ranjang tapi malah terjatuh. "Ya sudah, ayo kita pulang Na! Kamu kan sudah mengantuk!" Mira membantu Sabrina berdiri. Sabrina menurut dengan Ibunya, dia segera pulang bersama Ibunya yang membawa jajan dari Bu Umi tadi. "Terimakasih ya Bu Umi," ucap Mira sembari keluar dari rumah Bu Umi. Mira dan Sabrina berjalan cepat kearah rumah Tia, karena Sabrina sudah mengantuk. Sesampainya di rumah Sabrina langsung masuk kamar. Tia membantu Mira mengeluarkan jajan dari Bu Umi. "Pnya buat besok aja Tia, dipanasin," kata Mira sembari menaruh opor ayam kedalam kulkas . "Iya Mbak, jawabnya banyak sekali Mbak?" tanya Tia. "Iya Bu Umi buat banyak tadi," jawab Mira. Setelah membantu Mira, Tia segera tidur besok dia ada acara fitting baju pengantin jadi harus bangun pagi. Tia juga akan melihat gedung
Tia masih berteriak, Tapi Sabrina tidak kunjung bangun. Tia tetap berusaha membangunkan Sabrina meskipun tidak bangun. "Jangan pergi kamu!" teriak Tia sambil menepis tangan kuntilanak. Tapi malah justru semakin dekat dan kuntilanak itu berhasil mencekik lehernya. Tia sampai sulit bernafas karena dicekik. "Tante bangun." Sabrina menggoyang-goyangkan tubuh Tia. Hingga akhirnya Tia terbangun. "Hantu..." teriak Tia. "Tante mimpi apa kok teriak-teriak sampai aku terbangun?" tanya Sabrina. "Aku mimpi ada hantu mencekik tante," jawab Tia sambil duduk. Tia lalu minum airputih yang ada dimeja dekat dia tidur. "Tante nggak berdoa sih pantas mimpi buruk," kata Sabrina. Tia hnya tersenyum melihat tingkah Tantenya. Mira dan Budipun akhirnya mengetuk pintu kamar Tia karena dengar teriakan Tia tadi. Sabrina membukakan pintu, Mira langsung mendekati Tia. "Kamu kenapa?" tanya Mira. "Tante mimpiin hantu Bu," kata Sabrina. Setelah
Bu Siti mencoba berdiri, begitu juga dengan Mira. Mira kesal sekali dengan tingkah Bu Siti yang ceroboh sekali. "Maaf Non, saya kira tadi sudah kering," kata Bu Siti. Namun, Mira hanya diam saja, dan pergi ke kamar bersama Sabrina. "Lain kali hati-hati Bu," kata Budi lalu lanjut menonton televisi. Bu Siti kembali ke dapur setelah lantai kering. Bu Siti merasa bersalah pada Sabrina dan Mira. Dia takut jika nanti dipecat oleh Tia, sedangkan dirinya butuh pekerjaan ini. "Semoga saja Non Tia tidak memecat aku, aku takut banget kehilangan pekerjaan ini. Karena dengan kerja disini aku bisa makan buat sehari-hari." kata Bu Siti. Dia lalu melanjutkan pekerjaannya dan sebisa mungkin tidak membuat kesalahan. Nyatanya Bu Siti sekarang lupa menanak nasi padahal sudah jam 12. Mira marah lagi kali ini dia tidak memberi ampun pada Bu Siti. "Kalau sudah bosan kerja disini itu bilang, jangan main lupa dan buat kesalahan gitu," omel Mira."Gara-gara kamu
Bu Siti segera mengambil lap dan pel dia membersihkan tumpahan minuman yang terjatuh. Bu Salma nampak masih kesal pada Bu Siti."Lain kali kalau kerja hati-hati jangan ceroboh. Bikin malu saja kamu Siti," omel Bu Salma."Iya bikin malu kita." Mira menimpali omelan Bu Salma."Maafkan saya Mir, Bu," ucap Bu Siti tertunduk karena mengaku dirinya salah.Desainer tadi kembali, dia sudah membersihkan bajunya. Tidak berapa la dia pamit karena akan pergi ke tempat lain. Dengan rasa malu Bu Salma meminta maaf atas kesalahan Bu Siti."Tidak a Bu, mungkin dia capek," kata Desainer itu lalu pergi membawa mobil putihnya."Untung saja dia nggak marah," kata Mira llu masuk kedalam rumah bersama Bu Salma. Tia hnya diam saja, dia daritadi tidak berbicara sepatah katapun saat Bu Siti melakukan kesalahan.Tia melihat jam ditangannya, tidak bera lama dia masuk kedalam kamar. Bu Salma nampak kasihan pada Tia."Mir, Tia kenapa?" tanya Bu Salma
Sahara dibawa ke rumah sakit terdekat oleh Mamanya. Tidak berapa lama Papanya datang, Sahara sudah sadar. "Maaf suaminya mana, Bu?" tanya Dokter. "Suami?" tanya Mama Sahara penasaran. "Dia lagi keluar kota Dokter," kata Mama Sahara bohong. "Pasien sedang hamil muda Bu, tolong lebih diperhatikan. Jangan biarkan dia stres," kata Dokter. Seketika mama dan Papa sahara kaget mendengar putrinya hamil. Mereka kecewa karena Sahara telah merusak kepercayaan mereka. "Apa dia hamil ak Frans?" tanya Papa Sahara setelah Dokter pergi. "Lebih baik Papa tanya Sahara," jawab Mama Sahara. "Sahara kamu hamil, siapa ayah dari bayi kamu itu?" tanya Papa Sahara. "Frans Pa," jawab Sahara sedih. "Dimana Frans dia harus bertanggung jawab," kata Papa Sahara. "Frans ditangkap polisi Pa," jawab Sahara. "Apa?" ucap Papa Sahara kaget. "Baru tahu kan, dulu aku bilang sama kamu nggak percaya," kata Mama Sahara ketus.
Akhirnya orang tua Frans pulang, Dewi tidak memaafkannya. Munif berharap Frans segera tertanggap dan bertanggung jawab atas perbuatannya. "Pa, kemana ya Frans melarikan diri?" tanya Mama Frans. "Sudah Ma, jangan pikirkan Frans lagi. Di sudah mencoreng muka kita. Papa berharap dia segera tertangkap. Papa tidak mau dia berkeliaran." jawab Munif. "Mengapa dia jadi anak yang begini sih," kata Mama frans memijat kepala dia yang terasa pusing. Mereka kembali ke rumahnya, mereka tidak mau berurusan lagi dengan Frans, sudah cukup Frans membuat aib kekuarga. Semuanya sudah kecewa terhadap tindakan Frans itu. Tindakan kriminal yang telah menjadikan orang lain korbannya. Biarkan sa dia hidup tanpa keluarga, biar dia merasakan betapa pentingnya keluarga. ** Ditempat lain Frans merasakan betapa susahnya dikota orang tanpa uang yng cukup. Dia sudah beberapa kali menjambret tapi belum cukup. Dia terpaksa terus menjambret agar dapat uang. Itu salah sa
Jenazah Sania dibawa ke rumah Dewi, Bu Siti dan Tia mendampingi Dewi. Tidak berapa lama tetangga dan saudara Dewi berdatangan. Semua menguatkan Dewi, saat ini Dewi menjadi sebatang kara karena Sania telah menyusul sang Papa."Aku dengar dia meninggal karena dibunuh ya?" tanya Novi pada sonia."Iya aku dengar yang membunuh adalah Frans orang yang dulu melamar dia. Kasihan sekali Sania," kata Sonia."Pantas kau dia seperti itu, selama ini dia kan jahat. Kalau aku jadi Tia nggak mau lah ikut takxiah kesini," kata Novi."Iya dia kan sudah jahat pada Tia dan keluarga Malik. Tapi nyatanya mereka malah takziah, berarti mereka telah memaafkan Samua." kata Sonia.Mereka merasa kasihan pada Dewi yang kini tinggal sendirian setelah kepergian Sania. Sania segera dimakamkan karena sudah sore sekali. Beberapa tetangga ikut kepemakaman Sania. Mereka merasa kasihan terhadap Sania yang meninggal karena dibunuh.Semua saudara Dewi tidak ada yang menginap diru
"Kamu berniat mengacaukan acara ini dengan memberi racun ini pada makanan ini semua?" tanya Tia. Frans tidak menjawab malah kabur begitu saja. Dia berlari lewat pintu belakang, Tia tidak akan tinggal diam jika Frans masih nekat. Tia kembali kedepan, Malik tampak mencurigai Tia. "Ke kamar mandi kok lama sekali?" tanya Malik. "Aku bertemu pengacau tadi, untung aku memergokinya. Kalau tidak kita sudah keracunan." jawab Tia. "Maksud kamu apa?" tanya Malik. Tia lalu menceritakan kejadian tadi pas dia ke kamar mandi. Dia melihat Frans hampir menuangkan racun ke makanan acara Amalia ini. Tia akan memberitahu Pak Samsul agar Frans diberi sanksi karena hendak melakukan tindakan kriminal. Frans tampak kebingungan karena dia gagal mengacaukan acara Amalia dan Jaka. Dia menyuruh orang untuk menculik Amalia nanti malam. *** Di rumah sakit, Sania sudah sadar. Dia bertanya pada perawat apa yang terjadi pada d
Setelah kejadian di rumah sakit itu, Amalia dan Jaka melaksanakan mengumumkan pertunangan mereka pada semua orang.Sania yang tahu hal itu tertawa puas, karena melihat Frans yang patah hati. Frans sakit hati dan tidak terima atas keputusan Amalia.Siang itu setelah Amalia mengundang teman kerjanya ke acara pertunangan mereka. Frans langsung marah, dia mendekati Amalia yang selama beberapa hari ini cuek padanya."Apa kamu yakin dengan pilihan kamu?" tana Frans yang beras didepan meja kerja Amalia."Mengapa tidak? Tidak ada alasan buat menolak Jaka," kata Amalia tanpa menatap Frans."Apa kamu tidak mencintai ku?" tanya Frans."Ah apa? Cinta kamu?" tanya Amalia." Jangan gila kamu," tamu Amalia.Mendengar jawaban Amalia Frans marah, dia menggebrak meja kerja Amalia."Beruntung aku nggak milih kamu," kata Amal. "Kamu seperti monster kalau marah," kata Amalia lagi. Semua karyawan melihat mereka berdua. Karena ulahnya itu Frans