Beranda / Urban / Dendam Membara Sang Pewaris! / 97. Belum Saatnya Wahyu Mati

Share

97. Belum Saatnya Wahyu Mati

Penulis: imam Bustomi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-23 23:32:05

Saat ini Wahyu digiring ke ruangan rahasia. Tatapan matanya seperti tak mempunyai semangat untuk melanjutkan hidup. Dia sudah tak sanggup menahan gempuran-gempuran siksaan dari skenario yang Hendrawan ciptakan.

Sementara di depan Wahyu, ada seorang kepala polisi yang duduk dengan tatapan mata berkilat iblis.

“Berikan rekaman itu padaku,” ucap Hendrawan memulai pembicaraan. Dia masih meminta dengan baik-baik.

“Rekaman apa?” Wahyu tak mengerti.

“Jangan pura-pura sok polos, Wahyu. Berikan Flashdisk itu lagi padaku.” Hendrawan mulai sedikit meninggikan suaranya.

“Flashdisk apa lagi, Hendrawan? Kemarin kamu sudah merampasnya dariku,” respon Wahyu yang mengira Hendrawan sedang berakting.

Hendrawan mendengkus miring, lalu dia memberikan ponsel miliknya pada Wahyu, “Mau mengelak lagi?”

Wahyu masih mengira Hendrawan sedang bermain-main. Dia mengambil ponsel itu yang sudah disuguhkan sebuah rekaman cctv yang menunjukkan pencurian Flasdisk.

Namun, Wahyu justru tersenyum kecut dan melempa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   98. Mencari Petunjuk Melalui Berita Lama

    Faizal memarkirkan mobil di pinggir jalan di sekitar daerah rumah Wahyu.Menggunakan nomor baru, Faizal mengirim sebuah video rekaman itu ke nomor Hendrawan. Tentu dia melakukannya atas perintah Aldan.Tujuan mengirim video rekaman percakapan 3 sekawan 10 tahun silam untuk memperkeruh keadaan dan mempermainkan Hendrawan dan Wahyu. Dengan begitu, mereka pasti saling menuduh satu sama lain.“Skenario permainan Bos sangat menakjubkan. Bos membuat tontonan film yang penuh plot twish. Ini wajib ditayangkan di bioskop seluruh dunia. Ini film terbaik, terdahsyat, terkeren yang pernah ada,” gumam Faizal tersenyum puas dan berganti menjadi tawa lucu.“Aku gak sabar menantikan episode selanjutnya, sayang sekali untuk dilewatkan,” ucap Faizal terkekeh pelan sembari melepaskan sim card dari ponsel. “siapa yang akhirnya mati duluan, ya? Hemmm penasaran aku.” Faizal mematahkan sim card dan membuangnya ke luar mobil. Pekerjaannya harus rapi agar musuh tidak bisa melacak. Tujuan mengirim video di da

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   99. Rem Blong

    Di kamar pribadi miliknya,Adelia baru saja selesai mandi dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Beberapa hari, dia hanya berdiam diri di rumah. Dia masih trauma atas kejadian percobaan pembunuhan oleh penjahat terhadap dirinya. Padahal banyak pesan dan telepon masuk yang meminta dirinya untuk menjadi pengacara orang-orang itu. Namun, dia menolak secara halus dan merekomendasikan pengacara lain yang menurutnya juga mengutamakan keadilan hukum.“Huhhhh bosen,” keluh Adelia sembari memainkan ponselnya.Tetiba jari-jemari Adelia bergerak mencari sebuah foto di galeri, “Kalung ini sangat cantik.”Adelia memandangi foto kalung liontin berwarna putih yang masih menghantui dirinya. “Gak nyangka kalung ini udah 10 tahun bersamaku.” Adelia memperbesar foto itu dan mengamati ciri-ciri khasnya.Tidak puas hanya memandangi foto, Adelia bangun dari rebahan dan mengambil kalungnya yang disimpan di dalam lemari.“Siapa pemilikmu? Kenapa kamu kayak gak mau kembali lagi ke pemilikmu? Apa kar

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   100. Penyebab Rem Blong

    Suara klakson bus terdengar nyaring seketika, sementara Aldan berusaha tidak panik. Dia meliukkan motor ke arah kiri sebelum bus itu mencium badan motornya.“Rem blong!” teriak Aldan sembari membunyikan klakson untuk memberi tahu pengendara lainnya.Pengalaman Aldan disini berbicara. Semua panca indranya saling bekerja sama, Dia meliuk-liuk melewati beberapa kendaraan sembari menurunkan gigi gas motor secara bertahap.Usaha Aldan membuahkan hasil, kecepatan laju motornya semakin melambat dan akhirnya bisa dikendalikan.“Kurang ajar! Siapa yang berani merusak rem motorku? Aku akan membalasnya,” gumam Aldan kesal sembari menepikan motornya di tepi jalan.Aldan turum dan memeriksa keadaan motornya. Ternyata dugaannya benar, kabel rem-nya rusak dan tak tersambung sempurna. Bukan hanya itu saja, kanvas rem juga hilang.“Bangsat!” umpat Aldan pelan. “Awas saja kau, Pak Tua. Aku akan membalasnya.”“Siapa lagi kalo bukan pak tua bangka? Brengsek!” umpat Aldan sembari naik ke motor dan melajuk

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   101. Memaafkan Santoso

    Seseorang itu adalah karyawan yang bertugas menjaga tempat parkiran khusus karyawan kantor.“Stop. Diperlambat,” pinta Dhea dan seketika petugas itu menurut. “Bukankah dia pak Santoso?”Dari rekaman cctv itu jelas terlihat Santoso, seorang karyawan penjaga tempat parkiran sedang melangkah dengan tatapan mata penuh waspada. Dia membuka bungkusan koran yang berisi tang potong dan beberapa kunci motor. Dia bergerak cepat dan gemetaran saat memulai aksinya merusak kabel dan mengambil canvas motor milik Aldan.Spontan saja Dhea dan semua petugas melotot melihat rekaman itu. Bahkan kini sang CEO mengepalkan tangan dengan sempurna. Sementara Aldan bersikap biasa saja. Dia sudah tak heran lagi, pasti Santoso disuruh oleh Lukman Wafa untuk merusak rem motornya.Namun, di detik berikutnya Aldan berpura-pura memasang wajah sedih ketika beberapa petugas IT menoleh ke arahnya, “Apa salahku? Kenapa Cindy dan pak Santoso mau mencelakaiku? Padahal aku baru kerja disini.”“Kamu tidak salah apa-apa,” u

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   102. Butuh Bukti Yang Lebih Kuat

    Dhea sangat kegirangan mendengar pengakuan jujur dari Santoso. Akhirnya ada bukti kuat untuk menyeret Lukman ke jalur hukum sekaligus menendangnya dari perusahaan cosmo indofood.Petugas IT yang ada di sana pun tak kalah girangnya. Mereka seperti sudah mengetahui sifat Lukman yang semena-mena, tetapi tidak berani melaporkan pada Dhea Diantama selaku ceo perusahaan karena takut. Lukman sudah pasti menyewa preman untuk mencelakai siapa saja yang melawan dan mengadu pada sang CEO.Namun, berbeda dengan Aldan. Dia tampak belum puas hanya mendengar pengakuan Santoso. Dia yakin itu masih belum cukup untuk melumpuhkan Lukman.Dia butuh bukti yang lebih kuat lagi sehingga sekretaris ceo itu tak bisa bermain kelicikan.“Apa anda berkata jujur?” tanya Dhea untuk memperjelas pengakuan Santoso.Santoso menoleh ke arah Dhea dengan tangisan masih melekat, “Saya berkata jujur. Pak Lukman yang telah menyuruh saya untuk merusak rem motor punya pak Putra. Saya terpaksa menuruti permintaannya. Saya tak p

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   103. Master Of Disguise

    Sebelum pulang, Aldan memberi saran pada Dhea untuk menangkap Lukman keesokan harinya di kantor. Aldan juga mengingatkan pada sang ceo untuk memastikan tidak ada permainan hukum yang dilakukan Lukman dengan pihak yang berwenang.Setelah urusan selesai, Aldan pulang dengan memesan gojek. setiba di rumah kontrakan, senyuman manis terbit di bibirnya ketika melihat Adelia berdiri di ambang pintu dengan tatapan cemberut.Aldan memberi isyarat pada Adelia untuk menunggunya di dalam. Lalu dia masuk ke rumah kontrakan untuk membersihkan diri sebelum akhirnya dia pergi ke rumah kekasihnya lewat pintu belakang.“Hai cantik,” sapa Aldan menghampiri Adelia yang tengah duduk di sofa. “ maaf ya udah nunggu lama. Tadi ada urusan mendadak di kantor.”Adelia cemberut dan memalingkan wajah ke arah lain, “Alasan. Katanya cepet pulang, eh gak tau-nya ingkar janji. Dasar.”“Hehe iya, iya maaf aku salah,” ucap Aldan sembari mengelus rambut Adelia dengan lembut.Adelia melipatkan tangan dengan ekspresi masa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   104. Seorang Wanita Mengunjungi Makam

    Aldan, Faizal, dan Adelia pergi menikmati indahnya malam di salah satu pusat permainan yang ada di jakarta. Mereka sangat senang bisa jalan-jalan bersama tanpa ada gangguan sedikitpun.Saat mereka menikmati indahnya malam, berbeda dengan seorang wanita yang tampak bersedih berjalan menuju area pemakaman.Mengenakan baju dan celana berwarna hitam, kacamata dan selendang berwarna senada, juga membawa dua bucket bunga segar. Wanita itu melangkah dengan pelan menuju makam Chandra dan Yuyun.“Bagaimana kabarmu Chandra? Yuyun?” tanya wanita itu duduk di tengah-tengah makam kedua orang tua Aldan. Wanita itu masing-masing meletakkan satu buket bunga di depan nisan Chandra dan Yuyun. “Sudah 2 bulan aku tidak mengunjungi kalian. Maaf, akhir-akhir ini aku sangat sibuk.”Lama wanita itu terduduk dengan bergantian memegang nisan Chandra dan Yuyun dengan tatapan sedih.“Maafkan aku, Chan. Maafkan aku, Yun. Berulang kali aku meminta maaf, meski aku tau kesalahan dan dosaku gak bisa terampuni. Aku b

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   105. Mimpi Buruk Itu Gambaran Masa Lalunya

    “Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26

Bab terbaru

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   113. Dhea Belum Siap

    Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   112. Bukan Malaikat Penolong

    Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   111. Dhea Justru Ketakutan

    Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   110. Deal?

    “Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   109. Temuilah Akhir Riwayatmu!

    Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   108. Aldan Melihat Kalung Liontin

    Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   107. Rencana Adelia

    “Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   106. Dilema

    Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   105. Mimpi Buruk Itu Gambaran Masa Lalunya

    “Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun

DMCA.com Protection Status