"Mimin?" terkejut kupanggil namanya saat membuka pintu.
"Nggak usah terkejut begitu melihatku, Bu Hanum! Aku datang mencari suamiku, mana dia?" Mimin menerobos masuk ke dalam rumah.
Heh! Suaminya? Mas Andi memang suami sirinya dulu. Tapi kata Mas Andi sudah dicerai, memang Mimin ini tak bisa menerima kenyataan.
Untuk apa tiba-tiba Mimin datang ke sini, dia pasti tahu saat pagi begini Mas Andi sedang menata pesanan katering di mobil bersama Mamat. Toh bisa dilihatnya tampak mobil terparkir di belakang dekat dapur katering. Kuyakin dia sengaja mendatangiku. Apa maunya, ingin menakutiku?
"Berhenti, Min! jangan sembarangan masuk ke rumahku," sergahku lantang.
Mimin tak acuh, duduk di kursi tamu menyandarkan punggungnya dan menatapku. Sorot matanya liar memandang tak berkedip.
"Dengar, aku beri kamu waktu untuk mundur demi anakmu. Tukar masa depan anakmu dengan masa depanku. Kamu telah merebut Mas Andi hingga masa depanku hancur." Mimin mer
Mamat datang tergesa lalu menyerahkan daun kelor permintaan Ustadz Mahmud. Sebagian daun itu diambil oleh Ustadz, sebagian lagi diberikannya pada Mamat untuk direbus."Mbak Mimin, kapan terakhir kali melaksanakan ibadah shalat?" tanya Ustadz Mahmud.Mimin menggeleng lalu menunduk menatap lantai rumah."Terakhir membaca Al quran?"Mimin menggeleng lagi, "Sudah bertahun-tahun tak saya lakukan.""Baiklah, saya akan bantu mengulang bersyahadat ya, Mbak. Mengembalikan keimanan Mbak Mimin pada Allah dan rasul," jelas Ustadz Mahmud.Mimin gemetar, wajahnya memucat saat melihat Ustadz Mahmud lebih mendekat padanya. Sepertinya peliharaan di tubuhnya sudah mulai bereaksi.Ustadz Mahmud meminta Mimin meminum rebusan daun kelor yang sudah dibacakan surah Al quran untuk ruqyah. Baru beberapa teguk meminum, Mimin hendak muntah. Mamat segera mencari ember dan siaga di dekat wanita penganut ilmu hitam itu.Pak Ustadz memukulkan s
Kasihan Tiara, anak kecil itu tak bersalah dan berhak mendapat kasih sayang layaknya anak kecil lainnya. Entah takdir mana yang membuatnya terlahir di bumi ini. Hampir bersamaan empat tahun yang lalu Mimin menjalin hubungan dengan dua lelaki sekaligus.Siapa bapaknya Tiara? Mas Andi atau Pak Arya? Hanya Mimin yang tahu. Sangat berdosa, Mimin telah menyia-nyiakan darah dagingnya hanya demi seonggok rasa yang bernama cinta yang belum berbalas.Perkataan Bu Indah di sekolah tadi kembali terngiang hingga aku pulang dari sekolah. Jika Tiara anak dari Mas Andi? Meski anak di luar nikah kehilangan hak wali dari ayah biologisnya, tapi Tiara tetap membutuhkan sosok seorang ayah.Masuk rumah dengan tubuh penat, aku ingin segera membersihkan diri dan istirahat. Mungkin kehamilanku yang membuat rasa lelah jadi lebih terasa. Meski di kepalaku terus berputar tentang Mas Andi, Mimin dan Tiara ... aku harus bisa menguasai pikiranku. Tak boleh terlalu tertekan demi kehamilanku.
Kudekati tempat dupa itu, benar terdapat foto Mas Andi di dalam pinggan dupa, ada beberapa helaian rambut di situ. Benar juga terdapat tulisan di belakang foto 'pengasihan tanpa penawar'. Mungkin itu yang menyebabkan Mas Andi susah lepas dari jeratan Mimin.Kulihat juga ada bungkusan kain hitam, apa gerangan isinya? Aku memberanikan diri meminta pengertian dan ijin dari ibunya Mimin untuk memegang bungkusan kain itu."Mohon maaf, bukan saya bermaksud tak sopan. Sepertinya lewat ini Mimin sudah mengganggu keutuhan keluarga saya, ijinkan saya bawa bungkusan kain ini ke Ustadz yang sudah meruqyah Mimin. Saya yakin ini jimat atau sejenisnya," pintaku berucap dengan sehalus mungkin."Juga helaian rambut dan foto-foto suami saya ini bolehkan saya bereskan? Saya yang bertanggung jawab jika nanti Mimin marah, Bu." Aku beri ibunya Mimin penjelasan agar tak salah duga."Ini saya lakukan demi Mimin juga, dia harus bisa menerima kenyataan jika Mas Andi bukan jo
Habis shubuh, tak sengaja kubaca di sebuah grup jual beli kotaku di FB tentang info seorang yang hilang. Foto wanita yang terpajang seperti tak asing bagiku, mataku langsung tertumbuk pada postingan itu.'Salam buat semua anggota grup, minta infonya siapa tahu ada yg lihat, adek saya pergi dari rumah tapi dah 1 minggu nggak balik. Saya sampai cari ke mana pun belum ketemu. Adek saya anaknya masih kecil nangis terus cari ibunya. Mohon infonya tolong hubungi 0801111555 atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan makasih.'Wanita di foto itu apakah dia Mimin? wajahnya mirip sekali. Bedanya Mimin tidak mengenakan jilbab seperti wanita di foto. Kulihat ulang foto itu, tertera nama Rusmini di ujung postingan."Ayo, Mi, cepetan nanti keburu siang." Suara Mas Andi mengagetkanku."Iya, Pi, sebentar." Kujawab sesaat setelah Mas Andi meninggalkan kamar, aku masih penasaran dengan berita di grup FB tadi.Segera kuklik tanda titik tiga di atas postin
[Bu, saya nunggu di simpang jalan, sebelum belokan ke rumah. Duduk di dekat pos ronda.]Mbak Septi mengirim Pesan WA lagi sesaat setelah kukabari jika aku dalam perjalanan pulang ke rumah. Tak perlu menunggu nanti malam lagi, harus cepat bertemu Mbak Septi.Penting sekali sepertinya hal yang ingin dibicarakan Mbak Septi hingga kami harus bertemu di luar rumah. Kupercepat laju motorku, penasaran tak sabar ada apa dengan Mimin dan suamiku.Terlintas kembali bayangan Mas Andi saat sedang menatap lekat Mimin yang cantik di garasi pagi tadi. Ini kah tanda adanya badai yang tak kusadari menerpa rumah tanggaku?"Ayo, Mbak, kita cari tempat yang lebih enak. Banyak orang lewat di sini terlalu ramai, naik ke motor. Lewat jalan tikus saja aku nggak ada helm buat Mbak Septi."Begitu ketemu, langsung tanpa buang waktu lagi segera kubawa Mbak Septi. Mmm ... Lebih nyaman rasanya kalau dibicarakan di kios bakso saja. Sekalian mengisi perutku yang sudah keron
Aku tak boleh kalah menyerah dengan Mimin. Jika terbukti Mas Andi sudah berhianat rasanya aku tak akan bisa lagi melanjutkan rumah tanggaku dengannya, tapi tak 'kan kubiarkan juga Mimin bisa memiliki Mas Andi, enak saja mau bahagia dengan jalan merebut pasangan orang lain.Bayangan Mas Andi menghabiskan sebagian malamnya bersama Mimin membuatku mual. Kupandangi semangkuk bakso di depanku, meski perut keroncongan tapi selera makanku tak juga timbul melihat bakso yang terlihat enak itu.Kulihat pesan WA-ku masih centang satu, mungkin ponsel pengunggah postingan di FB itu sedang tidak diaktifkan. Tapi aku yakin wanita yang hilang itu hampir sama persis dengan Mimin. Kutaruh kembali ponsel ke dalam tas."Ayo mbak sambil dimakan baksonya, sudah hampir senja.""Iya, Bu, makasih. Ibu juga harus makan baksonya, ayo dihabiskan biar kuat menghadapi kenyataan hehe." Mbak Septi mencoba melempar canda.
Setelah tahu pasti jika Mas Andi dan Mimin sedang berdua di kamar saat ini, apakah aku akan membiarkan mereka bisa berzina begitu saja? Tentu tidak. Kamera yang sudah dipasang hanya untuk mendapatkan bukti perbuatan hina kedua insan yang tersesat jalan itu.Sebelum perzinaan mereka sukses terulang lagi, pasti akan segera kucegah. Bayangkan ... saat mereka sudah diburu nafsu, eh tiba-tiba kami menggagalkannya, hahaha rasain nanti, Mas, kamu akan merana.Apa yg akan kulakukan sekarang?[Mbak, bersiap! Aku ke situ. Kita kuliti dua sejoli yang nggak takut dosa itu]Kukirim pesan untuk Mbak Septi, kami akan melancarkan rencana.Sambil berjalan menuju kamar Mbak Septi, kutelepon mama mertua. Kuminta Mama dan Papanya Mas Andi datang ke rumah saat ini juga.[Assalamu'alaikum, Ma][Wa'alaikumussalam, iya, Hanum ... ada apa sudah malam nelepon, mama sampai kaget ini.][Hanum minta maaf, Ma. Tapi ini penting sekali. Tolo
5Harus tegar, aku tak boleh sampai menitikkan sebutir pun air mata. Ujian ini harus berhasil kulewati, setelahnya pasti akan ada kebaikan jika kuhadapi dengan sabar dan kuat.Aku sedikit takut jika mama akan terguncang saat mengetahui kenyataan yang terjadi di kamar Mimin, kugenggam erat tangan beliau."Ma, Mas Andi tega menghianati Hanum. Mama lihat perempuan tanpa busana itu? Dia dan Mas Andi telah berzina."Mama langsung lemas, tubuh beliau hampir luruh ke lantai jika tak cepat kutopang. Kuraih satu-satunya kursi di kamar itu, lalu membantu mama duduk supaya lebih tenang."Mama lihat Hanum bisa tegar 'kan? kita tak boleh kalah dari perempuan itu. Yang kuat ya, Ma," bisikku lirih di telinga Mama, mama mengangguk pelan."Keterlaluan kamu, Andi! Papa malu sekali dengan kelakuanmu!" Papa mencengkeram bahu suami br*ngsekku itu.Mas Andi terdiam, dia menunduk tak berani melawan kilatan amarah di mata papa."Tatap Papa, Andi!
Kudekati tempat dupa itu, benar terdapat foto Mas Andi di dalam pinggan dupa, ada beberapa helaian rambut di situ. Benar juga terdapat tulisan di belakang foto 'pengasihan tanpa penawar'. Mungkin itu yang menyebabkan Mas Andi susah lepas dari jeratan Mimin.Kulihat juga ada bungkusan kain hitam, apa gerangan isinya? Aku memberanikan diri meminta pengertian dan ijin dari ibunya Mimin untuk memegang bungkusan kain itu."Mohon maaf, bukan saya bermaksud tak sopan. Sepertinya lewat ini Mimin sudah mengganggu keutuhan keluarga saya, ijinkan saya bawa bungkusan kain ini ke Ustadz yang sudah meruqyah Mimin. Saya yakin ini jimat atau sejenisnya," pintaku berucap dengan sehalus mungkin."Juga helaian rambut dan foto-foto suami saya ini bolehkan saya bereskan? Saya yang bertanggung jawab jika nanti Mimin marah, Bu." Aku beri ibunya Mimin penjelasan agar tak salah duga."Ini saya lakukan demi Mimin juga, dia harus bisa menerima kenyataan jika Mas Andi bukan jo
Kasihan Tiara, anak kecil itu tak bersalah dan berhak mendapat kasih sayang layaknya anak kecil lainnya. Entah takdir mana yang membuatnya terlahir di bumi ini. Hampir bersamaan empat tahun yang lalu Mimin menjalin hubungan dengan dua lelaki sekaligus.Siapa bapaknya Tiara? Mas Andi atau Pak Arya? Hanya Mimin yang tahu. Sangat berdosa, Mimin telah menyia-nyiakan darah dagingnya hanya demi seonggok rasa yang bernama cinta yang belum berbalas.Perkataan Bu Indah di sekolah tadi kembali terngiang hingga aku pulang dari sekolah. Jika Tiara anak dari Mas Andi? Meski anak di luar nikah kehilangan hak wali dari ayah biologisnya, tapi Tiara tetap membutuhkan sosok seorang ayah.Masuk rumah dengan tubuh penat, aku ingin segera membersihkan diri dan istirahat. Mungkin kehamilanku yang membuat rasa lelah jadi lebih terasa. Meski di kepalaku terus berputar tentang Mas Andi, Mimin dan Tiara ... aku harus bisa menguasai pikiranku. Tak boleh terlalu tertekan demi kehamilanku.
Mamat datang tergesa lalu menyerahkan daun kelor permintaan Ustadz Mahmud. Sebagian daun itu diambil oleh Ustadz, sebagian lagi diberikannya pada Mamat untuk direbus."Mbak Mimin, kapan terakhir kali melaksanakan ibadah shalat?" tanya Ustadz Mahmud.Mimin menggeleng lalu menunduk menatap lantai rumah."Terakhir membaca Al quran?"Mimin menggeleng lagi, "Sudah bertahun-tahun tak saya lakukan.""Baiklah, saya akan bantu mengulang bersyahadat ya, Mbak. Mengembalikan keimanan Mbak Mimin pada Allah dan rasul," jelas Ustadz Mahmud.Mimin gemetar, wajahnya memucat saat melihat Ustadz Mahmud lebih mendekat padanya. Sepertinya peliharaan di tubuhnya sudah mulai bereaksi.Ustadz Mahmud meminta Mimin meminum rebusan daun kelor yang sudah dibacakan surah Al quran untuk ruqyah. Baru beberapa teguk meminum, Mimin hendak muntah. Mamat segera mencari ember dan siaga di dekat wanita penganut ilmu hitam itu.Pak Ustadz memukulkan s
"Mimin?" terkejut kupanggil namanya saat membuka pintu."Nggak usah terkejut begitu melihatku, Bu Hanum! Aku datang mencari suamiku, mana dia?" Mimin menerobos masuk ke dalam rumah.Heh! Suaminya? Mas Andi memang suami sirinya dulu. Tapi kata Mas Andi sudah dicerai, memang Mimin ini tak bisa menerima kenyataan.Untuk apa tiba-tiba Mimin datang ke sini, dia pasti tahu saat pagi begini Mas Andi sedang menata pesanan katering di mobil bersama Mamat. Toh bisa dilihatnya tampak mobil terparkir di belakang dekat dapur katering. Kuyakin dia sengaja mendatangiku. Apa maunya, ingin menakutiku?"Berhenti, Min! jangan sembarangan masuk ke rumahku," sergahku lantang.Mimin tak acuh, duduk di kursi tamu menyandarkan punggungnya dan menatapku. Sorot matanya liar memandang tak berkedip."Dengar, aku beri kamu waktu untuk mundur demi anakmu. Tukar masa depan anakmu dengan masa depanku. Kamu telah merebut Mas Andi hingga masa depanku hancur." Mimin mer
Dendam RusminiPart 16"Mbak, boleh saya menginap di sini beberapa hari sampai Mimin membaik? Saya titip Mimin, nanti saya kembali lagi setelah pulang dulu.'' Mbak Wanti menatapku penuh harap.Aku harus menjawab apa? Bagaimana jika kuijinkan lalu Mbak Wanti tak kembali lagi? Mimin wanita berbahaya, dia bisa nekat berbuat apa saja. Apalagi aku tengah mengandung, bisa terjadi sesuatu nanti."Maaf, Mbak. Mimin sudah sadar dan agak segar sekarang 'kan? Tadi Ustadz Mahmud sudah meruqyahnya, ajak pulang saja sekalian ya." Dengan berat hati kunyatakan keberatanku."Tolong lah, Mbak. Dengan apa saya ajak Mimin pulang, saya tak bawa uang banyak untuk menyewa mobil. Jika pulang dulu, saya bisa menjelaskan pada suami dan minta bantuannya," pinta Mbak Wanti lagi."Bagaimana jika diantar Mas Andi?" tanya Mbak Wanti memberanikan diri.Mama menghela napas, menatapku lalu menatap Mas Andi."Begini saja, pakai mobil Hanum biar Mamat yang ngantar.
Dendam RusminiPart 15"Dari mana kamu dapatkan itu, Mas? Aku bahkan lupa jika ..." Tak kuteruskan ucapanku, aku menjadi bingung sekarang.Dua mingguan yang lalu, aku memang merasa ada perubahan pada tubuhku. Beberapa bagian tubuhku menjadi lebih kencang, cepat merasa lelah, cepat mengantuk dan sudah terlambat datang bulan.Sehari sebelum Mimin datang, aku sempat mengecek dengan test pack untuk memastikan kondisiku. Aku baru ingat, hasilnya positif. Aku simpan alat test kehamilan itu di laci meja rias, akan memberi tahu Mas Andi esok hari sekalian periksa ke bidan. Lalu setelah Mimin datang, kenapa aku jadi terlupa?Mungkinkah Mimin yang sudah membuatku lupa dengan hasil test kehamilan itu? Jujur selama ini aku tak percaya dengan hal-hal klenik seperti itu, tapi sekarang aku mengalaminya sendiri. Jadi seperti itu kah yang terjadi pada Mas Andi saat diguna-guna Mimin? Ingatannya kadang terganggu?"Itu punya Hanum?" Mama bertanya den
"Iya, Pak Ustadz, tolong bebaskan Mimin dari penderitaannya. Sebenarnya dia wanita yang baik, hanya salah mengambil jalan pintas untuk mendapat keinginannya," kata Mas Andi tiba-tiba ikut bersuara.Aku tersentak, Mas Andi begitu mengenal Mimin? Dia dipelet atau memang mecintai Mimin dengan kesadaran?Kutatap tajam Mas Andi, memastikan dia dalam kondisi baik, tidak linglung atau pun dalam pengaruh guna-guna. Jelas, nyata dalam pandanganku Mas Andi sadar penuh dengan ucapannya."Syirik itu dosa besar, Mimin sudah menukar keimanannya pada Allah dengan jalan pintas meminta pada dukun, dia juga bersekutu dengan setan untuk menguasai ilmu hitam." Pak Ustadz Mahmud berkata kepada Mas Andi."Iya, Ustadz, saya yang menjadi penyebab Mimin nekat berbuat begitu. Andai dulu saya tidak meninggalkannya mungkin Mimin tidak akan dendam pada keluarga saya. Sekarang istri saya pun sudah meminta cerai, apa lagi yang bisa saya harapkan selain bersama Mimin?" Mas Andi menatapk
Dulu aku sangat mencintai Mas Andi, menganggapnya sebagai pasangan sempurna untukku. Membanggakannya sebagai suami ideal, penyayang, pengertian bahkan setia.Allah menegurku sekarang, jangan mencintai seseorang melebihi cinta kepadaNya. Allah bisa menghilangkan cinta dan kebahagiaan itu kapan saja saat sudah berkehendak, lalu memberiku ujian dengan hadirnya cinta wanita lain diantara aku dan Mas Andi.Penghianatan Mas Andi menjadi pelajaran berharga bagiku. Mungkin memang Mimin memikat Mas Andi dengan pelet, tapi ketidakjujuran Mas Andi membuat hatiku tersayat. Harusnya dia terbuka jika sedang mempunyai satu masalah, bukan menutupi dariku.Aku terlalu takabur, begitu yakin Mas Andi sangat mencintaiku dan tak mungkin menduakan aku. Allah tunjukkan sekarang ... terlalu yakin akan cinta kami berdua, membuatku begitu terluka saat keyakinanku dihianati."Hanum?" Panggilan mama membuyarkan anganku."Iya, Ma, apa yang mama rasakan sekarang?" tanyaku.
*Mimin*Wisma Rosela, aku meminta Mas Andi menemuiku di sana siang ini. Setengah jam menunggu, dia tak juga datang. Pesan yang kukirim tak juga dibalasnya. Apa yang terjadi? Baru semalam terkirim, apa pengaruh mantraku sudah luntur secepat itu?"Rusmini? Akhirnya kita ketemu lagi. Memang keberuntungan sedang bersamaku, aku bisa menghilangkan penatku sebentar bersamamu.''Seorang pria yang tadinya melewatiku saat duduk di lobi wisma, membalikkan langkahnya dan menyapaku. Ingatanku segera mengenalinya, Mas Arya, teman kerja Mas Pujo, kakakku. Mereka sama-sama kerja di PEMDA, pria ini salah satu lelaki jelalatan yang kuperas. Dia pernah memberiku sepeda motor dan perhiasan, kuperas dengan foto syur yang kuambil setelah dia kuberi obat tidur."Maaf, Mas, aku sedang menunggu seorang teman, tak bisa menemanimu." Aku mencoba menolak ajakannya dengan halus."Ayolah, aku sudah tahu ternyata kamu kelabui aku, kita tak pernah tidur bersama waktu i