Satu … dua … Mereka semua sudah bersiap, ancang-ancang untuk melempar tubuh Sultan ke jurang tersebut. Namun, disamping itu ada Hachiro dan Duarto yang sedang berseteru. "Kamu sih yang selalu rekomendasikan anak buah tol*l!" kesal Duarto. Ia merasa kesal karena tersulut emosi dari Hachiro sendiri yang mengatakan kalau 'percuma membayar jasa kalau kita sendiri bisa menghadapi.'"Bos, sendiri yang selalu meminta agar kita mencari anak buah? Rupanya tanpa anak buah kayaknya kita akan berhasil juga," sahut Hachiro, entah mengapa Hachiro terus saja berbangga diri dan memikirkan uang yang sayang telah mereka kasih kepada anak buahnya. Karena sempat merasakan hidup tanpa uang, membuat Hachiro berpikir pelit. Padahal dulu ia sangat suka menghambur-hamburkan uang, bahkan untuk melangkah saja harus ditemani pengawal yang bayarannya fantastis. Namun, sekarang beda lagi, hanya karena melihat anak buahnya hampir kalah oleh serangan Sultan, dan ia sudah berhasil melumpuhkan Sultan dengan tangann
Di kediaman Anara, ia begitu cemas karena tidak ada seorang pun yang bisa dihubungi. Merasa cemas yang berlebihan sehingga membuat dia merasa pusing dan saat ini langsung ambruk ke soffa. "Ya, ampun. Apa yang telah terjadi disana?" gumam Anara. Anara memijat pelipisnya sendiri, terus saja berpikiran yang buruk di dalam otaknya. "Nomor Farhan sudah tidak bisa dihubungi, juga nomor Regi pun sama. Semua bodyguard yang aku kirim tidak bisa dihubungi. Astaga apa yang telah terjadi?" gumam Anara. Hari sudah sore dan Anara masih saja tidak mendengar kabar apapun. Bella yang baru pulang dari pekerjaannya, langsung menghampiri Anara. "Tante, ada apa?" tanya Bella heran melihat raut wajah Anara yang pucat dan sedang melamun di atas sofa. "Sultan tidak bisa dihubungi, dan semua bodyguard pun sama. Tante jadi sangat cemas, Bella," ucap Anara mengungkapkan perasaannya. Bella pun terkejut, jangan sampai kalau memang ada suatu hal buruk yang menimpa Sultan. Bella mengambil ponsel di tas, la
Wisnu Mahesh begitu geram, ia sampai mondar-mandir di depan teras menunggu kedatangan Farhan, Ragi dan anak buah lainnya yang mengawal Sultan. "Kemana mereka, awas saja mereka tidak akan kuampuni," ujar Wisnu. Setelah beberapa saat, akhinya Farhan, Ragi dan yang lainnya langsung menghadap. Mereka berbaris di depan Pak Wisnu. "Apa yang terjadi terhadap, Sultan?" teriak Wisnu Mahesh dengan lantang. Semua menunduk, lalu Farhan maju satu langkah dan menghadap. "Anu, Pak. Kami diserang oleh Duarto dan Hachiro," jawab Farhan. "Apa? Jadi, Hachiro masih hidup?" tanya Wisnu. "Ya Tuan, kemungkinan waktu ledakan itu terjadi, Hachiro melompat dari arah jendela sebelum bom meledak. Jadi, dia selamat," jawab Farhan lagi. "Lalu, kalian kalah?" kesal Wisnu langsung menampar Farhan dengan keras. "Kalian semua masing-masing mempunyai senjata api, tapi apa yang terjadi? Kalian kalah begitu saja dan tidak becus untuk mengurus Sultan!" kesal Wisnu. Nafasnya terasa sesak tersenggal karena merasa
Bella yang hendak menghubungi nomor Alvin pun langsung menoleh ke arah wanita hamil ini. Apakah ia tidak salah dengar bahwa barusan wanita ini menyebut nama Diki? Apakah yang dimaksud wanita ini Diki itu Sultan? Karena memang nama Sultan itu Diki sebelum ia menjadi Sultan? "Bu, bangun, Bu!" ucap Bella menepuk pelan pipi wanita muda yang tengah mengandung ini. Danish yang sedang mengemudi, sesekali menoleh ke arah belakang. "Ada apa, Bella? Apakah wanita itu sudah sadar?" tanya Danish. "Iya, dia terlihat akan sadar dan masih mengigau," jawab Bella menatap wajah wanita yang sedang mengandung ini. Wajahnya begitu cantik dengan hidung yang mancung dan baju longgar khas ibu hamil. Wajah yang ayu itu membuat Bella pun terpesona. "Wanita muda seperti dia sudah mengandung ya, padahal kayaknya usianya masih muda," ujar Bella. "Iya, namanya juga di kampung. Itu sudah biasa, masih muda itu sudah dinikahkan," jawab Danish. "Aduh, aku ada dimana?" gumam Mahira yang baru terbangun dan ia p
Badan terasa lemas dan lesu. Mata pun terasa berat terbuka, tapi ia tetap berusaha untuk melihat sekeliling. Setelah berusaha untuk menjernihkan pandangan, rupanya terlihat sebuah wajah kakek tua dengan jenggot putihnya, tapi samar-samar sedang menatap ke arah Sultan. Sultan kembali memejamkan mata, lalu membukanya. Mengucek matanya agar bisa melihat dengan jernih, karena pandangannya sekarang terasa blur."Nak, Diki. Yang tenang ya, saat ini Nak Diki masih sakit."Menoleh ke arah suara tersebut, rupanya netranya kembali menangkap sebuah bayangan wajah nenek tua. "Aku ada dimana?" tanya Sultan, ia masih belum bisa menjernihkan pandangan. Semua sekeliling terlihat samar dan kedua wajah yang barusan ia lihat pun masih samar. "Nak, Diki. Ini Nini," ucap nenek tua itu, lalu mengelus lembut tangannya. Pusing, Sultan kembali menutup mata. Kepala yang saat ini sedang bersandar di sebuah bantalan kapuk itu masih terasa berat dan pusing. "Jangan memaksakan diri, lebih baik kamu istirahat
Sultan mulai bisa beranjak berdiri, tapi lukanya masih terasa perih. "Ni, saya ingin pergi ke kota. Saya khawatir dengan keadaan disana," ucap Sultan melangkah dengan pelan dan tertatih. Menggunakan sebuah tongkat untuk menahan tubuhnya karena masih lemah. "Nini juga belum bisa melepaskan kamu karena kamu masih belum pulih," larang Ni Nineung. "Ya, tapi saya bisa berobat ke rumah sakit biar cepat sembuh."Sultan tidak bisa terus mengandalkan perawatan alami dari ramuan-ramuan yang dibuat oleh Ki Ageng dan Ni Nineung. Jadi, ia pun berpikir untuk pergi ke rumah sakit. "Baiklah, jika memang itu pilihannya. Akan tetapi, kita tunggu aki pulang. Biar aki yang akan mengantarmu pulang ke kota," jawab Ni Nineung. Sultan pun langsung duduk di samping Ni Nineung yang sedang menumbuk ubi."Saya sangat berterimakasih kepada Nini dan Aki yang sudah beberapa kali menyelamatkan saya. Saya sungguh tidak bisa membalas kebaikan kalian. Namun, saya ingin mengucapkan terima kasih dengan cara, ingin m
Benar-benar langsung dilakukan. Apa yang barusan mereka rencanakan dan langsung diwujudkan sekarang juga. Wisnu tidak bisa diam saja ketika ada sebuah petunjuk tentang anaknya. Walaupun itu berasal dari sebuah mimpi. Ia benar-benar berharap kalau memang mimpi itu benar, bahwa Sultan masih hidup. Pergi berdua saja tanpa ada pengawalan dan apapun itu. Yang jelas Wisnu hanya membawa sebuah senjata untuk pertahanan diri saja. "Danish, Saya memang tidak mengerti dengan apa yang terjadi di dalam mimpi. Yang jelas saya menginginkan Sultan. Selama kita melakukan acara tahlil atau apapun itu, hati kecil saya sebenarnya masih mengharapkan Sultan.""Om, saya juga tidak bisa percaya seratus persen kalau memang Sultan masih hidup, tapi apa salahnya kita kembali memastikan ke tempat kejadian. Bahkan ponselnya saja belum ditemukan, kan?" "Ya, kamu benar. Bahkan mereka belum berhasil menemukan ponsel Sultan," jawab Wisnu sedikit emosi, massa sebuah ponsel saja tidak bisa mereka temukan. Berarti
Masih terdiam dan terus memandang lekat wajah Wisnu. Ki Ageng benar-benar yakin kalau pria itu adalah ayah dari Sultan yang saat ini sudah pergi darinya. Danish langsung memegang pundak Kakek itu. "Ki, kenapa Aki bengong?" tanya Danish. Sedangkan Wisnu, ia terus saja melihat ke sekeliling. Pemandangan yang indah di dalam pikirnya. "Oh, tak apa. Kalian kayaknya bukan orang sini," ucap Ki Ageng. "Iya, kami kemari karena ingin kembali mencari keberadaan Sultan. Orang yang waktu itu terjatuh di tebing," jawab Danish kembali mengulang apa yang sudah ia sampaikan. "Iya, Kek. Andai Kakek mau, tolong bantu kami untuk mencari ke tempat itu. Kami kayaknya butuh panduan dari orang yang tahu tentang susuk beluk tempat sini," sambung Wisnu. Wisnu bisa menebak kalau kakek ini adalah orang sini. Jadi, dia pun meminta bantuan agar bisa mencari keberadaan Sultan. "Apakah kalian yakin kalau orang itu masih hidup? Bukannya kejadiannya sudah lama, dan bahkan sudah hampir sebulan lebih?" tanya Ki
Sultan menjelaskan semuanya tentang bagaimana dia bisa mempunyai anak dari Mahira."Mama sungguh tidak menyangka dengan apa yang telah kalian lalui. Kalau memang begitu baiklah. Mama justru bahagia karena rupanya Mama sudah mempunyai cucu sekarang ini," ucap Anara, lalu mencoba untuk membujuk Dirly agar mau untuk dia gendong. Dirly pun yang memang dibujuk oleh Anara langsung tertawa dan tersenyum. "Dirly anak Papa, itu Nenek sayang. Kamu digendong ya sama Nenek," ucap Sultan. Anara begitu terharu karena Dirly mau untuk dia gendong. Walaupun sebenarnya dia merasa cemas akan publik kalau sampai mengetahui tentang semua ini. "Mama, tolong jangan banyak pikiran. Mama bahagialah karena urusan publik biar Sultan yang atur."Sultan tahu apa yang membuat mamanya cemas, dan bisa melihat dari raut wajah sang mama tadi, pasti dia bahagia akan adanya Dirly. Namun, cemas bagaimana cara memberitahukannya kepada publik."Kamu selalu bisa mengatasi masalah. Mama tahu kamu bisa mengatasi semua ini
Apa ini, gadis ini ingin memeluk calon suaminya? Mahira dibuat geram dengan apa yang diminta oleh Dewi. Namun, Sultan pun malah mewujudkan permintaan Dewi dan langsung memeluk gadis itu dengan lekat dan senyuman mengambang. "Jadilah anak yang baik, Dewi. Turuti perintah ayahmu," ucap Sultan berbisik di telinga gadis itu. Lalu, Sultan pun melepaskan pelukannya. "Makasih, Aa Sultan sudah mau memeluk Dewi. Kalau begitu, sekarang kalian boleh pergi. Semoga kalian selamat dalam perjalanan." Bi Ina pun langsung tersenyum ke arah Dewi dan mengusap pucuk kepalanya. "Semoga segera mendapatkan seorang jodoh." Do'a Bi Ina kepada Dewi. Lalu, Sultan, Bi Ina, Robbie dan Mahira pun memasuki mobil dan mereka pun berangkat pergi.Saat berada di dalam Mobil, Dirly yang sedang berada di pangkuan Mahira itu pun menangis. "Cup … cup … cup, kenapa anak papa ini?" tanya Sultan kepada Dirly yang terus merengek, mungkin karena ingin mendapatkan Asi. Sedangkan Mahira ia yang duduk di kursi belakang, be
Melihat wajah itu … wajah mungil dan polos yang semua merah merona membuat hatinya terhenyak. Sultan begitu bahagia ketika mengetahui kalau dia sudah menjadi seorang ayah. "Mahira …," ucap Sultan. Lalu, dia mendekatkan wajah Mahira untuk dikecupnya. Cup …."Aku sangat bersyukur karena kamu telah memberikan buah hati yang begitu tampan untukku," ucap Sultan."Tadinya aku tidak akan membiarkan kamu tahu kalau putra kita ini adalah putramu," ucap Mahira tersenyum pahit. Sultan tercengang kenapa Mahira sampai berniat seperti itu?"Apa maksudnya? Kenapa kamu mengatakan itu?" tanya Sultan. "Karena aku kesel kamu sudah menikah dan aku kecewa saat kamu tidak mau mendengar penjelasan dariku," terang Mahira. Ayah Mahira bertepuk tangan dan mengejutkan semua orang yang ada disana. "Sudahlah … ayo kita bergembira dengan apa yang sudah terbongkar ini," sambung Joko. Sultan pun tersenyum, dia bahagia karena Joko sudah mulai bersikap ramah terhadap dia. 'Bapak senang akhirnya kamu bisa bersa
Meraih tubuh itu dan mendekapnya dengan erat. Sultan berhasil mengejar Mahira dan memeluknya. "Tolong jangan pergi, aku sangat tersiksa hidup tanpamu," ucap Sultan. Memeluk tubuh wanitanya dari belakang. Mahira terisak pilu, "rasanya aku tidak mau kalau harus menerimamu lagi. Aku kesal karena kamu tidak mau mendengarkan penjelasan dariku," balas Mahira dan berusaha untuk berontak. "Apa yang bisa aku lakukan agar kamu mau menerimaku?" tanya Sultan serius. "Aku tidak tahu! Pokoknya kamu pergi dari sini sekarang juga," bentak Mahira, dan langsung melepaskan tangan Sultan yang berada di perutnya. "Apalagi kamu sudah menikah! Untuk apa datang lagi kemari," ucap Mahira dan langsung berlari begitu saja membuat Sultan kecewa dan terluka hati. ***Sultan menghubungi Bi Ina dan memintanya untuk pergi ke desa Kemuning. Sultan ingin agar Bi Ina membantu dia mendapatkan Mahira. "Bi, tolong bantu yakinkan dia bahwa aku tidak menikah dan semua yang telah aku lakukan itu adalah pura-pura," ucap
Semua terkesiap melihat Rapika yang sampai membanting sebuah gelas sampai pecah di bawah lantai. "Ada apa, Rapika?" tanya semua orang menatap Rapika yang tubuhnya terlihat sedikit gemetaran. "Ah … Ma-maaf. Rupanya saya tidak sengaja karena tubuh saya tiba-tiba saja menggigil seperti ini," ucap Rapika. Rupanya Rapika ada niat untuk berpura-pura sakit, agar Sultan dilarang pergi oleh Anara karena harus menemaninya yang tidak sehat. "Apakah kamu sakit, Rapika?" tanya Anara terlihat cemas. Sultan menatap Rapika dan langsung saja berdiri dari tempatnya kini. "Ma, waktunya sudah mulai mepet. Sultan akan pergi sekarang," potong Sultan. Tanpa mau lama-lama lagi, Sultan ingin segera pergi. "Kamu ini kenapa? Lihat dulu kondisi istri kamu, tolong jangan pergi–""Ma, ini penting. Sultan harus segera pergi. Lagian disini banyak yang akan menjaga Rapika. Ada Bi Ina dan Maid yang lain, juga ada Mama kan." "Kamu benar juga, Nak. Yasudah kalau begitu, jaga dirimu baik-baik ya." Anara pun mengi
Begitu mengejutkan, Sultan tidak menyangka kalau Bi Ina ada di dalam kamar dan mungkin mendengar apa yang sudah dia katakan kepada Rapika. Bi Ina terdiam, sungguh tidak menyangka kalau Sultan masih belum bisa melupakan Mahira dan melakukan pernikahan pura-pura. Rapika hanya bisa menunduk ketika Sultan mengetahui keberadaan Bi Ina. "Jadi, kalian pura-pura menikah?" ucap Bi Ina. Sultan langsung saja menghampiri Bi Ina dan memegangi kedua pundaknya. "Bi, tolong jangan bocorkan rahasia ini," mohon Sultan. Entah sampai kapan dia tidak ingin semuanya terbongkar. Namun, tidak sekarang karena Sultan takut membuat Anara kecewa. "Kamu ini kenapa? Selama ini Bibi tidak pernah mengajarkan kamu berbohong!" kesal Bi Ina. Apa yang dilakukan oleh Sultan ini sepenuhnya salah dan pasti akan menjadi bumerang untuk semua orang. "Sultan tahu kalau ini salah, tapi Sultan melakukan ini karena ingin membuat Mama bahagia," terang Sultan. "Memangnya kamu pikir Nyonya Anara akan bahagia, dibohongi ole
Sultan emosi ketika ia hendak pergi ke dapur untuk menghampiri Bi Ina. Tiba-tiba saja dia melihat Rapika yang sedang berduaan di taman belakang Mansion. "Kamu itu berani-beraninya ya?" ucap Sultan yang sedang mengangkat tangan kepada Rapika. Rapika mendongak sambil menyembunyikan pacarnya di belakang dia. "Perjanjian kita ini berakhir sampai kapan, Pak? Saya butuh belaian. Jadi, kalau memang Bapak tidak ingin menyentuh saya, Ya Sudah, biarkan saya bersenang-senang dengan pacar saya," ucap Rapika mulai berani. Sebenarnya Rapika sangat menginginkan Sultan, tapi sayangnya Sultan sama sekali tidak pernah melirik dirinya. Hanya menjadikan dia sebagai istri pura-pura dihadapan orang. Jadi, Rapika pun berniat untuk membuat Sultan cemburu, sehingga sampai menyewa pacar pura-pura dan ia sengaja berduaan di saat ada pesta seperti ini. Karena ingin tahu seberapa besar rasa cemburu Sultan terhadap dirinya. "Kamu ini Rapika! Terserah saja jika kamu ingin dibelai siapapun. Tapi tolong jangan s
Mahira dengan seksama melihat acara berita tersebut. Sungguh ia menanti akan sorot wajah Sultan yang ingin ia lihat. "Hanya Pak Wisnu yang disorot. Kapan Sultan ya?" gumam Mahira tidak sabar. Setelah beberapa saat ….(Setelah perusahaan Velopmant Group sukses, Sultan Mahesa pun menjalankan bisnis pertambangan terbesar di negeri Plrvo.)Terlihat wajah tampan dengan hidung mancung dan mata hazel sedang berdiri di dekat perusahaan Velopmant Group. Dia berdiri dan menyambut para wartawan yang ada di depan perusahaan itu. Mahira pun yang melihat tampang sempurna itu langsung menelan salivanya sendiri, rupanya wajah Sultan terlihat begitu sempurna. Balutan jas formal kelas atas yang mengkilap menempel pada tubuh maskulin miliknya. Tiba-tiba saja Plep …."Apa-apa ini, Mahira? Aku tidak boleh jatuh cinta lagi kepada pria itu. Pria yang tidak mau mendengarkan penjelasan dariku."Mahira mensugesti dirinya sendiri dan langsung mematikan televisinya. Dia ingat pada saat terakhir kali berte
Senyuman indah mengambang dengan sempurna karena melihat sang putra yang sudah mulai berjalan. "Kamu tumbuh dengan baik, Nak," ucap Mahira yang sedang membantu sang putra belajar berjalan. Begitu bahagianya Mahira melihat pertumbuhan Dirly putranya dengan cepat. Walaupun tanpa dampingan suami dalam hidupnya. Mahira tetap bisa membesarkan sang putra sendirian. Juga, saat ini Mahira menjalani bisnis ekspor ikan patin yang diternak oleh juragan Joko ayahnya. Mahira langsung merangkul tubuh Dirly dan menjulangkannya ke atas. Sehingga bayangan bayi mungil itu berada di atas wajahnya, bahkan Dirly pun tertawa dengan begitu riangnya."Dirly, putraku. Bunda yakin kalau kamu akan menjadi hebat seperti ayahmu," ucap Mahira yakin. Lalu, ia pun menggendong Dirly yang masih tersenyum menunjukan kedua giginya yang baru tumbuh. Usia Dirly saat ini adalah satu tahun lebih. Dan satu tahun ini Mahira masih menyembunyikan kebenaran tentang Dirly. Namun, ada beberapa orang yang terheran-heran den