Share

28. Bukan Aku!

Penulis: imam Bustomi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-22 10:14:43
“Emang apa rencanamu?” tanya Adelia penasaran.

Aldan memajukan badan dan berbisik pada Adelia, “Jadilah pacarku.”

PLAK!

Tiba-tiba Adelia menampar wajah Aldan, lalu mengambil tablet miliknya dari tangan pria tampan itu.

“Aku menyesal sudah sempat mempercayaimu.”

Aldan cengengesan sambil memegang pipi kirinya, tetapi dia segera memasang wajah serius saat Adelia ingin masuk ke dalam rumah,“Aku gak bercanda. Aku benar-benar penasaran tentang pak Hendrawan. Apa beliau orang baik atau sebaliknya.”

Adelia memicingkan mata, menatapi Aldan untuk mencari kebenaran di sana, “Apa kamu mencoba membohongiku? Oh atau jangan-jangan kamu tangan kanan pak Hendrawan?”

Aldan tertawa geli, bersandar ke tembok samping pintu rumah.

Adelia menaikkan kedua alisnya, menatap serius pada Aldan, “Aku serius. Gak ada yang lucu.”

Aldan terkekeh pelan, “Aku orang baru di sini, mana mungkin aku menjadi tangan kanan pak Hendrawan.”

“Syukurlah,” kata Adelia, lalu tiba-tiba wajahnya terlihat murung. “Tapi itu t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   29. Bapak Belum Mengenal Saya

    Aldan berjalan menuju ke lantai dimana ruangan bagian divisi keuangan berada, tetapi di tengah perjalanan dia bertemu dengan Lukman Wafa, sekretaris Ceo.“Selamat pagi, pak Lukman,” sapa Aldan dengan senyuman kecil.Lukman malah tersenyum miring dengan sorot mata merendahkan, “Bagaimana rasanya digebukin?”“Jadi Bapak yang menyuruh mereka buat menghajarku?” Aldan berpura-pura terkejut, tetapi hatinya saat ini tengah tertawa karena Bahri dan Dani sudah membohongi Lukman.“Kemarin belum seberapa. Aku bisa lebih kejam dari kemarin ... Cium kakiku jika kamu gak ingin tubuhmu dihajar lagi,” ucap Lukman tersenyum tipis.Aldan lagi-lagi berakting. Dia syok dan matanya melebar menatap Lukman.“Salahku apa pak? Kenapa Bapak tega menyuruh preman buat menghajarku?” tanya Aldan dengan suara sedikit nyaring, sengaja agar karyawan lainnya mendengar.Sementara Lukman terlihat gelisah dan gusar ketika karyawan lainnya mulai diam-diam menguping, salah satunya adalah Rangga. “Tutup mulutmu,” kata Lukm

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   30. Tontonan sudah dimulai

    Aldan masuk ke dalam ruangan divisi keuangan, di sana teman-temannya menatap Aldan dengan tatapan penuh kesal dan ada juga penuh kebencian.“Kamu gila, ya. Pak Lukman sekretaris CEO loh, kenapa kamu buat masalah dengan beliau?”“Apa-apaan kamu? Kamu kok fitnah pak Lukman?” “Maumu apa sih?”Mereka langsung memberondong sejumlah pertanyaan pada Aldan. Pria tampan itu hanya tersenyum, tetapi di detik berikutnya dia menghela napas kecewa sembari merapikan poni rambutnya.“Aku gak fitnah, pak Lukman sendiri yang ngaku sudah mengirim preman buat menghajarku kemarin,” jelas Aldan berpura-pura memasang wajah serius, tetapi hanya Rangga yang terlihat mempercayainya.“Heleh bilang aja mau ngejatuhin pak Lukman.”“Lihat aja kedepannya, gak lama lagi kamu akan dipecat. Masih baru udah berani fitnah-fitnah atasan.”“Jangan-jangan kamu punya niat buruk ngefitnah pak Lukman biar kamu jadi sekretaris Ceo? Jangan mimpi bro. Kalo mau naik jabatan, bersaing pakek prestasi. Bukan pakek cara kotor.”Mer

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   31. Badai Belum Selesai

    “Apa maksudmu, sob?” tanya Hendrawan heran, sembari menggerakkan kakinya kembali ke arah ranjang pasien. Verra mengikuti dari belakang, sedangkan Aldan menilih diam di tempat untuk menyaksikan tontonan ini. “Gak usah bersandiwara, Wan. Aku denger semuanya!” murka Wahyu dengan tatapan mata berkilat iblis. “dia menelponmu saat aku hampir tak sadarkan diri. Beruntung aku masih denger. Gak kusangka ternyata kamu mau membunuhku.” Hendrawan berhenti di tepi ranjang, “Apa yang kamu katakan, Yu. Mana mungkin aku mau membunuh temanku sendiri. Tenangkan dirimu, kamu pasti trauma sehingga kamu berhalusinasi.” Hendrawan berusaha menenangkan Wahyu. Dia yakin kondisi psikis temannya terganggu setelah mengalami kejadian tadi petang yang hampir merenggut nyawanya. Namun, Wahyu sudah masuk dalam jebakan Aldan. Emosinya semakin membuncah, tatapannya menyala-nyala. “Hentikan omong kosngmu. Kamu memang pandai bersilat lidah, sandiwaramu tingkat dewa. Kamu pikir aku gak tau siapa dirimu, hah!? Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   32. Info Dari Bahri dan Dani

    Verra memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah kontrakan.“Makasih ya,” ucap Aldan menerbitkan segurat senyuman.“You are welcome,” balas Verra sembari mengangguk yang diiringi senyuman manis di bibir.Aldan membuka pintu mobil dan melambaikan tangan pada Verra, “Daah.”“Dahhh.” Verra melajukan mobilnya.Sementara dua orang yang berada di sekitar sana mulai bergerak menghampiri Aldan.“Selamat sore,” sapa Bahri.“Sore. Ada apa lagi? Apa tua bangka itu menyuruh kalian?” tanya Aldan santai.“Benar, kawan. Kami datang mau mengingatkan lo. Pak Wahyu bukan cuma menyuruh kami buat menghajar lo. Ada 5 preman lagi yang dibayar. Tapi masalahnya kami gak mengenal mereka ... Jadi maksud kedatangan kami kesini ingin lo sementara waktu tinggal di tempat lain yang lebih aman,” ungkap Dani terus terang.“Kami ingin membalas budi atas kebaikanmu kemarin. Jadi kami memberitahu lo duluan kalau nanti jam 11 malam ke atas, mereka akan ke sini buat menghajar lo,” tambah Bahri serius.Aldan tersenyum,

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   33. Jatuh Cinta

    Aldan bersantai di sofa ruang tengah sembari menonton televisi. Wajahnya begitu semringah melihat berita yang menggemparkan publik atas pengakuan mengejutkan dari Wahyu Kosim.Wahyu kosim mengatakan bahwa orang yang hampir membunuhnya adalah orang terdekatnya, tetapi dia tidak menyebutkan nama Hendrawan.“Cerdik sekali. Jika Wahyu menyebut nama Hendrawan, dia justru bakalan mendekam di penjara karena dia tidak memiliki bukti. Hemmm tapi semisal ada bukti yang mengarah pada Hendrawan, kurasa Wahyu akan tetap waspada karena Hendrawan bisa dengan mudah membalikkan fakta. Hendrawan menggunakan seragam polisinya untuk berkuasa seenak Jidatnya,” gerutu Aldan dengan raut wajah dari senyuman miring berubah menjadi tatapan geram ke arah layar televisi yang memperilhatkan wajah Wahyu dan Hendrawan secara bergantian.Di titik ini ponsel Aldan berbunyi. Tangan kirinya mengambil benda itu di sebelahnya, sementara tangan kanannya menekan tombol off remote televisi.“Ya, Faiz?” tanya Aldan setelah m

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   34. Resmi Pacaran

    “Kenapa berhenti disini? Kamu gak macem-macem ‘kan?” tanya Adelia curiga saat Aldan berhenti di kawasan hotel.“Ayolah, Lia. Jangan negatif thinking mullu.”Adelia mengerutkan kening, “Ya gimana gak negatif thinking. Ini hotel, bukan kafe.”Aldan terkekeh pelan, “Yang bilang kafe siapa? Aku membawamu kesini karena Iqbal ada di sini bersama dengan wanita kupu-kupa malam?”“What pelacur maksudnya?” pekik Adelia dengan mata melebar. “apa hubunganya? Kamu gak aneh-aneh ‘kan?”Aldan lagi-lagi terkekeh pelan. Lalu dia menjitak pelan dahi Adelia, “Pintar-pintar kok oon. ‘kan sudah kubilang, aku sedang menjebak Iqbal. Udah ah jangan banyak nanya, ayo ke atas.”Aldan membawa Adelia ke kamar hotel, di sana sudah ada Faizal yang menunggu.“Selamat malam, b-bro.” Hampir saja Faizal memanggil bos sebelum akhirnya Aldan memperingatkannya melalui gerakan mata.“Gimana, bro?” tanya Aldan, dan Faizal pun menunjuk ke arah laptop yang ada di atas nakas.“What?” Adelia membuka mulut dan membulatkan matan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   35. Tidak Ada Yang Kebetulan

    “Aku gak mau pacarku terkena masalah. Mungkin kamu bisa membebaskan Clara, tapi nyawamu bakalan terancam. Mereka pasti mengirim penjahat untuk membunuhmu,” ucap Aldan serius dengan tetap menerbitkan senyuman. Dia tidak mau gadis yang baru saja menjadi pacarnya mendapat teror dari pihak Iqbal setelah menyerahkan rakaman itu.“Gak masalah. Selama aku benar, aku gak takut. Aku sudah terbiasa mendapatkan teror, tapi aku tetap baik-baik saja karena Tuhan bersamaku,” ungkap Adelia. Tidak ada rasa takut sedikit pun yang tergambar di wajahnya, membuat Aldan semakin kagum.Namun, Aldan tidak akan membiarkan nama Adelia terpampang di media. Dia ingin menggunakan cara lain agar rekamannya tetap sampai di tangan media. Dia mempunyai firasat bahwa pihak Iqbal bukan orang sembarangan, buktinya mereka mampu membalikkan fakta kasus ini sebelumnya.“Aku salut dengan keberaniamu membela kebenaran meski nyawa taruhannya. Tapi sebagai pacar yang baik, izinkan aku membantumu lagi. Aku janji akan membebask

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   36. Mencurigai Adelia

    Adelia mematikan televisi dengan wajah masih kegirangan, tetapi ekspresinya berubah ketika dia menatap ke arah Aldan. Dia tersenyum manis, ada perasaan yang aneh di dalam dirinya. Dia semakin penasaran pada sosok pria tampan yang kini tengah menatapnya dengan tatapan menggoda. “Emmmm mau kencan sekarang?” tanya Adelia diiringi senyuman merekah ruah. Entah kenapa kali ini nada suaranya sangat lembut, dia sendiri pun bingung.Mungkinkah aku benar-benar mencintainya? Tanya Adelia dalam hati, bersamaan dengan jantungnya yang semakin berdetak kencang melihat tatapan pria tampan itu yang seolah-olah menghipnotisnya.Sementara Aldan masih menatap lekat-lekat kekasihnya. Lalu di detik berikutnya senyuman konyol kembali menghiasi wajahnya, “Ah aku ingin sekali berkencan denganmu. Tapi sepertinya kencan kita tertunda. Masih banyak pekerjaan yang kita lakukan untuk menyelesaikan kasus Clara.”Entah kenapa Adelia kecewa mendengar jawaban itu. Benar-benar aneh, ‘Kenapa jadi aku yg ngebet sekali b

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24

Bab terbaru

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   113. Dhea Belum Siap

    Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   112. Bukan Malaikat Penolong

    Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   111. Dhea Justru Ketakutan

    Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   110. Deal?

    “Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   109. Temuilah Akhir Riwayatmu!

    Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   108. Aldan Melihat Kalung Liontin

    Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   107. Rencana Adelia

    “Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   106. Dilema

    Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   105. Mimpi Buruk Itu Gambaran Masa Lalunya

    “Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun

DMCA.com Protection Status