Jam istirahat kerja, Aldan dan Rangga pergi bersama ke restoran yang ada di belakang perusahaan.
“Kamu sudah berapa tahun kerja di sini?” tanya Aldan sambil berjalan di sisi kanan Rangga.
“Sudah satu tahun ... Ow ya aku yakin kamu banyak prestasinya, baru masuk kerja langsung ditempatkan di posisi asisten divisi keuangan. Satu tingkat di atasku,” jawab Rangga setengah memberikan pujian pada Aldan.
“Aku hanya orang biasa. Aku hanya beruntung saja.”
Di tengah perjalanan dari arah berlawanan ada seorang pria tua berkacamata berjalan sambil fokus memainkan ponselnya, sehingga tanpa sengaja menabrak Aldan yang sudah mencoba menghindar.
“Ah sialan, kalau jalan lihat-lihat. Pakai matamu!” berang pria tua itu dengan nada yang begitu tinggi.
“Maaf, pak. Tapi anda yang salah. Anda fokus bermain hp saat berjalan,” protes Aldan.
PLAK!
Aldan memegang pipinya yang mendapat tamparan dari pria tua berkacamata.
“Lancang sekali! Kau tau siapa aku? Hah?!” sergah pria tua berkacamata dengan sorot mata tajam, bahkan cipratan air liurnya mengenai wajah Aldan.
“Saya—”
Baru saja Aldan membuka suara, Rangga yang ada di sebelahnya langsung memotong dengan wajah memohon sambil kedua tangan mengatup di depan dada, “Maafkan teman saya, Pak. Dia karyawan baru di perusahaan ini. Namanya Putra, asisten Pak Ridwan.”
Di detik selanjutnya, Rangga menoleh ke arah Aldan, “Putra, beliau adalah pak Lukman Wafa. Beliau sekretaris CEO di perusahaan ini.”
“Ow jadi anak ingusan?” tanya Lukman dengan seulas senyuman sindiran.“Masih baru sudah banyak tingkah.”
Aldan terkesiap dan ingin menampar Lukman, tetapi kali ini dia tidak mau bermasalah dengan Lukman, “Iya, Pak. Saya baru bekerja di perusahaan ini.”
Rangga sedikit menyenggol lengan Aldan, memberi isyarat agar cepat meminta maaf pada Sang sekretaris CEO.
“Saya minta maaf jika saya melakukan kesalahan.” Aldan memilih mengalah dan menuruti kemauan Rangga, meskipun dia tidak melakukan kesalahan.
“Cium kakiku,” titah Irfan menatap Aldan dengan sorot mata merendahkan.
“Ya, Pak?” tanya Aldan terkejut.
“Kupingmu budeg?! Cium kakiku atau kamu mau aku pecat?” tanya Lukman dengan mata melotot.
“Lakukan saja apa yang pak Lukman mau,” saran Rangga pada Aldan. Dia tahu teman barunya itu tidak bersalah, tapi dia sangat mengenal sifat arogan sang sekretaris Ceo yang bisa melakukan apa saja pada karyawan bawah.
Namun, Aldan mendengus kesal. Kali ini dia tidak mau menuruti permintaan Lukman yang merendahkan dirinya.
“Maaf, Pak. Saya tidak bisa melakukannya. Sepengetahuan saya, anda yang salah. Saya sudah mengalah, tapi maaf bukan berarti anda bisa merendahkan saya,” tegas Aldan memberikan seulas senyuman berani menatap mata menyala milik Irfan.
“Putra?” Rangga terkejut, jawaban temannya itu mengundang masalah.
Hal itu terlihat jelas dari ekspresi yang diperlihatkan Lukman. Wajah sekretaris CEO itu memerah karena marah, tetapi Aldan hanya santai menatapnya.
“Berani-beraninya kau!” berang Irfan sambil menunjuk-nunjuk wajah Aldan dengan jari telunjuknya. “Mulai hari ini juga kau dipecat!”
“Anda tidak berhak memecat saya, apalagi saya tidak melakukan kesalahan. Seharusnya anda yang meminta maaf pada saya, anda berjalan sambil main hp,” respon santai Aldan. Dia sangat percaya diri pria arogan di hadapannya itu tidak bisa memberikan keputusan sepihak.
“Brengsek!” Tiba-tiba Lukman mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan Aldan. Wajahnya memerah padam. “Kau hanya karyawan dibawahku di perusahaan ini. Aku sekretaris CEO bisa memecatmu kapan saja yang aku mau.”
Aldan menutup mata. Bukan karena takut, melainkan dampratan Lukman mengeluarkan air liur yang beterbangan ke wajahnya.
Sementara Rangga merasa kasian dengan Aldan. Dia sangat yakin temannya pasti dipecat, tidak ada yang bisa menolongnya.
PLAK!
Lukman melepaskan cengkeramannya, dan langsung mendaratkan sebuah tamparan keras di sebelah pipi Aldan, “Pria bodoh! Kau sudah berani menantangku. Kau tau siapa aku? Sekarang juga kau dipecat!”
Hal itu menarik perhatian beberapa karyawan yang berada di sekitar sana. Mereka yakin keberadaan Aldan di perusahaan Cosmo Indofood hanya numpang lewat. Sementara Aldan hanya diam tersenyum menatap lurus ke depan, berusaha menekan emosi yang meluap di dalam dada. Andai hanya berdua, pria tampan itu pasti sudah menghajar Lukman habis-habisan.
“Jaga matamu! Kenapa kau tersenyum, hah?! Cepat pergi dari sini!” raung Lukman dengan penuh emosi. Lalu dia menggerakkan tangannya menuju sebelah pipi Aldan.
Namun, kali ini Aldan tidak diam begitu saja. Dia menangkap tangan Lukman di udara, “Saya heran pria arogan seperti anda menjadi sekeretaris CEO di perusahaan sebesar ini. Apa anda punya orang dalam?” sindirnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, membuat Lukman naik pitam.
Lukman dan karyawan lainnya pun dibuat terkejut bukan main. Mereka benar-benar tak habis pikir dengan ucapan Aldan. Mereka yakin karir karyawan baru itu sudah tamat, bahkan masalah besar akan datang menghampirinya karena sudah berani menghina sekretaris CEO perusahaan cosmo indofood.
Lukman mengangkat dagu dan menatap Aldan dengan tatapan menyala-nyala, “Kau melawanku? Kau tidak tau siapa aku, hah?! Jika Lukman sudah marah, orang itu tidak akan selamat dariku!” “Lepaskan tanganku, bodoh!” kelakar Lukman penuh emosi melihat Aldan masih mencengkram tangannya di udara.Sementara, Rangga dan beberapa karyawan lainnya dibuat semakin tak percaya atas sikap berani pria tampan itu.Aldan tersenyum miring sambil melepaskan tangan Lukman, dan seketika itu pula pria tua itu menarik kerah baju Aldan dengan tatapan mata berkilat iblis, “Kau bukan hanya dipecat. Bersiap-siaplah menerima kemarahan Lukman Wafa!” ancamnya, lalu mendorong kasar tubuh Aldan.Sementara Rangga hanya diam, saat ini dia tidak bisa berbuat sesuatu ketika seorang Lukman Wafa sudah marah. Siapa saja yang menghentikan kemarahan sang sekeretaris CEO, maka orang itu juga akan terkena imbasnya.Namun, Aldan terlihat santai. Tidak ada ketakutan sedikitpun, bahkan senyuman tetap mengalir berhias di wajahnya, “
Aldan tersenyum dan melepaskan jabatan tangannya, “Emm apa Bapak mau menemani saya makan?” “Tidak, terima kasih,” jawab Lukman mengulas senyum paksa, meskipun hatinya saat ini tengah panas dan tidak sabar ingin memberi pelajaran pada Aldan. “Hemm baiklah, saya rasa permasalahan sudah selesai. Saya harap di kemudian hari tidak terulang lagi,” sahut Dhea tersenyum lega. Aldan tersenyum, “Iya Bu ... Oh ya, izinkan saya pergi duluan, Bu.” “Ah, iya iya, silahkan,” jawab Dhea, lalu Aldan dan Rangga pun pergi. Berjalan bersisian dengan Aldan, terlihat jelas ada kecemasan berlebihan pada diri Rangga. “Putra, aku tau kamu tidak bersalah. Tapi kamu gak tau siapa pak Lukman. Dia gak akan tinggal diam. Dia pasti berusaha mencari cara memecatmu, begitupun denganku. Mungkin aku juga akan dipecat,” tutur Rangga menghembus napas dengan raut wajah kecewa. “sungguh aku benar-benar gak percaya dengan sikapmu barusan. Sebagai karyawan dibawahnya pak Lukman, seharusnya kamu diam.” “Hem jadi dia te
“Serius, aku benar-benar serius. Kamu wanita paling sempurna yang aku temui. Jarang sekali ada wanita cantik yang pintar, murah senyum, pokoknya kamu perfect pakek banget,” goda Aldan yang semakin membuat Verra melayang-layang. “aku penasaran tentang kehidupanmu. Kamu berasal darimana, bagaimana keseharianmu ... aku yakin orang tuamu sangat hebat, bisa mempunyai anak secantik dan sepintar kamu.”Pujian maut yang dilancarkan Aldan berhasil membuat hati Anggun meleleh. Sebenarnya sudah banyak lelaki yang memberikan kata-kata puitis padanya, tetapi entah kenapa wanita cantik itu merasa berbunga-bunga meskipun baru mengenal Aldan. Sepertinya dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.“Telingaku membesar nih,” canda Verra sambil menatap jauh ke dalam mata bermanik gelap milik Aldan yang juga tengah menatapnya tanpa kedip. Tatapan wanita cantik itu berubah dari panas ke dingin dalam hitungan detik kala mencoba melepaskan dirinya dari perangkap ketampanan yang terasa mematikan kewarasanny
Mereka menyelesaikan makan siang dan kembali ke kantor. Sebelum masuk ke ruangan divisi keuangan, Rangga menggoda teman barunya itu, “Ehemmm ada yang lagi kasmaran nih.”“Gimana menurutmu? Apa Verra wanita idaman lelaki?” tanya Aldan yang ingin mencari informasi tambahan mengenai Verra. “Wah pepet terus, bro. Dia bukan hanya cantik, tapi juga baikkkk sekali orangnya. Dia orangnya friendly, mudah bergaul dengan orang lain,” jelas Rangga sambil mengamati penampilan Aldan yang berjalan bersisian dengannya.“Kenapa? Ada yang salah dengan penampilanku?” tanya Aldan heran.“Aku rasa Bu Verra suka sama kamu deh. Pas di restoran, aku perhatiin tatapan matanya ada cinta. Jadi kamu punya modal buat ngedapetin Bu Verra.”“Tebakanmu bisa saja salah.”“Aku yakin bro, orang yang jatuh cinta itu tergambar jelas dari tatapan mata dan perilakunya. Tadi aku lihat dia curi-curi pandang melulu. Padahal banyak pria yang mengincarnya loh, tapi gak ada satu pun yang bisa meluluhkan hatinya.”“Emmm kamu se
Tatapan itu justru membuat Verra terpesona pada ketampanan Aldan yang nyaris sempurna. Bahkan sepintas dia membayangkan sedang berciuman dengan pria tampan di sampingnya itu.“Em apa kita tetap berada di mobil?” tanya Aldan bercanda, tetapi wanita cantik itu hanya bengong menatap lurus padanya sehingga dia harus mengulang pertanyaan. “Em apa kita tetap berada di mobil, Verra?”Verra terkesiap, dia baru sadar terlalu fokus menatap wajah tampan Aldan hingga seolah-olah terhipnotis.“Iya, ayo turun,” ucap Verra menoleh ke arah lain dengan wajah memerah, ketampanan Aldan sudah mematikan kewarasannya.Aldan mengikuti langkah Verra dari belakang. Pandangan matanya bergerak mengamati sekitar rumah Hendrawan. Tentu saja ini bagian rencana, mengetahui selak beluk kediaman musuhnya sangat berguna saat nanti merencanakan sesuatu untuk balas dendam.“Papa, Mama ... Verra pulang,” panggil wanita itu ketika sampai di ruang tamu yang cukup luas. Lalu dia menoleh ke belakang, “Duduk dulu, ya. Aku mau
“Pasti berat hidup nak Putra tanpa kehadiran sosok orang tua ... Tapi Om yakin kedua orang tua nak Putra sekarang tersenyum di atas sana melihat kesuksesan anaknya,” hibur Hendrawan sambil sesekali mendongak ke atas.Aldan hanya merespon dengan senyuman disertai anggukan, tetapi dalam hatinya membatin, ‘Kau tidak ingin bertanya siapa nama Papa dan Mamaku? Nama Papa dan Mamaku, Chandra dan Yuyun Wahyuni. Ya, Hendrawan. Kau terlibat dalam pembunuhan Papa Mamaku. Dan kau tau siapa aku? Aku anak mereka yang juga hampir kau bunuh. Tapi Tuhan menyelamatkanku. Sekarang gantian, kau yang akan kubunuh.’“Nak Putra?” Hendrawan melambaikan tangan pada Aldan yang tengah tersenyum menatapnya begitu lama.“Maaf, Om. Aku membayangkan Om adalah Papaku.” Aldan berbohong untuk mendapatkan kasih sayang Hendrawan. Semakin dekat dengan musuh, maka balas dendamnya pasti jauh lebih mudah.“Serius? Om merasa tersanjung sekali. Kalau begitu mulai sekarang nak Putra boleh memanggil Om dengan sebutan Papa,” usu
Menggunakan mobil Mitsubishi Pajero sport miliknya, Verra mengantar Aldan pulang. “Kamu beruntung,” ucap Aldan memulai pembicaraan.“Beruntung?” tanya Verra menoleh sebentar ke arah Aldan sebelum kembali fokus menyetir.“Iya. Kamu pasti sangat bahagia memiliki orang tua seperti Papamu.”“Dan aku juga beruntung bisa bertemu dengan orang sebaik kamu.”“Kamu baru mengenalku. Mana bisa kamu menilai aku orang baik?” tanya Aldan tersenyum menatap Verra.“Ya yakin aja. Dan penilaianku gak bakalan salah.” Verra tersenyum manis menatap Aldan yang kini telah membuatnya jatuh cinta. Dia yakin pria tampan itu adalah orang baik.“Kalau penilaianmu salah, bagaimana?” canda Aldan sambil tertawa kecil. “Berarti kamu bukan orang baik. Jika kamu orang jahat, maka aku akan menghukummu.” Verra bercanda dengan memasang wajah galak yang hendak menghajar orang lain, tetapi di detik berikutnya senyuman manis terbit lagi di bibirnya.Aldan tersenyum miring pada Verra yang sedang berusaha menyalip laju truk
Aldan terkejut dan spontan menoleh ke belakang. Dia melihat kedua orang itu tengah menyeringai tajam padanya.“Siapa kalian?” tanya Aldan sambil berdiri dengan sikap tegas, tidak ada rasa takut sedikit pun di wajahnya meskipun Dani tengah menutup pintu rumah rapat-rapat.“Siapa kami? Kami preman yang sedang menyamar,” jawab Dani sambil menyingsingkan lengan baju, memperlihatkan tato miliknya.“Apa lo takut?” sambung Bahri sambil bergerak maju satu langkah dengan menyunggingkan senyum meremehkan.Bukan takut, Aldan malah tertawa geli menatap mereka.“Dih ... Lihat wajahku,” kekeh Aldan sambil menunjuk wajahnya sendiri. “Apa aku terlihat takut? Mendingan kalian pergi deh, serius.”Bahri dan Dani mendekat dengan tatapan geram. Mereka berdiri tepat di hadapan Aldan sembari membunyikan buku-buku jemarinya untuk menakut-nakuti. Namun, mereka salah besar. Andai mereka tahu Aldan adalah pimpinan pasukan rahasia white master, mereka pasti berpikir berkali-kali lipat untuk menyerang Aldan.“Lo
Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua
Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d
Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa
“Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang
Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd
Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga
“Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin
Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia
“Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun