Faizal masih mengawasi dari kejauhan gerak-gerik kedua orang bertubuh besar itu yang terlihat mencurigakan.Di saat bersamaan ada satu mobil polisi berhenti di sekitar rumah Adelia. Dia turun dari mobilnya dengan mengenakan pakaian dinas kepolisian. Semua wartawan yang masih ada disana pun menoleh dan langsung mengerubungi polisi itu.Polisi itu tersenyum ramah, “Maaf ya teman-reman wartawan, berikan saya jalan. Saya perlu menyampaikan amanah saya kepada saudari Adelia.”“Apa ini berkaitan dengan kasus saudara Iqbal?” tanya salah satu wartawan.Polisi itu mengangguk, “Maaf ya saya tidak bisa lama disini, saya harus menyampaikan hal penting kepada saudari Adelia.”Polisi itu melangkah maju ke depan, para wartawan pun terpaksa membuka jalan sambil tetap mengikuti sang polisi.“Selamat malam, saudari Adelia,” sapa polisi itu ramah setelah berdiri di depan Adelia.“Selamat malam, pak. Ada keperluan apa bapak menemui saya?” tanya Adelia ramah, meskipun tatapannya mencari sebuah kebenaran.
Tubuh Adelia diikat kuat di kursi, mulutnya juga disumpal dengan kain. Air mata ketakutan gadis itu keluar tanpa permisi. Jantungnya berdegup kencang, rasanya akan keluar dari tubuh. Perasaan merinding menyelimutinya ketika mereka menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Rasa takut yang menyelimuti diri Adelia semakin menjadi-jadi ketika mereka melangkah mendekat, apalagi satu orang memainkan pisau di tangannya seperti ingin menyembelih hewan. “Heuuummmn ....” Adelia meronta-ronta sembari berteriak dengan mulut yang tersumpal kain. Pikiran Adelia kalut, sepertinya hal buruk akan terjadi pada hidupnya. Hal yang paling menakutkan dalam pikirannya adalah mereka memperkosanya. Tentu saja Adelia tidak mau kejadian itu terjadi, lebih baik dia mengakhiri hidupnya daripada digilir paksa oleh mereka. Namun, apa yang bisa Adelia lakukan? Melepaskan diri saja tak bisa. “Aku pikir kamu pengacara hebat, tapi nyatanya kayak anak kecil yang mudah ditipu,” seru polisi itu yang disambut tawa re
“Apa yang akan kamu lakukan, Putra? Lebih baik kita telepon polisi saja, biarkan Negara yang menghukumnya,” saran Adelia menatap lembut pada Aldan. Mereka memang melakukan kejahatan dan hampir saja melecehkannya, tetapi Adelia tidak ingin Aldan bermain hakim sendiri. Aldan tersenyum kecut, “Apa kamu yakin mau menelpon polisi?” Adelia sekilas membuka mata lebar-lebar, pertanyaan Aldan membuat dirinya sadar bahwa saat ini polisi bagaikan bunglon, tidak bisa dipercaya. Adelia semakin terbuka pikirannya ketika melihat polisi itu, “Siapa yang menyuruhnya?” tanya Adelia penasaran. Dia curiga pada Hendrawan yang menyuruh para penjahat untuk menculik dan mencelakainya. Bukan tanpa alasan, dia mencurigai Hendrawan karena terlibat dalam memanipulatif kasus Iqbal. Aldan tersenyum. Dia mengerti apa yang ada dalam pikiran kekasihnya, “Kita cari tahu kebenarannya.” Aldan memutar badan dan menatap puas pada para penjahat yang sudah diikat oleh Faizal. Perlahan energi pembunuh yang sedari tadi
Sembari menenangkan Adelia, Aldan memberi isyarat pada Faizal dengan gerakan tangannya.Faizal mengerti dan cepat tanggap. Dia menyeret mereka satu per satu ke sudut ruangan. Lalu dia langsung mengintrogasi para penjahat, sembari memberikan hadiah pukulan. Tentu ini bagian dari pengalihan dan kewaspadaan agar mereka tidak mendengar sesuatu hal sensisitif yang bisa merusak rencana balas dendam Aldan. Rahasia identitas pimpinan white master itu harus tetap terjaga, termasuk Putra nama samarannya.Sementara Adelia masih menangis di pelukan Aldan. Mungkin jiwa Adelia akan terguncang jika tidak ada Aldan disisinya. Berkat Aldan, hidupnya selamat dari para monster yang hampir mengotori tubuhnya.“Terima kasih, Putra.” Adelia lebih menenggelamkan wajahnya di dada Aldan. Dia merasakan kenyamanan dan ketentraman di pelukan pria tampan yang kini menjadi miliknya, seolah-olah masalah hilang seketika. Bahkan dia melupakan masih ada orang banyak di ruangan itu.“Emm sudah tugasku menjagamu.” Aldan
Mendapat bentakan dari Aldan, tentu saja Adelia membulatkan mata. Namun, keterkejutan tak berlangsung lama ketika melihat Aldan mengedipkan mata berulang kali sambil tersenyum konyol. Itu menandakan bahwa Aldan sedang bercanda dan bermaksud menakut-nakuti para penjahat.Benar saja, para penjahat di bawa sana terlihat gemetaran dan berteriak dalam keadaan mulut tertutup. Tergambar jelas ketakutan menghiasi wajah mereka seperti seekor tikus yang melihat kucing.Faizal tak bisa menahan tawanya melihat reaksi para penjahat yang terlihat sangat lucu dan menghibur, “Ada apa? Kenapa kalian meriang?”“Is,” panggil Aldan, seketika Faizal menghentikan tawanya dan menoleh le arah sang bos.“Ya?”“Bawa perempuan ini ke luar dan cepatlah kembali, bawa senjata pusaka putih. Aku mau main dengan mereka,” titah Aldan begitu dingin, membuat Adelia langsung protes dengan mata melotot.Aldan megedipkan mata, memberi isyarat pada Adelia bahwa ucapannya hanya sekedar menakut-nakuti para penjahat.Pancingan
Hendrawan menemui beberapa media yang berkumpul di kantor polisi. Dia tetap melebarkan senyuman kepada mereka yang berlomba-lomba memberikan pertanyaan.“Terima kasih kepada teman-teman wartawan yang datang ke kantor polisi. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian yang mewakili isi hati masyarakat Indonesia. Pertama, pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Kami masih mendalami video rekaman itu dengan menemui saudara I. Apa motifnya saudara I mengatakan seperti itu? Apa saudara I membuat pengakuan secara sadar atau dalam tekanan dan dipaksa orang lain? Kami masih menyelidikinya. Kami juga berusaha mencari tahu orang yang menyebar video rekaman dengan meretas saluran televisi,” terang Hendrawan berhenti sejenak.Hendrawan kembali melanjutkan keterangannya, “Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak mudah percaya sebelum terbukti kebenarannya. Pengakuan saudara I belum tentu benar. Polisi tidak mungkin menerima sogokan karena itu merupakan bentuk kejah
Jam 22.00 wib, di rumah Adelia.Aldan, Adelia, dan Faizal selesai mempersiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke persidangan, termasuk mengcopy rekaman itu dan disimpan di beberapa flasdisk.“Aku gak sabar menunggu hari esok,” ucap Adelia dengan wajah begitu semringah. “Akhirnya kebenaran bakalan terungkap.”Aldan tersenyum penuh arti menatap wajah cantik milik Adelia hingga akhirnya mata mereka bersitatap.“Hey udah dong jangan lihatin aku terus. Nanti kamu cepet bosen,” kata Adelia tersenyum manis sembari merapikan anak-anak rambutnya.“Aku gak pernah bosen melihat wajah gadisku. Cantik, manis, ngangenin, gemesin, apalagi ya ... Emm pokoknya kamu sempurna. Kayaknya kamu bukan manusia deh, tapi bidadari yang turun dari langit,” puji Aldan, membuat wajah Adelia memerah merona.“Ih apaaan sih. Kalo disuruh ngegombal rajanya kamu tuh.”Aldan meraih tangan Adelia. Mereka saling bersitatap, penuh cinta.Aldan tiba-tiba memasang wajah konyolnya, “Aku gak gombal kok, serius deh. Aku ngomon
Aldan dan Faizal sudah memakai topeng dan aksesoris penyamaran lainnya. Mereka berjalan ke arah jendela dan mendapati para penjahat yang bergerak menuju belakang rumah. Hanya menyisakan dua orang yang berjaga di depan. Aldan tersenyum miring, “Sip, kita gak perlu memancing mereka ke belakang.” Aldan memutar badannya dan berjalan ke ruangan belakang dengan wajah dinginnya, sedangkan Faizal setia mengikuti dari belakang. Dan benar saja, mereka melihat gagang pintu rumah yang bergerak-gerak. Aldan dan Faizal bergerak hati-hati ke arah pintu. Mereka mendapati sebuah pergerakan kawat yang memutar-mutar di lubang gagang pintu. Terdengar juga bisikan-bisikan dari arah luar, membuat Aldan dan Faizal menerbitkan senyuman miring di bibir. CEKLEK! Salah satu penjahat berhasil membobol pintu hanya dengan sebuah kawat. Satu orang mulai membuka pintu perlahan-lahan, sedangkan teman lainnya telah siaga dengan memegang sebuah pistol di tangan. Kepala satu orang menyembul, mengintip situasi. Sek
Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua
Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d
Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa
“Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang
Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd
Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga
“Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin
Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia
“Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun