Beranda / Fantasi / Dendam Permaisuri yang Terbuang / 42. Bersekutu Dengan Iblis

Share

42. Bersekutu Dengan Iblis

Penulis: KarRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bersekutu dengan iblis pun akan Rengganis lakukan, dadanya kembang kempis tersulut emosi. Dia membutuhkan kekuatan besar untuk merebut kembali tahta kerajaan juga memberi balasan setimpal atas pengkhianatan yang pernah terjadi. "Balasan setimpal dari pengkhianat adalah kemtian," gerutu Rengganis menahan amarah dan kekecewaan. “Aku terima tawaranmu, Nyi,” jawab Rengganis setelah berpikir lama,

Dendam membelenggu Rengganis, ditambah rongrongan yang dilakukan Nyi Gendeng Sukmo, semakin memanaskan suasana hati. Rengganis menatap Nyi Gendeng Sukmo penuh keyakinan. ‘Aku yakin dia tidak akan membunuhku jika dia pun memiliki tujuan lain,’ bisik Rengganis.

Nyi Gendeng Sukmo tersenyum menyeringai, udara segar menyapa wanita demit tersebut. tidak ada hal paling membuat dia bahagia selain hari ini. “Keputusan bijak,” ujar Nyi Gendeng Sukmo. Wanita itu memeluk tubuh Rengganis, ah kehangatan tubuh manusia itu memang sangat nyaman. Tubuh sempurna bagi dirinya kelak.

Di luar Curug Si
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   43. Kesatria Bayangan

    Lelaki itu kemudian terkekeh. Dia menatap punggung wanita di hadapannya, rambut panjang itu terurai, lurus. Ah, ingin dia mengelus lalu mengecup rambut tersebut. Namun, mengingat betapa mengerikan wanita itu jika marah. Dia mengurungkan niat, dia tidak terlalu bodoh untuk hal menjijikkan yang bisa membuat diri sendiri hancur. Bisa-bisa nyawa melayang sia-sia, bukan dikenang sebagai pahlawan negara malah akan muncul rumor kesatria bayangan mati dalam keadaan mesum. “Hu, aku takut Sajani,” kelakar lelaki itu saat sang wanita membalikkan badan. Yah, ksatria bayangan itu adalah Sajani, Ksatria pertama yang ada pernah bersumpah setia kepada mendiang Ratu Leena. Dalam sumpah di masa lalu, Sajani berjanji akan menjaga dan melindungi keturunan Raja dan Ratu Leena yang tidak lain adalah penerus satu-satunya Permaisuri Rengganis. “Kau sudah pulang dari tadi?” Sajani bertanya seraya melangkah kemudian duduk di sudut ranjang dengan kaki bersila. “Apa kata Kayana dan senapati Khan

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   44. Saling Memata-matai

    Madhavi mengekor anak buahnya untuk keluar rumah, lalu berjalan sebentar ke bangunan di belakang, pintu terbuka. Dia menginjak tiga kali bagian ujung ruangan, lantai kayu yang dipijak bergetar lalu muncul lubang terowongan. Madhavi masuk ke dalam menuruni anak tangga bersama anak buahnya yang membawa lampu minyak untuk menerangi ruang bawah tanah nan gelap. Tidak menunggu waktu lama, Ki Kastara pun menyusul, dia mendekati Madhavi yang sedang menikmati arak dari gelas batok kelapa. Madhavi melirik sebentar ke arah lelaki tua itu lalu melanjutkan menyesap apa yang sedang dinikmati. “Maaf keponakanku tersayang membuatmu menunggu,” kata Ki Kastara. Madhavi berdecih, “Paman, kau sangat berani membawa wanita itu pulang ke rumah, kau tidak takut Bibi akan memergoki perbuatan mesummu dengan lacur itu, hem?” tanya wanita itu menelengkan kepala seraya meletakkan kembali gelas pada meja. “Bibi tersayangmu sedang mengunjungi orang tuanya,” jawab Ki Kastara. Madhavi

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   45. Jeratan Nyi Gendeng Sukmo

    "Kau dalam jeratanku Rengganis," lirih Nyi Gendeng Sukmo, tetapi cukup terdengar bagi Rengganis. Rengganis pikir dirinya akan mati, kepulan asap tebal mengepung dan menjeratnya. Caci maki umpatan di alamatkan Rengganis untuk Nyi Gendeng Sukmo. Salah, bukan hendak membunuhnya Nyi Gendeng Sukmo merapalkan mantra, sepertinya penderitaan Rengganis semakin bertambah. Sejurus kemudian, mulutnya terbuka muncul sebuah cahaya kebiruan. Wanita demit itu tersenyum menyeringai tanpa menjawab umpatan Rengganis. 'Aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama, ayahanda, ibunda, aku—," bisik Rengganis sudah tidak terdengar suara. Lehernya terasa dicekik kuat, air mata luruh jatuh. Nyi Gendeng Sukmo menatap tajam tidak tahu apa maksud tatapan itu. Tangan kanan membelai lalu sedikit menarik rambut Rengganis ke belakang, membuat permaisuri Kerajaan Baskara itu ketakutan bukan main. Tubuh lemas tanpa daya tidak mampu lagi melawan, dia mendongak dengan mulut terbuka. Cahaya kebiruan m

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   46. Aura yang Berbeda

    Rengganis duduk termenung di sebuah bongkahan kayu yang ada di dekat tempat latihan. Memperhatikan para bawahan yang sibuk membersihkan tempat penuh lumpur. Tempat itu porak poranda bekas hujan semalam. Tembikar dan beberapa perabot masak pun terpental jauh dari tempatnya semula. Angin ribut juga hujan lebat, begitu apa yang dikatakan beberapa prajuritnya. Padahal semalam Rengganis tidak mendapati hal tersebut ketika berada di Curug Sidangkrong. Saat pulang dari tempat Nyi Gendeng Sukmo, Rengganis dibantu lelembut itu, melayang di udara kemudian sampai di gua persembunyian, dan yeah dia tidak memperhatikan. Masih ingat jelas bagaimana wanita demit itu memperlakukan Rengganis. Tubuhnya pagi ini terasa bugar dan berenergi. Rengganis menatap beberapa kesatria yang sibuk meneliti anak panah. Dia lalu berjalan mendekati. "Permaisuri," sapa seseorang memberikan hormat dengan tangan menyatu di dada. Rengganis mengangkat tangan agar mereka menghentikan perbuatan. "Kalian

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   47. Sajani dan Madhavi

    Khandra langsung melompat dari kuda untuk turun begitu sampai di Kerajaan Baskara. Sajani tersenyum lalu berlari menghampiri kedua lelaki gagah tersebut. Namun, senyum simpul hilang saat Khandra melewatinya begitu saja. ‘Ah, apa yang sebenarnya aku harapkan, dasar bodoh!’ bisik Sajani menatap punggung Khandra. “Hai, Sajani bagaimana kabarmu?” tanya Kayana. Sajani menoleh ke belakang secepat mungkin merubah mimik wajah. “Aku baik-baik saja, bagaimana perjalanan kalian?” Sajani balik bertanya. Kedua orang itu berjalan masuk ke dalam ruangan yang dikhususkan untuk para kesatria Kerajaan Baskara. “Aku lelah ingin istirahat sebentar, nanti malam kutraktir kau makan di kedai Mbok Berek,” jelas Kayana. “Akan aku ambilkan air minum,” kata Sajani berlalu meninggalakn Kayana yang masuk ke dalam kamar. Gadis manis itu berjalan masuk ke dalam kamar milik Khandra, sang empunya sudah berganti pakaian. Baju zirah yang dikenakan tadi telah dilepas berganti setelan pan

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   48. Pesona Rengganis

    Terik matahari sangat menyengat kulit, Rengganis mengikuti para bawahannya bersembunyi di balik pohon rindang. Tatapan tajam, busur telah siap di tangan, mengintai seekor kijang. Rengganis mengambil ancang-ancang, matanya menyipit, ada rasa tidak tega melihat kijang tersebut. Namun, sepersekian detik kemudian pikiran Rengganis seperti dikendalikan sesuatu dan …. Srash! Blesh! Anak panah melesat dan menancap di punggung kijang tersebut. Rengganis melebarkan mata saat melihat anak panah itu mengenai sasaran. Tangannnya gemetaran, busur panah luruh jatuh ke tanah. “Astaga, aku membunuhnya,” keluh Rengganis memasang wajah pucat pasi. Ah, jantungnya berdegup kencang, rasa bersalah itu mengukung dirinya. Dia menoleh ke arah para bawahannya yang berlari menuju ke arah kijang tersebut dengan bersorak-sorai. “Saya tidak menyangka Permaisuri sangat hebat,” ungkap salah seorang di antara mereka. Dua orang lain mengikat kijang tersebut pada sebuah batang kayu. “Permaisuri?” pa

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   49. Darah Rakyat Jelata

    Kayana yang sempat mengangkat gelas arak untuk dia minum diurungkan, gelas itu ditaruh kembali di atas meja. Paham benar saat ini Sajani sedang marah, “Kau juga pasti paham, Sajani. Khandra bukan lelaki buaya apalagi mencintai wanita semacam ulat bulu itu,” terang Kayana membuat Sajani bernapas lega. ‘Dasar orang-orang aneh, Sajani mengkhawatirkan Khandra, sedangkan Khandra sendiri pikiran dipenuhi kekhawatiran akan Permaisuri Rengganis,’ keluh Kayana dalam hati menoleh ke arah Sajani dan Khandra bergantian. “Kau benar Kayana, Khandra kita tidak mungkin seperti itu,” jawab Sajani tersenyum, wajahnya memerah mirip buah apel yang ada di piring saji di meja. “Sajani, aku paham kau mencintai Khandra, kau tidak berniat mengungkapkan rasa cintamu?” Kayana berucap kemudian saking sebalnya menjadi pendengar dan pengamat akan tingkah laku para sahabatnya. Bagi Kayana mungkin akan lebih baik jika Sajani mengungkapkan perasaan pada Khandra. Setidaknya dia ingin Khandra tidak

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   50. Diserang Penyamun

    Khandra merasa lemas dan terkejut mendengar penuturan anak buahnya. Dia berupaya mencari keberadaan Rengganis setelah mendengar duduk permasalahan. Khandra merasa bersalah pada diri sendiri tidak mampu memberikan perlindungan bagi Permaisuri Kerajaan Baskara tersebut.*** Beberapa waktu lalu, ketika hendak pulang berburu. Gerombolan penyamun datang menyerang. Para kesatria sibuk bertarung, aduk kekuatan. Dencing pedang beradu menggema bersamaan teriakan dan bau anyir darah. Rengganis yang melihat itu gemetar, bayangan masa lalu menghantui. Ingatan silam kala sang suami menebas leher ibundanya terngiang-ngiang. “Jangan biarkan mereka lolos!” teriak salah seorang di antara mereka. Seorang lelaki berkepala botak berkacak pinggang. Terlihat seperti pimpinan di antara mereka. “Permaisuri, mari kita lari!” Dua orang kesatria membentuk pagar untuk menyelamatkan Rengganis. Salah seorang merangkul dan membawa Rengganis berlari. “Ketua, wanita itu kabur,” kata salah seor

Bab terbaru

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   Next Novel KarRa & Pengumuman Giveaway

    Next Novel: Tumbal Pengantin Iblis By: KarRa “Awalnya Kalina menerima balutan bibir itu, hingga sebuah bayangan muncul samar dalam ingatan. Sosok lelaki tampan tertutup cahaya putih, spontan Kalina mendorong tubuh Elard. “Maaf,” pinta Kalina merasa bersalah. Tidak terbersit dirinya untuk mendorong Elard, hanya saja bayangan yang selalu mengintai itu sangat menyiksa, menyesakkan dada. “Kau baik-baik saja, Sayang?” tanya Elard mengernyitkan kening melihat wajah sang kekasih pucat pasi. “Kau---?” “Bayangan dalam mimpiku terlintas dalam ingatan. Aku lelah jika harus seperti ini,” keluh Kalina. Dia mengingat setelah insiden kecelakaan dirinya sering bermimpi bertemu dengan seorang lelaki bersayap, lelaki tampan bak malaikat. Namun, bayangan lelaki itu kini semakin sering muncul, bahkan saat dirinya berdekatan dengan Elard. Sang tunangan pun tahu, Elard orang yang tahu tentang mimpi yang dia alami. Mimpi, tentu saja bukan. Apa yang terjadi pada Kalina

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   Pemungkas (Tamat)

    Pertempuran berlangsung cukup lama, Ki Kastara memiliki beberapa pendekar bayangan dengan ilmu bela diri dan kanuragan tinggi. Crask! Terdengar daging yang dihunus. Crash! Sebilah pedang berlumur darah berhasil merobek perut lawan. Teriakan menggema tanpa henti, beberapa prajurit Baskara sudah mulai tumbang. Anak buah Ki Kastara banyak yang tumbang. 'Kurang ajar, bagaimana mungkin mata-mata yang aku taruh di padepokan Elang Putih tidak memberi kabar jika Guru Besar keluar?' Ki Kastara memperhatikan satu per satu kesatria bayarannya tewas mengenaskan. Lelaki itu menggertakkan gigi hingga bergemeletuk. 'Apa mungkin mereka tewas? Atau jangan-jangan malah kabur?' dengkusnya masih dalam hati. Beberapa waktu sebelumnya, di mana aura berbeda melingkupi Padepokan Elang Putih. Saat itu Guru Besar tengah memberi arahan pada murid didiknya. Lelaki itu mendadak berhenti dan menoleh ke arah kanan-kiri serta atas, membuat beberapa murid kebingungan bukan main. Saat ini mereka tengah dud

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   133. Menghabisi Ratu Rengganis

    Empu Jagat Trengginas menutup mata, merasakan kesejukan, dunia pak tua itu terkesan damai. Suara-suara binatang hutan memekik perlahan memudar, pun bunyi-bunyian khas hutan menjadi tidak terdengar. Lelaki sepuh tersebut masih memusatkan perhatian pada satu titik. Menyatu bersama alam, mendadak waktu bahkan seperti lambat berjalan dalam satu pusat pikiran. Hingga setetes air dari daun yang menetes jatuh ke kubangan pun terdengar. Clang! Air itu jatuh, Empu Jagat Trengginas tersenyum mendengar derap langkah kuda. Aura yang sangat dia kenal terasa meski jarak mereka berjauhan. Daun dari ranting pohon mulai berguguran tertiup angin. Empu Jagat Trengginas membuka mata, gerakannya secepat kilat berlari menyusuri hutan tanpa kendala, ah bukan tanpa kendala. Hanya saja gerakan lelaki sepuh iru terlampau cepat. Bertepatan pada daun jatuh di tanah. Kaki lelaki itu melompati ranting pohon lalu menapak di tanah. Seorang lelaki gagah menunggang kuda kemudian menarik tali. Kuda me

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   132. Pukulan Dahsyat Ajian Brajamusti

    Sudah berhari-hari Kayana dan juga pasukan kesatria bayangan berkeliling hutan tanpa tahu jalan keluar. Mereka sudah merasakan gusar lantaran berulang kali melewati tempat sama. Mereka turun dari kuda kemudian duduk di akar pohon besar yang menjulang keluar tanah. Mereka tampak lelah dan letih secara bersamaan. Seorang lelaki tiba-tiba datang melompat dari atas pohon. Kakinya berpijak di tanah kering dengan tangan membawa bungkusan daun. "Kau lama sekali mencari makan," ujar Kayana. "Ah, maaf. Aku baru mengisi bumbung air untuk kita minum di air terjun arah sana. Ini sudah kesekian kalinya berputar-putar di tempat yang sama," keluh lelaku itu meletakkan buah-buahan hutang yang di pertik di tanah dekat mereka semua duduk. "Sepertinya kita terkena uyut mimang," ujar salah seorang. "Ah, sungguh sial!" keluh Kayana menggaruk kepala. "Ketua, sekarang kita harus bagaimana?" Salah seorang lagi bertanya pada Kayana membuat lelaki itu semakin pening.

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   131. Ajian Saipi Angin

    Rengganis dan Guru Besar sempat berbincang-bincang sebelum Kayana pergi. Lelaki itu berpesan pada Khandra untuk berjalan ke arah berlawanan yang Kayana tuju. Perjalanan tidak tentu arah mencari Ki Kastara juga Empu Jagat Trengginas semakin pelik. Jika Sajani berjalan ke arah ujung utara demi meminimalisir pencarian. Sebenarnya jalan yang di tempuh ketiga kesatria tersebut sudah dalam saran Guru Besar. Kini sepasang kesatria elang putih terpisah di jalan masing-masing. Pun tidak jauh berbeda dengan Khandra yang diutus Guru Besar menjelajahi arah selatan. Berharap Empu Jagat Trengginas dapat ditemukan. "Guru, guru mengatakan jika di arah utara banyak sekali hutan yang berkabut tertutup uyut mimang. Apa Kayana akan baik-baik saja?" tanya Rengganis usai Gautam dan Goga meningggalkan istana. "Tenang saja, Kayana bukan sembarangan pendekar bela diri tanah air. Dia salah satu murid terbaik yang hamba miliki," ungkap Guru Besar yakin. "Semoga saja Empu Jagat Trengginas da

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   130. Kematian Tragis Madhavi

    Saat Rengganis dan juga Guru Besar yang sesungguhnya merupakan Mang Damar itu tengah membahas serius kelanjutan rencana. Di luar Istana sudah dibuat geger akan kemunculan para bandit. Siapa lagi jika bukan Gautam dan Goga. Mereka muncul dengan mendorong gerobak berisi mayat Madhavi. Para warga berteriak histeris antara terkejut dan takut. Hingga keributan itu terdengar sampai ruangan Taman Sari. “Ada ribut apa di luar?” tanya Rengganis teralihkan perhatian atas teriakan orang-orang. Mang Damar menutup mata, dia mencoba merasakan aura yang ada di sekitar. “Nampaknya ada tamu tidak terduga berencana bertemu Permaisuri,” kata Mang Damar tersenyum. “Tapi saat ini saya tidak bisa menerima tamu, Mang Damar pun paham dengan keadaan saya, bukan?” “Sungguh sangat paham, tetapi jika tidak ditemui nantinya Permaisuri yang akan repot,” ujar Mang Damar. “Baiklah, selama Guru Besar berada di samping saya,” jawab Rengganis. Mang Damar kembali menggunakan ca

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   129. Hukuman Menyakitkan

    Sajani merasa tak enak hati, takut pula jika para bandit tersebut bersikap tidak suka akan tindakan tidak sopannya. Gautam dan Goga memandang tajam bak menguliti. Lalu keduanya terbahak membuat perut buncit itu mengangguk-angguk. “Maaf atas ketidaksopanan saya,” kata Sajani lagi. “Hahaha … tidak masalah Cah Ayu, aku bahkan dengan senang hati akan mengantarkan kau ke arah sumber suara,” ujar Gautam lantas berdiri. Sajani tersenyum angkuh, “Jika Kisanak tidak keberatan,” sambut Sajani tersenyum. “Hahaha … dasar wanita culas!” ejek Goga. Sajani hanya tertawa mencibir, dia tidak akan mengambil hati pada ucapan kasar terkesan sampah yang terlontar dari mulut para bandit. Karena memang demikianlah mereka. Mereka pun melangkah ke arah sumber suara. Mata Sajani melebar menangkap sosok wanita tidak asing tengah dilecehkan seorang lelaki. “Kau kenal dengannya bukan?” Gautam bertanya seraya bersandar pada dinding gua pengap itu. “Ma … Madhavi,” bisikny

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   128. Menyambangi Sarang Penyamun

    Derap lompatan kaki kuda terdengar, sebagai pertanda sang empunya terlalu tergesa memacunya. Kayana menatap lurus ke arah depan, mulai membelah hutan yang mulai dingin nan lembab. Belum lagi guyuran hujan turut serta. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah. Demi mencari pelaku kejhahatan yang sesungguhnya tidak peduli semak berduri maupun hujan lebar diterjang. “Kayana, kita sudah berjalan terlalu lama, mari istirahatkan diri,” teriak salah seorang kawan. Kayana menarik tali kuda membuat terhenti, dia menoleh sekeliling yang ditemui hanya pepohonan tertutup semak-belukar. “Kita istirahat jika menemukan perkampungan, akan sangat bahaya jika berada di hutan asing. Terlebih banyak bandit berkeliaran di saat cuaca seperti ini,” ujar Kayana. “Baiklah, mari bergegas!” ajak salah seorang. Hyat! Mereka kembali memacu kuda membelah semakin belukar, entah akan sampai mana mereka berjalan tanpa tentu arah tersebut. hutan terlalu mengerikan juga membuat tersesat.

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   127. Pengakuan Rengganis

    Rengganis memeluk tubuh Khandra, lelaki itu tersenyum berusaha membuat nyaman sang permaisuri. Entah bagaimana mengartikan hubungan keduanya. Baik Khandra maupun Rengganis pun tidak paham. Rengganis menutup mata, menghidu aroma keringat Khandra yang khas. Rasanya sungguh menenangkan, Permaisuri Rengganis benar-benar terlena dia mempererat pelukan. Hingga tanpa sadar tangan itu menelusup ke bagian pakaian mirip rompi yang dikenakan Khandra saat ini. Tangan halusnya meraba perut rata, berotot, dan berbentuk selayaknya lelaki perkasa. Mendapat perlakuan itu darah Khandra berdesir. Aroma wangi rambut Rengganis membuat sisi lain lelaki itu bangkit. Ada keinginan menarik segera sang permaisuri agar kembali berbaring kemudian membuat berteriak di bawahnya. Sayang, bayangan wajah pias Rengganis usai sadar tadi berlarian dalam ingatan Khandra. Tidak kuasa ia bertindak terlalu jauh. Khandra menghela napas berat. "Permaisuri, apa tidak sebaiknya saya pergi setelah Kayana dan pasukan baya

DMCA.com Protection Status