Setelah ayahnya Dara cukup banyak mendapat kecaman dan ancaman dari keluarganya sendiri, ia pun berdiam diri cukup lama di kamar. Hal itu membuat Dara semakin merasa bersalah dan ingin sekali segera sembuh dari traumanya. Dengan harapan, ia bisa membalaskan dendam ayahnya, dan juga dendamnya sendiri, ia masih tidak terima hidupnya dihancurkan oleh Rendra. Sekarang, ia akan menghancurkan hidup ayahnya Dara."Ck! Awas saja kau!" ujar Dara dalam hati."Dara, menurut kamu, kita harus bagaimana sekarang?" tanya Dewi kepada Dara yang sedari tadi bingung dan tidak tahu harus bagaimana menyikapi masalah ini."Bu, bagaimana kalau kita pergi ke apartemenku saja? Atau kukontrakkan rumah untuk tempat kalian tinggal. Itu akan lebih baik dari pada kalian harus menjalani hidup yang seperti ini, penuh hinaan dan juga banyak orang-orang yang hanya menggunakan topeng saja," ucap Dara yang sudah menyaksikan sendiri perihal apa yang telah terjadi di tempat ia lahir ini."Apa tidak merepotkanmu, Nak?" tan
Setelah memutuskan untuk membawa kedua orang tuanya untuk pergi dari rumah dan menginap di kota saja, Dara membantu mereka membersihkan rumah agar tidak kotor ketika mereka tinggal.Dara pun membantu membersihkan rumah mereka dan saat itu, ia diminta untuk pergi membeli pembersih kamar mandi yang sudah habis. Dara ingin sekali menolak permintaan ibunya itu, namun, ia jelas tidak bisa melakukannya. Pada akhirnya, ia pun pergi dengan berusaha menahan rasa kesal karena tatapan mata yang sedari tadi melihat Dara dengan tatapan jijik.Dara memutar bola matanya dan merasa kesal ketika ia diperlakukan seperti itu. Namun, ia berusaha untuk tidak mempedulikan hal seperti itu. Ia menganggap bahwa ia tidak mendengar apa yang diucapkan oleh orang-orang di desa.Hingga ketika ia akan pergi dari warung, seorang pria tua berumur 40 tahun, datang menghampirinya dan meminta tolong kepada Dara secara terang-terangan."Nak! Boleh minta tolong?" tanya pria itu yang kedatangannya saja sudah membuat Dara t
"Apa-apaan kalian ini!" teriak seorang pria dari luar rumah dan masuk ke dalam kamar di mana tempat Dara berada.Semua orang langsung terdiam ketika pria itu masuk ke dalam rumah dan membentak mereka. Ketika pria itu berada di kamar, ia melihat Pak Lurah yang datang membantu Dara."Coba jelaskan pada saya, sebenarnya, apa yang terjadi di sini?" tanya Pak Lurah kepada pemilik rumah."Ini, Pak. Orang kota ini mencoba untuk menggoda saya, kalau saya nggak mau memuaskannya, dia bakal lapor saya ke istri saya. Lalu, dia juga mengancam saya bakal lapor saya ke semua orang di desa," dusta pria itu tanpa penuh penyesalan."Nggak, Pak! Dia berdusta! Saya nggak pernah sekalipun menggoda dia! Yang ada, saya terjebak oleh pria itu!" tolak Dara yang sangat geram dengan perlakuan pria itu."Kamu yang berdusta!" Bu Ranti meneriaki Dara seakan ia paling benar."Diam semua!" hardik Pak Lurah muda itu kepada semua orang yang tengah berdebat.Semua orang pun langsung terdiam dan menundukkan kepalanya ka
Dara masih sedikit trauma, namun, berusaha untuk menenangkan dirinya agar lekas sembuh."Pokoknya ya, kalian berdua harus cepet pindah dari sini! Mereka sama sekali bukan orang yang baik, saudara yang baik, bahkan tetangga yang baik. Semua omongan jelek menyebar dari satu mulut ke mulut lainnya!" Dara masih ingat betul bagaimana ia dihakimi oleh warga ketika ia tidak melakukan kesalahan apa-apa, bahkan sampai difitnah."Iya, kita akan pindah kok. Sedikit lagi juga bakal selesai packingnya. Tahan sebentar ya, Dara." Ayahnya berusaha untuk menenangkan putrinya sembari mengusap punggung Dara perlahan.Lalu, Dara mulai bisa sedikit tenang dan menghembuskan nafas panjang."Kamu nggak sadar dari tadi ayah pegang kamu?" tanya Jaka kepada putrinya."EH!"Dara langsung terkejut dan beranjak dari kursinya. Namun, ia perlahan duduk kembali dan memandang ayahnya. Dara membuka jemari tangannya dan membiarkan ayahnya memegang tangan Dara.Satu menit awal masih aman, dia sudah tidak takut lagi. Namu
Di keesokan harinya, Dara pergi ke kantor kelurahan untuk menemui Damar. Sepanjang jalan ia merasa sangat gugup dan rasanya ingin kembali saja ke rumah, selain itu, ia juga merasa marah karena sepanjang ia jalan, semua orang melihatnya dengan jijik. Bahkan mungkin, rumor perihal dirinya dengan Pak Lurah juga sudah tersebar luas dan menjadi omongan para tetangga. Ia sejenak berpikir, ingin sekali menghilang dari dunia ini."Lah? Kenapa gue yang pengen hilang dari dunia? Kan bukan gue yang salah," batin Dara yang menyangkal ucapannya sendiri dan langsung membuatnya kembali percaya diri.Sampai di depan kantor kelurahan, ia menghela nafas panjang dan berusaha melawan kegugupannya sendiri. Meskipun traumanya sudah bisa mulai bekerja sama dengannya dan mulai bisa memegang ayahnya sendiri meski sebentar."Yuk, kamu harus bisa, Dara! Kamu nggak akan bisa balas dendam kalau terus menerus takut dan tidak mau melawan rasa takutmu!" gumam Dara perlahan.Ia pun langsung masuk ke dalam kantor kelu
Di jalan saat ia kembali pulang, masih sama seperti di awal, ketika semua orang melihat ke arah Dara dan mengejeknya di belakang Dara, bahkan saudaranya sendiri pun melakukan hal tersebut, yang membuat Dara sendiri juga agak risih.Namun, ia harus kuat, Dara juga berusaha untuk cuek, ia bersikap dingin dan menunjukkan bahwa dia tidak takut. Beberapa orang juga merasa terganggu dengan kehadiran Dara. Hingga tiba-tiba seorang pria tua melempar Dara dengan batu."Awas!" teriak seorang pria yang berusaha melindungi Dara dengan memeluknya. Hingga batu itu pun terkena punggung pria tersebut.Dara hanya membelalakkan matanya dan terkejut bukan main karena ada orang yang mau melindunginya. Ia langsung melihat wajah pria itu."Pak Damar?""Kamu baik-baik saja?" tanya pria itu.Ketika Dara menganggukkan kepalanya, pria itu pun merasa Dara tidak apa-apa. Damar langsung menatap pria yang tadi melempar batu tersebut. Sorot matanya begitu tajam dan giginya bergemeretak.
Di rumah, suasana menjadi cukup ramai karena kehadiran Nathan ke rumah Dara. Namun, untungnya mereka jadi bisa bekerja lebih cepat karena ada lagi satu pria yang datang ke rumah.Dara yang tadinya tidak terima dengan kehadiran Nathan, kini hanya bisa pasrah saja dan menikmati karena ia juga diuntungkan dalam hal ini. Ketika Dara sedang membersihkan pakaiannya di lemari, Dara bertanya sesuatu kepada ibunya perihal apa yang diucapkan oleh Damar."Bu, memangnya, dulu Pak Damar juga tinggal di sini?" tanya Dara."Iya, memangnya kamu tidak ingat?" tanya Dewi."Tidak. Kok aku malah nggak tahu ya?" tanya Dara yang justru terkejut karena ibunya tahu jika mereka saling mengenal."Itu sudah lama sekali, kalian memang pernah dekat, bahkan sering bermain bersama, lalu, kamu memutuskan untuk kuliah di Yogya, sedangkan dia kuliah di kota Semarang saja, nggak sampai jauh ke sana. Memangnya kenapa?" Dewi sedikit curiga dengan pembahasan putrinya itu."Aku tadi bicara dengann
Keesokan harinya, Dara dan keluarganya sudah siap untuk pindah ke kota. Mereka sudah membereskan berbagai macam perabotan rumah tangga yang akan ditinggalkan nantinya. Mereka berencana untuk pergi dari kediaman mereka sekitar satu atau dua bulan sampai masalah kepala keluarga mereka selesai.Cukup berat untuk Dewi dan Jaka meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan itu. Mereka sudah sangat lama tinggal di sana.Hingga pada akhirnya, mau tidak mau mereka harus pindah dari rumah itu. Dewi menutup pintu perlahan dan menatap isi rumahnya sampai ia berhasil menutup pintu sepenuhnya dan mengunci pintu tersebut.Pintu rumah pun diberikan kunci gembok agar tidak ada yang bisa masuk. Sudah pasti akan banyak keluarga yang menggunakan rumah Dara sebagai hak milik mereka, karena memang saudara Dara tidak pernah akur dan selalu mempermasalahkan perihal tanah, dan juga harta warisan.Dara yang melihat orang tuanya cukup berat meninggalkan rumah mereka, hanya bisa tersenyum kecil dan berharap mer
Semenjak hubungan Dara dan Nathan berubah menjadi resmi pacaran, Dara pun mulai menjalani dendamnya seperti yang sudah dia rencanakan. Mengingat, dia sudah menjadi milik Nathan, maka, dia tidak boleh membuat Nathan sakit hati lebih dari ini, yang Dara lakukan sudah cukup membuat Nathan sakit hati dan tentunya menunggu cukup lama.Sembari menunggu Rendra sembuh total, mereka berdua terus menerus menemui Rendra dan mempererat hubungan mereka agar bisa makin menuju ke jenjang lebih serius. Nathan ingin bicarakan kepada Rendra, namun, jika dia bicarakan sekarang, rencana Dara akan gagal total dan pasti akan membuat Dara bersedih bahkan tidak senang mendengarnya."Menurutmu, ayahnya Rendra perlu mendapatkan pelajaran?" tanya Dara ketika mereka tengah menuju ke rumah sakit."Tentu saja. Aku hanya belum bertindak saja. Sejujurnya, dia bekerja di perusahaanku, jadi, mudah saja memecatnya kapanpun aku mau." Nathan menyetir mobil dan fokus ke jalanan."Ngeri juga ya," tutur Dara sembari ngeri k
Hubungan mereka pun sudah mulai berlaku di hari itu juga. Artinya, Nathan menang dalam taruhan mereka dan dia bisa mendapatkan Dara sepenuhnya. Namun, Dara juga harus bisa melepaskan Rendra jika dia akan memulai kehidupan yang baru."Nathan, boleh kita ke apartemenku setelah ini? Aku ingin memberikan kabar bahagia ini kepada mereka berdua," ucap Dara dengan senyuman. Dia mulai bisa terbiasa dengan situasi seperti ini. Meskipun awalnya dia sangat canggung karena status mereka berdua berubah secara tiba-tiba."Tentu saja, dengan senang hati aku akan melakukannya," ucap Nathan yang terlihat cukup bahagia dan seperti tak bisa berhenti mengeluarkan senyuman manisnya itu.Dara pun semakin tidak kuat melihat pria itu yang nampak semakin tampan di mata Dara, padahal sebelumnya pria itu biasa saja dan sedingin kulkas. Mengapa tiba-tiba dia melihat Nathan menjadi seperti itu, ya?"Nathan, sebelumnya, aku harus bilang ini kepadamu. Karena ini semua adalah rencanaku dan kamu harus tahu. Aku tidak
Keesokan hari pun tiba, di mana Dara sudah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Nathan. Setelah semalaman dia memikirkan apa yang harus dia putuskan. Entah mengapa hatinya lebih mengarah ke Nathan daripada Rendra. Lagipula, kedua orang tua Dara jelas sudah tidak setuju dengan kehadiran pria itu dalam hidupnya. Beda dengan Nathan yang datang ke hidup Dara dan disambut baik oleh mereka semua.Menjelang jam pertemuan, Dara sangat gugup. Dia bahkan sejak tadi pagi tidak keluar dari kamarnya karena lebih memilih harus memutuskan yang mana dan tidak ingin salah pilih seperti dulu. Dia ingin memantapkan diri untuk memilih Nathan meskipun ia masih memiliki sedikit rasa kepada Rendra.Tiba-tiba, ibunya Dara masuk ke dalam kamar Dara dan menyapa putrinya yang tengah galau dan tengah dilanda kebingungan itu.“Dara, kamu baik-baik saja?” tanya ibunya Dara sembar membawakan sarapan pagi.“Aku baik-baik saja, Bu. Ada apa, Bu?” tanya Dara yang berusaha tersenyum.“Syukurlah jika kamu baik-baik sa
Dara menceritakan perihal apa yang terjadi kepada Dara barusan. Karena tidak ingin salah langkah, ia pun menceritakannya kepada kedua orang tuanya. Sudah cukup juga usia Dara untuk menikah. Jika dia serius, dia pasti bisa menuju ke jenjang yang lebih serius.“Begitulah, Nathan tiba-tiba bilang begitu kepadaku. Aku sama sekali tidak menyangka jika pria itu akan mengucap hal seperti itu kepadaku,” ucap Dara kepada kedua orang tuanya.“Sebenarnya, ayah sudah mengetahui ini sejak awal. Ayah juga merasa bahwa Nathan itu sudah lama menyukai kamu, Dara.” Jaka menjawab begitu dan memang sudah sedari awal mengetahui semuanya.“Ayah sudah sadar sejak lama? Lalu menurut ayah gimana?” tanya Dara yang langsung menatap ke arah ayahnya itu. Ayahnya terlihat sangat santai dan masih bisa tersenyum di depan putri dan juga istrinya.“Kalau kamu tanya menurut ayah, sebagai laki-laki, ayah jelas bisa melihat sikap dan sifat Nathan selama ini. Dia pria yang baik, bahkan dia sangat menyayangi kita, dan suda
Dara jelas semakin terkejut dengan ucapan Nathan barusan. Dia bahkan tak pernah berpikir sejauh itu, apalagi sampai ada statement bahwa Nathan menyukai Dara, hal itu bahkan tak pernah sedikitpun ada di kepala Dara.“Jangan bercanda, Nathan. Nggak lucu ih!” ucap Dara yang berusaha menahan rasa canggungnya.“Aku serius, Dara.” Nathan berusaha menatap manik mata wanita yang sedari tadi memalingkan pandangannya dari Nathan.Dara pun hanya bisa diam saja sembari menatap ke luar jendela yang berada di hadapannya itu. Mengapa di saat seperti ini, pria itu justru mengutarakan apa yang ia rasakan. Mengapa ia mengutarakannya di saat yang tidak tepat? Mengapa saat Dara susah sekali berpaling dari Rendra.“Kamu berkata begitu biar aku bisa jauh dari Rendra, bukan?” tanya Dara.Dara pun masih berusaha untuk berpikir positif akan ucapan Nathan. Ia masih saja berpikir jika Nathan tidak serius dan hanya main-main saja. Selama ini, dia memang penasaran terhadap Nathan, namun, dia tidak menyangka jika
Selepas kepindahan Rendra, beberapa hari setelah Rendra pindah, Dara pun baru sempat menemui Rendra, karena pekerjaannya cukup banyak dan membuat Dara tak punya waktu untuk pergi kemanapun selain mengurus pekerjaannya itu.Dara pergi ke rumah sakit di mana Rendra dirawat, ia pergi dengan menggunakan taxi karena Nathan juga tengah sibuk mengurus meeting di kantor. Dara tidak masalah dengan itu, di dalam taksi, dia berulang kali melihat ke jam yang ada di tangannya dan merasa jika supir taksinya mengendarai cukup lama hingga membuat Dara cukup gemas.Hingga sampailah dia ke rumah sakit yang cukup besar dan juga megah. Dara bahkan sempat tertegun kala melihat mewahnya bangunan di sana. Ia masuk dan langsung pergi ke lantai 4 di mana Rendra dirawat dan identitasnya juga disembunyikan, mengingat Rendra saat ini sedang berada dalam bahaya jika tidak disembunyikan. Ayahnya Maya sudah pasti akan geram jika Rendra tidak mati dalam insiden kecelakaan itu.Sampai di lantai 4, Dara masuk ke ruang
Beberapa hari pun berlalu, Dara hanya tinggal menunggu Rendra sembuh dari rumah sakit saja. Ketika Rendra sudah bisa ditemui, polisi berulang kali datang untuk melihat kondisi Rendra dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Rendra. Lalu, kebenarannya tentang narkoba yang dikonsumsi oleh pria itu. Saat dituduh seperti itu, Maya bahkan hanya bisa diam dan tidak membela suaminya sama sekali, bahkan, dia berniat untuk meninggalkan suaminya atas tuduhan yang tidak benar itu.“Benar kamu mengkonsumsi narkoba?” tanya Maya di depan para polisi.“Nggak! Serius! Aku sama sekali nggak pernah konsumsi narkoba, mabuk, dan lain sebagainya itu nggak pernah!” tutur Rendra yang berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terus kenapa ada narkoba di minuman kamu kalau bukan kamu yang konsumsi?” tanya Maya.“Setelah aku pulang dari pertemuan keluarga kita kemarin, aku diberi kopi oleh pelayan yang bekerja di sana. Setelah itu aku langsung nggak sadarkan diri dan nggak bisa kendalikan mobilku, aku
Dara langsung mengenakan pakaiannya tanpa memperhatikan Nathan yang sudah semakin mendekat ke arahnya. Hingga Nathan pun memeluk Dara dari belakang dan kepalanya berada dekat dengan kepala Dara.“A–apaan sih! Kamu ngapain? Ada ayah sama ibuku di luar loh!” ucap Dara yang sedikit panik kala pria itu berlaku seperti itu.“Dulu kamu melakukan ini kepadaku biasa saja, kenapa sekarang kamu jadi gugup ketika berada di dekatku?” tanya Nathan dengan blak-blakkan.“I–itu karena dulu aku bekerja untuk hal seperti itu, sekarang kan sudah tidak lagi!” ucap Dara yang semakin panik ketika Nathan terlihat semakin erat mendekap Dara.Pria itu perlahan mengusap perut Dara dan naik ke dadanya, hingga Nathan berhasil mendapatkan kedua gundukkan yang cukup besar, dan karena Dara sudah lama sekali tidak melakukan hal seperti itu, ia langsung memiliki hasrat yang besar untuk melakukannya dengan Nathan. Namun, ia masih berusaha menahannya karena tidak ingin ia melakukan itu kepada Nathan.“Nathan, kumohon a
[“Apa yang kamu perbuat kepada putraku?”] tanya pria itu dengan nada yang terdengar kesal.“Apa maksud anda?” Dara jelas bingung dengan apa yang dikatakan oleh pria itu, mengingat ia sama sekali tak pernah menyentuh Rendra belakangan ini. Apakah ada pembicaraan lain atau hal lain yang tidak diketahui oleh Dara.[“Mengapa sampai Rendra bisa kembali mencintaimu? Kamu pellet dia, ya!”] tuduh pria itu.“Oh, Jika dia menyukai saya bukankah itu haknya? Dia juga terlihat frustasi menjadi suami Maya. Jadi, bukankah kehadiran saya dalam kehidupan Rendra membuatnya jauh lebih baik?” tanya Dara sembari tersenyum puas mendengar perkataan seperti itu.[“Kau hanya akan menghancurkan apa yang sudah anakku dan aku lakukan saat ini! Apa kau tidak memikirkan bagaimana hancurnya kami berdua ketika nanti pria itu mengetahui kelakuan menantunya!”] bentak Jaya kepada Dara.“Bukankah saya sudah pernah bilang? Jika anda membersihkan nama baik ayah saya, maka saya akan langsung menjauh dari putra anda. Namun,