Beranda / Urban / Dendam Membara Sang Pewaris! / 90. Itu Janjiku! Meneror Hari-Hari Mereka

Share

90. Itu Janjiku! Meneror Hari-Hari Mereka

Penulis: imam Bustomi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-21 23:52:36

“Akhhhh ....” Wahyu menjerit kesakitan ketika sebuah peluru menyapa telapak tangan kirinya hingga berlubang, darah segar pun mengalir deras.

Wahyu merasa hidupnya benar-benar sudah tamat. Hendrawan pasti akan membunuhnya setelah flashdisk berisi rekaman pembunuhan itu sudah diserahkan.

Sementara Hendrawan begitu lihai memainkan pistol di tangan dengan tatapan mata berkilat iblis. Baginya, Senjata adalah mainan. Sudah banyak korban berjatuhan di tangannya.

“Malam ini adalah malam yang spesial bagiku, karena orang yang aku bunuh adalah sahabatku sendiri,” seru Hendrawan sembari mengarahkan pistol ke arah Wahyu. Namun, di detik berikutnya dia menurunkan pistol itu lagi, perlahan senyuman licik terbit di bibirnya. “Tapi aku mau kasih kesempatan hidup untukmu. Jarang-jarang loh aku berbaik hati pada musuhku. Aku akan membiarkanmu tetap hidup asal kamu mengatakan siapa yang menyuruhmu? Siapa orang yang menginginkan kematianku?”

Wahyu terengah dengan wajah memerah, giginya bergemelatuk menah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   91. Menyamar Menjadi Pemulung

    Aldan dan Faizal berangkat menuju kawasan kantor polisi tempat Hendrawan bertugas. Mereka harus sampai terlebih dahulu di sana.Di tengah perjalanan tiba-tiba ponsel Aldan berdering. Nama Adelia terpampang di layar.Aldan berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangkat telepon itu, “Ya hallo, sayang.”“Ada dimana? Lama banget,” keluh Adelia terdengar cemberut.“Servicenya ngantri, sayang,” kilah Aldan.“Sekarang udah pulang?” “Belum, sayang.”“Lah itu suara mobil.” Adelia mulai curiga.“Hehe mau cari baju dulu. Sabar ya sayang, bentar lagi aku pulang kok,” kilah Aldan dengan suara lemah lembut agar Adelia mempercayainya.“Yaudah cepetan, jangan lama-lama,” pinta Adelia kesal.“Oke, daaahhh,” kata Aldan, lalu dia mematikan sambungan telepon setelah ada jawaban serupa dari Adelia.Setelah itu, Faizal mempercepat laju mobil. Kurang lebih dari 15 menit akhirnya tiba di daerah kantor polisi.“Sekarang apa rencana Bos?” tanya Faizal penasaran sembari meminggirkan mobil ke pinggir jalan.“Sebe

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   92. Misi Merebut Flashdisk

    Aldan berlari super kilat meninggalkan jauh para polisi yang mengejarnya. Di perempatan jalan, dia berbelok ke arah kiri sembari melepas rambut palsunya. Dia menuju mobil Faizal di depan sana dan masuk ke dalam sebelum ada polisi yang melihatnya.Aldan bersembunyi di bawah kursi belakang kemudi. Di bawah sana, dia melepas pakaian dan menggantinya dengan pakaian lain. Bukan hanya itu, dia mengganti aksesoris penyamaran lainnya yang melekat di tubuh.Sementara Faizal tidak langsung cabut. Dia justru turun dari mobil dan berpura-pura mengecek ban mobil.Di titik ini, beberapa polisi sudah sampai di perempat jalan dan menuju ke arah mobil Faizal berada.“Apa kalian melihat pemulung berambut keriting pakek baju warna merah?” tanya salah satu polisi pada pejalan kaki.“Gak lihat, Pak,” jawab pejalan kaki jujur.Beberapa polisi lainnya menghampiri Faizal yang sedang mengecek ban belakang mobil.“Selamat malam, maaf mengganggu,” sapa salah satu polisi, sementara teman-temannya mengecek mobil

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   93. Melihat Wajah Pria Bersepatu

    Wajah Aldan dan Faizal begitu semringah ketika Flashdisk terhubung dan terbaca di layar ponsel.Di flashdisk hanya ada 3 folder, tentu itu mempermudahkan Aldan mencari rekaman yang berkaitan dengan peristiwa pembunuhan 10 tahun silam.“Mungkin ini,” Aldan memencet salah satu folder tak berjudul. Hanya berisi foto-foto pemandangan.Aldan memeriksa folder lainnya, dan hanya berisi foto-foto masa lalu Wahyu. “Tampan juga ternyata bajingan itu,” ucap Faizal tersenyum kecut menatap foto Wahyu kecil. “Tapi sayang tuanya jadi iblis.”“Persetan dengannya.” Aldan tidak peduli dengan foto masa kecil Wahyu. Dia lebih mementingkan sebuah rekaman yang bisa mengungkap kasus pembunuhan orang tuanya yang terkubur selama 10 tahun“Berarti yang ini.” Aldan membuka folder terakhir. Perlahan senyuman seringai terbit di bibirnya ketika isi folder itu ada sebuah rekaman berbentuk 1 audio dan 1 video. “Ini dia yang kucari-cari.”Aldan mulai memutar rekaman video berdurasi 3 menit 38 detik terlebih dahulu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   94. Nama Pria Bersepatu

    “Apa?!” pekik keras Hendrawan saat dia mendengar kabar teman-teman kepolisian gagal menangkap pemulung yang mencuri flashdisk miliknya.“Cari sampek ketangkap! Flashdisk itu sangat penting!” titah Hendrawan meninggikan suara. “Libatkan tim IT untuk melacak jejaknya. Jangan biarkan dia lolos.”Ketika sambungan telepon terputus, Hendrawan langsung melemparkan ponsel ke tumpukan dokumen yang ada di atas meja kerjanya.“Ahhhhhh ....” Hendrawan menggebrak meja dengan penuh emosi. Lalu dia mengibaskan beberapa kertas dokumen yang ada di atas meja hingga jatuh berserakan ke lantai. “Siapa dia? Gak mungkin seorang pemulung mencuri sebua flashdisk, kecuali dia tau apa isi flashdisknya. Aku sangat yakin dia orang-orangnya Wahyu.”Hendrawan mendaratkan tubuh ke sandaran kursi, dengan kedua siku tangan bertumpu pada pegangan kursi kebesarannya. Sesekali dia putarkan kursi seirama dengan rasa cemas dalam hatinya.“Tapi bagaimana jika dia bukan orang-orangnya Wahyu? Bagaimana jika dia orang lain ya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   95. Tidak Ada Tempat Bersembunyi

    Setelah pulang ke rumah kontrakan, sebenarnya Aldan ingin menemui Adelia. Namun, kekasihnya tertidur.Aldan pun kembali ke kamar di rumah kontrakan untuk menggunakan keahlian hacker-nya dalam membobol cctv yang mengarah ke sekitar perempatan jalan daerah kantor polisi. Dia ingin menghapus rekaman yang menunjukkan dirinya sedang masuk ke dalam mobil. Sementara Faizal juga bergerak cepat mengganti dan mengubah penampilan mobilnya. Tentu tujuan mereka adalah menghilangkan jejak agar kepolisian tidak curiga. Saat jari-jemari Aldan bergerak cepat di atas kerboard, telinganya sambil mendengarkan curhatan Hendrawan.Aldan sangat senang, malam ini dirinya bagai mendapat rezeki nomplok dari langit. Dia mendapat sebuah rekaman yang menunjukkan percakapan 3 sekawan yang merencanakan pembunuhan orang tuanya. Rekaman itu sekaligus memperlihatkan wajah pria bersepatu yang selama ini dia cari. Kesenangannya bertambah lengkap saat dia berhasil menghapus rekeman cctv perempatan jalan kantor polisi. D

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   96. Mencari Informasi Tentang Joshua

    Menjelang jam istirahat, Aldan merapikan beberapa dokumen di atas meja. Di titik ini tiba-tiba ponsel miliknya bergetar. Ada sebuah pesan dari Verra Kristian.[Putra, ketemuan di restoran aja, ya. Gak usah jemput aku. hehe malu sama teman-teman, bunyi pesannya dengan diselipi smile emoticon.Aldan membalas pesan itu dengan mengulas senyuman tipis, [Iya GPL] [Iya iya bawel,] balas lagi dari Verra, diakhiri dengan emoji menjulurkan lidah.Aldan memasukkan ponsel ke kantong baju. Perlahan senyuman miring terbit di bibirnya dan membatin, 'Verra aku kasian padamu. Tatapan matamu mengharapkan aku mengatakan cinta padamu. Tapi maaf, Verrra. Aku mencintai orang lain, hatiku sudah kuberikan pada Adeliaku. Kamu cuma aku manfaatkan untuk memuluskan balas dendamku pada iblis-iblis yang membunuh orang tuaku. Salah satu iblis itu adalah Papamu. Papamu juga harus mendapat hukuman dariku.'Aldan bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Faizal yang masih merapikan beberapa dokumen.“Pasti mau n

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   97. Belum Saatnya Wahyu Mati

    Saat ini Wahyu digiring ke ruangan rahasia. Tatapan matanya seperti tak mempunyai semangat untuk melanjutkan hidup. Dia sudah tak sanggup menahan gempuran-gempuran siksaan dari skenario yang Hendrawan ciptakan. Sementara di depan Wahyu, ada seorang kepala polisi yang duduk dengan tatapan mata berkilat iblis. “Berikan rekaman itu padaku,” ucap Hendrawan memulai pembicaraan. Dia masih meminta dengan baik-baik. “Rekaman apa?” Wahyu tak mengerti. “Jangan pura-pura sok polos, Wahyu. Berikan Flashdisk itu lagi padaku.” Hendrawan mulai sedikit meninggikan suaranya. “Flashdisk apa lagi, Hendrawan? Kemarin kamu sudah merampasnya dariku,” respon Wahyu yang mengira Hendrawan sedang berakting. Hendrawan mendengkus miring, lalu dia memberikan ponsel miliknya pada Wahyu, “Mau mengelak lagi?” Wahyu masih mengira Hendrawan sedang bermain-main. Dia mengambil ponsel itu yang sudah disuguhkan sebuah rekaman cctv yang menunjukkan pencurian Flasdisk. Namun, Wahyu justru tersenyum kecut dan melempa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   98. Mencari Petunjuk Melalui Berita Lama

    Faizal memarkirkan mobil di pinggir jalan di sekitar daerah rumah Wahyu.Menggunakan nomor baru, Faizal mengirim sebuah video rekaman itu ke nomor Hendrawan. Tentu dia melakukannya atas perintah Aldan.Tujuan mengirim video rekaman percakapan 3 sekawan 10 tahun silam untuk memperkeruh keadaan dan mempermainkan Hendrawan dan Wahyu. Dengan begitu, mereka pasti saling menuduh satu sama lain.“Skenario permainan Bos sangat menakjubkan. Bos membuat tontonan film yang penuh plot twish. Ini wajib ditayangkan di bioskop seluruh dunia. Ini film terbaik, terdahsyat, terkeren yang pernah ada,” gumam Faizal tersenyum puas dan berganti menjadi tawa lucu.“Aku gak sabar menantikan episode selanjutnya, sayang sekali untuk dilewatkan,” ucap Faizal terkekeh pelan sembari melepaskan sim card dari ponsel. “siapa yang akhirnya mati duluan, ya? Hemmm penasaran aku.” Faizal mematahkan sim card dan membuangnya ke luar mobil. Pekerjaannya harus rapi agar musuh tidak bisa melacak. Tujuan mengirim video di da

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23

Bab terbaru

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   113. Dhea Belum Siap

    Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   112. Bukan Malaikat Penolong

    Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   111. Dhea Justru Ketakutan

    Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   110. Deal?

    “Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   109. Temuilah Akhir Riwayatmu!

    Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   108. Aldan Melihat Kalung Liontin

    Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   107. Rencana Adelia

    “Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   106. Dilema

    Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   105. Mimpi Buruk Itu Gambaran Masa Lalunya

    “Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun

DMCA.com Protection Status