Beranda / Rumah Tangga / Dendam Membara Istri Kedua / Mual yang Tak Tertahankan

Share

Mual yang Tak Tertahankan

Penulis: Virgo Chameleon
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 00:43:37

“Sarah! Dimana kamu?!”

 

Sarah yang masih sibuk membersihkan kolam ikan, mau tidak mau menoleh ke arah pintu utama. Di sana dia mendapati istri pertama Bagas--Rayya--yang sedang berjalan cepat ke arahnya.

 

“Ada apa, Mbak?”

 

Rayya melemparkan beberapa baju ke arah Sarah. Karena tidak sigap menangkap lemparan tiba-tiba, semua baju itu jatuh ke dalam kolam ikan yang belum selesai dibersihkan.

 

“Kamu benar-benar tidak becus! Semua baju Bagas kelunturan! Kok bisa kamu mencampur kemeja-kemeja putihnya dengan baju batik milik ibu? Dasar tolol!”

 

Sarah menaruh semua alat-alat yang sedang digunakan, lalu mulai memunguti baju-baju yang masuk ke dalam kolam ikan itu. Agar tidak memicu amarah wanita itu lagi, dia pun segera pergi dari hadapan Rayya untuk melaksanakan tugasnya.

 

“Heh! Kurang ajar! Ke sini kamu! Saya belum selesai bicara!”

 

Sarah menghentikan langkah kakinya, dan menoleh ke arah Rayya yang terlihat begitu marah. “Ada apa lagi, Mbak?”

 

Rayya terlihat ingin menampar Sarah, tapi dia menahan dirinya. “Pel seluruh lantai rumah ini. Semuanya jadi basah karena kamu!”

 

Sarah memejamkan kedua matanya, berusaha mengendalikan emosi sebisa mungkin. Dia memutuskan untuk melakukan apa yang disuruh oleh Rayya. Baginya, ini adalah cara untuk membayar kesalahannya pada wanita itu.

 

Setelah mengambil peralatan yang diperlukan, Sarah membasahi kain pel dan mulai mengepel lantai.

 

“Seharusnya kamu ganti dulu celanamu, Bodoh! Sekarang seluruh lantai jadi bau ikan.” Rayya mengernyitkan dahi karena bau yang memuakkan. Dia pun melemparkan celana butut kepada Sarah. “Cepat ganti!”

 

Sarah hanya menganggukkan kepalanya, kembali menuruti perintah Rayya tanpa banyak tanya. Baru saja berganti celana dan ingin melanjutkan tugasnya, sebuah teriakan mengejutkan dirinya dan Rayya.

 

“Astaga!”

 

Dua wanita itu menoleh dan melihat sosok Retno berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Sarah. Khawatir Retno terjatuh, Rayya bahkan sampai harus ikut berlari agar mertuanya itu tidak terpeleset. Namun, perempuan paruh baya itu melepaskan tangan menantu pertamanya dengan sedikit kasar.

 

Dengan wajah khawatir, Retno mengelus wajah Sarah yang kotor. “Ya ampun, menantu ibu. Kamu ngapain?”

 

Sarah tidak menjawab, bingung harus menjawab apa. Kalau dia menjawab jujur, dia akan mempersulit Rayya. Namun, kalau tidak, kebohongan apa yang harus terucap?

 

Melihat ekspresi khawatir Sarah, Retno langsung menoleh ke arah Rayya dan bertanya dengan nada yang keras, “Kamu lagi pasti, kan?! Kamu yang suruh Sarah ngepel!?"

 

Rayya berusaha untuk membela diri. “Nggak, Bu. Aku cuma–”

 

Sang ibu mertua menghentikan argumentasi yang sudah dipersiapkan oleh Rayya. “Jangan banyak alasan. Ibu tau, kamu iri pada Sarah, kan? Takut dia hamil, jadi kalau bisa buat keguguran dulu?”

 

Rahang Rayya terlihat mengetat. Dia terluka dengan tuduhan sang ibu mertua yang dialamatkan kepadanya. “Kok Ibu bisa ngomong gitu sih sama aku? Dia sendiri yang ngotorin lantai habis dari kolam ikan! Kenapa jadi--”

 

“Cukup,” Retno memotong ucapan Rayya, tidak ingin mendengar alasan menantu pertamanya itu.

 

“Bagas pulang ….” Sebuah suara rendah bergema dari pintu depan kediaman Kuncoro.

 

Para wanita itu menoleh, melihat sosok Bagas yang pulang dengan sebuah koper kecil setelah pulang dari luar kota.

 

"Mas Bagas!" Rayya yang sempat merasa kesal langsung berubah ceria, dia menubruk sang suami dan memeluknya erat.

 

Melihat hal itu, Retno berdeham, membuat Bagas melepaskan pelukannya pada Rayya. "Ibu," sapanya seraya menghampiri sang ibunda dan mencium tangan wanita itu dengan takjim. "Ibu sehat-sehat 'kan selama Bagas pergi?"

 

"Ya," balas Retno. "Ibu sehat."

 

Sarah tidak betah berlama-lama melihat interaksi ketiganya. Dia yang tidak pernah merasa nyaman di tempat itu memutuskan untuk melangkah pergi dari tempat tersebut.

 

“Sarah," panggil Retno, membuat langkah kaki Sarah terhenti. "Mau ke mana? Ini suamimu baru pulang loh.”

 

Sarah berbalik, lalu menoleh sembari menampakkan sebuah senyuman. "Mau bersih-bersih, bu ….” Hanya itulah alasan yang terlintas dibenak Sarah.

 

Bagas menatap Sarah dalam diam, lalu mengalihkan pandangannya karena tidak betah memandang wanita itu lama-lama. "Bu, Bagas mau siap-siap dulu, habis ini mau pergi sama Rayya," ucap pria tersebut.

 

Baru saja ingin melangkah pergi, lengan Bagas ditahan oleh Retno. "Nggak bisa. Hari ini kamu harus temani Sarah," titahnya. "Sarah orangnya pendiam, jadi walau kangen dia nggak bilang. Kamu harus adil ke dua istrimu."

 

Sarah terhenyak, tidak menyangka bahwa dirinya dijadikan alasan oleh sang ibu mertua untuk menahan Bagas.

 

“Tapi, bu? Aku udah lama nggak ketemu Mas Bagas…”

 

“Iya, bu. Kami juga perlu waktu berdua…”

 

“Kalian melawan omongan ibu?”

 

Detik itu juga, Sarah dapat melihat Rayya yang langsung menunduk, berusaha menutupi amarah yang tercermin jelas dari wajahnya. Sementara di sebelah wanita itu, Bagas hanya menatap sang ibu dengan wajah tidak percaya.

 

Karena tidak ada lagi yang melawan, Retno menepuk bahu Bagas. “Istrimu bukan hanya Rayya saja. Perlu berapa kali ibu ingatkan?” ujar wanita itu.

 

Bagas mengalihkan pandangan ke arah Sarah, dingin dan mengerikan. Pria itu pun melepaskan pegangan tangannya pada Rayya dan menghampiri Sarah.

 

Dengan rahang yang mengeras, Bagas berkata dengan suara rendah kepada Sarah, "Masuk kamar."

 

***

 

"Ah!" Sarah mengaduh kesakitan saat Bagas membantingnya ke atas ranjang. “Mas, jangan begini ...,” pintanya yang dengan cepat berbalik untuk menghadap sosok sang suami yang menatapnya nyalang.

 

Bagas melepaskan dasi yang melilit lehernya sejak pagi tadi, dan beberapa kancing bagian atas kemejanya. “Jangan banyak bicara.” Dia menggulung lengan kemejanya, wajahnya terlihat lelah, dan kesal di waktu bersamaan. "Kita tahu hanya satu alasan Ibu menahanku dari pergi dengan Rayya." Mata dingin pria itu menatap lurus Sarah. "Kamu!"

 

Tubuh Sarah bergetar, merasa sangat ketakutan. Akan tetapi, dia berusaha untuk kuat. Semua ini sering terjadi, bukan satu-dua kali.

 

“Kita sudah dua bulan menikah, kan? Tapi kamu tidak kunjung hamil juga.” Bagas tersenyum bengis. “Mungkin aku yang terlalu baik, ya?”

 

Sarah menutup kedua matanya, dia tidak mau melihat tatapan Bagas yang mencemooh sekaligus mengerikan itu. Dia bisa rasakan cengkeraman kuat Bagas pada pergelangan tangannya, tapi hanya bisa meringis dalam diam.

 

Satu kali lagi malam penuh siksaan, tidak masalah, bukan?

 

Namun, tepat di cumbuan Bagas yang entah keberapa, perut Sarah bergejolak. Ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam sana.

 

Dengan sekuat tenaga, Sarah mendorong pria yang berada di atasnya, lalu berlari keluar kamar dan mengarah ke kamar mandi. Detik berikutnya, dia langsung memuntahkan apa yang mengganggu perutnya sedari tadi. Hanya saja, tidak ada apa pun yang keluar.

 

“Sarah? Sayang? Kamu kenapa, nak?” Suara Retno terdengar melantun, mungkin sempat melihat menantunya itu berlari keluar dari kamar menuju kamar mandi. "Kamu muntah?" Dia membantu memegangi rambut Sarah dari belakang, tapi bingung karena tidak ada yang wanita itu muntahkan.

 

Ketika yakin tidak ada yang akan keluar dari mulutnya, Sarah hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak tau, bu. Tiba-tiba saja mual sekali rasanya ….”

 

Mendengar itu, mata Retno berbinar. Wanita paruh baya itu langsung memeluk Sarah. “Kamu hamil! Kamu pasti hamil, Sarah! Alhamdulillah! Alhamdulillah!”

 

Sarah yang sudah terlalu lemas hanya bisa terdiam di dalam pelukan sang mertua. Dari sudut matanya, dia melihat Bagas yang membeku di depan pintu kamar mandi. Di belakang pria itu, sosok Rayya menampakkan wajah terkejut dipenuhi kengerian.

 

'Aku ... sungguh hamil?'

Bab terkait

  • Dendam Membara Istri Kedua   Dua Garis Biru

    “Selamat ya, bu, pak… Hasil pemeriksaannya positif, hari ini genap 4 minggu. Sebentar lagi kalian akan menjadi orangtua…” Sarah menelan saliva-nya perlahan, tiba-tiba saja kerongkongannya terasa kering. Sang ibu mertua tidak berhenti berucap syukur, dan juga terus-menerus memeluknya dengan sayang. Sementara Bagas tidak berkomentar apapun. “Tolong berikan perawatan yang terbaik untuk menantu dan cucu saya ya, dok.” Sang dokter hanya tersenyum tipis sebelum menjawabnya dengan tegas, “Tentu saja, bu.” Sarah takjub dengan betapa mudahnya seorang manusia berubah perilaku. Meskipun ibu mertuanya tidak pernah berbuat kasar padanya, tapi dia juga bukanlah seseorang yang melimpahkan kasih sayang pada Sarah. Oleh karena itu, saat ibu mertuanya tiba-tiba menghujaninya dengan perhatian berlebih, itu membuatnya kewalahan. “Sarah, ibu sudah buatkan makanan. Kata dokter, ini bagus untuk ibu hamil.” “Sarah, kamu mau susu yang ini, atau yang ini?” “Sarah, kamu nggak boleh kecapean. Semua

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Dendam Membara Istri Kedua   Benarkah?

    “Sarah! Ya Allah!” Sang ibu mertua panik saat mendapati dua menantu perempuannya terkapar di lantai, dan tak sadarkan diri. Darah segar menggenangi lantai, membuat kepanikannya semakin menjadi. “Cepat panggilkan ambulans! Cepat sana! Ya Allah, cucuku!” Ambulans tiba, kedua istri Bagas yang pingsan berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu. Bagas datang terburu-buru dari kantornya. Kepanikan jelas menghiasi wajahnya. “Kok bisa begini, bu? Apa yang terjadi?” Perempuan paruh baya itu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dia terlihat khawatir sekali. “Ibu nggak tau. Saat ibu tiba, mereka berdua sudah tergeletak di lantai. Ya Allah... Cucuku...” Bagas berjalan mondar-mandir, terlihat sangat gelisah. Tampaknya dia tidak sanggup membayangkan jika salah satu dari istrinya terluka. “Tapi ibu yakin, bukan Sarah yang salah. Ini semua pasti salahnya Rayya.” “Bu, kita nggak bisa berasumsi seperti itu. Kita kan nggak tau apa yang terjadi sebenarnya.” Ekspresi perempuan paruh baya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Dendam Membara Istri Kedua   Perempuan yang Pintar Bersandiwara

    "A-apa maksud ibu?" Rayya yang masih sesenggukan menatap sang ibu mertua dengan gugup. Tidak mungkin wanita tua itu menembus sandiwaranya, bukan? Dia sudah mengorbankan dirinya sendiri sampai mengalami luka-luka seperti ini! Di sisi lain, Retno mengalihkan pandangan dan menghampiri pintu. Alih-alih menyusul putranya, dia justru berjalan dan menutup rapat pintu tersebut, seolah-olah tidak ingin siapa pun mendengar apa yang akan dikatakannya kepada sang menantu. "Mungkin sebaiknya kamu mengajar kelas akting, Rayya." Retno berjalan ke sudut ruangan, dia menuangkan air putih ke dalam gelas. "Akting kamu benar-benar hebat, sampai putra saya begitu percaya." Dia tersenyum ke arah sang menantu. Rayya terlihat gelagapan, tapi berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Aku benar-benar nggak mengerti maksud ibu." Retno berjalan menuju ranjang yang dihuni oleh Rayya, lalu duduk di atasnya. "Bagas sudah tidak ada di sini. Hanya ada kita berdua. Jangan berpura-pura lagi." Rayya tetap menggele

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Dendam Membara Istri Kedua   Kematian yang Tak Terduga

    Di atas ranjang kamar inapnya, Sarah terbaring seraya menatap kosong ke depan. Ingatan perihal kejadian beberapa saat lalu mengalir ke dalam benaknya. “Kalau bukan karena ibu, aku pastikan kita akan bercerai." Kalimat terakhir Bagas sebelum dia meninggalkan Sarah sendirian di rumah sakit terus-terusan menggema di dalam kepala wanita itu. Sarah mengusap air mata dari wajahnya, tidak ingin melihat ekspresi kejam Bagas setiap kali pandangannya membuyar. Kenapa tidak ada yang percaya padanya? Bagaimana mungkin mereka dengan mudah menepiskan kenyataan bahwa dirinyalah yang paling kehilangan dalam situasi ini?! Manik Sarah terarah pada perutnya, membayangkan keberadaan yang sebelumnya ada di sana. “Kalau saja Ibu lebih kuat, mungkin kita bisa bertemu ....” Kesedihan, terluka, dan kekecewaan bercampur menjadi satu emosi, yang meledak dalam sebuah tangisan. Tidak kencang, tapi siapa pun yang mendengarnya akan ikut merasakan kesedihan yang teramat sangat. "Kamu bisa menjadi kuat, Sara

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Dendam Membara Istri Kedua   Kaisar Nugroho

    Sarah yang terlalu terkejut, tidak dapat mengeluarkan suara apapun. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ada kebingungan yang menghinggapinya. Amarah dan kekecewaan juga bercampur di dalamnya.“Kenapa? Kenapa Bagas melakukan semua itu?"Sarah mendongakkan kepalanya, menatap pria asing itu, secara tidak langsung memintanya untuk menjawab semua pertanyaannya.Saat itulah, Sarah baru menyadari sesuatu. Bahwa entah sejak kapan, pria asing itu sudah memayungi dirinya hingga terhindar dari hujan.Pria asing itu yang tidak mengubah ekspresi di wajahnya sama sekali, kemudian berujar, "Kalau kamu ingin membalas dendam, ikutlah denganku, Sarah…"*** Ada begitu banyak pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya. Namun, Sarah justru tidak mengatakan apapun kepada pria asing itu. Dia hanya berdiam diri, menatap laju kendaraan yang membawa mereka. Dari balik kaca mobil, Sarah dapat melihat beberapa bangunan yang tampak tidak asing. Dia menoleh ke arah si pria asing, namun belum sempat bertanya mobil itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-18
  • Dendam Membara Istri Kedua   Adu Mulut

    “Seharusnya ada di sini.” Sarah ingat, sang ayah selalu memasukkan semua dokumen penting, uang tunai, ataupun emas yang dia miliki ke dalam brankas yang tersembunyi di balik lukisan besar di ruangan kerjanya. Sarah juga ingat dengan jelas kunci kombinasi yang pernah diberitahukan oleh sang ayah. Jadi, ia terkejut ketika tidak mendapati apapun di dalam brankas ayahnya. “Apa mungkin ayah memindahkan dokumen-dokumennya?” Sarah menggelengkan kepalanya, dia bertekad untuk tidak menyerah. Dia mulai mencari di setiap sudut ruangan. Lemari besar milik sang ayah, meja kerja, tumpukan dokumen di rak, semuanya tidak luput dicari. Namun, hasilnya nihil. “Dimana ayah menaruhnya?” Sarah berujar dengan nada kebingungan, sebelum ia memutuskan untuk menghampiri Kaisar yang sepertinya masih menunggu di lantai bawah. Namun, langkah kakinya terhenti saat ia melihat buku catatan milik sang ayah yang selalu dibawanya kemanapun–yang terletak di atas meja kerjanya. Dengan rasa penasaran yang tinggi,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Dendam Membara Istri Kedua   Bermalam di Kediaman Kaisar

    "Sebaiknya kamu di sini dulu saja."Setelah adu mulut yang terjadi beberapa jam yang lalu, Sarah menyetujui ajakan Kaisar untuk pergi ke sebuah tempat guna menenangkan dirinya selama beberapa saat. Mereka sampai di sana menjelang tengah malam. "Ini rumah siapa?"Sarah terdiam memandangi interior dari sebuah rumah bergaya klasik eropa, yang didominasi warna putih. Rumah ini sangat besar, megah dan mewah, tapi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya."Anggap saja rumah sendiri."Setelah mengatakan itu, Kaisar terlihat memanggil seseorang. Tak lama, seorang perempuan paruh baya berlari dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya terlihat panik."Ampun, Den..." Perempuan paruh baya itu langsung menundukkan kepalanya saat berhadapan dengan Kaisar. Tubuhnya gemetaran, kedua tangannya saling mengait. Dia terlihat begitu gelisah. Sarah mengamati interaksi antara keduanya, yang melahirkan tanda tanya. Apakah Kaisar begitu mengerikan?Kaisar yang tidak kunjung mengatakan apapun, membuat perempuan paruh

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27
  • Dendam Membara Istri Kedua   Aku Ingin Kembali Ke Sana, Kaisar

    Semalaman penuh, Sarah tidak tidur sama sekali. Dia menghabiskan malamnya dengan membaca setiap lembar yang ditulis oleh sang ayah di dalam buku catatan itu. Dan semakin membacanya, amarah Sarah semakin bergejolak. Pagi ini, Sarah bertekad untuk kembali ke rumah Bagas.Namun rencananya berantakan saat ia melihat Kaisar sudah menunggunya di meja makan. "Mau kemana pagi-pagi begini?" ujar Kaisar--sambil meminum jus jeruk yang baru saja disajikan oleh Mbok Sum.Sarah menurunkan barang-barangnya di lantai. Meskipun enggan, dia tetap berjalan menuju meja makan. "Pulang," ujarnya singkat. Kaisar tidak bereaksi. Dia justru terlihat tenang menyantap sarapannya. Di sampingnya terlihat seorang pria dengan setelan serba hitam, dengan rambut plontos, dan sebuah tab di tangannya, sedang membacakan jadwalnya hari ini. "Jam sepuluh nanti ada pertemuan singkat dengan Pak Nuggie. Asisten Direktur PT. Berlian Nusantara. Setelahnya, jam sebelas akan bertemu Pak Narendra di lapangan golf BSD, terkai

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28

Bab terbaru

  • Dendam Membara Istri Kedua   Sambutan di Rumah

    "Kemana saja kamu?!" Setelah beradu argumentasi dengan Kaisar, Sarah akhirnya diantar kembali ke rumah sang suami. Sepanjang perjalanan, Sarah berusaha menenangkan diri. Dia mencoba untuk mendengarkan kalimat-kalimat dari pria itu yang terus memintanya untuk bisa mengendalikan diri sebaik mungkin. Namun, begitu Sarah masuk ke dalam rumah, teriakan Bagas menyambutnya. Sarah memperhatikan Bagas yang masih duduk di sofa ruang tamu, bersama dengan Rayya--Istri kesayangannya itu. Di kepalanya saat ini hanya berputar setiap kejahatan yang dilakukan Bagas kepadanya, dan kepada keluarganya. Sarah ingin langsung mengkonfrontasi Bagas, tetapi Kaisar benar. Itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri."Ingat ini Sarah. Kalau kamu mau kembali ke rumah itu sekarang, maka bersikaplah seperti tidak ada yang terjadi."Sarah juga teringat bagaimana Kaisar menyiapkan sebuah alibi untuknya. Kalau seandainya Bagas bertanya kemana ia pergi dari rumah sakit. "Aku harus sanggup mengontrol diriku

  • Dendam Membara Istri Kedua   Aku Ingin Kembali Ke Sana, Kaisar

    Semalaman penuh, Sarah tidak tidur sama sekali. Dia menghabiskan malamnya dengan membaca setiap lembar yang ditulis oleh sang ayah di dalam buku catatan itu. Dan semakin membacanya, amarah Sarah semakin bergejolak. Pagi ini, Sarah bertekad untuk kembali ke rumah Bagas.Namun rencananya berantakan saat ia melihat Kaisar sudah menunggunya di meja makan. "Mau kemana pagi-pagi begini?" ujar Kaisar--sambil meminum jus jeruk yang baru saja disajikan oleh Mbok Sum.Sarah menurunkan barang-barangnya di lantai. Meskipun enggan, dia tetap berjalan menuju meja makan. "Pulang," ujarnya singkat. Kaisar tidak bereaksi. Dia justru terlihat tenang menyantap sarapannya. Di sampingnya terlihat seorang pria dengan setelan serba hitam, dengan rambut plontos, dan sebuah tab di tangannya, sedang membacakan jadwalnya hari ini. "Jam sepuluh nanti ada pertemuan singkat dengan Pak Nuggie. Asisten Direktur PT. Berlian Nusantara. Setelahnya, jam sebelas akan bertemu Pak Narendra di lapangan golf BSD, terkai

  • Dendam Membara Istri Kedua   Bermalam di Kediaman Kaisar

    "Sebaiknya kamu di sini dulu saja."Setelah adu mulut yang terjadi beberapa jam yang lalu, Sarah menyetujui ajakan Kaisar untuk pergi ke sebuah tempat guna menenangkan dirinya selama beberapa saat. Mereka sampai di sana menjelang tengah malam. "Ini rumah siapa?"Sarah terdiam memandangi interior dari sebuah rumah bergaya klasik eropa, yang didominasi warna putih. Rumah ini sangat besar, megah dan mewah, tapi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya."Anggap saja rumah sendiri."Setelah mengatakan itu, Kaisar terlihat memanggil seseorang. Tak lama, seorang perempuan paruh baya berlari dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya terlihat panik."Ampun, Den..." Perempuan paruh baya itu langsung menundukkan kepalanya saat berhadapan dengan Kaisar. Tubuhnya gemetaran, kedua tangannya saling mengait. Dia terlihat begitu gelisah. Sarah mengamati interaksi antara keduanya, yang melahirkan tanda tanya. Apakah Kaisar begitu mengerikan?Kaisar yang tidak kunjung mengatakan apapun, membuat perempuan paruh

  • Dendam Membara Istri Kedua   Adu Mulut

    “Seharusnya ada di sini.” Sarah ingat, sang ayah selalu memasukkan semua dokumen penting, uang tunai, ataupun emas yang dia miliki ke dalam brankas yang tersembunyi di balik lukisan besar di ruangan kerjanya. Sarah juga ingat dengan jelas kunci kombinasi yang pernah diberitahukan oleh sang ayah. Jadi, ia terkejut ketika tidak mendapati apapun di dalam brankas ayahnya. “Apa mungkin ayah memindahkan dokumen-dokumennya?” Sarah menggelengkan kepalanya, dia bertekad untuk tidak menyerah. Dia mulai mencari di setiap sudut ruangan. Lemari besar milik sang ayah, meja kerja, tumpukan dokumen di rak, semuanya tidak luput dicari. Namun, hasilnya nihil. “Dimana ayah menaruhnya?” Sarah berujar dengan nada kebingungan, sebelum ia memutuskan untuk menghampiri Kaisar yang sepertinya masih menunggu di lantai bawah. Namun, langkah kakinya terhenti saat ia melihat buku catatan milik sang ayah yang selalu dibawanya kemanapun–yang terletak di atas meja kerjanya. Dengan rasa penasaran yang tinggi,

  • Dendam Membara Istri Kedua   Kaisar Nugroho

    Sarah yang terlalu terkejut, tidak dapat mengeluarkan suara apapun. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ada kebingungan yang menghinggapinya. Amarah dan kekecewaan juga bercampur di dalamnya.“Kenapa? Kenapa Bagas melakukan semua itu?"Sarah mendongakkan kepalanya, menatap pria asing itu, secara tidak langsung memintanya untuk menjawab semua pertanyaannya.Saat itulah, Sarah baru menyadari sesuatu. Bahwa entah sejak kapan, pria asing itu sudah memayungi dirinya hingga terhindar dari hujan.Pria asing itu yang tidak mengubah ekspresi di wajahnya sama sekali, kemudian berujar, "Kalau kamu ingin membalas dendam, ikutlah denganku, Sarah…"*** Ada begitu banyak pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya. Namun, Sarah justru tidak mengatakan apapun kepada pria asing itu. Dia hanya berdiam diri, menatap laju kendaraan yang membawa mereka. Dari balik kaca mobil, Sarah dapat melihat beberapa bangunan yang tampak tidak asing. Dia menoleh ke arah si pria asing, namun belum sempat bertanya mobil itu

  • Dendam Membara Istri Kedua   Kematian yang Tak Terduga

    Di atas ranjang kamar inapnya, Sarah terbaring seraya menatap kosong ke depan. Ingatan perihal kejadian beberapa saat lalu mengalir ke dalam benaknya. “Kalau bukan karena ibu, aku pastikan kita akan bercerai." Kalimat terakhir Bagas sebelum dia meninggalkan Sarah sendirian di rumah sakit terus-terusan menggema di dalam kepala wanita itu. Sarah mengusap air mata dari wajahnya, tidak ingin melihat ekspresi kejam Bagas setiap kali pandangannya membuyar. Kenapa tidak ada yang percaya padanya? Bagaimana mungkin mereka dengan mudah menepiskan kenyataan bahwa dirinyalah yang paling kehilangan dalam situasi ini?! Manik Sarah terarah pada perutnya, membayangkan keberadaan yang sebelumnya ada di sana. “Kalau saja Ibu lebih kuat, mungkin kita bisa bertemu ....” Kesedihan, terluka, dan kekecewaan bercampur menjadi satu emosi, yang meledak dalam sebuah tangisan. Tidak kencang, tapi siapa pun yang mendengarnya akan ikut merasakan kesedihan yang teramat sangat. "Kamu bisa menjadi kuat, Sara

  • Dendam Membara Istri Kedua   Perempuan yang Pintar Bersandiwara

    "A-apa maksud ibu?" Rayya yang masih sesenggukan menatap sang ibu mertua dengan gugup. Tidak mungkin wanita tua itu menembus sandiwaranya, bukan? Dia sudah mengorbankan dirinya sendiri sampai mengalami luka-luka seperti ini! Di sisi lain, Retno mengalihkan pandangan dan menghampiri pintu. Alih-alih menyusul putranya, dia justru berjalan dan menutup rapat pintu tersebut, seolah-olah tidak ingin siapa pun mendengar apa yang akan dikatakannya kepada sang menantu. "Mungkin sebaiknya kamu mengajar kelas akting, Rayya." Retno berjalan ke sudut ruangan, dia menuangkan air putih ke dalam gelas. "Akting kamu benar-benar hebat, sampai putra saya begitu percaya." Dia tersenyum ke arah sang menantu. Rayya terlihat gelagapan, tapi berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Aku benar-benar nggak mengerti maksud ibu." Retno berjalan menuju ranjang yang dihuni oleh Rayya, lalu duduk di atasnya. "Bagas sudah tidak ada di sini. Hanya ada kita berdua. Jangan berpura-pura lagi." Rayya tetap menggele

  • Dendam Membara Istri Kedua   Benarkah?

    “Sarah! Ya Allah!” Sang ibu mertua panik saat mendapati dua menantu perempuannya terkapar di lantai, dan tak sadarkan diri. Darah segar menggenangi lantai, membuat kepanikannya semakin menjadi. “Cepat panggilkan ambulans! Cepat sana! Ya Allah, cucuku!” Ambulans tiba, kedua istri Bagas yang pingsan berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu. Bagas datang terburu-buru dari kantornya. Kepanikan jelas menghiasi wajahnya. “Kok bisa begini, bu? Apa yang terjadi?” Perempuan paruh baya itu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dia terlihat khawatir sekali. “Ibu nggak tau. Saat ibu tiba, mereka berdua sudah tergeletak di lantai. Ya Allah... Cucuku...” Bagas berjalan mondar-mandir, terlihat sangat gelisah. Tampaknya dia tidak sanggup membayangkan jika salah satu dari istrinya terluka. “Tapi ibu yakin, bukan Sarah yang salah. Ini semua pasti salahnya Rayya.” “Bu, kita nggak bisa berasumsi seperti itu. Kita kan nggak tau apa yang terjadi sebenarnya.” Ekspresi perempuan paruh baya

  • Dendam Membara Istri Kedua   Dua Garis Biru

    “Selamat ya, bu, pak… Hasil pemeriksaannya positif, hari ini genap 4 minggu. Sebentar lagi kalian akan menjadi orangtua…” Sarah menelan saliva-nya perlahan, tiba-tiba saja kerongkongannya terasa kering. Sang ibu mertua tidak berhenti berucap syukur, dan juga terus-menerus memeluknya dengan sayang. Sementara Bagas tidak berkomentar apapun. “Tolong berikan perawatan yang terbaik untuk menantu dan cucu saya ya, dok.” Sang dokter hanya tersenyum tipis sebelum menjawabnya dengan tegas, “Tentu saja, bu.” Sarah takjub dengan betapa mudahnya seorang manusia berubah perilaku. Meskipun ibu mertuanya tidak pernah berbuat kasar padanya, tapi dia juga bukanlah seseorang yang melimpahkan kasih sayang pada Sarah. Oleh karena itu, saat ibu mertuanya tiba-tiba menghujaninya dengan perhatian berlebih, itu membuatnya kewalahan. “Sarah, ibu sudah buatkan makanan. Kata dokter, ini bagus untuk ibu hamil.” “Sarah, kamu mau susu yang ini, atau yang ini?” “Sarah, kamu nggak boleh kecapean. Semua

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status