Beranda / Horor / Dendam Sang Tumbal / Kedatangan Jenggala Manik

Share

Kedatangan Jenggala Manik

Penulis: Dinara Sofia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 22:39:12
Fitri dan Sari saling bertukar pandang mendengar ucapan pemuda yang baru saja datang itu.

"Ayo bantu ibu, Jun," ajak wanita itu.

"Berapa biaya makan kami tadi, Bu?" tanya Fitri.

Pemilik warung menyebutkan harga, Fitri segera membayar dan bergegas pergi kembali ke kos bersama Sari. Sesekali kepalanya melihat ke arah langit.

Sari tampak bingung dengan sikap Fitri yang seolah mengerti dengan apa yang diucapkan oleh pemuda itu dan juga aneh selalu menatap ke arah langit dan menoleh ke belakang dengan wajah ketakutan.

"Fit, emangnya kamu bisa liat hantu?" tanya Sari.

"Boro-boro bisa liat hantu, kalau malam denger suara air galon bunyi sendiri aja takut. Seolah-olah ada hantu dan dia bilang lagi haus hahaha," jawab Fitri.

Gadis itu berusaha menutupi ketakutannya dengan candaan. Keduanya tertawa terbahak-bahak. Tentu saja Fitri tidak menyebutkan jika dirinya mampu. Dia sekarang bisa melihat mahluk halus karena ilmu yang disembunyikan pada sebuah benda yang menggantung di lehernya.

Tiba-tiba a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Sang Tumbal   Perubahan Rendra

    "Aaaa ..." teriak Rendra.Tubuhnya terjatuh ke samping karena di dorong oleh Wahini. Lelaki itu meringis kesakitan.Bola api yang menyerang Rendra kini menghantam pintu rumahnya. Anehnya, api itu padam dengan sendirinya saat menyentuh pintu.Mata Rendra terbelalak ketakutan melihat sesosok iblis yang sangat tinggi yang keseluruhan tubuhnya berwarna merah menyala, bahkan kini bola matanya yang juga berwarna merah sedang memandang ke arahnya."Matilah!" teriak Jenggala Manik.Lima buah bola api keluar dari telapak tangan Manik Jenggala, ukurannya sebesar bola kaki kini bergerak sangat cepat mengarah kepada Rendra, Rahayu, Trisula kembar serta Soleh.Soleh melompat ke depan, membaca sebuah doa, lalu mengangkat tangannya ke atas seolah menggenggam sesuatu."Cambuk Sewu Geni, keluarlah!" perintah Soleh.Tiba-tiba saja sebuah cemeti berukuran besar sudah berada di dalam genggamannya. Soleh memukulkan benda yang ada di genggamannya itu di udara, sesuai dengan namanya, cemeti itu mengeluarkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Dendam Sang Tumbal   Perdebatan Wunisa

    "Hahahaha, menggelikan sekali. Manusia penakut sepertimu akan menghukumku? Lucu sekali," cemooh Jenggala.Rendra mengucapkan basmalah, lalu mulai menyerang. Manik Jenggala yang meremehkan Rendra pun terkena tusukan di mata kirinya.Raungan Jenggala Manik pun menggema. Cairan berwarna hijau kemerahan berbau sangat busuk pun mengalir dari arah matanya."Kurang ajar!" pekik Jenggala Manik.Kini iblis itu menyerang dengan senjatanya yang berbentuk gada, namun, saat akan mendekati targetnya, benda itu berubah menjadi pedang. Rendra menangkis dengan tongkat di tangannya. Percikan api pun membakar pohon dan beberapa pondok kayu yang berada tak jauh dari mereka.Rendra menendang paha Jenggala Manik dan iblis itu terjatuh karena memang tenaganya sudah terkuras saat menghadapi Rahayu."Aku akan kembali dan akan membunuhmu!" teriak Jenggala Manik.Sosok itu pun menghilang. Petir masih menyambar dan hujan deras menghiasi malam itu. Lolongan anjing mulai terhenti.Tubuh Rendra kembali ke ukuran se

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Dendam Sang Tumbal   Kunit Kembali

    “Ya, ini aku. Apa kau merindukanku?” tanya Kunit. Posum berpindah tempat dan menyandarkan kepalanya di bahu Kunit sahabatnya itu. Tentu saja hanya menyandarkan kepala, karena tidak bisa merentangkan tangan untuk memeluk. Rendra menoleh ke kanan dan kirinya, tidak ada tampak siapapun berada halaman itu. Yang ada hanyalah halaman yang tampak kacau dari beberapa tanaman serta bunga kesayangan ibunya, yang rusak akibat pertempuran itu. Wajahnya tampak cemas, karena, jika Ratri melihat hal ini pasti akan marah besar. “Ibu pasti ngamuk kalau lihat ini.” Gumamnya kesal, sambil berlalu meninggalkan Wunisa yang masih saja mengomel. Suasana desa itu terasa sunyi dari nyanyian binatang malam. Hanya suara air hujan yang menari di atas atap dan suara guruh yang sesekali terdengar menghiasi malam. Desau angin sesekali menggoda dengan membelai dedauan yang di lewatinya. Udara sangat dingin, Rendra melipat kedua tangannya di dada dan melangkah masuk ke dalam kamar. Sesampainya di sana, lelaki itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-21
  • Dendam Sang Tumbal   Hari Pertama

    “Saya adalah wujud dari pusaka Kembang Wijaya, Tuan,” jawabnya. Soleh menatap lelaki itu, wajah itu akrab sekali baginya. seperti pernah mengenalnya, entah di mana. Rendra pun bertanya kepada lelaki itu, apa yang harus dilakukannya. “Saya tidak bisa mengatakan apapun, Tuan. Hanya anda yang mengetahui bagaimana caranya,” tutur lelaki itu. Sosok wujud dari pusaka itu pun menghilang, Rendra duduk bersila di atas tempat tidurnya. Lelaki itu memejamkan matanya lalu fokus mencari jawaban di dalam diamnya. Sinar berwarna putih keperakan yang menyilaukan kembali keluar dari dalam dadanya. Tubuh Wahini dan Wahiru yang sedang duduk bersila melayang lalu berhenti tepat di depannya. Rendra membuka mata, kedua telapak tangannya di letakkan di dada keduanya. Jeritan kesakitan terdengar saat sinar putih itu masuk ke dalam tubuh Wahini dan Wahiru. Lelaki itu terbayang perjuangan keduanya, air matanya menitik karena terharu. Benaknya terus saja merutuki dirinya yang penakut. Rasa bersalah bergela

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-21
  • Dendam Sang Tumbal   Aneh

    Fitri menoleh ke arah suara, wanita itu kini sudah berada di sisinya dan menatapnya seolah akan menelannya saat itu juga. Gadis itu menelan air liurnya dengan susah payah, wajahnya kini pucat. Saat akan menjawab, Fitri melihat mata wanita yang menyapanya itu sudah berubah menjadi hitam gelap seperti malam kelam. Sari menyikut lengan Fitri, gadis itu tergagap. “Maafkan saya, Bu. Gugup sekali dan juga saya lapar karena belum sarapan,” tutur Fitri. “Panggil saya Bu Sinta, pemilik supermarket ini. Baiklah, maju ke depan dan perkenalkan dirimu,” perintah Sinta. Fitri pun memperkenalkan dirinya kepada karyawan lainnya. Kemudian satu persatu karyawan itu memperkenalkan dirinya berikut dengan jabatannya. Tampak seorang lelaki tampan berkulit putih menatapnya tajam. “Baiklah, Fitri hari ini berada di bagian pembelian sebagai kasir, menggantikan Hilda yang tidak masuk selama seminggu. Panji, dia adalah anggotamu, ajari dengan baik,” titah sinta. Lelaki itu mengangguk pelan dan tampak tak a

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-21
  • Dendam Sang Tumbal   Tak Sengaja

    Wajah Fitri memerah, napasnya tersengal seiring dengan dadanya yang naik turun. Cekikan itu semakin kencang, bahkan paru-parunya seakan ingin meledak. ‘Allahuakbar ... Allahuakbar, Lailahailallah,’ ucap Fitri di dalam batinnya. Gadis itu memejamkan matanya dengan air mata menetes. Brak. Tubuh Fitri terhempas ke belakang, saat cahaya biru melesat keluar dari balik bajunya. Tangan yang mencekiknya menghilang, begitu juga dengan kepala tanpa tubuh yang berada di atas mejanya itu. “Alhamdulillah ... “ ujar Fitri. Gadis itu lalu mengambil sebuah cermin untuk melihat lehernya. Tampak jelas bekas cekikan berada di sana. Fitri kembali terkejut, tatkala sesosok nenek berada di belakangnya. Gadis itu segera membalikkan tubuhnya, tidak ada apapun. Dia kembali melihat cermin, sosok itu masih berada di sana. Sosok itu seakan mengatakan sesuatu kepadanya. Rasa takut membuat tangan gadis itu gemetar, sehingga cermin yang berada di tangannya pun ikut bergetar. Fitri berusaha meneguk salivanya de

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-25
  • Dendam Sang Tumbal   Sari Terkejut

    Wajah Sinta tampak mengerikan, persis seperti ular dan selalu mendesis. Rambutnya tiba-tiba berubah sangat panjang, dan acak-acakan. Bagian tubuh yang lainnya juga sudah menjadi ular kini seolah sedang berdiri tegak. Kedua tangannya bersisik seolah ingin menggapai sesuatu. Air terus saja mengalir membasahi tubuhnya, taring mulai muncul satu persatu. Guyuran air itu seakan tidak bisa meredam panas di dalam tubuhnya sehingga tubuhnya terus saja berubah menjadi sosok ular yang sangat besar. Fitri sudah selesai dengan laporannya. Kini waktu menunjukkan pukul empat lewat empat puluh lima menit. Gadis itu menghitung sisa uang yang berjumlah tiga juta rupiah kemudian menuju ruangan Panji. “Permisi, Pak. Mau laporan hari ini,” ucap Fitri. Panji yang sedang sibuk dengan pekerjaannya pun mengangkat kepalanya. Lelaki itu meminta Fitri meletakkan buku dan uang di atas mejanya dan memintanya segera keluar dari ruangannya. Fitri pun meletakkan sesuai dengan permintaan atasannya itu lalu pamit k

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-25
  • Dendam Sang Tumbal   Pesan Hilda

    “Siapa kau?” tanya Soleh digin.Fitri yang memangku kepala Sari pun tersentak mendengar suara itu. Dadanya berdebar tidak karuan, dia tidak sadar jika liontinnya tidak bereaksi apapun. Wajahnya bersemu merah dan sikapnya gugup.Beberapa gadis yang juga mengerumuni Sari dan Fitri pun menyingkir. Sebagian dari mereka berbisik memuji ketampanan lelaki itu dan mulai berandai-andai.“Aku ... Hildaaa,” jawab Sari.Suara itu bukan milik Sari, suaranya lirih dan seperti kesakitan. Sari tiba-tiba membelalakkan matanya, tampak bola matanya memutih seluruhnya, Fitri gemetar ketakutan sementara gadis lainnya menyingkir perlahan bahkan ada yang berlari ketakutan kembali ke kamarnya. Hawa dingin dan berbau busuk mulai menguar. Gadis yang tersisa memaksakan diri berada di sana karena pesona Soleh, penjaga kos pun berlari tergopoh-gopoh menuju lelaki itu. Gadis-gadis itu merasakan bulu halus di tubuh mereka mulai meremang, Beberapa ada yang mengusap tengkuk dan lengan mereka lalu bergidik.Penjaga ko

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26

Bab terbaru

  • Dendam Sang Tumbal   Tamat

    Ningsih menghilang dengan mata merah membara, Darsima mendekati Mbah Pur dan berpesan agar menjaga Fitri selagi memengaruhi pikiran Ningsih.Wunisa bergegas menuju kediaman Rendra, dia mengatakan bahwa waktunya untuk membebaskan dendam Ningsih.“Rendra, sudah saatnya untuk memutus dendam sang tumbal. Persiapkan dirimu karena aku, Fitri dan Darsima sedang mengembalikan kesadaran milik Ningsih. Tugasmu adalah membunuh Jenggala Manik dengan ilmu tarung iblis milikmu, ini kesempatan besar karena ingatan akan memberontak dengan sendirinya, serta iblis itu melemah dalam wujud Ningsih karena dia belum sepenuhnya menguasai tubuh manusia sebagai inang,” cakap Wunisa.“Baiklah, kini apa yang harus aku lakukan? Aku juga gak mau sendirian hadapi iblis itu, aku sama Soleh,” tandas Rendra.“Kita akan pergi ke masa lalu di mana Ningsih mulai bersekutu dengan Jenggala Manik. Di sana Fitri akan memutus persekutuan dengan iblis dan kau bunuh Ningsih dengan pisau yang sama saat jantungnya ditikam. Aku

  • Dendam Sang Tumbal   Rencana

    “Maaf, Guru. Fitri lapar,” ungkap Fitri malu.Usai makan Fitri diminta untuk beristirahat. Pasalnya esok hari adalah pertama kali Darsima akan melatih fisiknya.Lagint masih gelap Fitri terjaga dari tidurnya dengan bersemangat. Dia membasuh tubuhnya di sebuah bilik yang ditunjukkan oleh Darsima, tidak lupa berwudu kemudian melaksanakan ibadah. Fitri tampak kebingungan memandang ke segala arah saat Darsima hendak melewatinya.“Guru, di manakah arah matahari terbenam?” tanya Fitri dengan sopan.Darsima menunjukkan arah yang ditanyakan oleh Fitri, usai mengucapkan terima kasih gadis itu melaksanakan ibadah.‘Cara beribadah yang menarik,’ batin Darsima sambil menatap Fitri.“Unik lebih tepatnya,” timpal Wunisa.“Ah, Guru. Bikin kaget aja,” sahut Darsima.Usai Fitri beribadah dia terkejut saat mengetahui jika sedang diperhatikan.“Maaf kalo Fitri menganggu,” cetus Fitri gugup.“Sama sekali gak ganggu. Berapa kali beribadah?” tanya Darsima.“Dalam sehari yang wajib lima kali, Guru,” jawab

  • Dendam Sang Tumbal   Darsima Melatih Fitri

    Wanita tua yang menyeret Fitri tersebut melemparkan gadis itu begitu saja, bak seorang pemburu membuang kelinci hasil buruannya. Kemudian dia membalikkan tubuhnya menghadap Ningsih.Ningsih terkejut dan melayang mundur kira-kira tiga langkah. Gemerisik dedaunan seolah menambah rasa takut pada Ningsih. Awan yang semula putih menaungi mulai terganti dengan gulungan awan hitam diiringi hembusan angin yang membawa serta dedaunan yang kering.“I-Ibu,” ucap Ningsih terbata.“Ya, ini aku. Tidakkah cukup kau membalas dendam? Tidakkah cukup kau menumbalkanku atas dendammu? Mengapa kau tidak mau menghentikannya? Sampai kapan kau akan seperti ini? Menjadi mahluk terbuang tanpa ada alam yang menerimamu,” ujar Darsima.“Aku tidak akan pernah berhenti hingga semua keturunan mereka mati!” bentak Ningsih.Darsima tampak sangat marah, sorot matanya berubah menyeramkan. Ningsih menantang tatapan dari ibunya.“Itu bukanlah tujuanmu. Kalau kau ingi

  • Dendam Sang Tumbal   Ningsih Datang Lagj

    “Mbah ..., tolong jangan kumat sekarang. Malu sama Besan,” pinta Ayah Maya.“Kenapa? Malu? Dari awal udah aku ingetin, awas anakmu bisa gawe wirang kalo kamu gak tegas. Anak itu bikin malu keluarga besar kita aja,” gerundel seorang wanita tua yang di panggil Mbah tersebut.Hening, tidak ada pembicaraan, hanya dengusan napas kesal dari Ibu Maya. Dia masuk ke dalam kamar dan enggan kembali ke ruang tamu.Suasana berubah menjadi kaku dan canggung. Murad menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menunduk memandangi lantai yang dipijaknya.“Maaf, tadi pembicaraan saya terputus. Sebelumnya saya meminta maaf atas nama anak saya Aidan, dia sudah menalak cerai Maya. Hal ini karena dia tidak bisa menjaga dirinya dengan menggadaikan jiwa dan tubuhnya kepada jin yang saya sendiri tidak tau dapet dari mana. Keluarga besar kami tidak bisa menerima hal tersebut, maafkan saya,” pungkas Ratri.Ayah Maya sangat terkejut, hanya wanita tua itu saja yang meng

  • Dendam Sang Tumbal   Mengantar Maya

    “Hahaha, dari semua manusia yang ada di sini, hanya kau yang tidak bisa di tipu. Wanita ini sudah menggadaikan tubuh dan jiwanya untukku. Semua demi uang dan keserakahan menguasai harta keluargamu.” Maya berkacak pinggang menghadap Soleh.Aidan terkejut bukan kepalang, bagaimana bisa sang istri memiliki sikap demikian buruk? Dia kemudian menundukkan kepala karena malu.Suara murotal sayup-sayup menyakiti Maya, diam-diam Soleh mengunci jin tersebut di dalam tubuh kakak iparnya. Hal ini agar mempermudah untuk memusnahkan mahluk tersebut dan tidak merasuki yang lainnya.Wahini dan Wahiru sudah tiba, keduanya mengatakan kepada Soleh agar melepaskan jin tersebut, karena mereka mampu mengatasi.“Ibu dan yang lainnya, tolonglah kalian masuk ke dalam kamar. Biarkan Aku, Rendra dan Mas Aidan yang di luar,” pinta Soleh.Ratri dan Rengganis bergegas masuk ke dalam kamar Aidan sambil mengajak kedua cucu mereka. Murad juga turut serta, karena menurutn

  • Dendam Sang Tumbal   Misteri Maya

    "Cengeng amat! Gak usah nangis. Sana siapkan baju kita sama anak-anak!" Perintah Maya istri Aidan.Aidan segera melaksanakan apa yang di perintahkan oleh sang istri. Enam buah kardus besar sudah berisi pakaian. Dia segera mengemas dengan rapi.Tengah malam pekerjaan Aidan selesai. Maya dan kedua anaknya sudah tidur sedari tiga jam yang lalu. Keadaan rumah itu sedikit berantakan dengan mainan kedua anaknya. Aidan merapikan."Bu, Aidan kenapa? Kok begini," keluh Aidan pelan.Lelaki itu masuk ke dalam kamar. Tempat tidurnya sudah penuh berisi anak dan istrinya. Sebuah tikar kecil berada di bawah tempat tidur. Aidan tidur di atasnya.Keesokannya sebuah mobil pengangkut barang datang. Usai mengangkut seluruh barang-barang, mobil itu meninggalkan mereka. Tak lama sebuah mobil pribadi berwarna putih datang. Aidan memberikan uang sebesar dua ratus ribu untuk pemuda yang membantunya mencuci kendaraan roda empat."Uang kita tinggal delapan juta. Jangan boros di jalan, makan kalo udah laper b

  • Dendam Sang Tumbal   Kabar Dari Aidan

    "Bangun, Ren. Udah nyampe," ujar Soleh.Rendra menggeliatkan tubuh lalu keluar. Nyalinya ciut saat melihat tatapan galak dari ibu dan bu de nya.Raut takut pun terbingkai jelas di wajahnya. Dia segera mengetahui kesalahan karena lupa memberitahu kemana mereka tadi malam."Duduk!" Bentak Rengganis.Kedua lelaki itu duduk dengan kepala tertunduk. Ratri menghela napas lega melihat Soleh dan Rendra baik-baik saja.Rasa kesal pun menjalar di hati ibu Rendra dan menjewer telinga kedua lelaki yang berada di depannya.Soleh dan Rendra tidak berani mengeluarkan suara, bahkan sekedar meringis. Murad iba melihat kedua adik iparnya namun tidak bisa berbuat apapun karena, kedua wanita yang sangat di hormati sedang marah. "Apa kami gak ber hak tau ke mana kalian? Apa kalian pikir Ibu gak khawatir kalian di luar sana sepanjang malam dan hampir tengah hari baru pulang," geram Ratri."Jawab!" Sergah Rengganis.Kedua le

  • Dendam Sang Tumbal   Pertanda

    "Sudah, Abah. Kenapa ikutan keluar? Nanti sakit," sahut Darmawan."Aku baik-baik saja. Ah ... Tarung Iblis juga ada di sini, aku kira itu cuma mitos," ungkap lelaki tua itu.Matanya memandang Rendra dengan tatapan yang sulit di artikan. Kiai Darmawan beserta anak dan menantunya terkejut dengan kalimat yang baru mereka dengar."Hampir saja aku lupa maklumlah, udah tua. Namaku Umar bin Zaenal," ucap Umar dengan santai.Umar adalah ayah dari Halimah sekaligus pemilik pesantren itu secara turun temurun. Usianya sembilan puluh delapan tahun namun, keadaan fisik masih tegap kerutan di wajah sedikit sekali rambutnya memutus secara keseluruhan.Soleh dan Rendra menyalami dan mencium punggung tangan Abah Umar dengan takjim. Sebuah belaian di rasakan Rendra dan tubuhnya seperti tersengat listrik. Dia menahan dan tetap membungkuk dengan posisi mencium punggung tangan.Suara petir menggelegar pun terdengar memecah keheningan. Pusaran angin b

  • Dendam Sang Tumbal   Menguburkan Sinta

    "Anak muda, tolong bawa jasad Ibuku ke sebuah pesantren yang berjarak tiga jam dari sini. Katakan kalian mencari Kiai Darmawan. Aku harus mengubur beliau dengan layak meski dia tidak memiliki agama," pinta Kiai Darmawan.Rendra turun dari mobil di ikuti oleh Soleh. Ki Darmawan memandang sepupu Rendra dan tersenyum."Anak muda, tolong pagari jasad Ibuku dengan bola apimu itu. Siluman akan terkecoh sementara dan tidak akan menemukannya," ucap Kiai Darmawan.Kiai Darmawan memberikan jasad Sinta kepada Soleh. Lelaki itu berpikir untuk menolak namun, lelaki tua nan bersahaja mengatakan bahwa jika di serahkan kepada Rendra yang akan terjadi adalah sepupunya akan pingsan dan perjalanan terhambat.Soleh kini paham. Rendra kini sudah gemetar ketakutan dan tatapannya penuh tanya.Cahaya silau pun melesat meninggalkan mereka, suasana kini menjadi gelap dan pekat disertai gerimis tipis. Hembusan angin dingin menusuk tulang membawa aroma mistis yang k

DMCA.com Protection Status